Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Abses Paru
Abses Paru
ABSES PARU
PEMBIMBING:
Penyusun:
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha Kuasa,
atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Abses Paru” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti periode 11 Desember 2017 – 12
Januari 2018. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi
kita semua tentang Abses Paru.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Partogi,
Sp.Rad selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini di Kepaniteraan Klinik Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi serta
berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya kritik maupun saran yang
membangun. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga tugas ini dapat
memberikan tambahan informasi bagi kita semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................2
3
BAB I
PENDAHULUAN
Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang didefinisikan
sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel
mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang
terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru
pada satu lobus atau lebih. Abses paru harus dibedakan dengan cavitas pada pasien
tuberkulosis paru. Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan
dan umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insidens penyakit
periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi.1
Sedangkan berdasarkan penyebabnya, abses paru dapat dibagi menjadi dua, yakni
abses primer dan abses sekunder. Abses primer muncul karena nekrosis parenkim
paru (akibat pneumonitis, infeksi, dan neoplasma) ataupun pneumonia asprasi pada
orang normal. Sedangkan abses sekunder dapat disebabkan penyebaran infeksi dari
tempat lain secara limfogen, hematogen, dan perkontinuitatum karena kondisi
sebelumnya seperti septik emboli (misalnya endokarditis sisi kanan), obstruksi
bronkus (misalnya aspirasi benda asing), bronkiektasis, ataupun pada kasus
immunocompromised.1,2,6
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Abses paru adalah proses infeksi paru supuratif yang menimbulkan destruksi
parenkim dan pembentukan satu atau lebih kaviti yang mengandung pus pada satu
lobus atau lebih sehingga membentuk gambaran Radiologist Air Fluid Level.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker
paru yang terinfeksi.
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus,
gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian
gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses
tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju lobus medius
atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring
aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus
interior paru kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.
4. Infeksi saluran napas atas dan bawah yang belum teratasi, terutama pada pasien
HIV yang terkena abses paru pada umumnya mempunyai status
immunocompromised yang sangat buruk (kadar CD4 <50/mm3), dan
kebanyakan didahului oleh infeksi terutama infeksi paru.
5
2.3. Etiologi
Bacteriodes melaninogenus
Bacteriodes fragilis
Peptostreptococcus species
Bacillus intermedius
Fusobacterium nucleatum
Microaerophilic streptococcus
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari spesimen
yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.
6
Staphillococcus aureus
Streptococcus micraerophilic
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pneumoniae
Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi lain. Seperti
contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma bronkogenik); penyebaran hematogen
(endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi dari daerah sekitar (mediastinum,
subphrenic).
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeroginosa
Escherichia coli
Actinomyces species
Nocardia species
Gram negatif bacilli
c. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba, mikobakterium
2.4. Patofisiologi
Bermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti
daya tahan tubuh dan jenis dari mikroorganisme patogen yang menjadi penyebab.
