Vous êtes sur la page 1sur 123

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Negara Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL) merupakan suatu


negara yang masih dalam tahap rekonstruksi di segala bidang, salah satunya
adalah bidang infrastruktur yang masih merupakan perhatian khusus bagi
pemegang tanggung jawab pada semua instansi baik pemerintahan maupun
swasta, untuk itu pemerintahan Timor-Leste mulai membangun Negara ini
dengan meletakkan kerangka pembangunan nasionalnya, yang merupakan
rencana strategi nasional ( National Strategy Plan ) yang mana program
pembangunan fisik menjadi prioritas utama,upaya penyediaan sarana dan
prasarana infrastruktur bangsa,yang pada realisasinya pembangunan sarana
transportasi seperti jembatan beton bertulang. Seiring dengan meningkatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu, dunia
transportasi mengalami kemajuan begitu pesat. Mulai dari sarana dan prasarana
sampai dengan jumlah frekuensi kegiatan yang meningkat. Baik pada
transportasi darat, laut, maupun udara, berusaha untuk memberikan pelayanan
yang terbaik. Salah satu yang ditempuh adalah memberikan pelayanan yang
maksimal kepada pengguna jasa transportasi. Untuk mendukung hal tersebut
perlu mengoptimalkan sarana dan prasarana transportasi tersebut demi
kepentingan roda perekonomi bangsa dari daerah produktif ke kota dan
sebaliknya dari kota ke pedesaan, karena transportasi darat sudah merupakan
sasaran utama program pembangunan nasional timor leste yang sedang
ditunggu oleh masyarakat bahwa salah satu prasarana yang paling penting
adalah jalan raya.

1
Untuk dapat meningkatkan pelayanan pada transportasi darat khususnya
jalan raya yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum (Obras Publico Timor
Leste), telah banyak melakukan berbagai usaha dan evaluasi guna dengan cara
memperbaiki dan membangun prasarana baru.

Prasarana tersebut berupa jalan, jembatan, terminal, rambu-rambu lalu


lintas dan lain sebagainya. Tapi muncul kendala yang diakibatkan oleh alam
berupa sungai dan jurang. Untuk mengatasi kendala tersebut maka dibangun
jembatan. Jembatan yang dibangun tersebut diharapkan mampu melewatkan
transportasi jalan raya dengan cepat, aman dan nyaman.

Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini kondisi jembatan
merupakan suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan atau
menghubungkan jalan melalui suatu rintangan, Jembatan sungai Nunudere
merupakan sarana penghubung jalur lalu-lintas antara Sub-Distrito Baguia
dengan Sub-Distrito Uatucarbau, sudah beberapa tahun di sungai tersebut tidak
ada Jembatan dan tidak dapat melayani masyarakat dan kendaraan setempat
pada musim hujan ketika terjadi banjir sehingga sangat mengakibatkan
ketidaklancaran jalur lalu-lintas yang di pergunakan, sehingga dapat membawa
dampak negatif yang cukup besar untuk roda perekonomian bagi kehidupan
masyarakat.

Mengingat kedepan, dan relasi dengan program pemerintahan Timor


Leste volume kendaraan yang akan meningkat di daerah tersebut, sebagai
sumber daya manusia yang siap dipakai ingin melakukan usaha untuk
peningkatan kapasitas pemikulan dan daya layan jembatan dengan
“Perencanaan Gelagar Jembatan Beton Bertulang di Mota Nunudere Sub-
Distrito Baguia, Distrito Baucau”. Perencanaan ini dianggap dapat dilihat
pada batas layan, kapasitas pikul dalam merespon getaran akibat beban
lalulintas kendaraan, dan praktis dalam pelaksanaan.

2
1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan
1.2.1. Maksud Penulisan

Maksud dari penyusunan tugas akhir ini adalah mangaplikasikan materi


perkuliahan disiplin ilmu rekayasa sipil dengan kondisi sebenarnya dilapangan
dalam bentuk perencanaan atau analisis jembatan, sebab pemahaman teori yang
didapat dibangku perkuliahan akan sulit dicapai apabila tidak ditunjang dengan
studi dilapangan, dan juga teori yang didapat dalam perkuliahan belum tentu
dapat disesuaikan langsung dalam pelaksanaan dilapangan. Dan dimaksudkan
juga untuk memenuhi syarat akademik Program studi Diploma (D-3) di Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik, Ilmu dan teknologi, Universitas Nasional Timor
Lorosae sebagai akhir nyata masa jenjang pendidikan.

1.2.2. Tujuan Penulisan

Secara akademis penulisan tugas akhir ini mempunyai tujuan :

 Untuk mewujudkan secara nyata penerapan mata kuliah Teknik Sipil secara
terpadu, terencana, ilmiah dan sistematis.
 Mengembangkan kreativitas dan kemampuan gagasan untuk perencanaan
komponen struktur jembatan.
 Merencanakan gelagar Jembatan di Mota Nunudere, pada ruas jalan Baguia -
Uatucarbau, dengann umur rencana 50 tahun dimana bagian atas struktur
jembatan berdasarkan standar yang diberlakukan oleh Dinas Pekerjaan
Umum bidang Jalan dan Jembatan.

3
1.3. Perumusan masalah dan ruang lingkup Pembahasan.
1.3.1. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran serta yang diuraikan pada latar belakang, maka penulis
ingin merumuskan masalahnya bagaimana bisa menganalisa gelagar jembatan
beton bertulang di mota nunudere yang sudah beberapa tahun sungai tersebut
tidak ada jembatan.

1.3.2. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis ingin membatasi permasalahan


yang akan di bahas, yaitu hanya pada perencanaan dan perhitungan struktur atas
jembatan pada Lantai Kendaraan, balok gelagar beton bertulang, yaitu pada;

a. Perhitungan trotoar.

b. Perhitungan lantai jembatan, Kontrol Tegangan Geser Pons dan kontrol


lendutan.

c. Perhitungan gelagar jembatan,kontrol kapasitas momen dan lendutan.

4
1.4. Flow chart/ diagram aliran perencanaan jembatan

Start

Study lapangan

- pengukuran bentang
Pengumpulan - Data perencanaan
data

Study kepustakaan

Preliminari

- Penentuan dimensi trotoar


- Penentuan dimensi lantai jembatan
- Penentuan dimensi balok gelagar

Perencanaan elemen
bangunan atas

Analisa pembebanan

Kontrol elemen Tidak


ok ok
bangunan atas

finis

5
1.5. Data dan Informasi
Dalam penulisan ini, metode penulisan berdasarkan atas :

1.5.1. observasi lapangan


Data yang diperoleh setelah penulis berkunjung langsung ke lokasi.

1.5.2. Peta satelit

6
1.5.3. Peta topografi
Lokasi : Di Sub-Distrito Baguia, Mota Nunudere, Distritu Baucau

Baguia

Uatucarbau

Nunudere Bridge

7
1.5.4. Foto Digital

Jembatan ini merupakan sarana penghubung jalur lalu-lintas antara Sub-Distrito


Baguia Distrito Baucau dengan Sub-Distrito Uatucarbau Distrito Viqueque,
Sudah berapa tahun tidak ada jembatan pada sungai tersebut dan tidak dapat
melayani masyarakat dan kendaraan setempat pada musim hujan ketika terjadi
banjir sehingga masyarakat setempat sangat membutuhkan jembatan tersebut.

8
1.5.5. Data Hidrolik.

Menurut data hidrolik yang kami survey di sungai nunudere tersebut,melalui


interview dengan penduduk setempat adalah sebagai berikut:
 Di musim kemarau ketinggian air mencapai 0.5 m
 Di musin hujan ketinggian air mencapai 2.5 m

Dan lebar sungai tersebut adalah 15.57 m

1.5.6. Layout jembatan.

9
1.5.7. Literatur/ kepustakaan
metode ini di gunakan untuk mendapatkan acuan dari buku-buku refrensi.

1.5.8. Informasi Teknologi(website)


Meskipun dengan ketiga metode diatas penulis melihat bahwa penulisan Tugas
Akhir ini sangat tidak cukup mencapai target ketentuan maka dengan itu penulis
mengambil jalan keluar untuk menambah referensi melalui internet, meskipun
dengan itu semua penulis sadar bahwa Tugas akhir ini sangatlah sederhana, oleh
karena itu penulisan memohon dan minta maaf atas segala hal yang salah dalam
penulisan ini.

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mengarah pada permasalahan yang di bahas. Penulis dapat


membuat keteraturan dalam penyusunan adalah sebagai berikut :

a. Bagian Awal meliputi : halaman judul, halaman persetujuan, halaman


pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, daftar lampiran, kata
pengantar, dan daftar isi.
b. Bagian Utama meliputi :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi ; Latar Belakang, Maksud dan tujuan penulisan,


Perumusan masalah dan ruang lingkup pembahasan, diagram
aliran perencanaan jembatan, data dan informasi, Sistematika
Penulisan

10
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi ; pengertian umum jembatan beton,istilah bagian
jembatan,fungsi dan jenis jembatan, kekuatan beton dan
tulangan,keruntuhan lentur, system perencanaan, tinjauan
teknik, beban struktur jembatan, pengaruh temperature, beban
gempa,perhitungan momen tumpuan dalam dan tumpuan luar,
rencana struktur pelat lantai,kombinasi beban dan rancangan
tulangan sengkang.

BAB III PEMBAHASAN

Berisi ; perhitungan trotoar, perhitungan pelat lantai jembatan,


Kontrol Tegangan Geser Pons, Kontrol lendutan, perhitungan
gelagar ,Kontrol momen dan lendutan.

BAB IV PENUTUP

Berisi ; kesimpulan dan saran, daftar pustaka dan lembar


assistensi tugas akhir

Bagian Akhir yang meliputi: Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran

11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Umum

Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan atau


menghubungkan jalan melalui suatu rintangan yang lebih rendah, rintangan
tersebut biasanya jalan (jalan air atau jalan lalu lintas biasa).

Jembatan beton bertulang adalah bangunan jembatan yang strukturnya


menggunakan material beton bertulang khususnya pada bangunan atas (upper
structure). Dalam hal ini, mutu beton menjadi suatu hal yang sangat
penting.mutu beton di pengaruhi oleh antara lain mutu material, mutu alat,
mutu perencanaan (mix desain), mutu proses pengecoran dan mutu
pemeliharaan. Apabila dalam pelaksanaan konstruksi suatu jembatan dengan
kurang memperhatikan hal-hal yang di sebutkan di atas maka konstruksi
jembatan tersebut tidak mencapai kualitas yang maksimum

2.2. Istilah – istilah pada Jembatan dan bagian Jembatan


2.2.1. Istilah – istilah pada jembatan
a. Bangunan Atas
Bagian atas suatu jembatan yang berfungsi melewatkan lalu lintas. Menurut
peraturan SK SNI T15‐1991‐03 bangunan atas terdiri dari:

(Gambar 2.2.1a1. Istilah – istilah pada jembatan)

12
1. Lantai kendaraan

Merupakan bagian dari konstruksi jembatan yang memikul beban akibat


jalur lalu-lintas secara langsung dan kemudian di salurkan kepada konstruksi di
bawahnya. Lantai ini harus di beri saluran yang baik untuk mengalirkan air
hujan dengan cepat. Untuk keperluan ini, maka permukaan jalan harus di beri
kemiringan 2% kearah kiri dan kanan tepi jalan.

2. Trotoar, sandaran dan kerb

Merupakan bagian dari konstruksi jembatan yang ada pada kedua samping
jalur lalu-lintas. Trotoar ini berfungsi sebagai jalur pejalan kaki dari beton
tumbuk. Kerb terdapat pada tepi-tepi lantai kendaran untuk bisa menahan satu
beban horizontal kearah melintang jembatan sebasar 500 kg/m2 yang bekerja
pada puncak kerb yang bersangkutan atau pada tinggi 25 cm. tiang sandaran
pada setiap tepi trotoar harus diperhitungkan untuk dapat menahan beban
horizontal sebesar 100 kg/m2 yang bekerja pada tinggi 90 cm diatas lantai
trotoir.

Gambar 2.2.1.a2. muatan pada trotoar,sandaran,dan kerb

3. Gelagar.

Gelagar jembatan di bagi menjadi dua yaitu gelagar diafragma dan gelagar
memanjang. Gelagar diafragma merupakan gelagar dengan arah melintang

13
yang berfungsi untuk mengikat perkakuan antara gelagar-gelagar
memanjang.dan gelagar memanjang ini merupakan tumpuan pelat lantai
kendaraan dalam arah memanjang.

4. Perletakan andas.

Merupakan tumpuan perletakan atau landasan gelagar pada


abutment.landasan ini terdiri dari landasan roll dan landasan sendi. Landasan
sendi di pakai untuk menahan dan menerima beban vertikal maupun horizontal
dari gelagar memnajang, sedangkan landasan roll di pakai untuk menerima
beban vertikal sekaligus beban getaran.

b. Landasan

Bagian bawah bangunan atas yang berfungsi menyalurkan gaya – gaya reaksi
bangunan atas ke bangunan bawah.

c. Bangunan Bawah

Berfungsi untuk menerima beban dari bangunan atas. Bagian bawah jembatan
terdiri dari:

1. Abutment (Kepala Jembatan)

Merupakan tumpuan dari gelagar jembatan pada bagian ujung beton atau
muatan yang di berikan pada abutment bagian atas. Beban jembatan di
limpahkan ke pondasi bawahnya yang kemudian di teruskan ke tanah.

2. Pondasi

Tipe pondasi di tentukan setelah mengetahui keadaan tanah dasarnya


melalui data-data hasil sondir atau boring yang di pakai. Konstruksi pondasi
harus cukup kokoh atau kuat untuk menerima beban di atasnya atau
melimpahkan pada tanah keras di bawahnya.

14
Selain di tentukan oleh faktor teknis, sistem dan konstruksi pondasi juga di
pilih yang ekonomis dan biaya pembuatan serta pemeliharaannya mudah tanpa
mengurangi kekokohan bangunan konstruksi secara keseluruhan.

3. Pilar

Merupakan tumpuan gelagar yang terletak di antara kedua abutment, di


mana tujuannya untuk membagi kedua bentang jembatan agar di dapatbentang
jembatan yang kecil atau tidak terlalu panjang untuk menghindari adanya
penurunan yang besar pada bangunan atas jembatan.

d. Oprit

Timbunan tanah dibelakang abutment.

e. Bangunan Pengaman

Berfungsi untuk mengamankan jembatan dari pengaruh aliran sungai.

