Vous êtes sur la page 1sur 16

“Cara Menjaga dan Meningkatkan

Kualitas Semen”
SHOLIKHATU INA IMANA
(2315 030 062)
A. Pengertian Semen
Semen adalah bahan-bahan yang memperlihatkan sifat-sifat karakteristik mengenai
pengikatan serta pengerasannya jika dicampur dengan air, sehingga terbentuk pasta semen.
Semen merupakan suatu hasil industri yang dapat menjadi sangat kompleks dengan campuran
serta susunan yang berbeda-beda.Semen dapat dibagi dalam dua kelas sebagai berikut :
1. Semen Hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air,
semen hidrolik antara lain meliputi, tetapi tidak terbatas pada bahan-bahan sebagai berikut
:Kapur hidrolik,Semen teras,Semen terak,Semen alam,Semen portland,Semen portland-
teras,Semen portland terak dapur-tinggi
2. Semen non-hidrolik
Jenis-jenis semen ini tidak dapat mengikat serta mengeras didalam air, akan tetapi perlu
udara untuk dapat mengeras, contoh utama dari jenis semen non-hidrolik adalah kapur.

B. Hidrasi Semen
Hidrasi semen (semen Portland) adalah suatu reaksi kimia yang berurutan antara
clinker, kalsium sulfat dan air sampai akhirnya suspensi semen mengeras. Akan Tetapi ada
beberapa parameter yang perlu ditambahkan.
Hidrasi dapat di kelompokan menjadai 2 kelompok yaitu :
1. Hidrasi dengan temperatur rendah
2. Hidrasi dengan temperatur tinggi.
Keberadaan senyawa-senyawa silikat dan aluminat dalam semen menyebabkan
terjadinya reaksi dengan air jika semen dicampur dengan air. Akibatnya terbentuk suatu
senyawa hidrat sebagai produk dari proses hidrasi yang selanjutnya akan terjadi pengerasan
massa. Reaksinya sangat kompleks, tetapi secara umum dapat dituliskan sebagai berikut (Van
Vlack, 1985):
Ca3Al2O6 + 6 H2O Ca3Al2(OH)12 + 200 J/g

