Vous êtes sur la page 1sur 24

KONSEP DASAR HEMODIALISA

1. PENGERTIAN
Hemodialisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialysis yang berarti
pemisahan atau filtrasi, melalui membrane semi-permeabel, jadi hemodialisa adalah
proses pemisahan atau filtrasi zat-zat tertentu dari darah melalui membrane semi-
permeabel. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan (Nursalam, 2006). Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme
seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer
yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi
zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal
ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Brooker, 2001). Hemodialisa adalah suatu
prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah
mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke
aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan
diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (Nursalam, 2006). Bagi
penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian,
hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu
mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan
dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien
ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama
paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui
operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis
kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia.

1
2. INDIKASI HEMODIALISA
a. Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi,
hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
b. Indikasi Dini
Gejala uremia, mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup, laboratorium
abnormal, asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen
(BUN) : 100 – 120 mg %, TKK : 5 ml/menit
c. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,
tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
d. Program dialisa dikatakan berhasil jika:
1) Penderita kembali menjalani hidup normal
2) Penderita kembali menjalani diet yang normal
3) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
4) Tekanan darah normal
5) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.
3. TUJUAN HEMODIALISA
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
2
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
4. PRINSIP MAYOR/PROSES HEMODIALISA
a. Akses Vaskuler
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya
memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses
temporer seperti vascoth.
b. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan
kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
c. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta
antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang
diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan
mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
e. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya
adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari
tekanan dapat terjadi pada membrane :
1) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan
resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip
“mendorong” cairan menyeberangi membrane.
2) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane
oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik”
cairan keluar darah.
3) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan
3
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain
dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable
terhadap air.
5. PERALATAN HAEMODIALISA
a. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)
1) Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing
akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan
warna merah.
2) Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan
tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan
warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume
adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan
kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah
konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse
pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru
obat,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
b. Dializer /ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2
ruang/kompartemen, yaitu kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah,
dan kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat. Kedua kompartemen
dipisahkan oleh membran semipermiabel.Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua
ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar masuk dialisat.
c. Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka
(diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur,
yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga memenuhi
standar AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah
air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar
120 Liter.
d. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.
Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate.
4
Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu : jenis standart,
free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada yang powder,
sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air water treatment
sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
e. Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi
prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system
pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai
monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti
heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi,
kateter vena, blood volume monitor.
6. PROSES HAEMODIALISA
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam
ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam
tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama
proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses
hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan
disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu
arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter. AV fistula adalah
akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga
nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan
memeriksa tanda – tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk
menjalani Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk
menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi.
Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan
memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses
untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam
tubuh. Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai. Pada
proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin HD, melainkan
hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari
komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan
memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi jumlah cairan yang
dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang
masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun
5
dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah dari
tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
7. PELAKSANAAN HEMODIALISA
a. Persiapan Alat-alat
1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari :
- 3 buah mangkok kecil
- 1 untuk tempat NaCL
- 1 untuk tempat Betadine
- 1 untuk Alkohol 20%
- Arteri klem
- 1 spuit 20 cc
- 1 spuit 10 cc
- 1 spuit 1 cc
- Kassa 5 lembar (secukupnya)
- sarung tangan
- Lidocain 0,5 cc (bila perlu)
- Plester
- Masker
- 1 buah gelas ukur / math can
- 2 buah AV Fistula
- Duk steril
- Perlak untuk alas tangan
- Plastik untuk kotoran
b. Persiapan Pasien
- Timbang berat badan
- Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
- Raba desiran pada cimino apakah lancar
- Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
- Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke
tubuh pasien
- Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
- Letakkan perlak di bawah tangan pasien
- Dekatkan alat-alat yang akan digunakan
6
c. Persiapan Perawat
- Perawat mencuci tangan
- Perawat memakai masker
- Buka bak instrumen steril
- Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%, dan
Betadine
- Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrumen
- Perawat memakai sarung tangan
- Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila digunakan)
- Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV Fistula
d. Memulai Desinfektan
- Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah
cimino dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu
masukkan kassa bekas ke kantong plastik
- Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan vena
lain dengan cara seperti no.1
- Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering,
masukkan kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di
gelas ukur
- Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di
tangan
e. Memulai Punksi Cimino
- Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat yang akan dipunksi)
dengan spuit insulin 1 cc yang diisi dengan lidocain.
- Tusuk tempat cimino dengan jarak 8 – 10 cm dari anastomose
- Tusuk secara intrakutan dengan diameter 0,5 cm
- Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain
- Bekas tusukan dipijat dengan kassa steril
f. Memasukkan Jarum AV Fistula
- Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat pada
saat pemberian anestesi lokal
- Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan NaCl
0,9% yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan, dan ujung
7
AV Fistula ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester dan pada atas
sayap fistula diberi kassa steril dan diplester
- Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan inlet
dan outlet usahakan lebih dari 3 cm
- Jalankan blood pump perlahan-lahan sampai 20 ml/mnt kemudian pasang
sensor monitor
- Program mesin hemodialisis sesuai kebutuhan pasien
- Bila aliran kuran dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan penusukan
pada daerah femoral
- Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat
dipakai kembali di bawa ke ruang disposal
- Pensukan selesai, perawat mencuci tangan
Cara Melakukan Punksi Femoral
- Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan penusukan
- Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk
fleksi
- Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara menaruh
3 jari di atas pembuluh darah arteri, jari tengah di atas arteri
- Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum AV
Fistula
Melakukan Kanulasi Double Lumen
Cara kerjanya :
- Observasi tanda-tanda vital
- Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan
- Berikan posisi tidur pasien yang nyaman
- Dekatkan alat-alat ke pasien
- Perawat mencuci tangan
- Buka kassa penutup catheter dan lepaskan pelan-pelan
- Perhatikan posisi catheter double lumen
 Apakah tertekuk?
 Apakah posisi catheter berubah?
 Apakah ada tanda-tanda meradang / nanah? Jika ada laporkan pada
dokter
8
- Memulai desinfektan
 Desinfektan kulit daerah kateter dengan kassa betadine, mulai dari
pangkal tusukan kateter sampai ke arah sekitar kateter dengan cara
memutar kassa dari dalam ke arah luar
 Bersihkan permukaan kulit dan kateter dengan kassa alkohol
 Pasang duk steril di bawah kateter double lumen
 Buka kedua tutup kateter, aspirasi dengan spuit 10 cc / 20 cc yang
sudah diberi NaCl 0,9% yang terisi heparin.
- Tentukan posisi kateter dengan tepat dan benar
- Pangkal kateter diberi Betadine dan ditutup dengan kassa steril
- Kateter difiksasi kencang
- Kateter double lumen siap disambungkan dengan arteri blood line dan venus
line
- Alat-alat dirapikan, pisahkan dengan alat-alat yang terkontaminasi
- Bersihkan alat-alat
- Perawat cuci tangan
Kateter double lumen mempunyai 2 cabang berwarna :
 Merah untuk inlet (keluarnya darah dari tubuh pasien ke mesin)
 Biru untuk outlet (masuknya darah dari mesin ke tubuh pasien)
8. KOMPLIKASI HEMODIALISA
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa

9
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari
osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-
kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam
otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.
h. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
9. PEMANTAUAN SELAMA HEMODIALISIS
a. Monitor status hemodinamik, elektrolik, dan keseimbangan asam-basa, demikian
juga sterilisasi dan sistem tertutup.
b. Biasanya dilakukan oleh perawat yang terlatih dan familiar dengan protokol dan
peralatan yang digunakan. (Nursalam, 2006)
10. PEMANTAUAN SETELAH HEMODIALISIS
a. Berat badan pasien ditimbang.
b. TTV diperiksa.
c. Spesimen darah diambil untuk mengetahui kadar elektrolit serum dan zat sisa
tubuh. (Baradero, 2008)
11. PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS JANGKA-PANJANG
Diet dan masalah cairan. Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang
menjalani hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak
mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini
10
akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala
yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik
dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk,
lebih berat gejala yang timbul. Diet rend protein akan mengurangi penumpukan
limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga
dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru.
Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet untuk
pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat
diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan
pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan
protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan
tersusun dari asam-amino esensial untuk mencegah penggunaan protein yang buruk
serta mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan
nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, susu dan ikan.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah
gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak
penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting
dalam sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang
lain karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika
pembatasan ini dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian seperti
hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi.
Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau
sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida
jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan
tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu,
penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan
protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain
bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani
dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus
mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat
antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek
11
hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah
yang berbahaya
12. PENDIDIKAN PASIEN
Hal-hal penting dalam program pengajaran mencakup:
a. Rasional dan tujuan terapi dialisis
b. Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dan dialisis
c. Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberitahukan dokter mengenai
efek samping tersebut
d. Perawatan akses vaskuler: pencegahan, pendeteksian dan penatalaksanaan
komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler
e. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan: konsekuensi akibat kegagalan
dalam mematuhi pembatasan ini
f. Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan
g. Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus,
neuropati serta gejala-gejala lainnya.
h. Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis, diet
yang membatasi, obat-obatan)
i. Strategi untuk mengangani atau mengurangi kecemasan serta ketergantungan
pasien sendiri dan anggota keluarga mereka.
j. Pilihan lain yang tersedia bagi pasien
k. Pengaturan finansial untuk dialisis: strategi untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber-sumber.
l. Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota
keluarga.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
HEMODIALISIS
1. PENGKAJIAN
a. Keluhan utama
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah,
anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang
meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner & Suddarth,
2001: 1398)
12
c. Riwayat obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi
dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan
terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan
evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan
minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi
diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi
dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang
berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)
d. Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi
penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial,
kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang
serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian.
(Brunner & Suddarth, 2001: 1402)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang
pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267).