2.2.2. Bagian – bagian Jembatan


Bangunan
Atas
Lantai
Gelagar
Landasan Oprit

Abutment

Bangunan
Bawah
Pondasi

( Sumber : SK SNI T15‐1991‐03)


Gambar 2.2.2. bagian – bagian jembatan

15
2.3. Fungsi dan Jenis Jembatan
2.3.1. Fungsi Jembatan

Secara umum fungsi jembatan jenis apapun sama yaitu bangunan yang
menghubungkan secara fisik untuk keperluan pelayanan transportasi dari
tempat ujung ke ujung lainnya yang terhalang oleh kondisi alam atau bangunan
lain. Secara fisik fungsi jembatan menghubungkan dua tempat yang terhalang
oleh kedua kondisi yaitu :

 kondisi alam seperti :sungai, lembah (di sebut bridge).


 kondisi bangunan atau jalan yang telah ada di sebut (fly over/ viaduct).
problem yang di hadapi dua macam jembatan tersebut berbeda yaitu :
 jembatan (bridge) yaitu arus air atau kedalaman yang dapat menyulitkan
proses pelaksanaan jembatan.
 Jembatan laying (fly over)yaitu fungsi bangunan yang ada di bawahnya tidak
boleh terganggu selama proses pelaksanaan jembatan laying. Oleh karena itu,
di perlukan pengaturan lalu-lintas selama proses pelaksanaan jembatan.

Dalam pelaksanaan jembatan, hambatan utamannya adalah kondisi


fisik alam setempat yang cukup di atasi dengan teknologi.Sedangkan dalam
pelaksanaan jembatan laying hambatan utamannya adalah kondisi fungsi
social setempat yang tidak cukup di atasi dengan teknologi saja, tetapi harus
dengan manajemen yang baik agar tidak merugikan fungsi social yang ada
terutama lalulintas (traffic) yang ada.

2.3.2. Jenis – jenis Jembatan

Untuk melayani tantangan pada waktu terjadi hujan, struktur jembatan


berkembang dengan jenis-jenis desainya yaitu :

16
 Jembatan beton biasa (conventional), dapat melayani bentang yang terbatas
dan tidak terlalu panjang. Dengan ukuran 5 – 10 m
 Jembatan prestressed dapat melayani bentang yang lebih panjang secara lebih
layak. Karena system stressing yang menimbulkan momen sekunder yang
berlayanan.dengan ukuran 15 – 35 m dan 40 – 50 m
 Jembatan lengkung dapat melayani bentang yang lebih panjang di banding
dengan jembatan lurus karena dapat memanfaatkan kekuatan beton yaitu kuat
tekan.dengan ukuran 30 – 70 m
 Jembatan cable-stay atau jembatan gantung, dapat melayani
jembatan(antarpilar) yang sangat panjang karena merupakan kelipatan dari
jarak kabel yang ada.dengan ukuran 100 – 600 m

2.4. Kekuatan Beton dan Tulangan


2.4.1. Kekuatan Beton
Kekuatan pada beton dapat di bedakan menjadi :

2.4.1.1. Kuat tekan

Karena sifat utama pada beton adalah sangat kuat jika menerima beban
tekan, maka mutu beton pada umunya hanya di tinjau pada kuat tekan tersebut.
Sifat yang lain misalnya kuat tarik, ( modulus elastisitas beton ) dapat di
korelasikan terhadap kuat tekan beton. Menurut peraturan beton di Indonesia.(
PBI- 1971 di perbaiki dengan SKSNI-T-15-1991-03 dan SNI 03-2847-2002),
Kuat tekan beton di beri notasi fc’, yaitu kuat tekan silinder beton yang di
syaratkan pada waktu berumur 28 hari. Mutu beton di bedakan atas 3 (tiga)
macam menurut kuat tekannya, yaitu:

 Mutu beton dengan fc’ kurang dari 10 Mpa, di gunakan untuk beton non
struktur. Misalnya kolom praktis, balok praktis.
 Mutu beton dengan fc’ antara 10 Mpa sampai 20 Mpa di gunakan untuk beton
struktur misalnya balok, kolom, maupun pondasi.

17
Mutu beton dengan fc’ sebesar 20 Mpa ke atas di gunakan untuk struktur beton
tahan gempa.1Untuk pengujian kuat tekan beton, benda uji berupa

 silinder beton berdiameter 15 cm dan tingginya 30 cm di tekan denganbeban p


sampai runtuh. Karena ada beban tekan p,maka terjadi tegangan tekan pada
beton

Di mana :

c = tegangan tekan beton , Mpa.

P = besar beban tekan ,N

A = luas penampang beton, mm2

Beban P tersebut juga mengakibatkan bentuk fisik silinder beton


berubah menjadi lebih pendek, sehingga timbul regangan tekan pada beton ( c’)
sebesar perpendekan ( ∆L) Di bagi dengan tinggi awal silinder beton ( Lo) di
tulis dengan tinggi awal.

c’ = ∆L / Lo

Dimana

c’ = regangan tekan beton

∆L = perpendekan beton ,mm

Lo = tinggi awal silinder beton, m

sumber : H.Ali Asroni, 2010, Balok dan Pelat beton bertulang, Graha Ilmu,Yogyakarta, Hal 15 dan16

18
Gambar 2.4.1.1. Hubungan antara tegangan dan regangan tekan beton

Pada gambar di atas tampak bahwa prilaku, tegangan regangan beton


sebagai berikut :

1. Pada saat beban tekan mencapai 0,3 fc’- 0,4 fc’, prilaku tegangan regangan
beton pada dasarnya masih linear. Retak-retak lekatan ( bond crack ) yang
sebelum pembebanan sudah terbentuk, akan tetap stabil dan tidak berubah
selama tegangan tekan yang bekerja masih di bawah 0,3 fc’ ( fc’ merupakan
kekuatan batas tekan beton )2

2. Pada saat beban tekan melebihi 0,3 fc’-0,4 fc’, retak-retak lekatan mulai
terbentuk. Pada saat ini, mulai terjadi deviasi pada hubungan tegangan
regangan dari kondisi linear.

3. Pada saat beban tekan mencapai 0,75 fc’-0,90 fc’, retak-retak lekatan tersebut
merambat ke mortar sehingga terbentuk pola retak yang kontinu.Pada kondisi
ini hubungan tegangan regangan beton semakin menyimpang dari kondisi
linear.

Gambar di atas juga menunjukan, bahwa pada saat beton akan runtuh(
kuat tekan beton telah mencapai puncak fc’ ), maka tegangan beton turun (
menjadi 0,85 fc’ ) sedangkan regangan tekan tetap naik sampai mencapai batas

19
retak ( cu sebesar 0,003).kedua angka ini, ( tegangan 0,85 fc’ dan regangan
batas cu = 0,003 ) sangat penting bagi perencanaan struktur beton bertulang.

2.4.1.2. Kuat tarik.

Prilaku beton pada saat di beri di berikan beban aksial tarik agak
sedikit berbeda dengan perilakunya pada saat di berikan beban tekan.
Hubungan antara tegangan dan regangan tarik beton umunya bersifat liniear
sampai terjadinya retak yang yang biasanya langsung di ikuti oleh keruntuhan
beton, seperti pada gambar :

Gambar 2.4.1.2. hubungan antara tegangan dan regangan tarik beton.


Sumber: H.Ali Asroni, 2010, Balok dan Pelat beton bertulang, Graha Ilmu,Yogyakarta, Hal 16

Kuat tarik beton ( fct ) jauh lebih kecil daripada kuat tekannya, yaitu fct 10%
fc’. Hubungan antara kuat tarik langsung ( fcr ) terhadap kuat tekan beton fc’ di
nyatakan dengan rumus

2.4.1.3. Modulus Elastisitas beton

dari hubungan tegangan-regangan tekan beton pada gambar di atas


terlihat sudut asudut antara garis lurus kurva yang di tarik dari kondisi
tegangan nol sampai tegangan tekan sebesar 0.45 fc’ dan garis regangan Ec’

20
modulos elastisitas beton Ec merupakan tangens dari sudut a tersebut. Menurut
pasal 10.5 SNI 03-2847-2002,Modulus elastisitas beton Ec dapat di tentukan
berat beton normal Wc dan kuat tekan beton fc, dengan rumus :

dengan = 1500 2500 kg/m3

Untuk beton normal, nilai boleh di ambil sebagai berikut

= √

2.4.2. Kekuatan Baja Tulangan

a. jenis baja tulangan.

Menurut SNI 03-2847-2002, Tulangan yang dapat di gunakan pada elemen


beton bertulang di batasi hanya pada baja tulangan dan kawat baja saja .baja
tulangan yang tersedia di pasaran ada dua jenis, yaitu:

 baja tulangan polos( BJTP)

 baja tulangan ulir atau Deform ( BJTD ).

Tulangan polos biasanya di gunakan untuk tulangan geser/begel/sengkang, dan


mempunyai tegangan leleh minimal sebesar 240 Mpa ( disebut-24 ), dengan
ukuran ( dengan adalah symbol yang
mengatakan diameter tulangan polos ). Tulangan ulir atau deform di gunakan
untuk tulangan longitudinal atau tulangan memanjang, dan mempunyai
tegangan leleh minimal 300 Mpa ( di sebut BJTD ).

21
ukuran diameter nominal tulangan ulir yang umunya tersedia di pasaran dapat di lihat
pada table berikut :

Jenis tulangan Diameter nominal ( mm ) berat per m( kg )


D10 10 0,617
D13 13 1,042
D16 16 1,578
D19 19 2,226
D22 22 2,984
D23 25 3,854
D29 29 5,185
D32 32 6,313
D36 36 7,990
Table 2.4.2a. tulangan ulir dan ukurannya
( sumber, H.Ali Asroni, 2010, Balok dan Pelat beton bertulang, Graha Ilmu,Yogyakarta, Hal 19)

Yang di sebut dengan diameter nominal tulangan ulir adalah ukuran diameter
dari tulangan ulir tersebut yang di samakan dengan diameter tulangan polos
dengan syarat kedua tulangan (ulir dan polos )mempunyai berat per satuan
panjang sama.

b. Kuat tarik baja tulangan.

Meskipun baja tulangan juga mempunyai sifat tahan terhadap beban tekan,
tetapi karena harganya cukup mahal, maka baja tulangan ini hanya di
utamakan untuk menahan beban tarik pada struktur beton bertulang, sedangkan
beban tekan yang bekerja cukup di tahan oleh betonnya.

22
Hubungan antara tegangan dan regangan tarik baja tulangan di
lukiskan pada gambar berikut:

Gambar 2.4.2b. Hubungan antara tegangan dan regangan tarik baja tulangan
Sumber : H.Ali Asroni, 2010, Balok dan Pelat beton bertulang, Graha Ilmu,Yogyakarta, Hal 20

Modulos elastisitas baja tulangan. Dari hubungan tegangan dan


regangan tarik baja tulangan pada gambar di atas, terlihat sudut yaitu sudut
antara garis lurus kurva yang di tarik dari kondisi tegangan nol sampai
tegangan leleh dan garis tegangan . Modulos elastisitas baja tulangan
) merupakan tangeng dari sudut tersebut. 3

2.4.3. Distribusi regangan dan tegangan pada balok

Balok dan tulangan tunggal ini sering disebut dengan balok


bertulangan sebelah atau balok dengan tulangan saja. Untuk keperluan
hitungan balok persegi panjang dengan tulangan tunggal brikut ini dilukiskan
bentuk penampang balok yang dilenkapi dengan distribusi regangan dan
tegangan serta notasinya :

23
Gambar. 2.4.3. Distribusi tegangan dan regangan pada balok
Sumber : H.Ali Asroni, 2010, Balok dan Pelat beton bertulang, Graha Ilmu,Yogyakarta, Hal 20

2.4.4. Stabilitas Momen

Dalam menentukan kapasitas momen akhir balok gelagar jembatan ini


terlihat sebagai balok T. Hal ini karena balok menyatu dengan pelat dengan
lebar efektif tertentu. Akan tetapi dianalisa terdapat anggapan bahwa apabila
garis netral memotong sayap (flens) balok diperhitungkan sebagai balok persegi
dan jika garis netral memotong badan maka diperhitungkan sebagai balok T
murni.

Gambar 2.4.4. Balok T dengan analisa stabilitas momen

Gambar 2.4.4. Balok T dengan analisa stabilitas momen

Dari gambar 2.4.4 jarak antara garis netral dengan sayap (c) sama
dengan a dibagi β1 dan dicek apakah kurang dari tebal sayap, apabila kurang
dari tebal sayap artinya penampang T dapat dihitung sebagai balok persegi.
Dengan rumus sebagai berikut:

24
atau

Garis netral memotong sayap apabila gaya tekan sayap lebih dari gaya
tarik baja tulangan (Cc > Ts), dengan demikian gelagar T dihitung sebagai
balok persegi. Dimana Cc dan Ts dihitung dengan rumus:

Untuk menghitung momen nominal dan kapasitas momen perlu


ditentukan dahulu jarak bidang geser beton (a) dan control regangan tegang
baja (εS < 0.03). Terlihat pada gambar 2.4.2d1.

Gambar 2.4.4a. Diagram geser

Jadi momen nominal dan kapasitas momen dapat dihitung dengan rumus:

…………………………………....... (2.4.2.1)

25
Keterangan :

Kapasitas momen diambil dari reduksi momen nominal sebesar 20%


atau faktor reduksi adalah 0.8 dari momen nominal. Kapasitas momen stabil
apabila nilai kapasitas momen lebih besar dari momen rencana (ϕMn > Mu).

2.5. Keruntuhan Lentur dan System Perencanaan

Jenis keruntuhan yang dapat terjadi pada balok lentur tergantung pada
sifat.

sifat penampang balok, keruntuhan ini dapat di bedakan menjadi menjadi tiga
jenis antara lain sebagai berikut :

1. Keruntuhan tekan ( brittle failure )

2. Keruntuhan seimbang ( balance )

3. Keruntuhan tarik ( ductile failure )

2.5.1. keruntuhan tekan

Pada keadaan penampang balok dengan keruntuhan tekan, beton


hancur sebelum baja tulangan leleh. Hal ini , berarti regangan tekan beton sudah

26
melampaui regangan batas 0,003 tetapi regangan tulangan baja belum
melampaui leleh atau

= tetapi < keruntuhan ini terjadi pada rasio tulangan( ) yang


besar, dan di sebut Over-reinforced.4

Karena beton memiliki sifat yang kuat dalam menahan beban tekan
tetapi getas, maka keruntuhan beton seperti ini di sebut keruntuhan tekan atau
keruntuhan getas (brittle failure ) . pada balok yang mengalami keruntuhan
getas, pada saat beton mulai hancur, baja tulangannya masih kuat.(belum leleh).
Sehingga lendutan pada balok relative tetap.( tidak bertambah ). Tetapi jika di
atas balok di tambah beban yang besar, maka baja tulangan akan meleleh dan
dapat terjadi keruntuhan secara mendadak, tampa ada peringatan terlebih
dahulu. Keadaan seperti ini sangat berbahaya bagi kepentingan kelangsungan
hidup manusia, sehingga system perencanaan beton bertulang yang dapat
mengakibatkan over-rainforced tidak di perbolehkan.

