Vous êtes sur la page 1sur 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan

retina yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina

dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi

dan ablasio serosa atau hemoragik.1

Prevalensi ablasio retina didunia adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi.

Biasanya ablasio retina terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi meningkat

pada beberapa keadaan seperti Miopi tinggi, Afakia/pseudofakia dan trauma. 1

Pada penderita –penderita ablasio retina ditemukan adanya Miopia sebesar

55%, lattice degenerasi 20 – 30 %, trauma 10-20 % dan Afakia/pseudofakia

30 – 40 %. Traumatik ablasio retina lebih sering terjadi pada orang muda, dan

ablasio retina akibat miopia yang tinggi biasa terjadi pada usia 25-45 tahun,

dan laki-laki memiliki resiko mengalami ablasio retina lebih besar dari

perempuan.2

Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina

regmatogenosa. Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina

1 dalam 15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per

tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia

lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D)

memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%,

1
komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan

angka kejadian ablasio hingga 10%.3

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui tentang ablasio retina dan penanganannya.

2. Memenuhi tugas kelompok dari kepaniteraan klinik di SMF Ilmu

Kesehatan Mata RSUD Dr. Mohammad Saleh, Probolinggo.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Retina

Gambar 1. Anatomi Retina dari Samping. 3

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan, multi

lapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan badan siliaris dan

berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5

mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang

garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan

lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrane

Bruch, koroid dan sklera. Sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen

retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang

terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina

3
dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga membatasi

perluasan cairan subretina pada ablasio retina.

Hal ini berlawanan dengan ruang sub koroid yang dapat terbentuk antara

koroid dan sklera yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid

meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan -

lapisan epitel permukaan dalam badan siliaris dan permukaan posterior iris

merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina.

Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai

berikut:2-6

1. Epitelium pigmen retina

Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu

lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti

di basal. Daerah basal sel melekat erat membrane Bruch dari koroid.

Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan pada

proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk fagositosis

segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan

sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.

2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah

rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh

jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor

tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di pusat makula

4
(fovea) dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen

fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin.

Sel kerucut mengandung tiga pigmen yang belum dikenali

sepenuhnya yang disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar

kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel

kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel

kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan

panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan

malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat

beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu

senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang

3. Membrana limitans eksterna

4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, terdiri dari inti batang dan kerucut.

5. Lapisan pleksiformis luar, mengandung sambungan – sambungan sel

bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.

6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, makrin dan sel horizonta.

7. Lapisan pleksiformis dalam, mengandung sambungan-sambungan sel

ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.

8. Lapisan sel ganglion, mengandung sel badan sel ganglion (urutan kedua

neuronvisual pathway).

9. Lapisan serat saraf, mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan

menuju ke nervus optikus.

5
10. Membrana limitans interna, lapisan paling dalam dan memisahkan retina

dari vitreous. Terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang

Muller dan dasarnya adalah dasar membran.

Gambar 2. Lapisan Retina. 3

B. Definisi Ablasio Retina

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik,

yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam,

epitel pigmen retina dibawahnya.1 Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih

melekat erat dengan membrane Bruch. Normalnya, antara sel kerucut dan sel

batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau

pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas

secara embriologis. 2,3,4

Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang koroid atau sel pigmen

epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah

6
koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang

menetap. Ada tiga klasifikasi ablasio retina yaitu ablasi retina regmatogenosa,

ablasi retina eksudatif, ablasiretina traksi (tarikan).2

Gambar 3. Ablasio Retina. 5

C. Epidemologi Ablasio Retin

Penyebab paling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio

retina adalah miopia, afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari

semua pasien dengan ablasio memiliki miopia, 30-40% mengalami

pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli. Ablasio

retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda dan

miopia terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun. Meskipun tidak ada

penelitian yang menunjukkan terjadinya ablasio retina yang berhubungan

dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping) tetapi

olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio retina.2,8,9

Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan

trauma okuli. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki

7
dan 40% perempuan.9 Ablasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-

70 tahun. Namun, cedera paintball pada anak-anak dan remaja merupakan

penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.9

D. Klasifikasi Ablasio Retina

1. Ablasio Retina Primer (Ablasio Regmatogenosa)

Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang

berarti diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa

dimana ablasi terjadi karena adanya robekan pada retina sehingga cairan

masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Ablasio

regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan

korpus vitreum posterior.2

Pada ablasi retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi akibat adanya

robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen

epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair

(fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke

rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis

epitel pigmen koroid. Ablasi ini terjadi pada mata yang mempunyai faktor

predisposisi untuk terjadi ablasi retina. Trauma hanya merupakan faktor

pencetus untuk terjadinya ablasi retina pada mata yang berpotensi. Mata

yang berpotensi untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia

tinggi, pasca retinitis dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian

perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia terjadi pada tahun pertama.