Ca2SiO4 + x H2O Ca2SiO x H2O + 500 J/g

Ca3SiO5 + (x+1) H2O Ca2SiO4 x H2O + Ca(OH)2 + 865 J/g


Reaksi di atas hanya berlaku untuk semen Porltland yang banyak digunakan oleh
masyarakat. Reaksi kimia antara semen Portland dengan air menghasilkan senyawa yang
disertai dengan pelepasan panas. Kondisi ini mengandung resiko besar terhadap penyusutan
beton yang berakibat pada keretakan beton. Reaksi semen dengan air dibedakan menjadi dua,
yaitu periode pengikatan dan periode pengerasan. Pengikatan merupakan peralihan dari
keadaan plastis menuju keadaan keras. Sedangkan pengerasan adalah penambahan kekuatan
setelah pengikatan selesai. (Kardiyono Tjoekrodimuljo, 1995).
Jika semen Portland dicampur dengan air, maka komponen kapur dilepaskan dari
senyawa, yang banyaknya mencapai sekitar 20% dari berat semen. Kondisi tersebut yang bisa
terjadi adalah lepasnya kapur dari semen yang dapat menyebabkan terjadinya pemisahan
struktur. Situasi ini harus dicegah dengan menambahkan pada semen suatu mineral silika.
Mineral yang ditambahkan ini akan bereaksi dengan kapur bila ada uap air membentuk bahan
yang kuat yaitu kalsium silikat.
Untuk semen-semen dengan penggunaan khusus, reaksi tentunya berbeda karena
komposisi dan jenis penyusunnya tidak sama dengan semen Portland. Dari reaksi hidrasi
diatas juga tampak bahwa, semua reaksi bersifat eksotermis. Panas yang dilepas memang
relatif kecil sehingga tidak menjadi masalah pada saat penguapan. Panas ini menjadi masalah,
jika semen digunakan untuk membangun bendungan besar. Pada kasus seperti ini harus
dicarikan cara mendinginkan semen agar penguapan air tidak terlalu cepat akibat pemanasan
dari dalam.
Perbedaan fasa-fasa anhidrat sebagai hasil proses penguapan fasa hidrat,
menyebabkan timbulnya sifat semen (beton) yang berbeda, tampak bahwa fasa C3S terhidrasi
cepat dan mengembang kuat lebih awal sementara β- C2S mengeras lebih lambat. Produk
hidrasi C3A dan C4AF amat kecil kekuatannya. Komponen C3S ini bertanggung jawab
terhadap perkerasan awal, sedangkan C3S dan β- C2S memberikan kekuatan semen ataupun
beton yang lebih lama.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa hidrasi pada semen merupakan proses
yang kompleks. Hal ini karena produk hidrasinya ada diantara gel dan kristal tak sempurna
sehingga sukar dianalisis dengan sinar-x. Produk utama dan paling penting dari semen yang
telah mengeras dan memberi kekuatan tinggi adalah kristal kalsium silikat anhidrat. Senyawa
ini jumlahnya dalam semen sedikit. Komposisi senyawa ini tidak tentu dan mungkin berubah-
ubah tergantung rasio kapur-silika maupun rasio silika-air. Ada kemungkinan juga
mengandung ion-ion Al3+ Fe2+ dan SO42-.
Proses hidrasi pada semen sebenarnya berlangsung melalui dua tahap yaitu pertama,
proses pelapisan gel C-S-H (kalsium silika hidrat) yang cepat pada permukaan partikel semen
anhidrat. Kedua, proses penebalan lapisan baik oleh pertumbuhan keluar maupun
pertumbuhan kedalam partikel semen anhidrat. Lapisan-lapisan kemudian mulai bergabung
setelah beberapa jam kemudian.
Rasio air terhadap semen sangat mempengaruhi sifat-sifat semen. Pasta semen
memiliki volume tinggi yang konstan. Volume ini akan bertambah besar dengan
meningkatnya rasio air terhadap semen dalam campuran mula-mula. Suatu set semen bersifat
porus dan mengandung lubang-lubang air yang amat kecil (10-20 Angstrom) maupun lubang-
lubang dengan ukuran amat besar (1 mikrometer). Hubungan antar kapiler-kaplier yang
terdapat di dalamnya sangat mempengaruhi permeabilitas (kemudahtembusan oleh air) dan
vulnerabilitas (ketahanrusakan) semen. Adanya interkoneksi antar pori-pori kapiler tentunya
harus dihindari, karena melemahkan kekuatan semen. Keadaan ini bisa tercapai apabila ada
waktu yang cukup bagi pasta semen yang cukup rendah. Untuk rasio air-semen sebesar 0,4
biasanya perlu waktu 3 hari, sedang untuk rasio air-semen 0,7 waktu yang diperlukan sekitar
1 tahun (West, 1984).
Masalah semen yang cepat mudah mengeras (flash set) disebabkan oleh adanya reaksi
yang cepat antara air dengan C3A. Senyawa ini mudah larut dalam air yang kemudian diikuti
dengan proses pengendapan kalsium aluminat hidrat sambil melepas panas. Meskipun
reaksinya cepat, sifat-sifat mekanis semen yang mengalami flash set sangat jelek. Secara
praktis, falsh set bisa dihindari dengan menambahkan 1-2 % gipsum ke dalam klinker semen
pada saat memproduksi semen. Melalui reaksi yang rumit, gips bersama Ca(OH)2 akan
bekerja memperlambat proses hidrasi C3A. Bahkan fasa aluminat sulfat, etringite
Ca6Al2(OH)12(SO4)3.26 H2O ataupun monosulfat Ca4Al2(OH)12SO4.6 H2O yang terbentuk,
mungkin bisa sebagai pelindung lapisan pada permukaan kristal C3A.
Sebagian besar semen modern mempunyai kandungan kapur yang tinggi, dan
biasanya melampaui 65%. Semen dengan kandungan kapur dibawah 65%, pengerasannya
seringkali agak lambat. Dlam hal lain, kandungan kapur maksimum dibatasi oleh kebutuhan
untuk menghindari kapur bebas dalam semen. Keberadaan kapur bebas bisa menjadi sumber
kelemahan pada permukaan interface antara pasta semen dengan agregat, dan juga bisa
menyebabkan ketidakstabilan pada proses pengerasan pasta semen.
Dalam proses hidrasi dan pengerasan semen, kapur dan silica akan menjadi
penyumbang kekuatan yang terbesar,. Sedangkan alumina dan oksida besi akan lebih
berfungsi untuk mengatur kecepatan proses hidrasi. Namun dalam proses produksi semen,
terutama dalam proses pembakarannya, alumina dan oksida besi akan bertindak sebagai suatu
media pembakaran yang bisa berfungsi untuk mengurangi tingkat suhu pembakaran semen.
Kandungan minimum dari alumina dan oksida besi seringkali lebih ditentukan oleh
kebutuhan untuk menghindari kesulitan produksi klinker pada suhu tinggi, dan bukan oleh
kebutuhan komposisi kimianya. Sementara itu kandungan maksimumnya pada umunya
dibatasi oleh kebutuhan untuk mengendalikan waktu pengikatan hidrasi semen. Dalam hal
ini, semen dengan rasio SiO2/(Al2O3 + Fe2O3) yang kurang dari 1,5 pada umumnya
menunjukan waktu pengikatan yang cepat, yang biasanya sukar dikontrol lagi oleh proporsi
campuran gypsum yang ditambahkan.
Didalam proses hidrasi semen selain menghasilkan senyawa CSH (Calsium Silikat
Hidrat), CAH (Calsium Alumina Hidrat) dan CAF ( Calsium Aluminoferit) yang bersifat
sebagai bahan perekat juga menghasilkan kapur yang bersifat basa. Dengan adanya FeO dan
SiO2 yang cukup tinggi pada copper slag maka kapur yang timbul akan bereaksi membentuk
CSH, CAH dan CFH yang mempunyai sifat sebagai bahan perekat, semakin banyak jumlah
perekat maka semakin tinggi kuat tekan beton.