2.5.2. keruntuhan seimbang ( balance )

Pada penampang beton dengan keruntuhan seimbang, keadaan beton


hancur dan baja tulangan leleh secara bersamaan. Hal ini, berarti regangan
tekan beton mencapai regangan batas 0,003 dan regangan tarik baja tulangan
mencapai leleh pada saat yang sama, = tetapi = terjadi pada waktu
yang sama. Keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang beton dengan rasio
tulangan seimbang ( balance ). Rasio tulangan balance di beri notasi .

Karena beton dan baja tulangan mengalami kerusakan pada saat yang
sama, maka kekuatan beton dan baja tulangan dapat di manfaatkan sepenuhnya,
sehingga material beton dan baja tersebut menjadi hemat.

27
2.5.3. keruntuhan tarik ( ductile failure)5

Pada keadaan penampang beton dengan keruntuhan tarik, baja


tulangan sudah leleh sebelum beton hancur. Hal ini berarti regangan tarik baja
tulangan sudah mencapai titik leleh tetapi regangan tekan beton belum
mencapai regangan batas 0,003 atau = tetapi < Keruntuhan seperti
ini terjadi pada penampang beton dengan rasio tulangan( yang kecil dan di
sebut under-reinforced.

Karena kerusakan terjadi pada baja tulangan yang menahan baban


tarik lebih dulu dan baja tulangan bersifat liat, maka keruntuhan tersebut di
sebut keruntuhan tarik atau keruntuhan liat, ( ductile failure ) pada balok yang
mengalami keruntuhan liat, pada saat baja tulangan mulai leleh dan beton masih
kuat ( belum hancur ), sehingga dapat terjadi lendutan pada balok,. Jika di atas
balok, di tambah lagi beban yang besar, maka lendutan balok semakin besar
dan akhirnya dapat terjadi keruntuhan. Keadaan ini menguntungkan bagi
kepentingan kelangsungan hidup manusia karena ada peringatan tentang
lendutan membesar sebelum runtuh, sehingga system perencanaan beton
bertulang yang under-reinforced ini lebih aman dan di perbolehkan.

2.6. Tinjauan Sistem struktur


2.6.1. Ketentuan menurut Peraturan Bina Marga No 12/1970 :

1. Untuk 1 jalur, lebar jembatan minimum : 2,75 m maksimum :3,75 m


2. Lebar trotoir : 1,0 – 1,5 m
3. Lebar kerb : ± 0,50 cm
4. Lebar jalan untuk slow traffic : ± 2,50 m

28
2.6.2. struktur jembatan indonesia menurut Peraturan Bina Marga No 12/1970

Kelas Lebar Loading bina marga


A 1.0 + 7.0 + 1.0 100 %
B 0.5 + 6.0 + 0.5 70 %
C 0.5 + 3.5 + 0.5 50 %
Tabel 2.6.2. menentukan kelas jembatan.

Untuk menentukan kelas A,B,dan C tergantun pada lebar jembatan.


Sumber : H.Ali Asroni, 2010, Balok dan Pelat beton bertulang, Graha Ilmu,Yogyakarta, Hal 53 dan 54

2.7. Beban Struktur Jembatan

Dalam perencanaan struktur jembatan beban dan gaya harus


diperhatikan untuk perhitungan tegangan yang terjadi pada setiap bagian
jembatan yaitu :

2.7.1. Beban Mati

Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri
jembatan termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu
kesatuan.

2.7.1.1. Berat Sendiri

Berat sendiri adalah berat dari bagian-bagian elemen struktur itu


sendiri. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan.
Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan
batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan
masa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak bisa

29
ditentukan dengan tepat, maka Perencana harus memilih-milih harga tersebut
untuk mendapatkan keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan
sesuai dengan yang tercantum dalam standar ini dan tidak boleh diubah.

Jangka Waktu Faktor Beban


K K
Biasa Terkurang
Baja Aluminium 1,0 1,1 0,9
Tetap Beton Pracetak 1,0 1,2 0,85
Beton dicor di tempat 1,0 1,3 0,75
Kayu 1,0 1,4 0,70
Tabel 2.7.1.1. Faktor beban untuk berat sendiri

Menghitung gaya lintang dan momen lentur akibat beban sendiri dengan
persamaan sebagai berikut :

Rumus :

…………………………………………...(2.7.1.1a).

…………………………………………(2.7.1.1b).

Keterangan :

2.7.1.2. Beban Mati Tambahan

Beban mati tambahan/utilitas adalah berat seluruh bahan yang


membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural,

30
dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Dalam hal tertentu harga
KMA yang telah berkurang boleh digunakan dengan persetujuan Instansi yang
berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban
mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.

Jangka Waktu Faktor Beban


K K
Biasa Terkurang
Keadaan Umum 1,0 2,0 0,7
Tetap
Keadaan Khusus 1,0 1,4 0,8
CATATAN : Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas
Tabel 2.7.1.2. Faktor beban untuk beban tambahan

Jembatan harus direncanakan untuk memikul beban tambahan berupa


aspal setebal 50 mm untuk pelapisan dikemudian hari. Lapisan harus
ditambahkan pada lapisan permukaan.

Menghitung gaya lintang dan momen lentur akibat beban tambahan


dengan persamaan sebagai berikut :

…………………………………………...(2.7.1.2a).

…………………………………………(2.7.1.2b).

Keterangan :

31
2.7.2. Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-
kendaraan bergerak/lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja
pada jembatan. Beban hidup pada jembatan yang harus ditinjau dinyatakan
dalam dua macam, yaitu beban “T” yang merupakan beban terpusat untuk
lantai kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar.
Seluruh beban hidup, arah vertikal dan horisontal, akibat aksi kendaraan pada
jembatan termasuk hubungannya dengan pengaruh dinamis, tetapi tidak
termasuk akibat tumbukan.

2.7.2.1. Beban “D”

Untuk perhitungan beban kekuatan gelagar-gelagar harus digunakan


beban “D”. Beban “D” atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur
lalu lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar “q” ton per meter panjang
per jalur dan beban garis “P” ton per jalur lalu lintas tersebut. Jalur lalu lintas
mempunyai lebar minimum 2,75 meter dan lebar maksimum 3,75 meter. Lebar
jalur minimum ini harus digunakan untuk menentukan beban “D” per jalur.

Jumlah untuk lantai kendaraan dengan lebar 5,50 meter atau lebih
ditentukan menurut standar R-SNI T-02-2005.

32
Gambar 2.7.2.1a. Grafik Beban Terbagi Rata

Beban distribusi terbagi rata (UDL) mempunyai intensitas q kPa,


dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti
berikut:

L ≤ 30m : q = 8,0 kPa …………………………………………………..(1)

L > 30m : q = ( ) ………………………………………(2)

Panjang yang dibebani L adalah panjang total beban terbagi rata (BTR)
yang bekerja pada jembatan. Beban terbagi rata mungkin harus dipecah
menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum
pada jembatan.

Beban garis terbagi (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan


tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p
adalah 49,0 kN/m.

Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan


menerus, beban terbagi rata kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi
dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Ini bisa dilihat dalam
Gambar 2.7.2.1a.

33
Posisi beban UDL dan KEL pada saat menghitung beban kekuatan gelagar
memikul beban geser dan momen seperti gambar beriku

Gambar 2.7.2.1b. Posisi Beban UDL Dan KEL

Beban “D” garis (KEL) dalam peraturan yang digunakan sebesar 49 kN/m
tetapi dalam perencanaan jembatan ini intensitas beban p diambil 44 kN/m. Dalam
perhitungan beban KEL dapat dijumlahkan dengan Beban UDL dan beban KEL harus
dikalikan dengan Faktor DLA (dynamic Load Allowance).

Gambar 2.7.2.1c. Grafik faktor Dynamic Load Allowance

34
Dari gambar 2.7.2.1c. faktor DLA untuk beban garis dapat di tentukan
dengan tiga alternative bahwa:

DLA = 0.40 ………………………untuk L ≤ 50 meter.

DLA = 0.4 – 0.0025*(L – 50)…..untuk 50 < L < 90 meter

DLA = 0.30 ……………………... untuk L ≥ 90 meter

………………………………………….( 2.7.2.11 ).

…………………………………..( 2.7.2.12 ).

Dengan;

………………………………………………………….( 2.7.2.13 )

……………………………………………( 2.7.2.14 )

Keterangan;

2.7.2.2. Beban “T” (Beban Kendaraan (TT))

Beban “T” adalah beban yang disebabkan oleh berat kendaraan.


Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai
susunan dan berat as seperti terlihat dalam gambar gambar dibawah ini. Berat
dari masing-masing as disebarkan menjadi dua beban merata sama besar yang

35
merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara
dua as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan
pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Berat beban truk maksimum
adalah 500 kN

Gambar 2.7.2.2a. Pembebanan Truck “T” (500 KN)

Jangka Waktu Faktor Beban


S
K TT KU TT
Transien 1,0 2,0
Tabel 2.7.2.2b. Faktor Beban Akibat Pembebanan Truk “T”

Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu
kendaraan truk "T"yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana.
Seperti pada gambar 2.7.2.2a. untuk menganalisis beban maka kendaraan truk
“T” harus ditempatkan ditengah – tengah lajur lalu lintas rencana. Lajur lalu
lintas bisa ditempatkan di mana saja pada lajur jembatan.

Untuk jembatan darurat atau semi permanen maka harga pembebanan


“D” dikurangi menjadi 70%. Faktor pengurangan pembebanan ini tidak boleh
digunakan untuk pembebanan truk “T” atau gaya rem pada arah memanjang
jembatan. Apabila pembebanan lalu lintas yang berlebih (overload), maka
pembebanan “D” dapat diperbesar di atas 100% untuk jaringan jalan yang
dilewati kendaraan berat. Faktor pembesaran di atas 100% juga tidak boleh

36
digunakan pada pembebanan truk “T” atau gaya rem pada arah memanjang
jembatan.

………………………………………………..(2.7.2.21)

…….……………………………………….(2.7.2.22)

Dengan;

.………………………………………………...(2.7.2.23)

Keterangan;

2.7.2.3. Gaya Rem

Gaya rem adalah suatu beban aksial yang terjadi oleh berhentinya secara
mendadak suatu kendaraan yang sedang bergerak. Bekerjanya gaya-gaya di
arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk
kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem
sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas,
tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan.

Jangka Waktu Faktor Beban


S
K TB KU TB
Transien 1,0 2,0

Tabel 2.7.2.3a. Faktor beban akibat gaya rem

37
Gaya rem dianggap bekerja horinzontal dalam arah sumbu jembatan
dengan titik tangkap setinggi 1,8 meter di atas permukaan lantai kendaraan.
Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 meter ,
digunakan rumus q = 8 kPa.

Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh


beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal
mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal
jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan
untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal. Pembebanan lalu lintas 70% dan
faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.

Pengaruh pengereman dari lalu-lintas diperhitungkan sebagai gaya


dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan.
Besarnya gaya rem arah memanjang jembatan:

Gaya rem, TTB = 250 kN untuk Lt ≤ 80 m

Gaya rem, TTB = 250 + 2.5*(Lt - 80) kN untuk 80 < Lt < 180 m

Gaya rem, TTB = 500 kN untuk Lt ≥ 180 m

Dari beban-beban rem tersebut dapat dibuat grafik sebagai berikut:

Gambar 2.7.2.3b. Grafik Beban Rem

38
…………………………………………………..………...(2.7.2.31)

…….…………………………………………………(2.7.2.32)

Dengan;

.………………………………………………………( 2.7.2.33)

………………………………………………(2.7.2.34)

…………………………………………………(2.7.2.35)

Keterangan;

2.7.3. Beban Angin

Beban angin adalah suatu beban yang diakibatkan oleh kecepatan tiupan
angin terhadap jembatan dan kendaraan. Beban angin ini dapat dikategorikan
juga sebagai beban hidup.

Jangka Waktu Faktor Beban


S
K EW KU EW
Transien 1,0 1,2
Tabel 2.7.3. Faktor Beban Akibat Beban Angin

39
2.7.3.1. Angin Yang Meniup Bidang Samping Jembatan

Gaya akibat angin yang meniup bidang samping jembatan dihitung


dengan rumus:

TEW1 = 0.0006*Cw*(Vw)2*Ab kN

Cw = koefisien seret Cw = 1,20

Vw = Kecepatan angin rencana (m/det) Vw = 35,00 m/det

Ab = luas bidang samping jembatan (m2)

Koefien seret angin dapat dilihat pada tabel 2.6.2;

Tipe Jembatan CW
Bangunan atas masif: (1), (2)
b/d = 1.0 2.1 (3)
b/d = 2.0 1.5 (3)
b/d ³ 6.0 1.25 (3)
Bangunan atas rangka 1,2
CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang
masif
CATATAN (2) Untuk harga antara dari b / d bisa di interpolasi linier

CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus


dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan
kenaikan maksimum 2,5 %
Tabel 2.7.4. Koefisien seret CW

40
2.7.3.2.Angin Yang Meniup Kendaraan

Gaya angin tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan


akibat beban angin yang meniup kendaraan di atas lantai jembatan dihitung
dengan rumus :

TEW2 = 0.0012*Cw*(Vw)2

dengan, Cw = 1,20

Dalam perhitungan gaya lintang dan momen akibat beban angin yang
bekerja digunakan rumus sebagai berikut;

…………………………………………(2.7.6.1a)

………………………………………..(2.7.6.1b)

Dengan;

..................................................................(2.7.6.1c)

Keterangan ;

41
2.8. Pengaruh Temperatur

Adanya perubahan temperatur dapat mengakibatkan terjadinya


deformasi pada balok jembatan yang menyebabkan adanya gaya tambahan pada
perletakan secara horizontal yang pada akhirnya akan mempengaruhi deformasi
pada pilar atau abutmen.

