Vous êtes sur la page 1sur 40

Dosen : Dian Riny Juniarty M,S.Kep.,Ns.,M.

Kep

Mata Kuliah : Maternitas

ASUHAN KEPERAWATAN

“POSTPARTUM”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2/II.D

1. AJAR DIANA : 163256

2. AYU ASTUTI : 163260

3. EMMAWATI : 163263

4. HIKMAH ANDRIANI : 163266

5. PUJA MAHRANI : 163280

6. RAODATUL JANNAH : 163281

7. SUCI INDAH SARI : 163287

UPT AKPER ANGING MAMMIRI

PROV. SUL-SEL

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ ASKEP

POSTPARUM “ ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini disusun sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh

pembaca. Selain itu juga, makalah ini merupakan salah satu bentuk pemenuhan

tugas untuk menyelesaikan Program Mata Kuliah MATERNITAS pada program

studi ilmu keperawatan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menghadapi berbagai macam

kendala. Namun kendala-kendala tersebut dapat teratasi karena adanya

bimbingan dari dosen pengajar dan didukung oleh sarana penunjang lainnya,

sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.

Harapan yang paling besar dari kami semoga makalah ini dapat

bermanfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang yang membaca makalah

ini sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Makassar, Mei 2018

Kelompok 2
DAFTAR ISI

SAMPUL ..........................................................................................................

KATA PENGANTAR .......................................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.........................................................................

B. TUJUAN ..........................................................................................

BAB II KONSEP MEDIS

A. . PENGERTIAN .................................................................................
B. . ANATOMI DAN FISIOLOGI .............................................................
C. . ETIOLOGI .......................................................................................
D. . PATOFISIOLOGI .............................................................................
E. . MANIFESTASI KLINIK ....................................................................
F... KLASIFIKASI RUPTUR PERINEUM ...............................................
G. . KOMPLIKASI ...................................................................................
H. . TANDA – TANDA BAHAYA POST PARTUM ..................................
I. ... PENATALAKSANAAN ATAU PERAWATAN POST PARTUM ........
J. .. PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................

BAB III KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN ..................................................................................

B. DIAGNOSA .....................................................................................

C. INTERVENSI ...................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATARBELAKANG

Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis,

perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah

mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa

kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita

mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan

kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks,

memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses

kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan

yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam

kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis,

mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang

berat.

Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai

berbagai macam komplikasi post partum. Beberapa penyesuaian

dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya

sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah

melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita

berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak

berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis

dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi

disebut post-partum blues, atau karena kurangnya penanganan ibu post

partum sangat rentan mengalami infeksi dan perdarahan.

B. TUJUAN

a. Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan

pada klien dengan post partum.

b. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian post partum.

2. Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi sistem

reproduksi wanita

3. Untuk mengetahui dan memahami etiologi post partum.

4. Untuk mengetahui dan memahami patifisiologi dari post partum.

5. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinik post partum.

6. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi ruptur perineum.

7. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari post partum

8. Untuk mengetahui dan memahami Tanda-tanda bahaya post partum

9. Untuk mengetahui dan memahami Penatalaksanaan klien dengan

post partum

10. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang post

partum

11. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan klien dengan

post partum.
BAB II

KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut

masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan

untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post

partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ

reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,

2010).

Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam

masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi

puncak kepala dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005).

Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau

obatobatan (prawiroharjo, 2000).

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum

sewaktu persalinan (Mohtar, 1998).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di

dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia

eksterna, yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan

eksterna berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen

dan progesteron (Bobak, 2005).

1. Struktur Eksterna

a. Vulva

Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia

externa. Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang


berbentuk lonjong, berukuran panjang, mulai dari klitoris, kanan

kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang dibatasi peribeum.

b. Mons Pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak

subkutan berbentuk lunak dan padat serta merupakan jaringan

ikat jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis mengandung

banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut berwarna hitam,

kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons pubis berperan dalam

sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus.

c. Labia Mayora

Labia mayora adalah dua llipatan kulit panjang melengkung

yang menutupi lemak dan jaringan kullit yang menyatu dengan

mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah

bawah mengelilingi labia minora, berakhir di perineum pada garis

tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinaris,

dan introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah anak

pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan digaris

tengah menutupi struktur-struktur di bawahnya.

Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina

atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus

vagina terbuka.

Penurunn produksi hormon menyebabkan atrofi labia mayora.

Pada pembukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki

pigmen lebih gelap daripada jaringan sekitarnya dan ditutupi

rambut yang kasar dan semakin menipis ke arah luar perineum.

Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak ditumbuhi

rambut.sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan


suhu tinggi. Hal ini disebabkan adanya jaringan syaraf yang

menyebar luas, yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.

d. Labia Minora

Labia minora terletak diantara dua labia mayora, merupakan

lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut, yang

memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu

dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior labia

biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora

sama dengan mukos vagina. Pembuluh darah yang sangat

banyak membuat labia minora berwarna kemerahan dan

memungkinkan labia minora membengkak, bila ada stimulus

emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora

juga meumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat

labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.

e. Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang

terletak tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak

terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau

kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari

pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans

dan badan klitoris membesar.

Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu

substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma khas dan

berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam

bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap

sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan

persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap

suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.


f. Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu

atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.

Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina

dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan

agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar

vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia

mayora, masing-masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.

g. Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan

tipis, dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan

minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan

dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.

h. Perineum

Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara

introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan

perineum.

2. Struktur Interna

a. Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di

belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada

tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang

memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira

setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii

proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium

adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon.

Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum

primordial. Di antara interval selama masa usia subur ovarium


juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid

dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,

perkembangan, dan fungsi wanita normal.

b. Tuba Fallopi

Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini

memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar

dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini

kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi

merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba,

sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis

lapisan otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan

peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi

lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.

c. Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung

yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki

bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus

terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di

bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang merupakan

bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni

bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan

serviks dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada

masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan

peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :

1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah

ialah suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga

lapisan : lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan


ikat yang berongga, dan lapisan dalam padat yang

menghubungkan indometrium dengan miometrium.

2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut

otot polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal

membentuk lapisan luar miometrium, paling banyak ditemukan

di daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk

mendorong bayi pada persalinan.

3) Peritonium perietalis Suatu membran serosa, melapisi seluruh

korpus uteri, kecuali seperempat permukaan anterior bagian

bawah, di mana terdapat kandung kemih dan serviks. Tes

diagnostik dan bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu

membuka rongga abdomen karena peritonium perietalis tidak

menutupi seluruh korpus uteri.

d. Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat

dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon

dengan cepat terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-

sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan

selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari mukosa vagina

dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid.

Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas atau bawah.

Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan

glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas lima,

insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari

vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

C. ETIOLOGI

Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah

cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
jalan lain, dengan bantuan.

1. Partus dibagi menjadi 4 kala :

a. kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol

sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala

pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien

masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida

berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.

b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan

interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.

Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan

pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada

pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua

kekuatan, His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi

sehingga kepala membuka pintu. Kepala lahir seluruhnya dan

diikuti oleh putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung

kepala dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk

melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat

untuk melahirkan sisa badan bayi yang diikuti dengan sisa air

ketuban.

c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10

menit. Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta.

Lepasnya plasenta dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar,

uterus terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi

perdarahan.

d. Kla IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena

perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama,

observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita,

pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, terjadinya


perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya

tidak melebihi 400 sampai 500 cc (Manuaba, 1989).

2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu,

faktor janin, dan faktor persalinan pervaginam.

a. Faktor Ibu

1) Paritas

Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah

jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di

luar rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah

kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan

telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Oxorn,

2003).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah

keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara robekan

perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada

persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).

2) Meneran

Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk

meneran bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson

telah terjadi. Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar

pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin

mengejang (Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat

meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu (JHPIEGO,

2005).

b. Faktor Janin

1) Berat Badan Bayi Baru lahir

Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih

dari 4000 gram (Rayburn, 2001). Makrosomia disertai dengan


meningkatnya resiko trauma persalinan melalui vagina seperti

distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang

klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti

laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum (Rayburn,

2001).

2) Presentasi

Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak

hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang

panggul ibu (Dorland,1998).

 Presentasi Muka

Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin

memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada

waktu masuk panggul atau diameter submentobregmatika

sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara

glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian

terendahnya antara glabella dan bregma (Oxorn, 2003).

 Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian

(pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka

yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah

daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan

penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah

adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm,

merupakan diameter antero posterior kepala janin yang

terpanjang (Oxorn, 2003).

 Presentasi Bokong

Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan

kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub


bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan

posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi

empat macam yaitu presentasi bokong sempurna,

presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki, dan

presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003).

c. Faktor Persalinan Pervaginam

1) Vakum ekstrasi

Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan,

janin dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif

dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya (Mansjoer,

2002).

2) Ekstrasi Cunam/Forsep

Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin

dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin

(Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu

karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan

portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum,

pecahnya varices vagina (Oxorn, 2003).

3) Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan

jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur

organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang

yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi

tersebut (Syaifudin, 2002).

4) Persalinan Presipitatus

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung

sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat

disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang

terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai,


tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak

menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat

(Cunningham, 2005).