8
Terdapat juga pre-evaluasi untuk menilai derajat atau luas robekan yang

terjadi pada ablsio retina regmatogenosa (ARR) yaitu Lincoff Rules.5

Rule 1 Rule 2

Rule 3 Rule 4
Gambar 4. Derajat Luas Robekan pada Ablasio Retina.
5

Gambar 5. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear.
7

9
2. Ablasio Retina Sekunder (Ablasio Non-Regmatogenosa)

a. Ablasio retina eksudatif

Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan

eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina.

Penimbunan cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari

pembuluh retina dan koroid. Penyebab Ablasio retina eksudatif dibagi

menjadi dua yaitu penyakit sistemik yang meliputi Toksemia

gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit

mata meliputi akibat inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita),

akibat penyakit vascular (central serous retinophaty, and axudative

retinophaty of coats), akibat neoplasma (malignant neoplasma koroid

dan retinoblastoma), akibat perforasi bola mata pada operasi

intraokuler.1,2,3

Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3

1) Tidak adanya photopsia, lubang/air mata, lipatan dan undulations.

2) Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor

biasanya bulat dan tetap, bisa menunjukkan gangguan pigmen.

3) Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat

adanya neovaskularisasi di puncak tumor.

4) Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah

dengan gravitas adalah ciri khas dari detasemen retina eksudatif.

10
5) Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul

transparan sedangkan ablasio padat.

Gambar 6. Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase Ca payudara. 6

Gambar 7. Ablasio retina tipe non regmatogenosa. 7

b. Ablasio retina traksi

Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan

jaringan parut pada korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca

terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus

proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau

11
infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio

retina regmatogensa.1,2,3

Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan

membuat retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan

terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan

pada tipe Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi

kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada

PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di

dalam maupun di luar retina pada badan vitreus akan membentuk

membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan menyebabkan

retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan

terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi ablasio retina

traksi.1,2,3,6

Gambar 8. Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati. 6

E. Patofisiologi Ablasio Reina

12
Terjadinya robekan retina disebabkan ketidakseimbangan dari gaya.

Terdapat gaya yang mempertahankan perlekatan retina dengan sel epitel

pigmen retina, juga terdapat gaya lain yang mencetuskan robekan. Ablasio

retina regmatogenosa terjadi ketika gaya yang mencetuskan lepasnya

perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan retina.

Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina, antara lain tekanan

hidrostatik, tekanan onkotik, dan transpor aktif. Tekanan intraokular memiliki

tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. Selain

itu, koroid mengandung substansi yang lebih dissolved dibandingkan vitreus

sehingga memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi. Kemudian, pompa pada

sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang subretina

ke koroid. Hasil dari aktivitas ketiga hal tersebut yang mempertahankan

perlekatan retina.11

Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik

vitreoretina dan adanya kelemahan di retina perifer dengan predisposisi

degenerasi. Pada traksi vitreoretina dinamik terjadi synchysis, yaitu likuefaksi

dari badan vitreus yang akan berkembang menjadi suatu lubang pada korteks

vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan synchytic dari tengah badan

vitreus masuk melalui lubang tersebut ke ruang retrohialoid yang baru

terbentuk. Proses ini mengakibatkan terlepasnya secara paksa permukaan

vitreus posterior dari lapisan sensori retina. Badan vitreus lainnya kolaps ke

inferior dan ruang retrohialoid terisi oleh cairan synchitic. Proses ini

13
dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse atau dikenal dengan

acute PVD henceforth.

Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD

(posterior vitreal detachment). Hal ini tergantung dari kekuatan dan lebarnya

sisa adhesi vitreoretina. Robekan yang disebabkan oleh PVD cenderung

berbentuk seperti huruf U, berlokasi di superior fundus dan sering berhubungan

dengan perdarahan vitreus sebagai hasil dari ruptur pembuluh darah retina

perifer.12

Gambar 9. Patofisiologi ablasio retina.12

F. Gejala Klinis Ablasio Retina

Gejala yang sering ditemukan adalah fotopsia. Fotopsia ini terjadi

sebagai hasil dari stimulasi mekanik pada retina. Hal ini diinduksi oleh

gerakan bola mata dan lebih jelas pada keadaan gelap. Sekitar 60 % pasien

14
mengalami fotopsia. Ketika retina robek, darah dan sel epitel pigmen retina

dapat masuk ke badan vitreus dan terlihat sebagai floaters, yaitu keopakan/

bayangan gelap pada vitreus.6 Kedua gejala tersebut merupakan hal yang

sering dikeluhkan oleh pasien.