Jangka Waktu Faktor Beban


S
K EW KU EW
Transien 1,0 1,2

Tabel 2.8a. Faktor beban akibat pengaruh temperatur/suhu

Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul


akibat pengaruh temperatur, diambil perbedaan temperatur yang besarnya
setengah dari selisih antara temperatur maksimum dan temperatur minimum
rata – rata pada lantai jembatan.

Temperatur maksimum rata – rata

Tmax = 40 °C

Temperatur minimum rata – rata

Tmin = 15 °C.

Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C


untuklokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas
permukaan laut. Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk
meninjau gradien perbedaan temperatur dalam arah melintang.

42
Bahan Koefisien Perpanjangan Modulus Elastisitas
Akibat Suhu MPa
Baja 12 x 10-6 per oC 200.000
Beton:
Kuat tekan < 30 MPa 10 x 10-6 per oC 25.000
Kuat tekan > 30 MPa 11 x 10-6 per oC 34.000
Aluminium 24 x 10-6 per oC 70.000
Tabel 2.8b. Sifat bahan rata – rata akibat pengaruh temperature

Gaya Lintang dan Momen Akibat pengaruh Temperatur

Dalam perhitungan gaya lintang momen akibat pengaruh suhu dapat


dipakai rumus sebagai berikut:

………………...……………………………(2.8.1 )

……………………………………….(2.8.2)

………………………………………….………..(2.8.3)

……………………………………………….(2.8.4)

……………………………………………(2.8.5)

Keterangan;

43
2.9. Beban Gempa

Beban gempa adalah suatu beban yang terjadi oleh adanya perpindahan
atau pergeseran tanah yang disebabkan oleh gaya horizontal.

Dalam suatu perencanaan jembatan, harus memperhitungkan


beban akibat pengaruh terjadinya gempa. Beban gempa hanya
diperhitungkan untuk kondisi batas ultimate. Beban gempa biasanya
berakibat langsung pada perencanaan pilar, kepala jembatan dan pondasi.

Jangka Waktu Faktor Beban


S
K EQ KU EQ
Transien Tak dapat digunakan 1,0

Tabel 2.9a. Faktor beban akibat pengaruh gempa

0.20
Koefisien geser dasar, C

Tanah Keras
0.15
Tanah Sedang
Tanah Lunak
0.10

0.05

0.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
Waktu Getar, T (detik)

Gambar 2.9b. Grafik hubungan waktu getar dengan koefisien dasar di Zona gempa 5 (lima)

44
Koefisien geser dasar (c) ditentukan dengan menggunakan grafik
hubungan waktu getar bangunan (T) dan (C) yang besarnya waktu getar
bangunan ( T )dapat dihitung dengan rumus :

√ …………Second

Dengan adalah total berat bangunan, adalah kekakuan


struktur dan adalah ketetapan gravitasi.

Koefisien seismic dasar dapat ditentukan dari tabel 2.9c. sesuai


dengan zona atau daerah gempa.

Zona “T” “C” “T” “C” “T” “C”


Gempa
0,40 0,12 0,60 0,12
5 - 0,10 0,80 0,10 1,50 0,10

Tabel 2.9.c Titik belok untuk garis dalam gambar 2.9.b

1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan


pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak 1,2
ada rute alternatif.
1. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif
tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk 1,0
pembebanan lalu lintas yang dikurangi.
2. Jembatan sementara (misal: Bailey) dan jembatan yang
direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi 0,8
sesuai dengan pasal 6.5.RSNI T-02-2005

45
Gambar 2.9.d Grafik hubungan waktu getar dengan koefisien dasar di Zona gempa 5 (lima)

Tipe Jembatan dengan Jembatan dengan Daerah Sendi


Jembatan Daerah Sendi Beton BetonPrategang
(1) Bertulang atau Baja Prategang Prategang
Parsial (2) Penuh (2)
Tipe A (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F
Tipe B (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F
Tipe C 3,0 3,0 3,0
CATATAN (1) Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah
melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan
untuk masingmasing arah.
CATATAN (2) Yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial mempunyai
prapenegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban
tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang
penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh

beban total rencana.


CATATAN (3) F = Faktor perangkaan
= 1,25 – 0,025 n ; F ³ 1,00
n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masing-
masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya :
bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan
keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendirisendiri
CATATAN (4) Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah)
Tipe B : jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah)
Tipe C : jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)

46
Tabel 2.9.e. Faktor tipe bangunan

Jenis Tanah Tanah Tanah Sedang Tanah


Teguh Lunak
Untuk seluruh jenis tanah ≤3m
> 3 m sampai 25 m > 25 m
Untuk tanah kohesif dengan kekuatan ≤6m
> 6 m sampai 25 m > 25 m
geser undrained rata-rata tidak melebihi
50 kPa:
Pada tempat dimana hamparan tanah
salah satunya mempunyai sifat kohesif
dengan kekuatan geser undrained ≤ 9 m > 9 m sampai 25 m > 25 m
ratarata
lebih besar dari 100 kPa, atau
tanah berbutir yang sangat padat:
Untuk tanah kohesif dengan kekuatan ≤ 12 m > 12 m sampai 30 m > 30 m
geser undrained rata-rata tidak melebihi
200 kPa:
Untuk tanah berbutir dengan ikatan ≤ 20 m > 20 m sampai 40 m > 40 m
matrik padat:
CATATAN (1) Ketentuan ini harus digunakan dengan mengabaikan apakah tiang
pancang diperpanjang sampai lapisan tanah keras yang lebih dalam
Tabel 2.9.f Faktor tipe bangunan

Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis)
dihitung dengan menggunakan faktor harga dari sifat bahan. Koefisien geser dasar C
diberikan dalam Tabel 2.9.e dan faktor kepentingan I diberikan dalam Tabel 2.9.c.
Faktor tipe struktur S untuk perhitungan kh harus diambil sama dengan 1,0. Pengaruh
dari percepatan tanah arah vertikal bisa diabaikan.

Daerah Gempa Koefisien Geser Dasar C


(1) Tanah Teguh Tanah Sedang Tanah Lunak
(2) (2) (2)
1 0,20 0,23 0,23
2 0,17 0,21 0,21
3 0,14 0,18 0,18
4 0,10 0,15 0,15
5 0,07 0,12 0,12
6 0,06 0,06 0,07
CATATAN (1) Daerah gempa bisa dilihat dalam Gambar 2.9.d
CATATAN (2) Definisi dari teguh, sedang dan lunak dari tanah di bawah
permukaan diberikan dalam Tabel 2.9.4
Tabel 2.9.g Koefisien geser dasar untuk tekanan tanah lateral

47
Gaya Lintang dan Momen akibat Pengaruh Gempa

Beban gempa rencana dihitung dengan rumus:


……………………………………………..(2.7.1.1)
……………………………………………(2.7.1.2)

√ ……………………………………………………………..(2.7.1.3)

…………………………………………………….…(2.7.1.4)
………………………………………………….(2.7.1.5)
…………………………………………………..(2.7.1.6)

Keterangan :

Gaya lintang dan Momen dapat dihitung dengan rumus:

…………………………………………………..(2.7.1.7)

……………………………………………...(2.7.1.8)

……………………………………………..(2.7.1.9)

48
Keterangan :

2.10. Perhitungan Momen Akibat Tumpuan Dalam Dan Tumpuan Luar

Dalam menentukan kapasitas momen akhir pelat lantai jembatan ini terlihat
merata. Hal ini karena pelat lantai menyatu dengan balok efektif tertentu.

 Momen akibat beban berat sendiri (MS): Koefisien :

Momen tumpuan,MMS : K = 0.0833. K * QMS * S2, MMS = KNm

Momen lapangan,MMS : K = 0.0417. K * QMS * S2, MMS = KNm

 Momen akibat beban mati tambahan (MA): Koefisien :

Momen tumpuan,MMA : K = 0.1041. K * QMA * S2,MMA = KNm

Momen lapangan,MMA : K = 0.0540. K * QMA * S2,MMA = KNm

49
 Momen akibat beban truck (TT): Koefisien :

Momen tumpuan,MTT : K = 0.1562. K * PTT * S,MTT = KNm

Momen lapangan,MTT : K = 0.1407. K * PTT * S,MTT = KNm

 Momen akibat beban angin (EW): Koefisien :

Momen tumpuan,MEW : K = 0.1562.K * PEW * S,MEW = KNm

Momen lapangan,MEw : K =0.1407.K * PEW * S,MEW = KNm

Momen maksimum pada slab dihitung berdasarkan metode one way slab.
Koefisien momen lapangan dan momen tumpuan untuk bentang menerus dengan
beban merata dan terpusat adalah sebagai berikut:

Rumus untuk beban momen merata :

Q : M = K * Q * S2

Rumus untuk beban terpusat :

P:M=K*P*S

Keterangan :

Q = Beban merata

P =Beban terpusat

K = Koefisien momen

S = Panjang slab

50
2.11. Rencana Struktur Pelat Lantai Beton

Yang dimaksud dengan pelat beton bertulang yaitu : struktur tipis yang
dibuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal, dan beban
yang bekerja tegak lurus pada bidang struktur tersebut. Ketebalan bidang plat
ini relative sangat kecil apabila dibandingkan dengan bentang panjang/lebar
bidangnya. Pelat beton bertulang ini sangat kaku dan arahnya horizontal,
sehingga pada bangunan gedung plat ini brfungsi sebagai diafragma/unsur
pengaku horizontal yang sangat bermanfaat untuk mendukung ketegaran balok
portal.

2.12. Kombinasi Beban (Load Combination)

Kombinasi beban adalah gabungan dari sejumlah beban yang


merupakan aksi – aksi terkait yang bekerja pada suatu struktur yang dalam hal
ini adalah struktur jembatan.

Aksi – aksi tersebut adalah beban mati atau berat sendiri (MS), beban
mati tambahan (MA), Beban “D” (TD), beban rem (TB), beban angin (EW),
pengaruh suhu (ET), dan beban gempa (EQ). Dalam perencanaan jembatan ini
akan dikombinasikan untuk memperoleh gaya lintang rencana (shear force
design) dan momen akhir (momen ultimate).

Dari beban – beban yang di maksudkan maka beban mati merupakan


beban tetap sedangkan beban hidup bisa berubah – ubah tergantung
pengunaannya, dan beban lainnya seperti beban gempa tergantung pada
periode. Dengan demikian struktur jembatan dapat juga dirancang untuk
memikul beban maksimum bekerja secara utuh, tetapi struktur yang dirancang
demikian akan mempunyai kekuatan yang sangat berlebihan untuk memikul.
Pembebanan seperti ini adalah tidak realistis dan sangat mahal. Berkenaan

51
dengan hal ini dibuat peraturan yang merekomendasikan untuk mereduksi
beban pada kombinasi pembebanan tertentu.

Dalam perencanaan jembatan ini yang perlu direduksi atau dihilangkan


adalah beban rem, beban angin, pengaruh suhu atau beban gempa. Dalam
kombinasi beban ini aksi nominal dikalikan yang memadai, faktor beban tiap
kasus tercantum dalam tabel dibawah sbb;

a. Faktor beban untuk slab lantai.


No Kasus Beban Faktor Beban
1 Beban Mati atau Berat Sendiri 1,30
2 Beban Mati Tambahan 2,00
3 Beban Truk “T” 2,00
4 Beban Angin 1,20
Tabel 2.12.a. Tabel faktor beban tiap kasus beban untuk lantai

b. Faktor beban untuk gelagar.


No Kasus Beban Faktor Beban
1 Beban Mati atau Berat Sendiri 1,30
2 Beban Mati Tambahan 2,00
3 Beban “D” 2,00
4 Beban Rem 2,00
5 Beban Angin 1,20
6 Pengaruh Suhu 1,20
7 Beban Gempa 1,00
Tabel 2.12.b. Tabel faktor beban tiap kasus beban untuk gelagar

c. Untuk gabungan atau kombinasi beban dilakukan tiga alternative yaitu


kombinasi satu (Comb 1), kombinasi dua (Comb 2) dan kombinasi tiga
(Comb 3). Dari ketiga alternative kombinasi beban ini tiap kombinasi
berdasar analisis pengaruh beban maka tiap dua atau tiga kasus beban selain
beban tetap dipilih untuk diabaikan dalam gabungan karena semua aksi tidak

52
sekaligus bekerja bersamaan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh nilai
maksimum yang akan diambil sebagai gaya lintang rencana (VU) dan momen
rencana (MU).

No Jenis beban Faktor beban Kom-1 Kom-2 Kom-3


1 Berat sendiri ( MS ) 1.3   
2 Beban mati tambahan ( MA ) 2   
3 Beban lajur “ D “ ( TD ) 2   
4 Gaya rem ( TB ) 2  
5 Beban angina ( EW ) 1.2 
6 Pengaruh temperature ( ET ) 1.2 
7 Beban gempa ( EQ ) 1 
2.12.c. Tabel kombinasi momen dan gaya geser

2.13. Rancangan Tulangan Sengkang

Batang tulangan sengkang dirancang untuk menahan geser yang


diakibatkan oleh gaya lintang. Penampang beton akan mengalami retak (crack)
di kedua ujung tumpuan setelah terjadi lentur maksimum sehingga diperlukan
tulangan sengkang yang dipasang terpalang pada daerah geser kritis. Biasanya
tulangan sengkang disebut juga tulangan geser (stirrup). Untuk
memperhitungkannya perlu diketahui kuat geser nominal beton, tulangan geser
perlu dengan mengontrolkan gaya lintang maksimumnya. Dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:


…………………………………..(2.9.2.1)

Apabila Vu > * Vc , maka balok perlu tulangan geser dengan jarak sengkang

S= ……………………………………( 2.9.2.2 )

53
Apabila Vu < * Vc , maka dipasang tulangan geser minimum dengan jarak
sengkang

S= ……………………………………( 2.9.2.3 )

………………………………………(2.9.2.4)

√ ……………………… …(2.9.2.5)

Tulangan sengkang akan stabil untuk dipakai apabila , S=½


d < 600, jika Vs > Vsmax maka jarak sengkang ( s ) adalah S =1/ 4 d < 300 mm.

Keterangan:

At = luas tulangan sengkang

Av = 2 x luas penampang tulangan.

