Vous êtes sur la page 1sur 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu dari sepuluh tertinggi

penyebab kematian di seluruh dunia. Sekitar dua milyar orang atau 1/3

penduduk dunia diperkirakan terkena TB laten. Dari 10,4juta orang terkena

TB di tahun 2015, terdapat 1,8 juta kematian (diantaranya ada 0,4 juta

kematian orang yang terkena TB dan HIV). Dari satu juta anak-anak usia ≤14

tahun yang terkena TB, sebanyak 170.000 anak-anak meninggal akibat

penyakit ini pada tahun 2015. Lebih dari 95% kematian TB tersebut terjadi di

negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, 60% kematian tersebut

ada pada enam negara, secara berurutan: India, Indonesia, China, Nigeria,

Pakistan dan Afrika Selatan. Sekitar 480.000 orang menjadi resisten terhadap

obat anti TB, multidrug-resistant (MDR-TB). Insiden TB menurun rata-rata

1,5% per tahunnya sejak tahun 2000. Hal ini perlu diakselerasikan

kepenurunan 4%-5% tiap tahunnya supaya mencapai tujuan "End TB

Strategy" di tahun 2020. Dengan diagnosis dan pengobatan TB antara tahun

2000 dan 2015, perkiraan 49 juta orang dengan TB terhindar dari

kematian. Mengakhiri epidemik TB sebelum tahun 2030 adalah salah satu

target kesehatan dari Sustainable Development Goals.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.2

2.1.2 Etiologi

Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan

bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Bakteri Tahan Asam

(BTA).2

Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada

waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat

bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat

terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah

kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan,

kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh

lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran

langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang

penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.

2
Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular

penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat

kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang

terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan

lamanya menghirup udara tersebut.2

2.1.3 Patogenesis dan Patologi

Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari

penderita TB kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit TB

terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular

(terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang

sama. Penyebar penyakit TB sering tidak tahu bahwa ia menderita

tuberkulosis. Droplet yang mengandung basil TB yang dihasilkan dari batuk

dapat melayang di udara hingga kurang lebih dua jam tergantung pada

kualitas ventilasi ruangan. Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain yang

sehat, droplet akan terdampar pada dinding pernapasan . Droplet besar akan

terdampar pada saluran pernapasan bagian atas droplet kecil akan masuk

kedalam alveoli di lobus manapun. Pada tempat terdamparnya, basil

tuberkulosis akan membentuk suatu fokus infeksi primer berupa tempat

pembiakan basil basil tuberkulosis tersebut dan tubuh penderita akan

memberikan reaki inflamasi. Basil TB yang masuk tadi akan mendapatkan

perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung kepada

pengalaman tubuh,yaitu pernah mengenal basil TB atau belum.3

3
a. Tuberkulosis Primer

Individu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya, pada

mulanya hanya memberikan reaksi seperti jika terdapat benda asing

disaluran pernapasan, hal ini diseabkan karena tubuh tidak mempunyai

pengalaman dengan basil TB. Hanya proses fagositosis oleh makrofag

saja yang dihadapi oleh basil TB. Namun makrofag yang

memfagositosis belum diaktifkan. Selama periode tersebut, basil TB

berkembang biak dengan bebas, baik ekstraselular maupun intraselular

di dalam sel yang memfagositosisnya. Selama tiga minggu, tubuh

hanya membatasi fokus infeksi primer melalui mekanisme peradangan,

tetapi kemudian tubuh juga mengupayakan pertahan imunitas selular.