Setelah beberapa waktu tertentu, pasien menyadari adanya defek lapang

penglihatan mulai dari perifer dan akan progresif ke sentral. Hal tersebut

digambarkan pasien sebagai black curtain. Kuadran dari defek membantu

dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya penglihatan sentral

mungkin dikarenakan keterlibatan fovea. Selain itu juga dapat terjadi karena

tertutupnya oleh bulosa yang besar di depan makula.

Pada pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan adanya defek relatif

pupil aferen (Marcus Gunn pupil), tekanan intraokular yang menurun, iritis

ringan, adanya gambaran tobacco dust atau Schaffer sign, robekan retina pada

funduskopi.7 Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat

berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya

robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina

yang terlepas bergoyang.6

G. Diagnosis Ablasio Retina

Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

oftalmologi dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah:

15
a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena

adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang

lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.1,2,3

b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di

sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam

keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.3

c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya

sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada

keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan

yang berat.1,3,6

Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative

terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka

akan berkembang menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi

sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa

sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika kerusakannya sudah

parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba – tiba awan

gelap atau kerudung didepan mata.2,3

Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang

menyebakan teradi ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat

pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus

alienum inoukler, riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan

vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga

dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang

16
berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell

leukimia, eklamsia, dan prematuritas).1,2,3

2. Pemeriksaan oftalmoskopi

Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antar

lain :

a. Pemeriksaan visus

Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula

lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat

sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula

lutea ikut terangkat. 1,2,

b. Tekanan intraokuler, biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,3

c. Pemeriksaan funduskopi

Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosa ablasio retina

dengan menggunakan oftalmoskop indirek binokuler. Pada

pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai

membran abu – abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler

koroid. Jika terdapat akumulasi cairan pada ruang subretina,

didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak.

Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap,

berkelok – kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang

terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus. Satu robekan pada retina

17
terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid

dibawahnya. 1,3,6

3. Pemeriksaan penunjang

a. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.3

b. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis.

Khas pada pasien dengan gejala berkabut terutama pada katarak.3

Tabel 1. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina. 1

Regmatogenus Traksi Eksudatif

Riwayat penyakit Afakia, myopia, Diabetes, Factor-faktor

trauma tumpul, premature,trauma sistemik seperti

photopsia, floaters, tembus, penyakit sel hipertensi maligna,

gangguan lapangan sabit, oklusi vena. eklampsia, gagal

pandang yang ginjal.

progresif, dengan

keadaan umum baik.

Kerusakan retina Terjadi pada 90-95 Kerusakan primer Tidak ada

% kasus tidak ada

Perluasan ablasi Meluas dari oral ke Tidak meluas menuju Tergantung volume

discus, batas dan ora, dapat sentral atau dan gravitasi,

permukaan cembung perifer perluasan menuju

tergantung gravitasi oral bervariasi, dapat

sentral atau perifer

18
Pergerakan retina Bergelombang atau Retina tegang, batas Smoothly elevated

terlipat dan permukaan bullae, biasanya

cekung, Meningkat tanpa lipatan

pada titik tarikan

Bukti kronis Terdapat garis Garis pembatas Tidak ada

pembatas, makrosis

intra retinal, atropik

retina

Pigmen pada Terlihat pada 70 % Terlihat pada kasus Tidak ada

vitreous kasus trauma

Perubahan vitreous Sineretik, PVD, Penarikan vitreoretinal Tidak ada, kecuali

tarikan pada lapisan pada uveitis

yang robek

Cairan sub retinal Jernih Jernih atau tidak ada Dapat keruh dan

perpindahan berpindah secara

cepat tergantung

pada perubahan

posisi kepala

Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada

Tekanan intraocular Rendah Normal Bervariasi

Transluminasi Normal Normal Transluminasi

terblok apabila

19
ditemukan lesi

pigmen koroid

Keaadan yang Robeknya retina Retinopati diabetikum Uveitis, metastasis

menyebabkan proliferative, post tumor, melanoma

ablasio traumatis vitreous maligna,

traction retinoblastoma,

hemangioma koroid,

makulopati eksudatif

senilis, ablasi

eksudatif post

cryotherapi atau

dyathermi.

H. Penatalaksanaan Ablasio Retina

Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki

semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan

adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks

cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke

dalam ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.2,3

1. Medikamentosa

Tatalaksana medis pada ablasio retina eksudatif harus diberikan

sesuai dengan kondisi yang mendasari. Pada awal pengobatan

konsultasikan pasien dengan spesialis vitreoretinal. Bila akan memberikan

20
terpi imunosupresif sangat disarankan untuk konsultasi dengan ahli

imunologi atau reumatologi.

Pada kondisi inflamasi seperti skleritis harus diberikan obat anti

inflamasi. Tumor harus ditangani sesuai jenisnya. Terapi radiasi eksternal

atau brakiterapi dengan plaque dapat digunakan untuk melanoma koroid.