D. PATOFISIOLOGI

1. Adaptasi Fisiologi

a. Infolusi uterus

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar

akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga

persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah

umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium

sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang

lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm

setiap 24 jam. Pada hari pasca partum keenam fundus normal

akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis.

Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat

sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu

setelah melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu

minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada

minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan

esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk

pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca

partum penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya

autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang

berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil

menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar

setelah hamil.

b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna

segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap

penurunan volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis

pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah

intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan

pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar

hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi

pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam

pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang

dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi

uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler

diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan

menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara

segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara

merangsang pelepasan oksitosin.

2. Adaptasi psikologis

Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum

dibagi menjadi 3 fase yaitu :

a. Fase taking in / ketergantungan

Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah

melahirkan dimana ibu membutuhkan perlindungandan

pelayanan.

b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan

Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan

berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga

ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang

semua hal-hal baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi

sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber


informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat

dengan baik.

c. Fase letting go / saling ketergantungan

Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah

kelahiran. Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan

anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan

rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah

dilakukan kembali.

E. MANIFESTASI KLINIK

Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir

sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum

hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester

keempat kehamilan (Bobak, 2004).

1. Sistem reproduksi

a. Proses involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar

akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil

penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi

kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua

minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada

di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-

60gr. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon

menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung

jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang

terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran

uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna

segera setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari

kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,

mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama

1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa

berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan

kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau

intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir.

c. Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi

vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area

yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan

endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik

dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi

karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai

pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada

bekas tempat plasenta.

d. Lochea

Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula

berwarna merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat.

Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua

dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah

2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit

dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan

berwarna kuning atau putih. Lochea alba mengandung leukosit,

desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa

bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir.

e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam

pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi

lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi

segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama

beberapa hari setelah ibu melahirkan.

f. Vagina dan perineum

Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara

bertahap ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir.

Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat,

walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.

2. Sistem endokrin

a. Hormon plasenta

Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan

kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek

diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun

secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen

dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta

keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan

pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler

berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.

b. Hormon hipofisis

Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita

menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum

yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam

menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone

terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di

simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika

kadar prolaktin meningkat (Bowes, 1991).


3. Abdomen

Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,

abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak

seperti masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding

abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.

4. Sistem urinarius

Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah

wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu

supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis

ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk ;

1993).

5. Sistem cerna

a. Nafsu makan

Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia,

anestesia, dan keletihan, ibu merasa sangat lapar.

b. Mortilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus

cerna menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.

c. Defekasi

Buang air besar secara spontan bias tertunda selama

dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.

6. Payu dara

Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu

dara selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human

chorionik gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun

dengan cepat setelah bayi lahir.

a. Ibu tidak menyusui


Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada

wanita yang tidak menyusui. Pada jaringan payudara

beberapa wanita, saat palpasi dailakukan pada hari kedua dan

ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa

terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila

ditekan, dan hangat jika di raba.

b. Ibu yang menyusui

Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan

suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi

dimula, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh.

Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih

kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.

7. Sistem kardiovaskuler

a. Volume darah

Perubahan volume darah tergantung pada beberapa

faktor misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan

mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler.

Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah

total yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan

normal cairan tubuh yang menyebapkan volume darah

menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat

setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai

mencapai volume sebelum lahir.

b. Curah jantung

Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung

meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita

melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi

selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya


melintasi sirkuit utero plasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi

umum (Bowes, 1991).

c. Tanda-tanda vital

Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika

wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara,

baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat

timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah

wanita melahirkan (Bowes, 1991).

8. Sistem neurologi

Perubahan neurologis selama puerperium merupakan

kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan

disebapkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan

melahirkan.

9. Sistem muskuluskeletal

Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa

hamil berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum.

Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan

hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat

pemsaran rahim.

10. Sistem integumen

Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang

saat kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada

daerah tersebut akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada

payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi

tidak hilang seluruhnya.

F. KLASIFIKASI RUPTUR PERINEUM

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat

ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :


1. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami

robekan adalah :

a. Vagina

b. Komisura posterior

c. Kulit perineum

2. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami

robekan adalah :

a. Mukosa Vagina

b. Komisura posterior

c. Kulit perineum

d. Otot perineum

3. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami

robekan adalah :

a. Sebagaimana ruptur derajat dua

b. Otot sfingter ani

4. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami

robekan adalah :

a. Sebagaimana ruptur derajat tiga

b. Dinding depan rectum

G. KOMPLIKASI

1. Perdarahan

Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada

wanita selama periode post partum. Perdarahan post partum adalah :

kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria

perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai

berikut:

a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc

b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg


c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).

Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan

terjadinya perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan.

Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok

hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus lainnya, tiga

penyebap utama perdarahan antara lain :

a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi

dengan baik dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan

post partum. Uterus yang sangat teregang (hidramnion,

kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan janin besar), partus

lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk

terjadinya atonia uteri.

b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat

menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi

dengan segera.

c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan

plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio

plasenta adalah : tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau

30 menit selelah bayi lahir.

d. Lain-lain

1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi

uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap

terbuka

2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas

jaringan parut pada uterus setelah jalan lahir hidup.

3) Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).

2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa

post partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai

adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari pertama

post partum. Penyebap klasik adalah : streptococus dan

staphylococus aureus dan organisasi lainnya.

3. Endometritis

Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh

infeksi puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur

membran memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis (Novak,

1999).

4. Mastitis

Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau

pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali

dengan pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan

pertamapost partum (Novak, 1999).

5. Infeksi saluran kemih

Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan

meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak

adalah Entamoba coli dan bakterigram negatif lainnya.

6. Tromboplebitis dan trombosis

Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi

dan meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi sistem

vaskuler, akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di

pembuluh darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan

trombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1

kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.

7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah

kecil menyebapkan kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).

8. Post partum depresi

Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat

sampai beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung

dan merasa takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang

konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi cemas,

kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung,

nyeri kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak

tertarik pada sex, kehilangan semangat (Novak, 1999).

H. TANDA – TANDA BAHAYA POST PARTUM

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan

kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut

berasal dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI, 2004). Tanda-tanda yang

mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :

1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.

2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.

3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi

robekan pada mukosa vagina.

I. PENATALAKSANAAN ATAU PERAWATAN POST PARTUM

Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan

cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan

jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang

biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan

menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat

dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar,

1998).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum

adalah:

1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir,

segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio

plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.

2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat

dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada

jalan lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan

jahitan pada robekan perineum :

a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah

dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi

lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.

b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada

perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan

segera dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur

atau dengan cara angka delapan.

c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika

ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan

terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit

dengan catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan

catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa

vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan

benang catgut secara jelujur.

d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada

dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan

fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga

bertemu kembali.

e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang


terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus,

kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga

bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis

seperti menjahit robekan perineum tingkat I.

f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum

Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan

salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku

Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu

dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur

ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah

laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum. Dalam

menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan,

dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :

1) Monitor TTV

Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin

menandakan preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan

terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.

2) Pemberian cairan intravena

Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan

perdarahan darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam

keadaan syok, maka cairan pengganti merupakan tindakan

yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.

3) Pemberian oksitosin

Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit)

ditambahkan dengan cairan infuse atau diberikan secara

intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan

mengurangi perdarahan post partum.

4) Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative,

alaraktik, narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya

sensori, obat ini diberikan secara regional/ umum (Hamilton,

1995).

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah

Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada

periodepasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali

dibutuhkan pada hari pertama pada partumuntuk mengkaji

kehilangan darah pada melahirkan.

2. Pemeriksaan urin

Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan

cateter atau dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen

ini dikirim ke laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur

dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling di pakai selama

pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk

menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang

mungkin (Bobak, 2004).


BAB III

KONSEP KEPERWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah

sebagai berikut :

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?

b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?

2. Pola nutrisi dan metabolik

a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?

b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?

c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?

d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?

3. Pola aktivitas setelah melahirkan

a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?

b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?

c. Apakah ibu tampak mengantuk ?

4. Pola eliminasi

a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?

b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?

5. Neuro sensori

a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?

b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?

c. Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?

d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?

e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?

6. Pola persepsi dan konsep diri

a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini


b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan

penampilan tubuhnya saat ini ?

7. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

1) Pemeriksaan TTV

2) Pengkajian tanda-tanda anemia

3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis

4) Pemeriksaan reflek

5) Kaji adanya varises

6) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )

b. Payudara

1) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )

2) Kaji adanya abses

3) Kaji adanya nyeri tekan

4) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti

5) Kaji pengeluaran ASI

c. Abdomen atau uterus

1) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri

2) Kaji adnanya kontraksi uterus

3) Observasi ukuran kandung kemih

d. Vulva atau perineum

1) Observasi pengeluaran lokhea

2) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi

3) Kaji adanya pembengkakan

4) Kaji adnya luka

5) Kaji adanya hemoroid

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.