Setelah tiga minggu terinfeksi basil TB, tubuh baru mengenal seluk

beluk basil TB. Setelah tiga sampai sepuluh minggu, basil TB akan

mendapat perlawanan yang berarti dari mekanisme sistem pertahanan

tubuh timbul reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses pementukan

pertahanan imunitas selular akan lengkap setelah sepuluh minggu.3

Pada orang yang berhasil mengatasi fokus infeksi primer dan tidak

sakit, ternyata tidak semua basil tuberkulosis tersingkir dari tubuh atau

tidak dapat dibunuh. Basil tuberkulosis ini dapat berada di dalam tubuh

dalam waktu lama bahkan sampai puluhan tahun dalam keadaan

dorman.3

b. Tuberkulosis Postprimer

Individu yang pernah mengalami infeksi primer biasanya

mempunyai mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil TB, hal ini

4
dapat terlihat pada tes tuberkulin yang menimbulkan hasil reaksi positif.

Jika orang sehat yang pernah mengalami infeksi primer mengalami

penurunan daya tahan tubuh, ada kemungkinan terjadi reaktivasi basil

TB yang sebelumnya berada dalam keadaan dorman.3

Penurunan daya tahan tubuh dapat disebabkan oleh bertambahnya

umur (proses menua), alkoholisme, defisiensi nutrisi. Sakit berat

diabetes melitus dan HIV/AIDS.3

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian

setelah infeksi primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.4

2.1.4 Gejala Klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa

kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut

diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti

bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.5

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi,

maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas,

dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan

dewasa, serta skoring pada pasien anak.5

5
2.1.5 Klasifikasi Tuberkulosis

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas : 4

a. Tuberkulosis paru BTA (+) :

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTAS positif

dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran

klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan

M.Tuberculosis negatif

2. Berdasarkan tipe pasien 4

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan

b. Kasus sembuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, kemudian datang lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak

BTA positif atau biakan positif.

6
c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan dan tidak

mengambil obat 2 berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya

selesai.

d. Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali positif

pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan ) atau akhir

pengobatan.

e. Kasus kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai

masa pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan

yang baik

f. Kasus bekas TB

- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan

gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau

foto serial menunjukkan gambaran yang menetap.

- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah

mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak

ada perubahan gambaran radiologi.

2.1.6 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin

ditemukan konjungtiva atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam

(febris) badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien

7
sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus kasus atau

yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.6

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian

apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka di

dapatkan perkusi yang redup, dan auskultasi suara napas bronkial, akan di

dapat juga suara napas tambahan berupa ronki basah,kasar,dan nyaring.

Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura ,suara napas menjadi

vesikuker melemah,bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi

memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara

amforik.6

Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering

ditemukan atrofi dan retraksi otot otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi

menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainya. Paru yang sehat

menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari

setengah jumlah jaringan paru paru,akan terjadi pengecilan daerah daerah

paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi

pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan.6

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan ini sering tidak dilakukan, karena hasilnya tidak sensitif

dan juga spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatan

jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.

Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat.

8
Bila penyakit mulai sembuih, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah

limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Hasil

pemeriksaan darah lain didapatkan juga:6

1. Hb menurun

2. Kadar natrium darah menurun.

Pemeriksaan serologi yang banyak dipakai yakni peroksidase anti

peroksidase anti peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti

mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%),

tetapi beberapa peneliti lain meragukannya karena mendapatkan angka –

angka yang lebih rendah. PAP-TB ini kurang bermanfaat bila digunakan

sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB adalah

menentukan adanya antibody IgG yang spesifik terhadap antigen

M.tuberculosae sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma

M,Tubercullinvarbovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan

dipisahkan secara ultra sentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila

pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu

kadang – kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan

masa 3 bulan revaksinasi BCG.6

Uji serologis lain terhadap Tb yang hamper sama cara dan nilainya

dengan uji PAP-TB adalah uji mycodot. Disini dipakai antigen LAM

(lipoarabinomannan) yang diletakan pada suatu alat berbentuk sisir plastik.

Sisir ini dicelupkan kedalam serum pasien. Antibodi spesifik anti LAM dalam

serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya

sesuai dengan jumlah antibodi. 6

9
b. Pemeriksaan Dahak

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan

dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan

mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari

kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi Sewaktu (SPS) :5

1. S (sewaktu) :

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung

pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

2. P (Pagi) :

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

3. S (sewaktu) :

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan

dahak pagi.