e. ADL (Activity Day Life)
Nutrisi : Pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan cairan
masuk untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang dapat
mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema paru, pembatasan pada asupan
protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian
meminimalkan gejala, mual muntah. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1400)
Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal
Aktivitas : Dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu
yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang tersedia untuk
melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi. Karena waktu
yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari.
f. Pemeriksaan fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun.
TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan
darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur
selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011:
268)
13
B2 : hipotensi, turgor kulit menurun
1) Keadaan umum klien
a) Data subjektif : lemah badan, cepat lelah, melayang.
b) Data objektif : nampak sakit, pucat keabu-abuan, kurus, kadang – kadang
disertai edema ekstremitas, napas terengah-engah.
2) Kepala
a) Retinopati
b) Konjunktiva anemis
c) Sclera ikteric dan kadang – kadang disertai mata merah (red eye
syndrome).
d) Rambut rontok
e) Muka tampak sembab
f) Bau mulut amoniak
3) Leher
a) Vena jugularis meningkat/tidak
b) Pembesaran kelenjar/tidak
4) Dada
a) Gerakkan napas kanan/kiri seimbang/simetris
b) Ronckhi basah/kering
c) Edema paru
5) Abdomen
a) Ketegangan
b) Ascites (perhatikan penambahan lingkar perut pada kunjungan
berikutnya).
c) Kram perut
d) Mual/muntah
6) Kulit
a) Gatal-gatal
b) Mudah sekali berdarah (easy bruishing)
c) Kulit kering dan bersisik
d) Keringat dingin, lembab
e) Perubahan turgor kulit
7) Ekstremitas
a) Kelemahan gerak
14
b) Kram
c) Edema (ekstremitas atas/bawah)
d) Ekstremitas atas : sudahkah operasi untuk akses vaskuler
g. Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
2. DIAGNOSA KEPRAWATAN DAN INTERVENSI :
1. Diagnosa : Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru, edema
paru ditandai dengan adanya sianosis dan dispnea, penurunan bunyi nafas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pola nafas
efektif
Kriteria hasil: Tidak adadispnea,bunyi nafas tidak mengalami penurunan, tidak ada
penggunaan otot bantu pernafasan, RR16-24 x/menit.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak, dispnea, sianosis,
dan perubahan tanda vital.
Rasional: Distres pernapasan dan perubahan pada vital dapat terjadi sebagai
akibat dari patofisiologi dan nyeri.
b. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
Rasional: Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurunkan apabila
terjadi asietas atau edema pulmoner.
c. Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau nafas dalam.
Rasional : Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih
efektif dan dapat mengurangi trauma.
d. Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler
Rasional : Meningkatkan ekspansiparu.
e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit)
Rasional:Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator keadaan status cairan.
f. Kolaborasikan pemberian oksigen
Rasional : Menghilangkan distress respirasi dan sianosis.
2. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan
pertukaran gas efektif.
15
Kriteriahasil : analisa gas darah dalam rentang normal, tidak ada tanda sianosis
maupun hipoksia, taktilfremitus positif kanan dan kiri, bunyi nafas tidak mengalami
penurunan, auskultasi paru sonor, TTV dalam batas normal: RR16-24 x/menit
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak, dispnea, sianosis,
dan perubahan tandavital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada vital dapat terjadi sebagai
akibat dari patofisiologi dan nyeri.
b. Auskultasibunyi nafas
Rasional : Untuk mengetahui keadaan paru.
c. Catat pengembangan dadadan posisitrakea
Rasional : Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurunkan
apabilaterjadi asietas atau edemapulmoner.
d. Kaji taktil fremitus
Rasional : Taktilfremitus dapat negative pada klien dengan edema pulmoner.
e. Kaji klien adanya keluhan nyeri bilabatuk atau nafas dalam.
Rasional : Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih
efektifdan dapat mengurangi trauma.
f. Pertahankan posisinyaman misalnya posisi semi fowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru.
g. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit)
Rasional : Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator keadaan status cairan.
h. Kolaborasikan pemeriksaan analisagas darah danfoto thoraks.
Rasional : Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi serta evaluasi dari
implementasi.
i. Kolaborasikan pemeriksaan oksigen
Rasional : Menghilangkan distress respirasidan sianosis.
3. Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplaiO2
dan nutrisi ke jaringan sekunder terhadap penurunan Hb.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringanadekuat
Kriteriahasil : Membran mukosa warna merah muda, kesadaran kompos mentis,
tidak ada keluhan sakit kepala, tidak ada tanda sianosis ataupun hipoksia,
capillaryrefill kurang dari 3 detik, nilai laboratorium dalam batas normal (Hb12-

