Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
Nama : DEVIAN YAKUF YOLANDA
NIM : 8111415319
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan berkat dan Rahmat-Nya dari Tuhan
Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan makalah mengenai “Penegakan Kode Etik
Advokat Dalam Mendampingi Klien”.
Makalah ini disusun berdasarkan sumber dari buku-buku dan sumber lainnya
yang berhubungan dengan etika dan tanggung jawab profesi hukum advokat.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman dan
menambah wawasan bagi orang yang membacanya.
Saya menyadari akibat keterbatasan waktu dan pengalaman saya ,maka makalah ini
masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, saya mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak terkhusus dosen mata kuliah ini
demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan saya semoga makalah yang penuh kesederhanaan ini dapat bermanfaat bagi
teman-teman mahasiswa atau semua pihak yang membaca makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi advokat dikenal sebagai profesi yang mulia (officium mobile), karena
mewajibkan pembelaan kepada semua orang tanpa membedakan latar belakang ras, warna
kulit, agama, budaya, sosial ekonomi, kaya miskin, keyakinan politik, gender dan ideologi. 1
Dalam membela kliennya advokat profesional akan mengerahkan segala kemampuannya
yang ada pada dirinya untuk menegakkan hak-hak kliennya secara anggun dan bermartabat.
Dalam proses tersebut advokat antara lain akan mempergunakan mind (pikiran, akal,
ingatan) agar dapat melakukan jalan yang terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia dan
meneliti kompleksitas kasus yang dihadapi.2
Tugas utama advokat antara lain membela kepentingan klien yang terkena masalah
hukum, melindungi kepentingan klien pada saat berlangsungnya proses peradilan. Sebagai
penasihat hukum/pendamping klien yang berjasa kepada klien, seharusnya advokat itu
melindungi kliennya, hal ini diatur dalam pasal 4 Kode Etik Advokat Indonesia dan pasal
19 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pada kenyataannya saat ini
yang sering terjadi adalah sebaliknya, advokat menjalankan provesinya tidak berdasarkan
norma atau aturan dari kode etik itu sendiri. Advokat yang berpraktek di Indonesia bukan
karena kepentingan kliennya saja, tetapi demi kepentingan pribadi advokat itu sendiri tanpa
1
Frans Hendra Winarta, 2003, “Pembahasan RUU Advokat dan Agenda Perbaikan Profesi Advokat”, hlm 5
2
Ibid, hlm 73
memikirkan kewajiban sebagai advokat yang seharusnya menjamin hak dan kewajiban
kliennya tetap terlaksana dengan baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kode etik advokat ?
2. Apa instrumen-instrumen kode etik Advokat?
3. Bagaiman etika hubungan advokat dengan kliennya?
4. Bagaimana penegakan kode etik advokat dalam mendampingi kliennya?
5. Apa kelemahan kode etik advokat?
BAB II
PEMBAHASAN
Kode etik advokat dapat juga disebut sebagai etika profesi advokat. Dalam Istilah Etika
berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan,
sikap dll.
Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada beberapa pengertian yang dapat
dipakai untuk kata Etika, antara lain :
a. Etika sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi
seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak (untuk mengatur tingkah
lakunya).
b. Etika sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral.
c. Etika sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang diterima dalam suatu
masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara sistematis dan metodis.
3
Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, “Advokat Dalam Perspektif Islam Dan Hukum Positif”, hlm 88
4
Moralitas Shidarta, “profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berfikir”, hlm 185.
Dengan demikian kode etik advokat, diartikan sebagai pengaturan tentang perilaku
anggota-anggota, baik dalam interaksi sesama anggota atau rekan anggota organisasi
advokat lainnya maupun dalam kaitannya di muka pengadilan, baik beracara di dalam
maupun diluar pengadilan.5
Profesi advokat tidak bisa dilepaskan dari Kode Etik (Code of conduct) yang memiliki
nilai dan moral di dalamnya. Kode Etik Advokat ini berguna untuk mencegah
kemungkinan adanya terjadi konflik antara sesama profesi Advokat. Kode etik Advokat
merupakan kaidah yang telah ditetapkan untuk dijadikan pedoman oleh Advokat dalam
berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi Advokat dimata masyarakat.