DiagnosisTB Parupada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA

melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.

Pemeriksaan lain seperti foto thoraks, biakan dan uji kepekaan dapat

digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan

indikasinya.5

10
c. Pemeriksaan Radiologi

Terdapat beberapa gambaran radiologi yang mengarah pada TB

seperti : infiltrat, fibrosis, kalsifikasi , kavitas, dll.7

a. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : 4

- Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior

lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular

- Bayangan bercak milier

- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

b. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif : 4

- Fibrotik

- Kalsifikasi

- Schwarte atau penebalan pleura

11
Infiltrat berbatas tidak tegas di daerah lateral apeks paru kanan serta

pembesaran nodus limfatikus hilus pada tuberculosis primer.3

1. Foto Rontgen Tuberculosis Primer (Primary Tuberculosis)

Pada pasien yang menderita initial pulmonary infection, karena

terinhalasi droplet yang mengandung M.tuberculosis, terutama pada orang

dewasa muda yang sebelumnya sehat, pada perkembangan perjalanan

penyakit sering tidak dijumpai gejala. Namun setelah itu akan terdapat

perkembangan penyakit, terdapat manisfestasi foto berupa gambaran

konsolidasi parenkim, atelektasis, limfadenopati, efusi pleura ataupun milier.3

2. Foto Rontgen Tuberculosis Reaktivasi

Karakteristik grup ini adalah predileksinya, yaitu di lobus atas.

Segmen yang terkena biasanya segmen apikal dan posterior, dan superior

lobus bawah. Kavitas terjadi pada 50% kasus, lebih banyak multipel dari pada

12
soliter dan berdinding tipis atau juga tebal. Pada kavitas dapat ditemukan

airfluid level.3

d. Uji Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes

mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein

Derivate).6

Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu

sedang atau pernah mengalami infesi M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi

BCG dan mycobacteria lainnya.6

Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi

berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi

persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.6

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil tes manoux ini dibagi

dalam : 6

1. Indurasi 0-5 mm : mantoux negatif

2. Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan

3. Indurasi 10-15 mm : mantoux positif

4. Durasi >15 mm : mantoux positif kuat

Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi

mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu

13
yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan mycobacterium lain.

Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu .6

Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif

palsu) yakni : 6

1. Pasien baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis

2. Penyakit eksantematous dengan panas yang akut

3. Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikuler

4. Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat

imunosupresi lainnya

5. Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

2.1.8 Diagnosis Banding 2

a. Tuberculosis Paru

b. Pneumonia

c. Mikosis Paru

2.1.9 Diagnosis Tuberkulosis Paru

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis (history talking) dan

pemeriksaan fisik, foto thoraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologik.

Diagnosis pasti ditegakkan jika pada pemeriksaan bakteriologik di temukan

M.tuberculosis di dalam dahak atau jaringan. Karena usaha untuk

menemukan basil Tb tidak selalu mudah, maka di upayakan cara untuk

membuktikan bahwa terdapat basil Tb di dalam tubuh. Cara pembuktiaan

adalah pemeriksaan serologi.3

14
Ada sebagian besar pasien tidak menunjukkan adanya basil

tuberculosis pada pemeriksaan bakteriologiknya, namun gejala klinis dan foto

thoraksnya mengarah kepada gejala tuberculosis. Pada pasien yang seperti

ini, tidak dapat di tegakkan diagnosis pasti. Agar pasien tersebut dapat diberi

terapi sesuai penyakit Tb dan penularan penyakitnya terbatas, perlu dibuat

cara terapi khusus untuk diagnosis Tb paru. Rumah Sakit Umum Pusat

Persahabatan sebagai rumah sakit rujukan nasional untuk penyakit paru telah

membuat klasifikasi untuk pasien yang berkaitan atau pernah berkaitan

dengan tuberculosis paru, yaitu sebagai berikut.3

a. TB Paru

Diagnosis seperti ini ditegakkan jika semua hasil prosedur diagnostik

yang dilakukan mendukung (diagnosis pasti). Prosedur diagnostik TB adalah

anamnesis, pemeriksaan fisik, foto thoraks, serta hasil pemeriksaan

bakteriologik. Pasien yang didiagnosis sebagai TB paru harus diobati secara

adekuat. 3

b. TB Tersangka (suspect TB)