(Doenges, 2001)

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses

persalinan. (Doenges, 2001)

3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang

pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak,

2004)

4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya

konstipasi. (Bobak, 2004)

5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan

dengan kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001)

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal

psikologis, proses persalinan dan proses melelahkan. (Doenges,

2001)

7. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan

dengan kurang mengenai sumber informasi.

C. INTERVENSI

1. Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah

melahirkan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang

Kriteria Hasil :

a. Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4

b. Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur

nyaman

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-370 C, N 60-

100x/menit, RR 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg

Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah

dan pengurang nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau

daerah yang mengalami nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan

frekuensi )

Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri

b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri

Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan

atau asuhan keperawatan sesuai dengan respon klien

c. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan

tenang

Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri

d. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan

perhatian klien pada hal lain

Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan

perhatian klien dari rasa nyeri

e. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri

2. Dx 2 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan cara perawatan Vulva

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi,

pengetahuan bertambah

Kriteria hasil :

a. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya

b. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri

c. Perawatan pervagina berkurang

d. Vulva bersih dan tidak inveksi

e. Tidak ada perawatan

f. Vital sign dalam batas normal


Intervensi :

a. Pantau vital sign

Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi

b. Kaji daerah perineum dan vulva

Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva

dan perineum

c. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post

partum

Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya

d. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien

Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya

e. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah

vulvanya

Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi

f. Lakukan perawatan vulva

Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa

nyaman bagi pasien

3. Dx 3 : Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang

pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui

Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu

menyusui

Kriteria hasil :

a. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui

b. Asi keluar

c. Payudara bersih

d. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri

e. Bayi mau menetek

Intervensi :
a. Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan

payudara

Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk

menentukan intervensi selanjutnya.

b. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care

Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah

terjadinya bengkak pada payudara

c. Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu

menyusui

Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat

ASI bagi bayi

d. Jelaskan cara menyusui yang benar

Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi

4. Dx 4 : Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya

konstipasi

Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Pasien mengatakan sudah BAB

b. Pasien mengatakan tidak konstipasi

c. Pasien mengatakan perasaan nyamannya

Intervensi :

a. Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun

Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi

b. Observasi adanya nyeri abdomen

Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB

c. Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat

Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB

d. Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat


Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB

e. Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan

Rasional : penggunana laksatif mungkan perlu untuk

merangsang peristaltik usus dengan perlahan atau evakuasi feses

5. Dx : Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit

berhubungan dengan kehilangan darah dan intake ke oral

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan

terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang

perlu untuk memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum

air putih dan pemberian cairan lewat IV.

b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh

haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa

lembab, turgor kulit baik

Intervensi :

a. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital

Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui

penyimpangan dari keadaan normal

b. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok

Rasional : agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika

terdapat tanda- tanda syok

c. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program

Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang

mengalami difisit volume cairan dengan keadaan umum yang

buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah.

6. Gangguan polatidur berhubungan dengan respon hormonal

psikologis, proses persalinan dan proses melelahkan


Tujuan : istirahat tidur terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Mengidentifikaasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan

yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga

baru.

b. Melaporkan peningkatan rasa sejahtera istirahat

Intervensi :

a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama

persalinan dan jenis kelahiran

Rasional : persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya

bila terjadi malam meningkatkan tingkat kelelahan.

b. Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat

Rasional : membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi,

menurunkan rangsang

c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah

kembali ke rumah

Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan

bayi lebih awal serta tidur lebih siang membantu untuk memenuhi

kebutuhan tubuh serta menyadari kelelahan berlebih, kelelahan

dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI dan

penurunan reflek secara psikologis

7. Dx 7 : Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi

berhubungan dengan kurang mengenai sumber informasi

Tujuan : memahami parawatan diri dan bayi

Kriteria hasil :

a. Mengungkapkan pemahaman perubahan fiiologis kebutuhan

individu

Intervensi :
a. Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama

persalinan dan tingkat kelelahan klien

Rasional : terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan

untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan

dari atau perawatan bayi

b. Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan

pasangan dalam mengidentifikasi hubungan

Rasional : periode postnatal dapat merupakan pengalaman

positif bila penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu

mengembangkan pertumbuhan ibu maturasi, dan kompetensi

c. Berikan informasi tentang peran progaram latihan postpartum

progresif

Rasional : latiahn membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasai,

menghasilkan tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan

sejahtera secara umum

d. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan

perawat, berkunjung pelayanan kesehatan masyarakat

Rasional : meningkatkan kemandirian dan memberikan

dukunagan untuk adaptasi pada perubahan multiple.


DAFTAR PUSTAKA

1. http://dwitasari37.blogspot.co.id/2013/09/post-partum.html

2. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-norhimawat-6281-2-

babii.pdf

3. http://repository.ump.ac.id/3926/3/LISA%20MARGARETA%20BAB%20II.pd

Vous aimerez peut-être aussi