2.14. Balok Melintang (Diafragma)

Balok melintang adalah balok yang secara langsung menerima beban


dari lantai kendaraan. Beban – beban yang terkait dalam perhitungan balok
melintang ini adalah; beban berat sendiri pelat lantai dan balok, beban mati
tambahan yaitu lapisan aspal dan air hujan serta beban kendaraan. Beban –
beban ini akan dikombinasikan untuk memperoleh gaya lintang dan momen
rencana yang nantinya akan digunakan untuk mendesain tulangan baja lentur
dan geser.

54
Perhitungan gaya lintang dan momen;

a. Akibat beban mati (berat sendiri dan beban tambahan)

…………………………………………..(2.9.5.1)

……………………………………….(2.9.5.2)

Keterangan;

b. Akibat beban kendaraan “T” (TT)

…………………………………….(2.9.5.3)

……………………………………………..(2.9.5.4)

……………………………………….(2.9.5.5)

Keterangan;

55
2.15. Rancangan Baja Tulangan Lentur

Perencanaan gelagar jembatan beton bertulang ditinjau dari tulangan


yang akan digunakan untuk balok gelagar tersebut dapat didesain dengan
perhitungan aksi – aksi yang terkait yang akan digabungkan atau
dikombinasikan sehingga diperoleh momen rencana yang nantinya akan dibagi
dengan faktor reduksi kuat lentur untuk menentukan kuat lentur nominal.

Akibat pembebanan tetap yang dialami oleh balok maka balok akan
menahan lentur yang disebabkan oleh momen lentur. Lentur balok merupakan
akibat adanya regangan yang timbul oleh beban luar. Apabila pembebanan
bertambah, maka balok mengalami deformasi dan regangan tambahan yang
dapat mengakibatkan timbulnya retak lentur di sepanjang bentang balok.

Faktor β1 harus diambil sebesar:

β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa

β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa tetapi β1 tidak boleh diambil
kurang dari 0,65.

Faktor reduksi kekuatan diambil dari nilai-nilai berikut:

- Lentur. ..................................................................... 0,80

- Geser dan Torsi ....................................................... 0,70

56
- Aksial tekan

- Dengan tulangan spiral .......................................... 0,70

- Dengan sengkang biasa .......................................... 0,65

- Tumpuan beton ...................................................... 0,70

Dengan mengetahui kuat lentur nominal maka dapat dihitung tahanan


nominal struktur, di mana tahanan nominal kurang dari tahanan maksimum
untuk kondisi aman. Oleh karena itu dapat dihitung dengan rumus:

……………………………………………..(2.9.1.1)

….. (2.9.1.2)

………………………......(2.9.1.3)

( √( ))…………………...(2.9.1.4)

………………………………………………..(2.9.1.5)

Keterangan :

57
2.16. Lendutan balok

Untuk setiap batang yang ditumpu akan melendut apabila diberikan


beban yang cukup besar. Dalam aplikasi jembatan lendutan batang mempunyai
peranan yang sangat penting. Sebuah jembatan yang fungsinya
menyeberangkan benda atau kendaraan diatasnya mengalami beban yang
sangat besar dan dinamis yang bergerak diatasnya. Hal ini tentunya akan
mengakibatkan terjadinya lendutan batang atau defleksi pada batang-batang
konstruksi jembatan tersebut. Defleksi yang terjadi secara berlebihan tentunya
akan mengakibatkan perpatahan pada jembatan tersebut dan hal yang tidak
diinginkan dalam membuat jembatan.

Dengan demikian untuk menghitung lendutan balok gelagar jembatan


beton bertulang akibat aksi – aksi yang terkait maka perlu diketahui terlebih
dahulu parameter – parameter seperti; modulus elastistas beton(Ec), modulus
elastisitas baja(Ey), momen inersia balok utuh(Ig), modulus keruntuhan lentur
beton(fr), momen inersia rangkak (Icr) , momen akibat beban mati dan
hidup(MD+L), momen rangkak (Mcr) dan momen inersia efektif(Ie). Parameter
– parameter tersebut ditentukan dengan rumus:

1. √
2.
3.

4. √

5.

6. ∑ ∑
7.

8. ( ) [ ( ) ]

58
Defleksi diukur dari permukaan netral awal ke posisi netral setelah
terjadi deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan dengan deformasi permukaan
netral dikenal sebagai kurva elastic dari balok. Gambar 2.9.3 menunjukan
bahwa setelah balok terdistribusi beban merata terjadi deformasi. Deformasi ini
disebut dengan lendutan balok, lendutan ini dapat dihitung dengan rumus:

< L/240

Lendutan yang terjadi pada balok akan stabil apabila nilai lendutannya
lebih kecil dari L/240 (panjang bentang dibagi 240).

Gambar 2.16. Lendutan Balok di atas Tumpuan Sendi dan Rol.

( Sumber ; RSNI T – 02 – 2005 Standar pembebanan jembatan Indonesia (mulai dari beban struktur – sampai lendutan
balok) )

59
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. umum.

Pada proses desain beban-beban yang bekerja telah diketahui, dan yang
akan ditentukan adalah elemen-elemen struktur agar mempunyai kekuatan yang
cukup. Kadang dalam menentukan ukuran elemen-elemen struktur tersebut,
perencanaan dihadapkan pada masalah desain struktur dengan dimensi yang
besar berarti tidak ekonomis dan dimensi yang kecil berarti tidak aman. Oleh
karena itu diinginkan adalah desain yang “tepat” yang artinya hasil struktur
tersebut ekonomis dan kokoh.

3.2. Data-data perencanaan jembatan diketahui

Gambar 3.2. tampak melintang

60
3.2. Gambar tampak memanjang

a. Tipe jembatan : beton bertulang


 Panjang bentangan (L) : 13.20 m
 Kelas jembatan :B
 Lebar lalu-lintas ( B1 ) : 6.00 m
 Lebar trotoar ( B2 ) : 2 X 0.6 m
 Lebar total (B) : 7.2 m
 Pembebanan : 70 %
b. .Lantai jembatan
 Material : beton bertulang
 Tebal lantai ( Hf ) : 0.20 m
 Tebal perkerasan ( ts ) : 0.05 m
 Curah hujan ( th ) : 0.02 m
c. Balok gelagar
 Material : beton bertulang
 Lebar gelagar Wg (b) : 0.45 m
 Tinggi gelagar Hg (h) : 0.90 m
 Jumlah balok gelagar, n :5 buah
 Jarak antara gelagar ( s ) : 1.5 m

61
d. Balok diafragma
 Material : beton bertulang
 Lebar diafragma Wd (b) : 0,30 m
 Tinggi diafragma (h) : 0,50 m
 Jumlah balok dalam (n) : 16 batang
 Jarak antara diafragma : 4.3 m
e. Spesifikasi bahan
Beton
Kuat tekan fc’ : 30 Mpa
Berat Jenis beton(γbeton) : 2400 kg/m3
Baja tulangan fy : 400 Mpa

3.3. Perhitungan Trotoar


3.3.1. Perhitungan Tiang Sandaran
3.3.1.1. Beban tiang sandaran

Gambar 3.3.1.1. penampan melintang beban hidup pada tiang sandaran

Faktor beban ultimit : KTP = 2.0


Lengan terhadap sisi bawah tiang railing, y=1m
Jarak antara tiang sandaran , L = 1.43 m
Beban horisontal pada railing. P1 = 100 Kg/m
Gaya horisontal pada tiang railing,
HTP = P1 * L = 100 * 1.43 = 143 Kg = 1.43 KN

62
Momen pada pada tiang railing,
MTP = HTP * y = 1.43 * 1 = 1.43 kNm
Momen ultimit rencana,
Mu = KTP * MTP = 2 * 1.43 = 2.86 kNm
Gaya geser ultimit rencana,
Vu = KTP * HTP = 2 * 1.43 = 2.86 kN

3.3.1.2. Pembesian tiang sandaran

a. Tulangan Lentur

Momen ultimit rencana Mu = 2.86 KNm


Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa
Tegangan leleh baja, fy = 400 MPa
Tebal tiang sandaran , h = 200 mm
Lebar tiang sandaran b = 150 mm
Jarak tulangan terhadap sisi luar beton, d' = 20 mm
Modulus elastis baja, Es = 200000 Mpa
β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa tetapi β1 tidak boleh diambil
kurang 0.65.
Faktor bentuk distribusi tegangan beton, β1 = 0.85
Faktor reduksi kekuatan lentur, = 0 .8 0
Faktor reduksi kekuatan geser = 0.60

[ ]

[ ]

63
Tebal efektif tiang sandaran , d = h - d' = 200 – 20 = 180 mm
Lebar tiang sandaran b = 150 mm
Momen nominal rencana, Mn = Mu / = 2.86 /0.8 = 3.575 kNm
Faktor tahanan momen,
Rn = Mn * 106 / ( b * d2 ) = 3.575 * 106/( 150 * 180 2 ) = 0.736

Rn < Rmax (OK)

Rasio tulangan diperlukan

[ √ ] [ √ ]

Rasio tulangan minimum

Rasio tulangan yang digunakan


Luas tulangan yang diperlukan,

As = b*d= * 150 * 180 = 94.5 mm2

Diameter tulangan yang digunakan, D = 10 mm

As1 = 1/ 4 *3.14 * D2 = ¼*3.14 * 10 2 = 78.5 mm2

Jumlah tulangan yang diperlukan,

n = As / As1 = 94.5 / 78.5 = 1.204 menjadi = 2 batang

Digunakan tulangan, 2 D 10 untuk tarik

As = As1 * n = 78.5 * 2 = 157 mm2

64
b. Tulangan Geser

Gaya geser ultimit rencana, Vu = 2.86 kN


Faktor reduksi kekuatan geser = 0.6
Kuat geser nominal beton,

Apabila Vu > * Vc , maka balok perlu tulangan geser dengan jarak sengkang

S=

Apabila Vu < * Vc , maka dipasang tulangan geser minimum dengan jarak


sengkang

S=

Vc = √ √

Vc = 0.6 * 14.7888 kN

Dari hasi menunjukan bahwa Vu < * Vc ( 2.86 < 14.7888 ) perlu tulangan geser
minimum.

Digunakan sengkang berpenampang : D6


Luas tulangan geser sengkang,

At = luas penampang tulangan sengkang

= ¼* * D2 = (1/4 * 3.14 * 62 ) = 28.26 mm2

Jarak tulangan geser (sengkang) yang diperlukan :

S= = 452.16 mm

Digunakan sengkang, D 6 – 450 mm

65
Gambar 3.3.1.2. Pemasangan tulangan sandaran

3.3.2. Perhitungan Slab Trotoar


3.3.2.1. Berat Sendiri Trotoar

Jarak antara tiang sandaran : L = 1.43 m

Berat beton bertulang : wc = 2400 kg/m3

Muatan Mati Pada Plat Kantilever

Rumus :
Perhitungan untuk Volume ( V = P x L x T )
Perhitungan untuk berat ( P x L x T ) x berat isi bahan
Perhitungan untuk momen ( M ) = Lengan momen x berat
Menhitung lengan momen tergantun model gambar
Perhitungan No 4 dan 6 lihat pada gambar di bawah

Lengan momen = 1/3 *0.19+(0.6-0.19) = 0.473 m


4

6
Lengan momen = 1 / 2 *( 0.64 ) = 0.32 m

66
Gambar 3.3.2.1. penampan melintang berat sendiri kantilever

Panjang Lebar Tebal Volume γ W Lengan momen Momen


Bagian (m) (m) (m) (m3 ) (Kg/m3) ( kg ) (m) ( Kg.m )
1 0.5 0.2 0.15 0.015 2400 36 0.73 26.28
2 0.5 0.1 0.15 0.0075 2400 18 0.73 13.14
3 0.5 0.1 0.15 0.0075 2400 18 0.655 11.79
4 0.5 0.19 0.15 0.01425 2400 34.2 0.473 16.1766
5 0.35 0.07 1 0.0245 2400 58.8 0.663 38.9844
6 0.35 0.64 1 0.224 2400 537.6 0.32 172.032
7 0.2 0.64 1 0.128 2400 307.2 0.1 30.72
Railing 0.00785 7850 61.6225 1.27 78.260575
Total Momen
Total beban mati QDL 1071.42 beban mati 387.383575
Tabel 3.3.2.1. momen beban mati pada trotoar

67
3.3.2.2. Beban hidup pada pedestrian

Gambar 3.3.2.2. penampan melintang muatan beban hidup

Beban hidup pada pedestrian per meter lebar tegak lurus bidang gambar di atas
dicantumkan pada tabel di bawah ini.

No Jenis beban Gaya Lengan Momen


( kg ) ( m) ( kgm )
1 Beban horizontal pada sandaran P1 100 1.45 145
2 Beban horizontal pada kerb P2 500 0.45 225
3 Beban vertikal terpusat P 100 0.32 32
4 Beban merata vertikal = Q * B2 320 0.32 102.4
Momen akibat beban hidup pada pedestrian 504.4
Tabel 3.3.2.2. momen akibat beban hidup pada trotoar

3.3.2.3. Momen Ultimit Rencana Slab Trotoar

Faktor beban ultimit untuk berat sendiri pedestrian KMS = 1.3


Faktor beban ultimit untuk beban hidup pedestrian KTP = 2.0
Momen akibat berat sendiri pedestrian :
MMS = 387.383575 kgm

68
Momen akibat beban hidup pedestrian : MTP = 504.4 kgm
Momen ultimit rencana slab trotoar :

Mu = KMS * MMS + KTP * MTP

= ( 1.3 * 387.383575 ) + ( 2 * 504.4 )

= 1512.399 kgm atau 15.124 KNm

3.3.2.4. pembesian slab trotoar

Momen rencana tumpuan : Mu =15.124 kNm


Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa
Tegangan leleh baja, fy = 400 MPa
Tebal slab beton, h = 200 mm
Jarak tulangan terhadap sisi luar beton, d' = 25 mm
Modulus elastis baja, Es = 200000
β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa tetapi β1 tidak boleh diambil
kurang 0.65
Faktor bentuk distribusi tegangan beton, β1 = 0.85
Faktor reduksi kekuatan lentur

[ ]

[ ]

Tebal efektif slab , d = h - d' = 200 – 25 = 175 mm


Ditinjau slab beton selebar 1 m b = 1000 mm

69
Momen nominal rencana, Mn = Mu / = 15.124 /0.8 = 18.905 kNm
Faktor tahanan momen, Rn = Mn * 106 / ( b * d2 )

= 18.905 * 106/( 1000 * 175 2 ) = 0.62

Rn < Rmax (OK)

Rasio tulangan diperlukan

[ √ ] [ √ ]=

Rasio tulangan minimum

Rasio tulangan yang digunakan


Luas tulangan yang diperlukan,

As = b*d= * 1000 * 175 = 612.5 mm2

Diameter tulangan yang digunakan, D = 16 mm

As1 = 1/ 4 *3.14 * D2 = ¼*3.14 * 16 2 = 200.96 mm2

Jarak tulangan yang di perlukan

S= = 328.098 mm

Digunakan tulangan, D 16 – 300 mm

As = / 4 * D2 * b / S = ( ¼ * 3.14 * 162 ) *( 1000/ 300 ) = 669.867 mm2.