Dari semua hasil prosedur diagnosik yang dilakukan, hanya hasil

pemeriksaan bakteriologik saja yang masih negatif. Pasien ini diobati dengan

antibiotik yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan M.tuberculosis

selama satu minggu untuk menggesampingkan pneumonia. Jika tidak terdapat

perbaikan klinis maupun radiologis, segera diberi obat dengan obat anti TB

(OAT) selama tiga bulan. Jika dengan pemberian OAT tersebut terjadi

perbaikan klinis serta radiologis, pengobatan diteruskan sampai 6 bulan

15
adekurat karena diagnosis TB paru tersangka telah diubah menjadi diagnosis

TB paru.3

c. Bekas TB paru (Old Pulmonary TB)

Yaitu pasien yang telah sembuh dari TB paru yang datang ke dokter

karena terdapat keluhan pada sistem pernafasan.

2.1.10 Penatalaksanaan

a. Katagori Obat OAT

Pengobatan tuberkulosis paru menggunakan obat anti tuberkulosis

(OAT) dengan metode directly observed treatment shortcoure (DOTS).2

1. Kategori 1 ( 2 RHZE/4 RH)

Tahap intensif terdiri dari RHZE diberikan setiap hari selama 2 bulan.

Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari RH diberikan

tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk

penderita baru TB paru BTA positif, penderita baru TB paru BTA negatif

rontgen positif yang sakit berat, dan penderita TB ekstra paru berat

seperti: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa

duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat

kelamin.2

2. Kategori II (2 RHZES/RHZE/5 RHE) untuk pasien ulangan (pasien yang

pengobatan kategori 1 nya gagal atau pasien yang kambuh).Tahap intensif

diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan RHZES setiap

hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan RHZE setiap hari. Setelah itu diteruskan

dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan RHE yang diberikan tiga

16
kali dalam seminggu. Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+)

yang sebelumnya pernah diobati, yaitu penderita kambuh (relaps),

penderita gagal (failure), dan penderita dengan pengobatan setelah putus

berobat (default).2

b. Obat yang dipakai : 4

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

 INH

 Rifampisin

 Pirazinamid

 Streptomisin

 Etambutol

2. Jenis obat lini 2 yang digunakan adalah:

 Kanamisin

 Amikasin

 Kuinolon

 Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +

asam klavulanat

 Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

- Kapreomisin

- Sikloserin

- Para-Amino Salisilat (dulu tersedia)

- Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

17
c. Dosis OAT 4

1. Rifampisin : 10 mg/kgBB/hari, maksimal 600 mg

 BB > 60 kg : 600 mg

 BB 40-60 kg : 450 mg

 BB < 40 kg : 300 mg

2. INH: 5 mg/kgBB/hari, maksimal 300 mg.

 BB >60 Kg : 450 mg

 BB 40-60 Kg : 300 mg

 BB <40 kg : 150 mg

3. Pirazinamid : 25 mg/kgBB/hari

 BB > 60 kg : 1500 mg

 BB 40-60 kg : 1000 mg

 BB < 40 kg : 750 mg

4. Etambutol : 15 mg/kgBB/hari

 BB > 60kg : 1500 mg

 BB 40 -60 kg : 1000 mg

 BB < 40 kg : 750 mg

5.Streptomisin : 15 mg/kgBB/hari, maksimal 1000 mg.