Berkaitan dengan UU Advokat No. 18 tahun 2003 maka disusun Kode Etik Advokat
Indonesia, hal ini bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat
(Pasal 26 Bab IX ayat 1);
UU tersebut juga mengatur bagaimana seorang Advokat wajib tunduk dan mematuhi
kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat
(ayat 2); Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada :
Pada dasarnya, Kode Etik Advokat dan Undang-Undang Advokat mengatur tentang
hubungan Advokat dengan Klien dan Hubungan Advokat dengan teman sejawat.
Hubungan antara Advokat dengan klien diatur di dalam Pasal 4 Kode Etik Advokat, yaitu:7
5
Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, “Advokat Dalam Perspektif Islam Dan Hukum Positif”, hlm 88.
6
Undang-Undang Tentang Advokat, UU No.18 Tahun 2003. Kode Etik Advokat Indonesia
7
Sumaryono,E. Etika Profesi Hukum dan Norma-Norma Bagi Penegak Hukum. Yogyakarta: PT.Kanisius hlm 33
b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien
mengenai perkara yang sedang diurusnya.
c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang
ditanganinya akan menang.
d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan
kemampuan klien.
e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f. Advokat dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus memberikan perhatian yang
sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada
dasar hukumnya.
h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh
klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya
hubungan antara advokat dan klien itu.
i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat
yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat
menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang
bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf (a).
j. Advokat mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus
mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut,
apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan
kerugian kepentingan klien.
Adapun hubungan antar Advokat dengan Teman Sejawat, diatur di dalam Pasal 5 Kode
Etik Advokat, yaitu:8
8
Sumaryono,E. Etika Profesi Hukum dan Norma-Norma Bagi Penegak Hukum. Yogyakarta: PT.Kanisius hlm 41
b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berpapasan satu sama lain
dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak
sopan baik secara lisan maupun tertulis.
c. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan
dengan kode etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk
diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan. Melalui media massa atau cara
lain.
d. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman
sejawat.
e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat
menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada
Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi
kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat semula.
f. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat baru,
maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan
yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi
Advokat terhadap klien tersebut.
Penegakan kode etik bagi profesi advokat dijalankan oleh suatu badan dalam organisasi
yang disebut dengan Dewan Kehormatan dari masing-masing organisasi advokat. Hal ini
terjadi begitu kode etik bersama KKAI disepakati, langkah terobosan terhadap prosedur
penegakan kode etik yang selama ini mandeg mulai diupayakan, yaitu dengan
pembentukan Dewan Kehormatan bersama, sebagai dasar hukumnya, tertuang dalam Pasal
33 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003, sebagai berikut :
“kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokasi Indonesia (AAI),
Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia
(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultasi Hukum Indonsia (AKHI),
dan Himpunan Konsultasi Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002
dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-Undang
ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat”9
Sama halnya dengan penegakan hukum adalah penengakan kode etik. Penegakan kode
etik adalah usaha melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaan
supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang
dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Kode etik adalah bagian dari hukum positif, maka
norma-norma penegakan hukum Undang-Undang juga berlaku pada penegakan kode etik.10
Beberapa pelanggaran kode etik yang sering dilakukan oleh advokat antara lain :
a. Berkaitan dengan persaingan yang tidak sehat antar sesama advokat seperti
berebut klien, memasang iklan, menjelek-jelekkan advokat lain, intimidasi
terhadap teman sejawat.
b. Berkaitan dengan kualitas pelayanan terhadap klien, menjanjikan kemenangan
terhadap klien, menelantarkan klien, mendiskriminasikan klien berdasarkan
bayaran, dan lain sebagainya.
c. Melakukan praktek curang seperti menggunakan data palsu, kolusi dengan
pegawai pengadilan dan lain-lain.
Pelaksanaan penegakan kode etik advokat dalam mendampingi klien dapat dilihat
dalam pasal 9 Kode Etik Advokat Indonesia yang menyebutkan bahwa setiap advokat wajib
tunduk dan patuh terhadap Kode Etik Advokat, dan pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik
Advokat ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan.