Untuk tulangan longitudinal diambil 30% tulangan pokok.

As' = 30% * As = 0.3 * 612.5 = 183.75 mm2

70
Diameter tulangan yang digunakan, D 13 mm

As1’ = 1/ 4 *3.14 * D2 = ¼*3.14 * 13 2 = 132.665 mm2

Jarak tulangan yang diperlukan,

S= = 721.99 mm

Digunakan tulangan, D 13 - 700

As' = / 4 * D2 * b / S = ( ¼ * 3.14 * 132 ) *( 1000/ 700 ) = 189.52 mm2

Gambar 3.3.2.4. pemasangan tulangan slab trotoar

3.4. Analisis Beban Slab Lantai Jembatan


3.4.1. perhitungan momen beban mati dan beban hidup.
3.4.1.1. Berat Sendiri (MS)

Faktor beban ultimit : KMS = 1.3


Ditinjau slab lantai jembatan selebar, b = 1.00 m
Tebal slab lantai jembatan, h = ts = 0.20 m

71
Berat beton bertulang, wc = 2400 Kg/m3
Berat sendiri, QMS = b * h * wc = 1 * 0.2 * 2400 = 480 Kg/m

Jadi berat sendiri QMS adalah 480 kg/m atau 4.8 KN/m

3.4.1.2. Beban Mati Tambahan (MA)

Faktor beban ultimit : KMA = 2.0


Ditinjau slab lantai jembatan selebar, b = 1.00 m
Formula untuk menhitung beban pada tabel dibawah sbb ;
W = P x l x Wc ( berat jenis bahan ) = 1 * 0.05 * 2200 = 110 kg/m

No Jenis Lebar Tebal ( Berat Beban


(m) m) Kg/m3 Kg/m
1 Lap.asphalt + overlay 1 0.05 2200 110
2 Air hujan 1 0.02 1000 20
QMA 130
Tabel 3.4.1.2.beban mati tambahan pada slab

Beban Mati tambahan pada Slab adalah ( QMA ) = 130 Kg/m atau = 1.3 KN/m

3.4.1.3. Beban Truk "T" (TT)

Faktor beban ultimit : KTT = 2.0

Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T) yang

besarnya, T = 100 kN

Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk diambil, DLA = 0.4


Beban truk "T" : PTT = ( 1 + DLA ) * T = ( 1 + 0.4 ) * 100 = 140. kN

72
Gambar 3.4.1.3. Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk

3.4.1.4. Beban Angin (EW)

Faktor beban ultimit : KEW = 1.2

Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat
angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan rumus :

TEW = 0.0012*Cw*(Vw)2 kN/m

dengan,

Cw = koefisien seret = 1.20

Vw = Kecepatan angin rencana = 35 m/det (PPJT-1992,Tabel 5)

TEW = 0.0012*Cw*(Vw)2 = 0.0012 * 1.2 * ( 35 )2 = 1.764 kN/m

Gambar 3.4.1.4. lantai jebatan akibat angin meniup kendaraan

73
Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan
tinggi 2.00 m di atas lantai jembatan. h = 2.00 m

Jarak antara roda kendaraan x = 1.75 m

Transfer beban angin ke lantai jembatan,

PEW = [ 1/2*h / x * TEW ] = ( ½ * 2 / 1.75 * 1.764 ) = 1.008 KN

3.4.1.5. Momen Pada slab lantai jembatan

Formasi pembebanan slab untuk mendapatkan momen maksimum pada bentang


menerus dilakukan seperti pada gambar. Momen maksimum pada slab dihitung
berdasarkan metode one way slab dengan beban sebagai berikut :

No Jenis Beban KN/m


1 QMS 4.8
2 QMA 1.3
3 PTT 140
4 PEW 1.008

74
Koefisien momen lapangan dan momen tumpuan untuk bentang menerus dengan
beban merata, terpusat, dan perbedaan temperatur adalah sebagai berikut :

k = koefisien momen S = 1.5 m


Untuk beban merata Q : M = k * Q * S2
Untuk beban terpusat P:M=k*P*S
Momen akibat berat sendiri (MS) :

Momen tumpuan,

MMS = 0.0833 * QMS * S2 = 0.0833 * 4.8 * 1.52 = 0.9 kNm

Momen lapangan,

MMS = 0.0417 * QMS * S2 = 0.0417 * 4.8 * 1.52 = 0.4504 kNm

75
Momen akibat beban mati tambahan (MA) :

Momen tumpuan,

MMA = 0.1041 * QMA * S2 = 0.1041 * 1.3 * 1.52 = 0.3045 kNm

Momen lapangan,

MMA = 0.0540 * QMA * S2 = 0.0540 * 1.3 * 1.52 = 0.158 kNm

Momen akibat beban truck (TT) :

Momen tumpuan,

MTT = 0.1562 * PTT * S = 0.1562 * 140 * 1.5 = 32.802 kNm

Momen lapangan,

MTT = 0.1407 * PTT * S = 0.1407 * 140 * 1.5 = 29.547 kNm

Momen akibat beban angin (EW) :

Momen tumpuan,

MEW = 0.1562 * PEW * S = 0.1562 * 1.008 * 1.5 = 0.2362 kNm

Momen lapangan,

MEW = 0.1407 * PEW * S = 0.1407 * 1.008 * 1.5 = 0.213 kNm

76
3.4.1.6. kombinasi Momen Ultimit
a. Momen Slab
No Jenis beban Daya Faktor M Tumpuan M Lapangan
Layan Ultimit KN/m KN/m
1 Berat sendiri ( KMS ) 1 1.3 0.9 0.4504
2 Beban mati tambahan ( KMA ) 1 2 0.3045 0.158
3 Beban truck “T” ( KTT ) 1 2 32.802 29.547
4 Beban angin ( KEW ) 1 1.2 0.2362 0.213
Tabel 3.4.1.6,a. Momen slab

b. Kombinasi-1
Faktor MTumpuan MLapangan Mu Tumpuan MuLapangan
No Jenis Beban Beban KN/m KN/m KN/m KN/m
1 Berat sendiri ( KMS ) 1.3 0.9 0.4504 1.17 0.58552
2 Beban mati tambahan ( KMA ) 2 0.3045 0.158 0.609 0.316
3 Beban truck “T” ( KTT ) 2 32.802 29.547 65.604 59.094
4 Beban angin ( KEW ) 1 0.2362 0.213 0.2362 0.213
Total Momen Ultimit Slab Mu 67.6192 60.20852
Tabel 3.4.1.6,b. kombinasi-1 momen slab

c. Kombinasi-2
Faktor MTumpuan MLapangan Mu Tumpuan MuLapangan
No Jenis Beban Beban KN/m KN/m KN/m KN/m
1 Berat sendiri ( KMS ) 1.3 0.9 0.4504 1.17 0.58552
2 Beban mati tambahan ( KMA ) 2 0.3045 0.158 0.609 0.316
3 Beban truck “T” ( KTT ) 1 32.802 29.547 32.802 29.547
4 Beban angin ( KEW ) 1.2 0.2362 0.213 0.28344 0.2556
Total Momen Ultimit Slab Mu 34.86444 30.70412
Tabel 3.4.1.6,b. kombinasi-2 momen slab

Dari hasil kombinasi diatas menghasilkan momen ultimit maximum ( Mu ) = 67.6192 KN/m

77
3.4.2. Pembesian Slab
3.4.2.1. Tulangan Lentur Negatif

Momen rencana tumpuan : Mu = 67.6192 kNm


Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa
Tegangan leleh baja, fy = 400 MPa
Tebal slab beton, h = 200 mm
Jarak tulangan terhadap sisi luar beton, d' = 20 mm
Modulus elastis baja, Es = 200000 Mpa
β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa tetapi β1 tidak boleh diambil
kurang 0.65.
Faktor bentuk distribusi tegangan beton, β1 = 0.85
Faktor reduksi kekuatan lentur

[ ]

[ ]

Tebal efektif slab , d = h - d' = 200 – 20 = 180 mm


Ditinjau slab beton selebar 1 m b = 1000 mm
Momen nominal rencana, Mn = Mu / = 67.6192 /0.8 = 84.524 kNm
Faktor tahanan momen, Rn = Mn * 106 / ( b * d2 )

= 84.524 * 106/( 1000 * 180 2 ) = 2.609

Rn < Rmax (OK)

78
Rasio tulangan diperlukan

[ √ ] [ √ ] =

Rasio tulangan minimum

Rasio tulangan yang digunakan


Luas tulangan yang diperlukan,

As = b*d= * 1000 * 180 = 1260 mm2

Diameter tulangan yang digunakan, D = 16 mm

As1 = 1/ 4 *3.14 * D2 = ¼*3.14 * 16 2 = 200.96 mm2

Jarak tulangan yang di perlukan

S= = 159.49 mm

Digunakan tulangan, D 16 – 150 mm

As = / 4 * D2 * b / S = ( ¼ * 3.14 * 162 ) *( 1000/ 150 ) = 1339.73 mm2

Tulangan bagi / susut arah memanjang diambil 50% tulangan pokok.

As' = 50% * As = 0.5 * 1260 = 630 mm2

Diameter tulangan yang digunakan, D 13 mm

As1’ = 1/ 4 *3.14 * D2 = ¼*3.14 * 13 2 = 132.665 mm2

Jarak tulangan yang diperlukan,

S= = 210.58 mm

79
Digunakan tulangan, D 13 – 200 mm

As' = / 4 * D2 * b / S = ( ¼ * 3.14 * 132 ) *( 1000/ 200 ) = 663.325 mm2

3.4.2.2. Tulangan Lentur Positif

Momen rencana Lapangan : Mu = 60.20852 kNm


Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa
Tegangan leleh baja, fy = 400 MPa
Tebal slab beton, h = 200 mm
Jarak tulangan terhadap sisi luar beton, d' = 25 mm
Modulus elastis baja, Es = 200000 Mpa
β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa tetapi β1 tidak boleh diambil
kurang 0.65.
Faktor bentuk distribusi tegangan beton, β1 = 0.85
Faktor reduksi kekuatan lentur

[ ]

[ ]

Tebal efektif slab , d = h - d' = 200 – 25 = 175 mm


Ditinjau slab beton selebar 1 m b = 1000 mm
Momen nominal rencana, Mn = Mu / = 60.20852 /0.8 = 75.261 kNm
Faktor tahanan momen, Rn = Mn * 106 / ( b * d2 )

= 75.261 * 106/( 1000 * 175 2 ) = 2.458

80
Rn < Rmax (OK)

Rasio tulangan diperlukan

[ √ ] [ √ ]

Rasio tulangan minimum

Rasio tulangan yang digunakan


Luas tulangan yang diperlukan,

As = b*d= * 1000 * 175 = 1137.5 mm2

Diameter tulangan yang digunakan, D = 16 mm

As1 = 1/ 4 *3.14 * D2 = ¼*3.14 * 16 2 = 200.96 mm2

Jarak tulangan yang di perlukan

S= = 176.66 mm

Digunakan tulangan, D 16 – 150 mm

As = / 4 * D2 * b / S = ( ¼ * 3.14 * 162 ) *( 1000/ 150 ) = 1339.73 mm2

Tulangan bagi / susut arah memanjang diambil 50% tulangan pokok.

As' = 50% * As = 0.5 * 1137.5 = 568.75 mm2

Diameter tulangan yang digunakan, D 13 mm

As1’ = 1/ 4 *3.14 * D2 = ¼*3.14 * 13 2 = 132.665 mm2

81
Jarak tulangan yang diperlukan,

S= = 233.26 mm

Digunakan tulangan, D 13 – 200 mm

As' = / 4 * D2 * b / S = ( ¼ * 3.14 * 132 ) *( 1000/ 200 ) = 663.325 mm2

3.4.2.3. Pemasangan tulangan pada slab lantai jembatan

Pemasangan tulangan memanjang. Pemasangan tulangan melintang.