 BB >60 kg : 1000 mg

 BB 40-60 kg : 750 mg

 BB <40 kg : Sesuai berat badan

18
d. Efek Samping OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa

efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh

karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting

dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau

berat . Bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis

maka pemberian OAT dapat dilanjutkan .4

a. Efek Samping Isoniazid : Kesemutan s/d rasa terbakar dikaki .

Penatalaksaan diberikan vitamin b6 1x100 mg/hari. Pengobatan

OAT diteruskan.4

b. Efek Samping Rifampisin :

- Efek samping minor : tidak nafsu makan, mual , sakit perut, dan

warna kemerahan pada air seni. Penatalaksanaan anjurkan pasien

untuk meminum obat malam sebelum tidur , dan beri penjelasan

mengenai kemerahan pada air seni merupakan metabolisme obat

dan tidak berbahaya.4

- Efek samping mayor : hepatitis , anemia hemolitik akut, purpura,

syok, dan gagal ginjal. Bila salah satu dari dari efek samping ini

terjadi maka rifampisin dihentikan dan jangan diberikan lagi

meskipun gejalanya telah hilang.4

c. Efek samping Pyrazinamide :

- Efek samping minor : nyeri sendi . Penatalaksanaan diberikan

aspirin / allopurinol.

19
- Efek samping mayor : hepatitis imbas obat . Pemberian

pyrazinamide dihentikan.4

d. Efek samping Etambutol : gangguan penglihatan. Hentikan

pemberian etambutol. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada

anak karena resiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.4

e. Efek samping Streptomisin : gangguan keseimbangan dan

gangguan pendengaran. Streptomisin dapat segera dihentikan atau

dosis dapat dikurangi 0,25gr. Streptomisin dapat menembus sawar

plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil

sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.4

Saran Penting bagi pasien untuk dimonitoring atau dipantau selama

pengobatan terhadap efek samping yang mungkin timbul sehingga dapat

dideteksi secara dini dan dilakukan tindakan untuk mengurangi efek samping

tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penjelasan dan edukasi terhadap efek

samping dari pemberian OAT.8

Efek samping obat biasanya ringan, dan efek samping yang berat

adalah hepatotoksik. Obat anti TB yang dapat menyebabkan hepatotoksik

adalah PZA, INH dan rifampisin. Gejala hepatotoksik biasanya menyerupai

gejala hepatitis lainnya. Penanda dini dari hepatotoksik adalah peningkatan

enzim-enzim transaminase dalam serum yang terdiridari aspartate amino

transaminase/ glutamate oxaloacetate transaminase (AST/SGOT) yang

disekresikan secara parallel dengan alanine amino transferase/glutamate

20
pyruvate transaminase (ALT/ SGPT) yang merupakan penanda yang lebih

spesifik untuk mendeteksi adanya kerusakan hepar.8

2.1.11 Pengobatan Tuberkulosis pada Keadaan Khusus

a. TB Milier 4

- Rawat inap

- Paduan obat: 2 RHZE / 4 RH

- Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada

keadaan:

 Gejala meningitis

 Sesak nafas

 Gejala toksik

 Demam tinggi

b. Pleuritis Eksudativa TB (efusi pleura TB) 4

- paduan obat : 2RHZE / 4 RH

- evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin dan dapat

diberikan steroid

c. TB paru dengan DM 4

- paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM ,

dengan syarat kadar gula darah terkontrol

- apabila kadar gula tak terkontrol maka lama pengobatan sampai

9 bulan

21
- hati hati dengan pengobatan etambutol, karena efek samping

etambutol pada mata, sedangkan pada pasien DM sering

mengalami komplikasi kelainan pada mata

- perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan

mengurangi efektiviti obat oral antidiabetes (sulfonil urea),

sehingga dosis nya perlu ditingkatkan

d. TB Paru dengan HIV / AIDS 4

- pada dasarnya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV /AIDS

- prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa

jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu

yang tepat

- pemberian tiasetazon pada pasien HIV /AIDS sangat berbahaya

karena akan menyebabkan efek toksik berat pada kulit

- injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat

suntik sekali pakai yang steril

- desensitas obat INH, Rifampisisn, tidak boleh dilakukan karena

mengakibatkan toksik yang serius pada hati

- CD4 <200 / mm3

 mulai terapi TB

 terapi ART harus diberikan secepatnya setelah terapi

TB dapat ditoleransi ( antara 2 minggu hingga 2 bulan )