C. Peran dan Perilaku Unsur Utama Semen dalam Hidrasi Semen


Pada umumnya terdapat 4 (empat) senyawa kimia yang berperan sebagai senyama
aktif dalam semen. Bila semen mengalami hidrasi, sennyawa ini memberikan pengaruh besar
dalam pembentukan kekuatan semen keringnya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain :

Tricalcium Aluminate (C3A)


C3A terbentuk dari perpaduan CaO dan Al203. Trikalsium-Aluminat murni bereaksi dengan
air dan menghasilkan pengikatan dalam waktu yang cepat, disertai dengan pengeluaran panas
yang besar, yaitu sekitar 850 joule/gram. Pada udara lembab, sebagian besar kekuatan di
dapatkan dalam satu atau dua hari, tetapi kekuatannya relative rendah. Kandungan C 3A di
dalam semen Portland biasa bervariasi antara 7 – 15 %.

1. Tricalcium silicate (C3S)


Senyawa ini dibentuk oleh reaksi antara CaO dan SiO2. Perilaku dari C3S hampir sama
dengan perilaku semen Portland. Bila dicampurkan dengan air, pengikatan C3S dan air akan
menghasilkan pengerasan dari pasta semen dalam beberapa jam, dan selanjutnya akan
mendapatkan sebagian besar kekuatannya (sekitar 70%) pada minggu pertama setelah
pengikatan, dengan mengeluarkan panas sekitar 500 joule/gram. Kandungan C3S di dalam
semen Portland semen biasa bervariasi antara 40 – 55 %, dengan rata – rata sekitar 48%.