Dalam kode etik advokat Indonesia Pasal 16 memuat pengaturan mengenai sanksi-
sanksi yang dapat diberikan kepada advokat yang melanggar kode etik, yaitu anatra lain
berupa teguran, peringatan, perigatan keras, pemberentian sementara waktu tertentu,
pemberhentian selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Masing-
masing sanksi ditentukan ditentuksn oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh
9
Sartono & Bhekti Suryani, 2013, “Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Advokat”, hlm 105
10
Abdul kadir muhammad, dalam Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm 120
atvokat dan sifat pengulangan pelanggarannya. Advokat yang menyimpang atau melakukan
pelanggaran kode etik dapat diproses melalui peradilan profesi oleh Dewan Kehormatan.
Semua yang tergambar didalam kode etik advokat adalah prilaku yang baik, tetapi di
balik semua itu terdapat kelemahan-kelemahan, sebagai berikut:
- Idealisme yang terkandung dalam kode etik advokat tidak sejalandengan fakta yang
terjadi di sekitar, sehingga harapan sangat jauh dari kenyataan.(Prof. Abdulkadir
Muhammad,S.H)
- Kode etik advokat merupakan himpunan norma moral yang tidakdilengkapi dengan
sanksi keras karena keberlakuannya semata-mataberdasarkan kesadaran.
- Tidak berfungsinya Dewan Kehormatan advokat yang diatur dalampasal 10 kode etik
advokat Indinesia(KEAI) dan pasal 26-27 UU No.18 tahun 2003 tentang advokat, tidak
akan efektif baik di pusat maupun daerah karena sangat diragukan ada pihak yang
melaporkan advokat yang telah melanggar kode etik.
- Budaya advokat di Indonesia bisa disebut juga sebagai budaya Solidaritas Korps yang
bermakna luas sebagai semangat untuk membela kelompok atau korpnya. Hal-hal
diatas inilah yang bisa menjadi sebuah alasan mengapa kode etik advokat tidak berjalan
sebagaimana mestinya.11
Dilihat dari sudut pandang lain, kelemahan substansi kode etik bukan berasal dari tidak
adanya sanksi, tetapi lebih pada ketidakmampuan norma-norma dalam kode etik tersebut
untuk menimbulkan kepatuhan pada para advokat anggotanya. Bahkan dalam kode etik
sebenarnya ada bagian khusus yang memuat pengaturan mengenai sanksi-sanksi yang
dapat diberikan kepada advokat yang melanggar kode etik, yaitu antara lain berupa teguran,
peringatan, perigatan keras, pemberentian sementara waktu tertentu, pemberhentian
selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Masing-masing sanksi
ditentukan oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh atvokat dan sifat
pengulangan pelanggarannya.
11
Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro, S.H., M.H., Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, 2003 hlm 59
BAB III
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan oleh penulis, maka penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa : penegakan kode etik advokat adalah isu yang menjadi sorotan dari banyak
advokat dan seluruh elemen penegakan hukum Indonesia. Penegakan kode etik diartikan
sebagai kemampuan kemampuan komunitas advokat dan organisasinya untuk memaksakan
kepatuhan atas ketentuan-ketentuan etik bagi anggotanya, memproses dugaan terjadinya
pelanggaran kode etik dan menindak anggota yang melanggar ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam kode etik.
Pelaksanaan penegakan kode etik advokat dalam mendampingi klien dapat dilihat
dalam pasal 9 Kode Etik Advokat Indonesia yang menyebutkan bahwa setiap advokat wajib
tunduk dan patuh terhadap Kode Etik Advokat, dan pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik
Advokat ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan.
Dalam kode etik advokat Indonesia Pasal 16 memuat pengaturan mengenai sanksi-
sanksi yang dapat diberikan kepada advokat yang melanggar kode etik, yaitu anatra lain
berupa teguran, peringatan, perigatan keras, pemberentian sementara waktu tertentu,
pemberhentian selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Masing-
masing sanksi ditentukan ditentuksn oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh
atvokat dan sifat pengulangan pelanggarannya. Advokat yang menyimpang atau melakukan
pelanggaran kode etik dapat diproses melalui peradilan profesi oleh Dewan Kehormatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul kadir muhammad, dalam Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2006.
Frans Hendra Winarta, 2003, “Pembahasan RUU Advokat dan Agenda Perbaikan
Profesi Advokat”.
Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro, S.H., M.H., Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka
Ilmu, 2003.
Rosyadi, Rahmat dan Sri Hartini. Advokat Dalam Perspektif Islam Dan Hukum
Positif (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003).