e. TB paru pada kehamilan dan menyusui 4

- OAT tetap diberikan kecuali streptomisin karena efeksamping

terhadap pendengaran janin

22
- Pada pasien yang menyusui OAT tetap diberikan

- Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB

dengan rifampisin, dianjurkan untuk tidak menggunakan

kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang

menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.

- Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan

kehamilan

f. TB paru pada gagal ginjal 4

- Jangan menggunakan streptomisin, kanamisin, dan

kapreomisin.

- Sebaiknya hindari penggunaan etambutol, karena waktu

paruhnya memanjang dan terjadi akumulasi etambutol. Tetapi

dalam keadaan yang sangat diperlukan, etambutol dapat

diberikan dengan pengawasan kreatinin.

- Sedapat mungkin dosis obat disesuaikan dengan faal ginjal

(CCT, ureum, kreatinin)

- Rujuk ke ahli paru

g . TB paru dengan kelainan hati 4

- Dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan

- Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh diberikan

- Paduan obat yang dianjurkan ( rekomendasi WHO) ialah

2SHRE / 6RH atau 2SHE / 10HE

- Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik, sebaiknya

pemberian OAT ditunda sampai hepatiti akut mengalami

23
penyembuhan. Pada keadaan sangan diperlukan dapat diberikan

S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis menyembuh dan

dilanjutkan dengan 6 RH.

- Rujuk ke dokter spesialis paru

h. Hepatitis imbas obat 4

- Bila klinis (+) ikterik (+) gejala mual muntah (+) OAT stop.

- Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT >3kali OAT stop

- Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan:

 Bilirubin >2 OAT stop

 SGOT,SGPT lebih sama dengan 5 kali : OAT stop

 SGOT,SGPT lebih sama dengan 3 kali : teruskan

pengobatan, dengan pengawasan

- Paduan OAT yang dianjurkan :

 Stop RHZ

 Setelah itu monitor klinis dan laboratorium. Bila klinis

dan laboratorium kembali normal (bilirubin, SGOT,

SGPT) maka tambahkan INH sampai dengan dosis

penuh (300 mg). Selama itu perhatikan klinis dan

laboratorium saat INH dosis penuh, bila klinis dan

laboratorium kembali normal, tambahkan rifampisin,

desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai dengan

berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES

- Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi

24
2.1.12 Komplikasi

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi berbagai komplikasi, baik

sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai

pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah : 4

- Batuk darah

- Pneumotorak

- Gagal napas

- Gagal jantung

- Efusi pleura

2.1.13 Prognosis

Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika

infeksi disebabkan oleh strain resisten obat atau pasien berusia lanjut dengan

debilitas atau mengalami gangguan kekebalan yang beresiko tinggi menderita

tuberkulosis milier.9

2.1.14 Edukasi 9

a. Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar

dengan orang lain selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk tbc

aktif.

b. Ventilasi ruangan. Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang

tertutup kecil dimana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih

kurang, membuka jendela dan menggunakan kipas untuk meniup udara

dalam ruangan luar.

25
c. Tutup mulut menggunakan masker. Gunakan masker untuk menutup

mulut kapan saja ketika di diagnosis tb merupakan langkah pencegahan

TBC secara efektif. Jangan lupa untuk membuangnya secara tepat.

d. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan

(air sabun).

e. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan.

f. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke

dalam tempat tidur.

g. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga

mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.

26

Vous aimerez peut-être aussi