Lesi metastatik respon terhadap kemoterapi atau terapi radiasi lokal.

Hemangioma koroid respon terhadap fotokoagulasi laser atau brakiterapi

plaque. Retinoblastoma dapat mengecil dengan kemoterapi kemudian

ditatalaksana lokal dengan panas, laser, atau krioterapi. Pada infeksi

diberikan antibiotik.16

2. Bedah

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip

bedah pada ablasio retina yaitu :6

a. Menemukan semua bagian yang terlepas

b. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah

retina yang terlepas.

c. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk

menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah

subretinal.

Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :

a. Scleral buckling

Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina

rematogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur

21
meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan

cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini

biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan

bentuk sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah

robekan retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk

memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen

retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada

robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut.

Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang

secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,6

Gambar 10. Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan

retina setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi. 9

22
Gambar 11. Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat

kembali dan traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan.9

b. Retinopeksi pneumatik

Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus.

Dengan cara ini, retina akan terlekat kembali. Cryosurgery dilakukan

sebelum atau sesudah injeksi gas atau koagulasi laser dilakukan di

sekitar defek retina setelahperlekatan retina. Metode ini sangat cocok

digunakan pada kondisi ablasio dengansatu robekan retina pada bagian

atas perifer fundus (arah jam 10 hingga jam 2).8

Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering

digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat

robekan tunggal pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan

prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam

rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan

mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan

dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan

hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan

kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus

mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk

meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.3

23
Gambar 12. Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas

fluorokarbon inert disuntikan ke dalam rongga vitreus.9

c. Vitrektomi

Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat

diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi

vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan

membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan

instruyen ingá cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu

dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas

badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan – perleketan.

Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab

ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali

dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang

diperlukan lebih dari satu kali operasi.3

24
Gambar 13. Vitrektomi. 7

I. Prognosis Ablasio Retina

Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum

dan sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah

melibatkan makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik,

tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula

dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula

yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula tersebut.6

Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan

perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post

operasi sekitar 75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8minggu memiliki

kemungkinan 50 %.3

Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina

yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai

level sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberapa

faktor seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak

25
progresif, dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya

perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6

J. Pencegahan Ablasio Retina

Beberapa ablasio retina dapat dicegah. Cara paling efektif untuk

pencegahan tersebut adalah dengan melakukan edukasi untuk memeriksakan

diri ke dokter mata jika terdapat gejala kecurigaan adanya suatu PVD. Dengan

mendeteksi awal adanya tear pada retina, pasien dapat diterapi dengan laser

atau cryotherapy, yang akan mengurangi risiko terjadinya ablasio retina.

Selain itu pada kelompok individu yang memiliki faktor risiko terjadinya

ablasio retina, sebaiknya menghindari aktivitas yang dapat meningkatkan

tekanan pada mata.

26
BAB III

KESIMPULAN

1. Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang

retina dari sel epitel pigmen retina.

2. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun.

3. Faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia, operasi katarak

(afakia, pseudofakia), dan trauma okuler.

4. Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan tajam

penglihatan.

5. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang mengalami ablasio

tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran

vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

6. Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali

lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan

pembedahan. Namun, pada ablasio retina eksudatif juga diberikan terapi

medikamentosa sesuai dengan etiologinya.

7. Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,

diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi, karena

ada degenerasi retina, maka prognosis buruk.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6

2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General

ophthalmology)edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199

3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition. New

Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279.

4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC;

2007. Hal. 470-464

5. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric retina.

2011. Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.

6. Retina. 2011. Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.

7. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-

2008. Singapore: LEO; 2008. p. 9-299

8. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university press:

New York. P.118-119

9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010

[cited 19th June 2012]. Available from :

http//emedicine.medscape.com/article/1226426

10. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p.

117-7

28
11. Schwartz SG, Mieler WF. Management of Primary Rhegmatogenous Retinal

Detachment. Comprehensive Ophtalmology Update. [series online] 2004

[cited on 2007 August 29]; 5(6): 285-294. Available from URL

http://www.medscape.com/viewarticle/496835_6.

12. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth Heinemann;

1999. p. 353-94

13. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal

Detachment. American Academy of Family Physicians. [series online] 2004

April 1 [cited on 2007 August 29]; vol. 69, no. 7. Available from URL:

http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html.

14. Anonim. Retinal Detachment. In: Anonim. Handbook of Ocular Disease

Management. [series online] [cited on 2007 August 29]. Available from URL:

http://www.revoptom.com/HANDBOOK/SECT5R.HTM.

15. Wu L. Retinal Detachment Exudative. [series online] 2007 Agustus2 [cited on

2007 August 2]. Available from URL:

http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm.

29

Vous aimerez peut-être aussi