2. Dicalcium Silicate (C2S)


Senyawa ini juga dihasilkan oleh reaksi antara CaO dan SiO2. Bila dicampurkan dengan air,
C2S berhidrasi denngan jumlah panas yang rendah, sekitar 250 joule/gram, namun pasta yang
mengeras mendapatkan kekuatannya secara relative lambat selama beberapa minggu dan
malahan bulan, untuk mencapai kekuatan akhir yang kemungkinan bisa sama dengan yang
dihasilkan oleh C3S. kandungan C2S di dalam semen Portland biasa bervariasi antara 15 – 35
%, dengan rata – rata 25%.

3. Tetracalcium Aluminoferrite (C4AF)


C4AF dibentuk dari CaO, Al2O3, Fe2O3. Tetrakalsium-aluminoferrit bereaksi dengan air
secara cepat dan menghasilkan pengikatan dalam beberapa menit, dengan mengeluarkan
panas hidrasi sekitar 420 joule/gram. Kandungan C4AF daam semen bervariasi sekitar 5 – 10
%, rata – rata 8%.

D. Jenis-Jenis Semen
1. Semen Abu (Semen Portland)
Semen portland ialah semen hidrolisis yang dihasilkan dengan cara menghasilkan klinker
terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolisis (dapat mengeras jika bereaksi
dengan air) dengan gips sebagai bahan tambahan, semen ini memiliki ciri-ciri bubuk/bulk
berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar
kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini
merupakan bahan pengikat yang paling terkenal dan paling banyak digunakan dalam proses
konstruksi beton. Berdasarkan prosentase kandungan penyusunnya, semen Portland terdiri
dari 5 tipe yaitu :
a. Semen Portland tipe I
Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker yang kandungan
utamanya kalsium silikat dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu
atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe
ini adalah:
55% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 2,8% MgO; 2,9% (SO ); 1,0% hilang
dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.
b. Semen Portland tipe II
Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus
terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, dan dapat digunakan untuk bangunan rumah
pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain. Komposisi senyawa yang terdapat pada
tipe ini adalah:
51% (C3S); 24% (C2S); 6% (C3A); 11% (C4AF); 2,9% MgO; 2,5% (SO3); 0,8% hilang
dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.
c. Semen Portland tipe III
Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa (tebal) yang memerlukan ketahanan
sulfat dan panas hidrasi sedang, misal bangunan dipinggir laut, bangunan bekas tanah rawa,
saluran irigasi, dam-dam. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:
57% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 3,0% MgO; 3,1% (SO3); 0,9% hilang
dalam pembakaran, dan 1,3% bebas CaO.
d. Semen Portland tipe IV
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan tinggi pada fase
permulaan setelah pengikatan terjadi, misal untuk pembuatan jalan beton, bangunan-
bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. Komposisi senyawa yang terdapat pada
tipe ini adalah:
28% (C3S); 49% (C2S); 4% (C3A); 12% (C4AF); 1,8% MgO; 1,9% (SO3); 0,9% hilang
dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.
e. Semen Portland tipe V
Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan,
terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi senyawa yang terdapat
pada tipe ini adalah:
38% (C3S); 43% (C2S); 4% (C3A); 9% (C4AF); 1,9% MgO; 1,8% (SO3); 0,9% hilang
dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.
Tabel 1. Komposisi yang terdapat dalam semen portland
Tabel 2. Karakteristik Kimia dan Fisik Semen portland SNI 15-2048-2015

2. Semen Putih (gray cement)


Semen Putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan
digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen
jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
3. Oil Well Cement atau semen sumur minyak
Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan
dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
4. Mixed & Fly Ash Cement
Mixed & Fly Ash Cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly
ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang
mengandung amorphous silica, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam
variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga
menjadi lebih keras.
Semakin baik mutu semen, maka semakin lama mengeras atau membatunya jika
dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus:
(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (% CaO + % MgO)
Angka hodrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun
demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk
mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.