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang
paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk
akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronkial.1
7
penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat pula terjadi pada
penderita penyakit sistem saraf.1,2,8,12
Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh,
maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian
berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan abses.2,8
Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai
fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain tubuhnya seperti
tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk
abses multipel dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus. Penanganan abses
multipel dan kecil lebih sulit dari abses single walaupun ukurannya besar. Secara
umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa milimeter sampai dengan 5 cm
atau lebih.1
Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang
terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang
yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis, dan
gangguan imunitas.1
Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang
menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami
konsolidasi, dengan organisme yang penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus
aureus, Klebsiella pneumonia dan grup Pseudomonas. Abses yang terjadi biasanya
multipel dan berukuran kecil (<2cm).1
Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista
bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur
untuk tumbuhnya mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi oleh
mikroorganisme yang virulens maka akan terjadilah abses paru.1
8
Abses paru biasanya satu (single), tapi bisa multipel yang biasanya unilateral
pada satu paru, yang terjadi pada pasien dan keadaan umum yang buruk atau pasien
yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati, gangguan
imunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau penggunaan
sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus
atas dan segmen apikal lobus bawah dan sering terjadi pada paru dekstra, karena
bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri. Abses bisa mengalami ruptur ke
dalam bronkus dengan isinya diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas
yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga
terjadi empiema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.1
2.5. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada pemeriksaan fisik pasien dengan abses paru bervariasi. Temuan
fisik mungkin menjadi sekunder dengan kondisi yang terkait seperti radang paru
yang mendasari atau efusi pleura. Temuan pemeriksaan fisik juga dapat bervariasi
tergantung pada organisme yang terlibat, tingkat keparahan dan luasnya penyakit, dan
status kesehatan pasien dan komorbiditas.2
Kadang abses paru belum dicurigai hingga abses tersebut menembus bronkus dan
mengeluarkan banyak sputum yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami
gangren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy (disebut dengan putrid
abscesses) merupakan tanda yang patognomonik untuk infeksi bakteri anaerob dan,
tetapi tidak didapatkannya sputum demikian tidak menyingkirkan kemungkinan
infeksi anaerob. Pada kasus ini pun, dapat dijumpai batuk darah pada sekitar 25% dari
pasien serta pada 60% pasien pun ada yang mengeluhkan sakit dada yang
berhubungan dengan pleura.2,4,11
9
Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piothorax (empiema)
sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal pada
tempat lesi, vokal fremitus menghilang, perkusi redup/pekak, bunyi napas menghilang
dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama jantung ke arah
kontralateral. Selain itu, pada abses paru pun bisa ditemukan clubbing finger (jari
tabuh).3,4
a. Malaise
Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang lama kelamaan
menyebabkan penurunan berat badan.
b. Demam
Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan ‘rigor’ dengan suhu
tubuh mencapai 39.40C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya
abses paru
c. Batuk
Batuk pada pasien abses paru merupakan batuk berdahak yang setelah beberapa dapat
berubah menjadi purulen dan bisa mengandung darah. Sputum yang berbau amis
dan berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaerob, tetapi tidak
didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi
anaerob. Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang masif.
d. Nyeri pleuritik
Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan adanya
keterlibatan pleura
e. Sesak
Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan napas
f. Anemia
Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang disebabkan oleh kurangnya
asupan akibat penurunan nafsu makan, namun lebih sering disebabkan oleh
perdarahan pada saluran nafas khususnya pada hemoptysis.
10
2. Pemeriksaan Laboratorium
3. Gambaran Radiologik
a. Foto Thorax
Pada gambaran radiologik tampak satu atau lebih kavitas, disertai dengan
air-fluid level. Bentuk abses kecil (<2cm) multipel seringkali dihubungkan dengan
necrotizing pneumonia dan gangren paru. Baik abses paru maupun necrotizing
pneumonia merupakan manifestasi dari proses patologis yang serupa. Kegagalan
dalam mengenali dan mengobati abses paru berhubungan dengan keadaan umum yang
jelek.2,6
Pada foto thorax PA dan lateral biasanya ditemukan satu kavitas, tetapi dapat
juga multikavitas berdinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi di sekelilingnya.
Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan tebal dinding kavitas bisa mencapai 5
mm.13
Khas pada abses paru anaerobik kavitasnya single (soliter) yang biasanya
ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik,
nosokomial, atau hematogen) lesinya biasanya multipel.1
Gambaran kavitas ini lebih sering dijumpai pada paru kanan dari paru kiri. Bila
terdapat hubungan dengan bronkus maka di dalam kavitas terdapat air-fluid
level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda
konsolidasi (opasitas). Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita
melakukan foto thorax PA dengan posisi berdiri.1,13
11
Abses paru akibat aspirasi paling sering menyerang segmen posterior paru lobus
atas atau segmen superior paru lobus bawah. Ketebalan dinding abses paru bervariasi,
bisa tipis ataupun tebal, batasnya bisa jelas maupun samar-samar. Dindingnya
mungkin licin atau kasar.1,12,13
b. CT-Scan
Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah lesi hiperdens bundar dengan kavitas
berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak.