16
15gr%), konjungtiva tidak anemis, tanda-tanda vital stabil: TD: 120/80 mmHg,
nadi: 60-80x/menit.
Intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar kuku.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler, vasokonstrisi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.
c. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
sesuai dengan indikasi.
Rasional : Kenyamanan klien atau kebutuhanrasa hangat harus seimbang
dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi
(penurunan perfusi organ).
d. Kolaborasi untuk pemberian O2
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen kejaringan.
e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (hemoglobin).
Rasional : Mengetahui status transport O2
f. Kolaborasikan pemberian terapi untuk peningkatan Hb (Eritropoetin
Stimulating Agen)
Rasional : untuk meningkatkan kadar Hb dalam tubuh.

4. Diagnosa : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran


urine, retensi cairan dan natrium ditandai dengan peningkatan berat badan cepat
(edema), distensi abdomen (asites).
Tujuan : kelebihan cairan tidak terjadi.
Kriteriahasil : turgor kulit normal tanpa edema, tanda-tanda vital normal
120/80mmHg,tidak adaasites, tidak ada kenaikan BB.
Intervensi :
a. Kaji status cairan seperti timbang berat badan harian, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah, denyut
dan irama nadi.
Rasional : pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi intervensi.
17
b. Batasi masukancairan dan garam
Rasional : pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran
urine dan respons terhadap terapi.
c. Identifikasiberpotensial cairan, medikasi dan cairan yang digunakan untuk
pengobatan, oral dan intravena serta makanan.
Rasional : sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
d. Jelaskan padapasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
Rasional : pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
e. Bantu pasien dalam menghadapai ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
Rasional : kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan
diet.
f. Timbangberat badan harian
Rasional : untuk memantau status cairan dan nutrisi.
g. Kolaborasikan dialisis
Rasional : untuk mengurangi penumpukan cairandalam tubuh.
h. Ajarkan management rasahaus, oral higiene.
Rasional : untuk mengurangi rasahaus.
5. Diagnosa: Resikopenurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, peningkatan kerja miokardial
dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung
(ketidak seimbangan elektrolit).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantungdapat
dipertahankan
Kriteriahasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal: tekanan darah: 120/80 mmHg,
nadi 60-80 x/menit, kuat, teratur,akral hangat, capillary refill kurang dari 3 detik, Nilai
laboratorium dalambatas normal (kalium 3,5-5,1mmol/L, urea15-39 mg/dl)
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau kongesti
vaskuler dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah, perhatikan postural
misalnya: duduk, berbaring dan berdiri.
Rasional : Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi
dan edema.
b. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi dan beratnya.
18
Rasional : Hipertensi orto static dapat terjadi sehubungan dengan defisit cairan.
c. Evaluasi bunyi jantung akan terjadi frictionrub, tekanan darah, nadi perifer,
pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental.
Rasional : Mengkaji adanyakedaruratan medik.
d. Kaji tingkat aktivitas danrespon terhadap aktivitas.
Rasional : Kelelahan dapat menyertai gagal jantung kongestif juga anemia.
e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium.
Rasional : Ketidakseimbangan dapat mengganggu kondisi dan fungsijantung.
f. Batasimakanan tinggi kalium
Rasional : menghindari terjadinya hiperkalemia dalam tubuh
g. Berikan obat anti hipertensi sesuai dengan indikasi.
Rasional : Menurunkan tahanan vaskuler sistemik.
6. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
denganintake inadekuat, mual, muntah, anoreksia ditandai dengan penurunan berat
badan (malnutrisi), distensiabdomen / asites.
Tujuan : nutrisi adekuat
Kriteria hasil : Pengukuran antropometri dalam batas normal, perlambatanatau
penurunan berat badan yang cepat tidak terjadi, pengukuran biokimis dalam batas
normal (albumin, kadarelektrolit), pemeriksaan laboratorium klinis dalam
batasnormal, pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi sesuai
jadwal untuk mengatasi anoreksia.
Intervensi:
a. Kaji status nutrisi seperti perubahan berat badan, pengukuran antro pometrik, nilai
laboratorium (elektrolit, serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan kadarbesi).
Rasional : menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
b. Kajipola diet dan nutrisi pasien seperti riwayat diet, makanan kesukaan, hitung
kalori.
Rasional : pola diet sekarang dan dahulu dapat dipertimbangkan dalam menyusun
menu.
c. Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti Anoreksia, mual,
muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, kurang memahami diet
Rasional : menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
19
d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional : mendorong peningkatan masukan diet
e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, produk
susu, daging.
Rasional : protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangannitrogenyang
diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
f. Anjurkan camilan tinggi kalori,rendah protein, rendah natrium, diantara waktu
makan.
Rasional : mengurangi makanan danprotein yang dibatasi dan menyediakan kalori
untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
g. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan
Rasional : ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksiadan rasa
kenyang.
h. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubunganya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan ureadan kadar kreatinin.
Rasional : meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea,
kadarkreatinin dengan penyakit renal.
i. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjurkan untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium.
Rasional : daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat
digunakan dirumah.
j. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selamawaktu makan.
Rasional : faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan
anoreksia dihilangkan.
k. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat seperti pembentukan edema,
penyembuhan yang lambat, penurunan kadar albumin.
Rasional :masukan proteinyang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan
albumin dan protein lain, pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan.
7. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisisdi tandai dengan kelemahan otot, penurunan
rentang gerak.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi

20
Kriteriahasil : Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan,
melaporkan peningkatan rasa sejahtera, melakukan istirahat dan aktivitas secara
bergantian, berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih
Intervensi :
a. Kaji faktor yang menyebabkan keletihan sepertianemia, ketidak seimbangan cairan
dan elektrolit, retensi produk sampah, dan depresi.
Rasional : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu
jika keletihan terjadi.
Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
c. Anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat.
Rasional : Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi
dan istirahat yang adekuat
d. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional : Dianjurkan setelah dialisis, bagi banyak pasien sangat melelahkan.
8. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus dan kulit
kering sekunder terhadap uremia dan edema ditandai dengan kulit menghitam,
gangguan turgor kulit.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit membaik.
Kriteriahasil :mempertahankan kulit utuh, menurunkan perilaku/tekhnik untuk
mencegah kerusakan/ cedera kulit.
Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular.Perhatikan
kemerahan, ekskoriasi. Observasi terhadap ekimosis, purpura.
Rasional : menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasikulit dan membran mukosa.
Rasional : mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan padatingkat seluler.
c. Inspeksi area tergantung terhadap edema
Rasional : jaringan edema lebih cenderung robek/ rusak
d. Ubah posisi dengan sering : gerakan pasien dengan perlahan : beri bantalan pada
tonjolan tulang dengan kulitdomba, pelindung siku/ tumit.

21
Rasional : menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas /
pembentukan edema.
e. Berikan perawatan kulit : batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim
(mis.lanolin).
Rasional : soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi
pengeringan dari pada sabun. Losion dan salep mungkin diinginkan untuk
menghilangkan kering, robekan kulit.
f. Pertahankan linen kering, bebas keriput.
Rasional : menurunkan iritasidermal dan risiko kerusakan kulit.
g. Selidiki keluhan gatal.
Rasional:meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenaan denga nuremik,
gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute eksresi untuk produksisa. Misalkristal
fosfat (berkenaan dengan hiper paratiroidisme pada penyakit tahap akhir).
h. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan
tekanan (daripada garukan) pada areapruritus. Pertahankan kuku pendek:berikan
sarung tangan selama tidur bila diperlukan.
Rasional : menghilangkan ketidak nyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal.
i. Berikan matras busa.
Rasional : menurunkan tekanan lama pada jaringan yang dapat membatasi perfusi
selular yang menyebabkan iskemia/ nekrosis.
9. Diagnosa : gangguan konsep harga diri rendah berhubungan dengan penurunan
fungsi tubuh dan perubahan penampilan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat memperbaiki konsep diri.
KriteriaHasil : klien tidak merasa minder dan malu
Intervensi :
a. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
Rasional :menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga
b. Kaji hubungan antarapasien dengan anggota keluarga terdekat
Rasional : penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.
c. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
Rasional : pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial destruktif
ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakit dan penanganan.

22
d. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan
penanganan seperti perubahan peran, perubahan gaya hidup, perubahan dalam
pekerjaan, perubahan seksual, ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
Rasional : pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah- langkah yang
diperlukan untuk menghadapinya.
e. Gali cara alternative untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual
Rasional : bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.
f. Diskusikan peran member dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraan
Rasional : seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu tergantung
pada tahap maturasinya

23
DAFTAR PUSTAKA

Barader Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Doengoes Marylin et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Mutaqin Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
Nursalam. 2006. Sistem Perkemihan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

24

Vous aimerez peut-être aussi