E. Bahan-Bahan Baku Pembuatan Semen


1. Bahan Baku Utama
a. Batu Kapur (Limer Stone)
Kalsium karbonat (CaCO3) di alam sangat banyak terdapat di berbagai tempat. Kalsium
karbonat berasal dari pembentukan geologis yang pada umumnya dapat dipakai untuk
pembuatan semen Portland sebagai sumber utama senyawa Ca. Batu kapur murni biasanya
berupa Calspar (kalsit) dan aragonite. Berat jenis kalsit dan aragonite adalah sekitar 2,7 dan
2,95. Kekerasan batu kapur antara 1,8 – 3,0 skala Mesh, warna pada batu kapur dipengaruhi
oleh tingkat kandungan unsur-unsur besi, clay (tanah liat), dan MgO. Batu kapur ini
memberikan kandungan CaO dan sedikit mengandung MgO.
b. Tanah Liat (Clay)
Tanah liat (Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O) merupakan bahan baku semen yang mempunyai
sumber utama senyawa silikat dan aluminat dan sedikit senyawa besi. Tanah liat memiliki
berat molekul 796,40 g/gmol dan secara umum mempunyai warna cokelat kemerah-merahan
serta tidak larut dalam air. Sifat fisik dan kimia batu kapur dan tanah liat dapat dilihat pada
table
Tabel 3. Sifat-sifat Fisika Batu Kapur dan Tanah Liat

2. Bahan Baku Penunjang


Bahan baku penunjang adalah bahan mentah yang dipakai hanya apabila terjadi kekurangan
salah satu komponen pada pencampuran bahan mentah. Pada umumnya, bahan baku korektif
yang digunakan mengandung oksida silika, oksida alumina dan oksida besi yang diperoleh
dari pasir silika (silica sand) dan pasir besi (iron sand).
a. Pasir Silika (silica sand)
Pasir silika digunakan sebagai pengkoreksi kadar SiO2 dalam tanah liat yang rendah.

b. Pasir Besi (Iron sand)


Pasir besi digunakan sebagai pengkoreksi kadar Fe2O3 yang biasanya dalam bahan baku
utama masih kurang. Sifat fisika dan kimia serta komponen kimia yang terdapat dalam pasir
besi dan pasir silika dapat dilihat pada table.
Tabel 4. Sifat-sifat Fisika dan Kimia Pasir Besi dan Pasir Silika (Sumber : Perry, R. H, 2007)

3. Bahan Tambahan
a. Gypsum
Di dalam proses pengilingan terak ditambahkan bahan tambahan Gipsum sebanyak 4%-
5%. Gipsum dengan rumus kimia CaSO4.2H2O merupakan bahan yang harus ditambahkan
pada proses pengilingan klinker menjadi semen. Fungsi gypsum adalah mengatur waktu
pengikatan daripada semen atau yang dikenal dengan sebutan retarder. Gipsum dalam semen
dapat memberikan efek negatif apabila dalam jumlah yang besar, karena dapat menyebabkan
terjadinya pemuaian pada semen saat digunakan, itulah sebabnya penggunaan gipsum harus
dikontrol secara ketat. Selain sebagai pengatur waktu pengikatan dan penyebab pemuaian,
gypsum juga mempengaruhi kuat tekan baik itu nilai kuat tekan maupun perkembangan kuat
tekan. Pada proses pengilingan klinker menjadi semen, jumlah gipsum dikontrol melalui
kandungan SO3 (sulfur trioksida) dari semen yang diproduksi. Komposisi kimia gipsum
dapat dilihat pada tabel
Tabel 5. Komposisi Kimia Gipsum

b. Abu Terbang (Fly Ash)


Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler pembangkit
listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus amorf dan bersifat Pozzolan yang dapat
bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan media air membentuk senyawa yang bersifat
mengikat. Komponen abu terbang sangat bervariasi mulai dari sejumlah besar silikon
dioksida (SiO2), Kalsium Dioksida (CaO) dan sejumlah kecil unsur-unsur lain seperti
arsenik, berilium, boron, kadmium, kromium, kromium VI, kobalt, timah, mangan, raksa,
molibdenum, selenium, strontium, talium, dan vanadium. Abu terbang batubara berbentuk
bulat dan berdiameter berkisar antara 0,5 μm sampai 100 μm. Mereka sebagian besar terdiri
dari silikon dioksida (SiO2), yang hadir dalam dua bentuk amorf, yang bulat dan halus, dan
kristal, yang tajam, runcing dan berbahaya; aluminium oksida (Al2O3) dan oksida besi
(Fe2O3). Abu terbang scukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat karena bahan
penyusun utamanya adalah silikon dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3) dan Ferrum oksida
(Fe2O3). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen
ketika bereaksi dengan air. Clarence (1966), menjelaskan bahwa dengan pemakaian abu
terbang sebesar 20- 30% terhadap berat semen maka jumlah semen akan berkurang secara
signifikan dan dapat menambah kuat tekan beton.
Tabel 6. Karakteristik Kimia Abu Terbang dari Berbagai Jenis Batubara

F. Jenis Proses Pembuatan Semen


1. Proses Basah
Kiln proses basah panjangnya bisa mencampai 200 m dengan diameter 6 m. Alat dibuat
panjang karena banyak air yang akan diuapkan dan mengoptimalkan proses perpindahan
panas. Slurry mengandung sekitar 40% air. Semen yang tebentuk berupa terak (kilnker)
dengan temperatur kiln mencapai 1450oC dan selanjutnya didinginkan secara tepat dengan
suatu alat pendingin dan disimpan pada storage kilnker, lalu ditambah dengan gypsum (3-5
%) dan digiling secara kering. Kebutuhan panas pada proses basah 1200-1300 kcal/kg
kilnker.
a. Keuntungan proses basah :
 Campuran / umpan kiln lebih homogen sehingga mutu semen lebih baik.
 Efisiensi penggilingan relatif lebih baik.
 Jumlah debu yang dihasilkan lebih sedikit
b. Kerugian proses basah :
 Kebutuhan air dan bahan bakar relatif besar
 Kiln yang digunakan relatif lebih panjang sehingga dibutuhkan banyak
tempat
 Membutuhkan panas yang tinggi untuk pembakaran
 Boros bahan bakar
2. Proses Semi/ Antara
Pada proses semi basah, kadar air pada raw material antara 17-21 % yang berupa slurry.
Sebelum diumpankan ke kiln, harus disaring dahulu supaya terbentuk filter cake. Pada proses
semi kering, kadar air pada raw material antara 1-12 % dan raw material ini berupa butiran
yang lembab.
a. Keuntungan proses antara:
 Panas yang digunakan pada waktu pembakaran tidak terlalu besar
dibandingkan proses basah
 Ukuran klinker yang keluar kiln seragam
b. Kerugian proses antara adalah Peralatan yang digunakan lebih banyak
3. Proses Kering
Dalam proses kering, bahan baku dicampur masuk kiln melalui preheater. Kiln pada proses
kering dilengkapi suspension preheater. Alat ini adalah menara dengan serangkaian siklon
yang bergerak cepat dengan gas panas yang menjaga umpan melayang di udara. Sepanjang
waktu, umpan akan lebih panas dan gas akan lebih dingin sampai umpan berada pada suhu
hampir sama dengan gas.
Keuntungan proses kering:
a. Kiln yang digunakan relatif pendek dan diameter lebih kecil sehingga hemat tempat
b. Pemakaian bahan bakar lebih hemat
c. Pemakaian panas lebih efisien
Kerugian proses kering :
a. Relatif lebih banyak menimbulkan debu
b. Campuran tepung baku kurang homogen dibandingkan dengan proses basah

