Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
retina yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina
Biasanya ablasio retina terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi meningkat
30 – 40 %. Traumatik ablasio retina lebih sering terjadi pada orang muda, dan
ablasio retina akibat miopia yang tinggi biasa terjadi pada usia 25-45 tahun,
dan laki-laki memiliki resiko mengalami ablasio retina lebih besar dari
perempuan.2
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina
tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia
lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D)
1
komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan
B. Tujuan Penulisan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan, multi
lapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan badan siliaris dan
berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5
garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan
Bruch, koroid dan sklera. Sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen
retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang
terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina
3
dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga membatasi
Hal ini berlawanan dengan ruang sub koroid yang dapat terbentuk antara
koroid dan sklera yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid
meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan -
lapisan epitel permukaan dalam badan siliaris dan permukaan posterior iris
berikut:2-6
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu
lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti
di basal. Daerah basal sel melekat erat membrane Bruch dari koroid.
4
(fovea) dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, terdiri dari inti batang dan kerucut.
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, makrin dan sel horizonta.
8. Lapisan sel ganglion, mengandung sel badan sel ganglion (urutan kedua
neuronvisual pathway).
9. Lapisan serat saraf, mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
5
10. Membrana limitans interna, lapisan paling dalam dan memisahkan retina
dari vitreous. Terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang
yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam,
epitel pigmen retina dibawahnya.1 Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membrane Bruch. Normalnya, antara sel kerucut dan sel
batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau
pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang koroid atau sel pigmen
6
koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang
menetap. Ada tiga klasifikasi ablasio retina yaitu ablasi retina regmatogenosa,
retina adalah miopia, afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari
retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda dan
miopia terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun. Meskipun tidak ada
Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan
trauma okuli. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki
7
dan 40% perempuan.9 Ablasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-
penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.9
dimana ablasi terjadi karena adanya robekan pada retina sehingga cairan
robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen
epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair
(fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke
epitel pigmen koroid. Ablasi ini terjadi pada mata yang mempunyai faktor
pencetus untuk terjadinya ablasi retina pada mata yang berpotensi. Mata
yang berpotensi untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia
perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia terjadi pada tahun pertama.
8
Terdapat juga pre-evaluasi untuk menilai derajat atau luas robekan yang
Rule 1 Rule 2
Rule 3 Rule 4
Gambar 4. Derajat Luas Robekan pada Ablasio Retina.
5
Gambar 5. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear.
7
9
2. Ablasio Retina Sekunder (Ablasio Non-Regmatogenosa)
intraokuler.1,2,3
10
5) Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul
Gambar 6. Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase Ca payudara. 6
jaringan parut pada korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca
11
infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio
retina regmatogensa.1,2,3
PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di
traksi.1,2,3,6
12
Terjadinya robekan retina disebabkan ketidakseimbangan dari gaya.
pigmen retina, juga terdapat gaya lain yang mencetuskan robekan. Ablasio
tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. Selain
sehingga memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi. Kemudian, pompa pada
sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang subretina
perlekatan retina.11
dari badan vitreus yang akan berkembang menjadi suatu lubang pada korteks
vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan synchytic dari tengah badan
vitreus posterior dari lapisan sensori retina. Badan vitreus lainnya kolaps ke
inferior dan ruang retrohialoid terisi oleh cairan synchitic. Proses ini
13
dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse atau dikenal dengan
Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD
(posterior vitreal detachment). Hal ini tergantung dari kekuatan dan lebarnya
dengan perdarahan vitreus sebagai hasil dari ruptur pembuluh darah retina
perifer.12
sebagai hasil dari stimulasi mekanik pada retina. Hal ini diinduksi oleh
gerakan bola mata dan lebih jelas pada keadaan gelap. Sekitar 60 % pasien
14
mengalami fotopsia. Ketika retina robek, darah dan sel epitel pigmen retina
dapat masuk ke badan vitreus dan terlihat sebagai floaters, yaitu keopakan/
bayangan gelap pada vitreus.6 Kedua gejala tersebut merupakan hal yang
penglihatan mulai dari perifer dan akan progresif ke sentral. Hal tersebut
mungkin dikarenakan keterlibatan fovea. Selain itu juga dapat terjadi karena
pupil aferen (Marcus Gunn pupil), tekanan intraokular yang menurun, iritis
ringan, adanya gambaran tobacco dust atau Schaffer sign, robekan retina pada
robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina
1. Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah:
15
a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena
sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada
yang berat.1,3,6
terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka
akan berkembang menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi
sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa
dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang
16
berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell
2. Pemeriksaan oftalmoskopi
Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antar
lain :
a. Pemeriksaan visus
lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat
c. Pemeriksaan funduskopi
terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus. Satu robekan pada retina
17
terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid
dibawahnya. 1,3,6
3. Pemeriksaan penunjang
progresif, dengan
Perluasan ablasi Meluas dari oral ke Tidak meluas menuju Tergantung volume
18
Pergerakan retina Bergelombang atau Retina tegang, batas Smoothly elevated
pembatas, makrosis
retina
yang robek
Cairan sub retinal Jernih Jernih atau tidak ada Dapat keruh dan
cepat tergantung
pada perubahan
posisi kepala
terblok apabila
19
ditemukan lesi
pigmen koroid
traction retinoblastoma,
hemangioma koroid,
makulopati eksudatif
senilis, ablasi
eksudatif post
cryotherapi atau
dyathermi.
adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks
1. Medikamentosa
20
terpi imunosupresif sangat disarankan untuk konsultasi dengan ahli
diberikan antibiotik.16
2. Bedah
subretinal.
a. Scleral buckling
21
meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan
biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan
Gambar 10. Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan
22
Gambar 11. Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat
b. Retinopeksi pneumatik
Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus.
rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan
hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan
23
Gambar 12. Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas
c. Vitrektomi
24
Gambar 13. Vitrektomi. 7
melibatkan makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik,
tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula
dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula
kemungkinan 50 %.3
faktor seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak
25
progresif, dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya
diri ke dokter mata jika terdapat gejala kecurigaan adanya suatu PVD. Dengan
mendeteksi awal adanya tear pada retina, pasien dapat diterapi dengan laser
Selain itu pada kelompok individu yang memiliki faktor risiko terjadinya
26
BAB III
KESIMPULAN
1. Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang
4. Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan tajam
penglihatan.
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi, karena
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran
4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC;
http//emedicine.medscape.com/article/1226426
10. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p.
117-7
28
11. Schwartz SG, Mieler WF. Management of Primary Rhegmatogenous Retinal
http://www.medscape.com/viewarticle/496835_6.
12. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth Heinemann;
1999. p. 353-94
13. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal
April 1 [cited on 2007 August 29]; vol. 69, no. 7. Available from URL:
http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html.
Management. [series online] [cited on 2007 August 29]. Available from URL:
http://www.revoptom.com/HANDBOOK/SECT5R.HTM.
http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm.
29