12
Tampak bronkus dan pembuluh darah berakhir secara mendadak pada dinding
abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Selain itu lesi tampak
membentuk sudut pada permukaan pleura dinding dada.13
2.6. Tatalaksana
Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari
patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang
adekuat dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.1
13
perlu dipertimbangkan penyebab lain misalnya obstruksi benda asing,
keganasan, infeksi bakteri resisten, mikobakteria atau jamur.
Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10-20% kasus. Indikasi operasi
adalah:1
14
- Pengobatan penyakit yang mendasari: karsinoma obstruktif primer/metastasis,
pengeluaran benda asing, bronkiektasis, gangguan motilitas gastroesofageal,
malformasi atau kelainan kongenital.
Pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat dilakukan
drainase perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah kebocoran isi abses ke
rongga pleura.1
2.7. Komplikasi
Komplikasi dari abses paru meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat
bronkus atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses paru yang
drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain dengan
kecenderungan penyebaran infeksi Staphylococcus, dan apabila ruptur ke rongga
pleura akan menjadi piothorax (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa
abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura visceralis sehingga terjadi
piopneumothorax dan fistula bronkopleura.1,6,11
2.8. Prognosis
Faktor-faktor yang membuat prognosis jelek adalah kavitas yang besar (lebih dari
6cm), penyakit dasar yang berat, status immunocompromissed, umur yang sangat
tua, empiema, nekrosis paru yang progresif, lesi obstruktif, abses yang disebabkan
bakteri aerobik, dan abses paru yang belum mendapat pengobatan dalam jangka
15
waktu yang lama. Angka mortalitas pada pasien-pasien ini bisa mencapai 75% dan
bila sembuh maka angka kekambuhannya tinggi.1,7
16
BAB III
KESIMPULAN
terjadi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasyid A. Abses paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM,
Setiati S,editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2006.hal.1052-5.
2. Kamangar N, Sather CC, Sharma S. Lung abscess. [online] 2009 Aug 19 [cited
2018 January 4]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview
3. Yunus M. CT guided transthoracic catheter drainage of intrapulmonary
abscess. J Pak Med Assoc. 2009; 59 (10): 703-8
4. Baum, Crapo GL, James D. Lung abscess. In: Baum’s textbook of pulmonary
disease 7thEdition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.
5. Eisenberg RL, Johnson NM. Lung abscess. In: Comprehensive radiographic
pathology. USA: Mosby Elsevier; 2007. p.48-50
6. Bhimji S. Lung abscess, surgical perspective. [online] 2010 Oct 22 [cited
2018 Januari 4]. Available from:
URL: http://emedicine.medscape.com/article/428135-overview
7. Koziel H. Lung abscess. [online] 2006 [cited 2018 Jan 4]. Available from:
URL: http://www.scribd.com/doc/28978474/Lung-Abscess
8. Datir A. Lung abscess. [online] 2008 May 2 [cited 2018 Jan 4]. Available
from: URL:http://radiopaedia.org/articles/lung_abscess
9. Luhulima JW. Systema respiratorium. Makassar: Bagian Anatomi FK Unhas; 2004.
hal.1, 15-9
10. Faiz O, Moffat D. The Lungs. In: Anatomy at a glance. UK: Blackwell Science
Ltd; 2002. p.15-7.
11. Jardins TD. The cardiopulmonary system. In: Cardiopulmonary Anatomy and
physiology, essentials in respiratory care. Fourth edition. USA: Delmar; 2002. p.45,
47.
12. Djojodibroto RD. Abses paru. Dalam: Respirologi (Respiratory
medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal.143-4.
13. Budjang N. Radang paru yang tidak spesifik. Dalam: Ekayuda I, editor.
Radiologi diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2005.
hal.100-5.
18
19