G. Proses Pembuatan Semen


1. Penyediaan bahan baku
Bahan baku utama yang digunakan untuk kegiatan produksi semen adalah batu kapur
sekitar 75 – 90 % dan tanah liat sekitar 7 – 20 %, sedangkan bahan baku koreksi berupa pasir
besi sekitar 1 – 3 % dan pasir silica 1 – 6 %. Khusus untuk penambangan tanah liat tidak
memakai proses drilling dan blasting. Setelah mengalami proses penghancuran (ukuran
sekitar 8 cm), bahan baku akan disimpan dalam storage dan dilakukan proses preblending
untuk menghomogenisasikan kualitas bahan baku.
2. Pengeringan dan penggilingan bahan baku
Penggilingan bahan mentah adalah cara untuk memperkecil ukuran bahan mentah
menjadi lebih kecil atau membuat luas permukaan material menjadi lebih besar.. Selain
penggilingan, material juga mengalami pengeringan dengan media pengeringanya berupa gas
panas yang dapat berasal dari hot gas generator ataupun dari kiln exchaust gas. Bahan mentah
utama yang terdiri dari batu kapur dan tanah liat di garuk dengan menggunakan reclaimer
dari stock pile masing – masing , kemudian bahan koreksi yang berupa pasir silika dan pasir
besi di campur dengan bahan mentah uatama dalam sebuah belt conveyor untuk di umpankan
ke dalam vertical mill. Di dalam vertical mill keempat bahan mentah yang telah bercampur
dengan proporsi tertentu itu mengalami proses penggilingan dan pengeringan. selanjunya,
material yang telah halus di hisap dengan sebuah fan.
3. Pembentukan klinker (pembakaran)
Tepung baku (raw meal) yang telah dihomogenisasi di dalam CF Silo dikeluarkan dan
dengan menggunakan serangkaian peralatan transport, tepung baku di umpankan ke kiln.
Tepung baku yang di umpankan ke Kiln di sebut umpan baku atau umpan kiln (kiln feed) .
proses pembakaran yang terjadi meliputi pemanasan awal umpan baku di preheater
(pengeringan, dehidrasi dan dekomposisi), pembakaran di kiln (klinkerisasi) dan pendinginan
di Grate cooler (quenching).
a. Pengeringan
Pengeringan di sini adalah proses penguapan air yang masih terkandung dalam umpan baku.
Terjadi pada saat umpan baku kontak dengan gas panas pada temperatur sampai 200 ºC.
b. Dehidrasi
Dehidrasi adalah proses terjadinya pelepasan air kristal (combined water) yang terikat
secara molekuler di dalam mineral – mineral umpan baku. Proses ini terjadi pada temperatur
100 – 400 ºC. Kondisi ini menyebabkan struktur mineral menjadi tidak stabil dan akan terurai
pada temperature 400 – 900 ºC.
c. Dekomposisi dan kalsinasi
Dekomposisi adalah proses penguraian atau pemecahan mineral – mineral umpan baku
menjadi oksida – oksida yang relatif terjadi pada temperature 400 – 900 ºC . Proses yang
terjadi ialah :
Kaolin menjadi Metakaolin
Al4(OH)8.Si4O8 → 2(Al2O3.SiO2) + 4H2O
Metakaolin menjadi oksida – oksida reaktif
Al2O3.2SiO2 →Al2O3 + 2SiO2
Proses kalsinasi adalah proses penguraian karbonat menjadi oksida CaO dan MgO
serta CO2 sebagai gas. Proses kalsinasi berlangsung dari cyclone I hingga cyclone III pada
temperature yang berbeda dengan keberhasilan derajat kalsinasi (persentasi unsur CaO yang
terurai dari senyawa karbonat) sesuai dengan desain preheater yang digunakan.
Reaksi dekomposisi karbonat yaitu :
CaCO3 panas CaO + CO2
MgCO3 panas MgO + CO2 11
d. Klinkerisasi
Klinkerisasi adalah proses pembentukan senyawa – senyawa penyusun semen Portland,
baik dalam fasa padat maupun dalam fasa cair. Proses klinkerisasi membutuhkan energi yang
sangat tinggi yaitu berkisar 800 kkal/kg.
e. Quenching
Quenching adalah proses pendinginan klinker secara mendadak setelah reaksi klinkerisasi
selesai. Quenching dilakukan di dalam Grate cooler dengan media pendingnnya berupa udara
luar yang dihembuskan ke dalam Grate cooler dengan menggunakan fan. Tujuan quenching
adalah untuk mendapatkan klinker dengan mutu yang baik.
4. Penggilingan klinker
Klinker yang disimpan dalam klinker silo dikeluarkan dan di angkut dengan chain conveyor
masuk ke dalam bin klinker. Sementara gypsum dari gerbong dibongkar dan disimpan dalam
bin gypsum. Dengan perbandingan tertentu, klinker dan gypsum dikeluarkan dari bin masing
– masing dan akan bercampur di belt conveyer. Dari belt conveyer campuran ini kemudian
dihancurkan dengan roller press sehingga memiliki ukuran tertentu yang selanjutnya digiling
dengan menggunakan alat penggiling berupa tube mill yang berisi bola – bola besi sehingga
media penghancurnya. Dengan menggunakan sebuah fan, material yang telah halus dihisap
dan dipisahkan dari udara pembawanya dengan menggunakan beberapa perangkat pemisah
debu. Hasil penggilingan ini disimpan dalan semen silo yang kedap udara. Semen yang
dihasilkan harus memenuhi syarat mutu fisik semen dengan kehalusan minimal 3000 cm2/g
(SNI mempersyaratkan min. 2800 cm2/g).
5. Pengantongan semen
Semen dikeluarkan dari semen silo dan diangkut dengan menggunakan belt conveyor masuk
ke steel silo. Dengan alat pengantongan berupa Rotary Packer, semen dikantongi dengan
setiap 1 sak berisi 50 kg semen, kemudian di bawa ke truk untuk dipasarkan.
KESIMPULAN :
1. Semen dibagi dua, hidrolik dan non-hidrolik
2. Perbedaan fasa-fasa anhidrat sebagai hasil proses penguapan fasa hidrat,
menyebabkan timbulnya sifat semen (beton) yang berbeda, tampak bahwa fasa C 3S
terhidrasi cepat dan mengembang kuat lebih awal sementara β- C2S mengeras lebih
lambat. Produk hidrasi C3A dan C4AF amat kecil kekuatannya. Komponen C3S ini
bertanggung jawab terhadap perkerasan awal, sedangkan C3S dan β- C2S
memberikan kekuatan semen ataupun beton yang lebih lama.
3. Bahan baku pembuatan semen terdiri dari bahan utama (tanah liat, batu kapur),
bahan baku penunjang (pasir silika, pasir besi) dan bahan tambahan (gypsum, abu
terbang)
4. Terdapat tiga jenis pembuatan semen, yaitu proses basah, sproses semi atau antara
dan proses kering
5. Tahapan dalam pembuatan semen yaitu penyediaan bahan baku, pengeringan dan
penggilingan bahan baku, pembentukan klinker (pembakaran), penggilingan klinker
dan pengantongan semen.

SARAN :
1. Sebagian besar semen modern mempunyai kandungan kapur yang tinggi, dan
biasanya melampaui 65%. Semen dengan kandungan kapur dibawah 65%,
pengerasannya seringkali agak lambat. Dlam hal lain, kandungan kapur maksimum
dibatasi oleh kebutuhan untuk menghindari kapur bebas dalam semen.
2. Didalam proses hidrasi semen selain menghasilkan senyawa CSH (Calsium Silikat
Hidrat), CAH (Calsium Alumina Hidrat) dan CAF ( Calsium Aluminoferit) yang
bersifat sebagai bahan perekat juga menghasilkan kapur yang bersifat basa. Dengan
adanya FeO dan SiO2 yang cukup tinggi pada copper slag maka kapur yang timbul
akan bereaksi membentuk CSH, CAH dan CFH yang mempunyai sifat sebagai bahan
perekat, semakin banyak jumlah perekat maka semakin tinggi kuat tekan beton.

Vous aimerez peut-être aussi