3.4.3. Kontrol Tegangan Geser Pons

3.4.3. Gambar Kontrol Tegangan geser pons

Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa


Kuat geser pons yang disyaratkan, fv = 0.3 * √ = 0.3 *√ = 1.643 MPa
Faktor reduksi kekuatan geser, Ø = 0.60

82
Beban roda truk pada slab, PTT = 140. kN = 140000 N
Tebal pelat jembatan h = 0.20 m = 200 mm
Lebar pelat jembatan b’ = 1 m = 1000 mm
Tebal efektif plat, d = h – d’=200 – 20 = 180 mm

Tebal asphalt ta = 0.05 m = 50 mm

b = 0.50 m = 500 mm

a = 0.30 m = 300 mm

U = a + 2 * ta + h = 300 + 2 * 50 + 200 = 600 mm

V = b + 2 * ta + h = 500 + 2 * 50 + 200 = 800 mm

Luas bidang geser :

Av = 2 * ( u + v ) * d = 2 * ( 600 + 800 ) *180 = 504000 mm2

Gaya geser pons nominal,

Pn = Av * fv = 504000 * 1.643 = 828072 N

Ø * Pn = 0.6 * 828072 = 496843.2 N

Faktor beban ultimit, KTT = 2.0


Beban ultimit roda truk pada slab,

Pu = KTT * PTT = 2 * 140000 = 280000 N < Ø * Pn AMAN (OK)

83
3.4.4. Kontrol Lendutan Slab

Kuat tekan beton, fc’ = 30 MPa


Tegangan leleh baja, fy = 400 MPa
Modulus elastis beton, Ec = 4700*√ = 4700*√ = 25742.9602 MPa
Modulus elastis baja, Es = 200000 MPa
Tebal slab, h = 0.2 m
Jarak tulangan terhadap sisi luar beton, d' = 0.02 m
Tebal efektif slab, d = h - d' = 0.2 – 0.02 = 0.18 m
Luas tulangan slab, As = 0.00133973 m2
Panjang bentang slab, Lx = 1.5 m
Ditinjau slab selebar, b = 1.00 m
Inersia brutto penampang plat,

Ig = 1/12 * b * h3 = 1/12 * 1 * 0.23 = 0.000667 m4

Modulus keruntuhan lentur beton,

fr =0.7 * √ = 0.7 * √ = 3834.058 Kpa

Nilai perbandingan modulus elastis,

n = Es / Ec = 200000/25742.96 = 7.77

Jarak garis netral terhadap sisi atas beton,

c = n * As / b = (7.77 *0.00133973)/1 = 0.01041 m

Inersia penampang retak yang ditransformasikan ke beton dihitung sbb. :

Icr = 1/3 * b * c3 + n * As * ( d - c )2

= 1/3 * 1 * 0.01041 3 + 7.77 * 0.00133973*( 0.18 – 0.01041)2

= 0.0003 m4

84
yt = h / 2 = 0.2/2 = 0.1 m

Momen retak :

Mcr = fr * Ig / yt

= 3834.058 * 0.000667 /0.1 = 25.573 KNm

Momen akibat beban mati dan beban hidup (MD+L)

No Jenis beban Momen KNm

1 Berat sendiri ( MS ) 0.4504

2 Beban mati tambahan ( MA ) 0.158

3 Beban lalulintas TD/TT 29.547

Ma 30.1554
Tabel 3.4.4.1. Momen akibat beban mati dan hidup ( Ma ) pada slab

Inersia efektif untuk perhitungan lendutan,

Ie = ( Mcr / Ma )3 * Ig + [ 1 - ( Mcr / Ma )3 ] * Icr

= (25.573 / 30.1554 )3 * 0.000667 + ( 1- (25.573 / 30.1554)3 ) *0.0003

= 0.000524 m4

Lendutan akibat berat sendiri (MS)

Beban akibat berat sendiri, QMS = 4.8 kN/m

MS = 5/384*QMS*L4 / ( Ec*Ie)

= 5/384 * 4.8 * 1.54 / (25742.9602 *0.000524) = 0.000023 m

85
Lendutan akibat beban mati tambahan (MA)

Beban akibat beban mati tambahan, QMA = 1.3 kN/m

Lendutan akibat beban mati tambahan (MA) :

MA = 5/384*QMA*L4 / ( Ec*Ie)

= 5/384 *1.3*1.54 / (25742.9602 *0.000524) = 0.0000064 m


Lendutan akibat beban truk “T” ( TT )

Beban truk “T” PTT = 140 KN

Lendutan akibat beban jalur “D” ( TD )

δTT = 1/48 * PTD * L3 / ( Ec * le )

= 1/48 * 140 * 1.5 3 / (25742.9602 *0.000524) = 0.00073 m

Lendutan total pada pelat lantai jembatan, δmask = 1.5/240 = 0.00625 m

No Jenis beban Lendutan ( m )


1 Berat sendiri ( Ms ) 0.000023
2 Beban tambahan ( MA ) 0.0000064
3 Beban lalulintas ( TT ) 0.00073
Total lendutan 0.00076
< L/240 = 0.00625 OK
Tabel 3.4.4.2. Total lendutan pada slab

86
3.5. Perhitungan Gelagar
3.5.1. Beban Pada Balok Diafragma
3.5.1.1. berat sendiri ( MS )

Distribusi beban lantai pada balok diafragma adalah sebagai berikut :

Ukuran balok diafragma,

Lebar, bd = 0.30 m
Tinggi, hd = 0.50 m
Panjang bentang balok diafragma, S = 1.5 m

No Jenis Lebar (m ) Tebal(m ) Berat ( kg/m3 ) Beban (kg/m)


1 Pelat lantai 1.5 0.2 2400 720
2 Balok diafragma 0.3 0.5 2400 360
QMS 1080
Tabel 3.5.1.1. perhitungan berat sendiri diafragma (QMS )

Beban berat pada diafragma adalah ( QMs ) = 1080 Kg/m atau = 10.8 KN/m

87
Gaya geser dan momen akibat berat sendiri,

VMS = 1 / 2 * QMS * s = 1 / 2 * 10.8 * 1.5 = 8.1 kN

MMS = 1 / 12 * QMS * s2 = 1/12 * 10.8 * 1.52 = 2.025 kNm

3.5.1.2. Beban mati tambahan ( MA )


No Jenis Lebar (m ) Tebal(m ) Berat ( kg/m3 ) Beban (kg/m)
1 Lap.asphalt + overlay 1.5 0.05 2200 165
2 Air hujan 1.5 0.02 1000 30
QMA 195
Tabel 3.5.1.2. perhitungan beban mati tambahan diafragma (QMA )

Beban berat pada diafragma adalah ( QMA ) = 195 Kg/m atau = 1.95 KN/m

Gaya geser dan momen akibat beban mati tambahan,

VMA = 1 / 2 * QMA * s = ½ * 1.95 * 1.5 = 1.4625 KN

MMA = 1 / 12 * QMA * s2 = 1/12 * 1.95 * 1.52 = 0.365625 KNm

3.5.1.3. Beban truk "T" (TT) :

Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T) yang
besarnya, T = 100 kN

Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk diambil, DLA = 0.4

Beban truk "T" : PTT = ( 1 + DLA ) * T = ( 1 + 0.4 ) * 100 = 140 kN

Gaya geser dan momen akibat beban "T",

VTT = 1 / 2 * PTT = 1 / 2 * 140 * = 70 kN

MTT = 1 / 8 * PTT * s = 1/8 * 140 * 1.5 = 26.25 kNm

88
3.5.1.4. Kombinasi beban Ultimit
No Jenis Faktor beban Gaya V Momen M Vu Mu
KN KNm KN KNm
1 Berat sendiri ( MS ) 1.3 8.1 2.025 10.53 2.6325
2 Beban tambahan ( MA ) 2 1.4625 0.365625 2.925 0.7313
3 Beban truck TT 2 70 26.25 140 52.5
Total gaya geser dan momen ultimit 153.455 55.864
Tabel 3.5.1.4. kombinasi gaya geser dan momen ultimit diafragma

momen dan gaya geser rencana balok diafragma

Momen ultimit rencana balok diafragma, Mu = 55.864 kNm

Gaya geser ultimit rencana balok diafragma, Vu = 153.455 kN

3.5.1.5. Pembesian Balok Diafragma

a. Tulangan lentur

Momen rencana ultimit balok diafragma, Mu = 55.864 kNm


Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa
Kuat leleh baja, fy = 400 MPa
Lebar balok, b = bd = 300 mm
Tinggi balok, h = hd = 500 mm
Jarak pusat tulangan terhadap sisi luar beton, d' = 40 mm
Modulus elastis baja, Es = 200000 MPa
β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa tetapi β1 tidak boleh diambil
kurang 0.65.
Faktor bentuk distribusi tegangan beton, β1 = 0.85
Faktor reduksi kekuatan lentur

89
[ ]

[ ]

Tinggi efektif balok , d = h - d' = 500 – 40 = 460 mm


Momen nominal rencana, Mn = Mu / = 55.864 /0.8 = 69.83 kNm
Faktor tahanan momen, Rn = Mn * 106 / ( b * d2 )

= 69.83 * 106/( 300 * 460 2 ) = 1.100

Rn < Rmax (OK)

Rasio tulangan diperlukan

[ √ ] [ √ ]

Rasio tulangan minimum

Rasio tulangan yang digunakan


Luas tulangan yang diperlukan,

As = b*d= * 300 * 460 = 483 mm2

Diameter tulangan yang digunakan, D = 22 mm

As1 = 1/ 4 *3.14 * D2 = ¼*3.14 * 22 2 = 379.94 mm2

Jumlah tulangan yang diperlukan,

n = As / As1 = 483 / 379.94 = 1.27 menjadi = 2 batang

90
Digunakan tulangan, 2 D 22

As = As1 * n = 379.94 * 2 = 759.88 mm2

b. Tulangan Geser

Gaya geser ultimit rencana, Vu = 153.455 kN


Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa
Kuat leleh baja, fy = 400 MPa
β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa tetapi β1 tidak boleh diambil
kurang 0.65.
Faktor bentuk distribusi tegangan beton, β1 = 0.85
Faktor reduksi kekuatan geser
Lebar balok diafragma, b = 300 mm
Tinggi efektif balok diafragma, d = 460 mm
Apabila Vu < * Vc , maka dipasang tulangan geser minimum dengan jarak
sengkang

S=

Apabila Vu > * Vc , maka balok perlu tulangan geser dengan jarak


sengkang

S=

Kuat geser nominal beton,

Vc = √ √

Vc = 0.6 * 75.5856 kN

Dari hasi menunjukan bahwa Vu < * Vc (153.455 > 75.5856 ) perlu tulangan geser

91
Gaya geser yang dipikul tulangan geser,

Vs = = 129.782 kN

Kontrol dimensi diafragma terhadap kuat geser maksimum :

Vsmax = √ = √ = 251.952 kN

Vs < Vsmax ……………………

Dimensi balok memenuhi persyaratan kuat geser (OK)

Digunakan sengkang berpenampang : D 10 mm


Luas tulangan geser sengkang,

Av = 2 * luas penampang tulangan

= 2* ¼ * * D2 = 2*(1/4 * 3.14 * 102 ) = 157 mm2

Jarak tulangan geser (sengkang) yang diperlukan :

S= = 222.59 mm

Digunakan sengkang, D 10 – 200 mm

Gambar 3.5.1.5 Pemasangan tulangan diafragma

92
3.5.2. Perhitungan Gelagar
3.5.2.1 Berat Sendiri (MS)

Faktor beban ultimit : KMS = 1.3

Berat sendiri ( self weight ) adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang
dipikulnya dan bersifat tetap. Beban

berat sendiri balok diafragma pada Gelagar dihitung sbb. :

 Panjang bentang Gelagar, L = 13.2 m


 Berat satu balok diafragma,
Wd = bd * (hd - ts) * s * wc
= 0.3 *(0.5 – 0.2 ) * 1.5 * 2400 = 324 Kg
 Jumlah balok diafragma sepanjang bentang L, nd = 4
 Beban diafragma pada Gelagar,
Qd = nd * Wd / L = 4 *324/ 13.2 = 98.182 Kg/m

93
Beban berat sendiri pada gelagar
No Jenis Lebar Tebal Berat Beban
(m) (m) ( Kg/m3 ) ( Kg/m )
1 Pelat lantai 1.5 0.2 2400 720
2 Gelagar 0.45 0.9 2400 972
3 Diafragma Qd 98.182
QMs 1790.182
Tabel 3.5.2.1. Perhitungan berat sendiri gelagar ( QMs )

Beban berat pada gelagar adalah ( QMs ) = 1790.182 Kg/m atau = 17.90182 KN/m

 Gaya geser dan momen pada T-Gelagar akibat berat sendiri (MS) :

VMS = ½ * QMS * L = ½ * 17.90182 * 13.2 = 118.152 KN

MMS = 1/8 * QMS * L2 = 1/8 * 17.90182 * 13.22 = 389.902 KNm

94
3.5.2.2. Beban Mati Tambahan (MA)

Faktor beban ultimit : KMA = 2.0

Beban mati tambahan ( superimposed dead load ), adalah berat seluruh bahan
yang menimbulkan suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non-
struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Jembatan dianalisis
harus mampu memikul beban tambahan seperti :

1) Penambahan lapisan aspal (overlay ) di kemudian hari,

2) Genangan air hujan jika sistim drainase tidak bekerja dengan baik,

 Panjang bentang Gelagar L = 13.2 m

Beban mati tambahan pada Gelagar


No Jenis Lebar Tebal Berat Beban
3
(m) (m) (kg/m ) (kg/m)
1 Lab. Asphalt + overlay 1.5 0.05 2200 165
2 Air hujan 1.5 0.02 1000 30
Beban mati tambahan QMA 195
Tabel 3.5.2.2. perhitungan beban mati tambahan gelagar ( QMA )

Beban mati tambahan pada Gelagar adalah (QMA ) = 195 Kg/m atau = 1.95 KN/m

95
 Gaya geser dan momen pada T-Gelagar akibat berat sendiri (MA) :

VMA = ½ * QMA * L = ½ * 1.95 * 13.2 = 12.87 KN

MMA = 1/8 * QMA * L2 = 1/8 * 1.95 * 13.22 = 42.471 KNm

3.5.2.3. Beban Lalu-Lintas

a. Beban Lajur "D" (TD)

Faktor beban ultimit : KTD = 2.0

Beban kendaraan yg berupa beban lajur "D" terdiri dari beban terbagi rata (Uniformly
Distributed Load ), UDL dan beban garis (Knife Edge Load ), KEL seperti pd
Gambar 1. UDL mempunyai intensitas q (kPa) yg besarnya tergantung pd panjang
bentang L yg dibebani lalu-lintas seperti Gambar 2 atau dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut :

q = 8.0 kPa untuk L 0m

q = 8.0 *( 0.5 + 15 / L ) kPa untuk L > 30 m

96
Gambar 3.5.2.3.a. Beban lajur "D"

Gambar 3.5.2.3.a1. Intensitas Uniformly Distributed Load (UDL)

 Untuk panjang bentang, L = 13.20 m q = 8.00 kPa


 KEL mempunyai intensitas, p = 44.0 kN/m
 Faktor beban dinamis (Dinamic Load Allowance) untuk KEL diambil sebagai
berikut :
DLA = 0.4 untuk L 50 m
DLA = 0.4 - 0.0025*(L - 50) untuk 50 < L < 90 m
DLA = 0.3 untuk L 90 m

Gambar 3.5.2.3.a2. Faktor beban dinamis (DLA)

97
 Jarak antara Gelagar , S = 1.5 m
 Untuk panjang bentang, L = 13.2 maka, DLA = 0.4
 Beban lajur pada Gelagar, QTD = q * s = 8 *1.5 = 12 kN
 PTD = (1 + DLA) * p * s = (1 + 0.4 )*44* 1.5 = 92.4 kN
 Gaya geser dan momen pada T-Gelagar akibat beban lajur "D" :

VTD = 1 / 2 * ( QTD * L + PTD ) = ½ * (12 * 13.2 + 92.4 ) = 125.4 kN

MTD = 1 / 8 * QTD * L2 + 1 / 4 * PTD * L

= 1/8 *(12 * 13.22 ) + ( ¼ * 92.4 * 13.2) = 566.28 kNm

b. Beban Truk "T" (TT)

Faktor beban ultimit : KTT = 2.0

Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T) yang
besarnya, T = 100 kN.

 Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk diambil, DLA = 0.4

Beban truk "T" : PTT = ( 1 + DLA ) * T = ( 1 + 0.4 ) * 100 = 140.00 kN

98
a = 5.00 m
b = 5.00 m
Panjang bentang Gelagar, L = 13.2 m

 Gaya geser dan momen pada T-Gelagar akibat beban truk "T" :

VTT = [ 9/8 * L - 1/4 * a + b ] / L * PTT

= (9/8 * 13.2 – ¼ * 5 + 5 ) / 13.2 * 140 = 197.273 kN

MTT = VTT * L/2 - PTT * b

= 197.273 * 13.2/2 – 140 * 5 = 602.0018 kNm

Gaya geser dan momen yang terjadi akibat pembebanan lalu-lintas, diambil yang
memberikan pengaruh terbesar terhadap T-Gelagar di antara beban "D" dan beban
"T".

 Gaya geser beban "D" dan beban "T".

Gaya geser maksimum akibat beban, T VTT = 197.273 kN

Momen maksimum akibat beban, D MTT = 602.0018 kNm

99
3.5.2.4. Gaya Rem (TB)

Faktor beban ultimit : KTB = 2.00

Pengaruh pengereman dari lalu-lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah


memanjang, dan dianggap bekerja pada jarak 1.80 m di atas lantai jembatan.
Besarnya gaya rem arah memanjang jembatan tergantung panjang total jembatan (Lt)
sebagai berikut :

Gaya rem, HTB = 250 kN untuk Lt 80 m

Gaya rem, HTB = 250 + 2.5*(Lt - 80) kN untuk 80 < Lt < 180 m

Gaya rem, HTB = 500 kN untuk Lt 180 m

 Panjang bentang Gelagar, L = 15.00 m


 Jumlah Gelagar, n Gelagar = 5 buah
 Gaya rem, HTB = 250 kN
 Jarak antara Gelagar, S = 1.5 m

Gaya rem untuk Lt 80 m :

TTB = HTB / nGelagar = 250 / 5 = 50.00 kN

Gaya rem juga dapat diperhitungkan sebesar 5% beban lajur "D" tanpa faktor beban

dinamis.

100
 Gaya rem, TTB = 5 % beban lajur "D" tanpa faktor beban dinamis,

QTD = q * s = 8 * 1.5 = 12 kN/m

PTD = p * s = 44 * 1.5 = 66 kN

TTB = 0.05 * ( QTD * L + PTD )

= 0.05 * ( 12 * 13.2 + 66 ) = 11.22 kN < 50.00 kN

Diambil gaya rem, TTB = 50.00 kN

 Lengan terhadap. Titik berat balok,

y = 1.80 + ta + h / 2 = 2.500 m = 1.8 + 0.05 + 0.9/2 = 2.3 m

 Beban momen akibat gaya rem,

M = TTB * y = 50 * 2.3 = 115 kNm

 Gaya geser dan momen maksimum pada balok akibat gaya rem :

VTB = M / L = 115 / 13.2 = 8.712 kN

MTB = 1/2 * M = ½* 115 = 57.5 kNm

3.5.2.5. Beban Angin (EW)

Faktor beban ultimit : KEW = 1.20

Gaya angin tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat beban
angin yang meniup kendaraan di atas lantai jembatan dihitung dengan rumus :

TEW = 0.0012*Cw*(Vw)2 = kN/m2

101
dengan, koefisien seret Cw = 1.2

Kecepatan angin rencana, Vw = 35 m/det

 Beban angin tambahan yang meniup bidang samping kendaraan :

TEW = 0.0012*Cw*(Vw)2 = 1.764 kN/m

Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan
tinggi 2.00 m di atas lantai jembatan. h = 2.00 m

Jarak antara roda kendaraan x = 1.75 m

 Beban akibat transfer beban angin ke lantai jembatan,

QEW = 1/2*h / x * TEW = ½ * 2/ 1.75 * 1.764 = 1.008 kN/m

 Panjang bentang Gelagar, L = 13.2 m


 Gaya geser dan momen pada Girder akibat beban angin (EW) :

VEW = 1 / 2 * QEW * L = ½ * 1.008 * 13.2 = 6.6528 kN

MEW = 1 / 8 * QEW * L2 = 1/8 * 1.008 * 13.22 = 21.95424 KNm

3.5.2.6. Pengaruh Temperatur (ET)

Gaya geser dan momen pada Gelagar akibat pengaruh temperatur, diperhitungkan
terhadap gaya yang timbul akibat pergerakan temperatur (temperatur movement) pada
tumpuan (elastomeric bearing) dengan perbedaan temperatur sebesar : T = 20 ºC

102
 Koefisien muai panjang untuk beton, = 0,00001 / ºC
 Panjang bentang Gelagar, L = 13.2 m
 Shear stiffness of elastomeric bearing, k = 15000 kN/m
 Temperatur movement, = * T * L = 0.00001 * 20 * 13.2 = 0.00264 m
 Gaya akibat temperatur movement, FET = k * = 39.6 kN

 Tinggi Gelagar , h = 0.9 m


 Eksentrisitas, e = h / 2 = 0.45
 Momen akibat pengaruh temperatur,

M = FET * e = 39.6 * 0.45 = 17.82 kNm

 Gaya geser dan momen pada Girder akibat pengaruh temperatur (ET) :

VET = M / L = 17.82 / 13.2 = 1.35 kN

MET = M = 17.82 kNm

3.5.2.7. Beban Gempa (EQ)

Gaya gempa vertikal pada gelagar dihitung dengan menggunakan percepatan vertikal
ke bawah minimal sebesar 0.10 * g ( g = percepatan gravitasi ) atau dapat diambil
50% koefisien gempa horisontal statik ekivalen. Koefisien beban gempa horisontal

Kh = C * S

Keterangan

Kh = Koefisien beban gempa horisontal,

C = Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar, dan kondisi

103
Tanah setempat.

S = Faktor tipe struktur yg berhubungan dengan kapasitas penyerapan

energi gempa (daktilitas) dari struktur.

Waktu getar struktur dihitung dengan rumus :

T = 2 * * √[ Wt / ( g * KP ) ]

Keterangan

Wt = Berat total yang berupa berat sendiri dan beban mati tambahan

KP = kekakuan struktur yang merupakan gaya horisontal yang diperlukan

untuk menimbulkan satu satuan lendutan.

g = percepatan grafitasi bumi, g = 9.81 m/det2

 Berat total yang berupa berat sendiri dan beban mati tambahan :

Wt = PMS + PMA

 Berat sendiri, QMS = 17.90182 kN/m


 Beban mati tambahan, QMA = 1.95 kN/m
 Panjang bentang, L = 13.2 m

104
 Berat total,
Wt = ( QMS + QMA ) * L = (17.90182 + 1.95 ) 13.2 = 262.044 kN
 Dimensi gelagar , b = 0.45 m h = 0.9 m
 Momen inersia penampang Gelagar ,

I = 1/12 * b * h3 = 1/12 * 0.45 * 0.93 = 0.0273 m4

 Modulus elastik beton,

Ec = 4700*√ = 4700*√ 25742.9602 MPa = 25742960.2 kPa

 Kekakuan lentur Gelagar ,

Kp = 48 * Ec * I / L3 = 48 * 25742960.2 * 0.0273/ 13.2 3 = 14666.98 kN/m

 Waktu getar, T

T = 2 * * √[ Wt / ( g * KP ) ] = 2 * 3.14 * ( 262.044/(9.81*14666.98 )0.5

= 0.27 detik

Kondisi tanah dasar termasuk sedang (medium). Lokasi di wilayah gempa 5.


Koefisien geser dasar, C = 0.12

Untuk struktur jembatan dengan daerah sendi plastis beton beton bertulang, maka
faktor tipe struktur dihitung dengan rumus,

S = 1.0 * F dengan, F = 1.25 - 0.025 * n

Keterangan :

F = faktor perangkaan,

n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi struktur. Untuk nilai,n = 1m

F = 1.25 - 0.025 * n = 1.25 – 0.025 * 1 = 1.225

105
 Faktor tipe struktur, S = 1.0 * F = 1.0 * 1.225 = 1.225
 Koefisien beban gempa horisontal, Kh = C * S = 0.12 * 1.225 = 0.147
 Koefisien beban gempa vertikal, Kv = 50%*Kh = 50% * 0.147 = 0.1 = 0.10
 Diambil koefisien gempa vertikal, Kv = 0.1
 Gaya gempa vertikal, TEQ = Kv * Wt = 0.1 * 262.044 = 29.2044 kN

 Beban gempa vertikal, QEQ = TEQ / L = 29.2044 /13.2 = 2.212 kN/m


 Gaya geser dan momen pada Girder akibat gempa vertikal (EQ) :

VEQ = 1 / 2 * QEQ * L = ½ * 2.212 *13.2 = 14.5992 kN

MEQ = 1 / 8 * QEQ * L2 = 1/8 * 2.212 * 13.22 = 48.1774 kNm

3.5.2.8. Kombinasi Beban Ultimit


a. kombinasi momen ultimit dan gaya geser
No Jenis beban Faktor beban Kom-1 Kom-2 Kom-3
1 Berat sendiri ( MS ) 1.3   
2 Beban mati tambahan ( MA ) 2   
3 Beban lajur “ D “ ( TD ) 2   
4 Gaya rem ( TB ) 2  
5 Beban angina ( EW ) 1.2 
6 Pengaruh temperature ( ET ) 1.2 
7 Beban gempa ( EQ ) 1 
Tabel 3.5.2.8a. kombinasi momen ultimit dan gaya geser gelagar

106
b. kombinasi momen ultimit
Kombinasi momen ultimit Komb-1 Komb-2 Komb-3
Faktor Momen Mu Mu Mu
No Jenis beban
beban (KNm) (KNm) (KNm) (KNm)
1 Berat sendiri ( MS ) 1.3 389.902 506.8726 506.8726 506.8726
2 Beban mati tambahan ( MA ) 2 42.471 84.942 84.942 84.942
3 Beban lalulintas ( TD/TT ) 2 602.002 1204.0036 1204.004 1204.0036
4 Gaya rem ( TB ) 2 57.5 115 115
5 Beban angina ( EW ) 1.2 21.9542 26.345088
6 Pengaruh temperature ( ET ) 1.2 17.82 21.384
7 Beban gempa ( EQ ) 1 48.1774 48.1774
1937.2 1932.20 1844
Tabel 2.5.2.8b. Kombinasi momen ultimit pada gelagar

c. kombinasi gaya geser


Kombinasi gaya geser ultimit Komb-1 Komb-2 Komb-3
Faktor V Vu Vu Vu
No Jenis beban
beban (KN) (KN) (KN) (KN)
1 Berat sendiri ( MS ) 1.3 118.152 153.5976 153.5976 153.5976
2 Beban mati tambahan ( MA ) 2 12.87 25.74 25.74 25.74
3 Beban Lalulintas ( TD/TT ) 2 197.273 394.546 394.546 394.546
4 Gaya rem ( TB ) 2 8.712 17.424 17.424
5 Beban angina ( EW ) 1.2 6.6528 7.98336
6 Pengaruh temperature ( ET ) 1.2 1.35 1.62
7 Beban gempa ( EQ ) 1 14.5992 14.5992
599.3 592.93 588.48
Tabel 2.5.2.8c. Kombinasi gaya geser pada gelagar.

 Momen ultimit rencana Gelagar, Mu = 1937.2 KNm


 Gaya geser ultimit rencana Gelagar, Vu = 599.3 KN

107
3.5.2.9. Pembesian Gelagar

a. Tulangan Lentur

 Momen rencana ultimit Gelagar, Mu = 1937.2 kNm


 Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa
 Kuat leleh baja, fy = 400 MPa
 Tebal slab beton, ts = 200 mm
 Lebar badan Gelagar, b = 450 mm
 Tinggi Gelagar, h = 900 mm
 Lebar sayap T-Gelagar diambil nilai yang terkecil dari : L/4 = 3300 mm
 Jarak antara gelagar S = 1500 mm

12 * ts = 2400 mm

 Diambil lebar efektif sayap T-Gelagar , beff = 1500 mm


 Jarak pusat tulangan terhadap sisi luar beton, d' = 100 mm
 Modulus elastis baja, Es = 200000 MPa
 β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
 β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa tetapi β1 tidak boleh diambil
kurang 0.65.
 Faktor bentuk distribusi tegangan beton, β1 = 0.85
 Faktor reduksi kekuatan lentur

[ ]

[ ]

108
 Tinggi efektif T-Gelagar, d = h - d' = 900 – 100 = 800 mm
 Momen nominal rencana, Mn = Mu / = 1937.2 /0.8 = 2421.5 kNm
 Faktor tahanan momen, Rn = Mn * 106 / ( beff * d2 )

= 2421.5 * 106/( 1500 * 800 2 ) = 2.52

Rn < Rmax (OK)

 Rasio tulangan diperlukan

[ √ ] [ √ ]

 Rasio tulangan minimum

 Rasio tulangan yang digunakan


 Luas tulangan yang diperlukan,

As = beff * d = * 1500 * 800 = 7980 mm2

 Diameter tulangan yang digunakan, D = 32 mm

As1 = 1/ 4 *3.14 * D2 = ¼*3.14 * 32 2 = 803.84 mm2

 Jumlah tulangan yang diperlukan,

n = As / As1 = 7980/ 803.84 = 9.93 menjadi = 10 batang

 Digunakan tulangan, 10 D 32

As = As1 * n = 803.84 * 10 = 8038.4 mm2

 Jumlah tulangan maksimal per baris ( m )

m= = = 5.02 dibulatkan = 5 batang

109
 tebal selimut beton td’ = 40 mm
 Diameter sengkan yang digunakan Ds = 12 mm
 jumlah tulangan tiap baris nt = 5 batang
jarak bersih antar tulangan
 X = ( b - nt * D - 2 * td’ - 2 * ds) / (nt - 1)

= ( 450 – 5 * 32 - 2* 40 – 2 * 12 )/ ( 5 - 1 ) = 46.5 mm

Untuk menjamin agar Girder bersifat daktail, maka tulangan tekan diambil 30%
tulangan tarik, sehingga :

As' = 30% * As = 30% * 8038.4 = 2411.52 mm2

 Jumlah tulangan tekan yang diperlukan,

n' = As' / As1 = 2411.52 / 803.84 = 3

 Digunakan tulangan, 3 D 32

b. Tulangan Geser

 Gaya geser ultimit rencana, Vu = 599.3 kN


 Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa
 Kuat leleh baja, fy = 400 MPa
 Faktor reduksi kekuatan geser,
 Lebar badan Gelagar, b = 450 mm
 Selimut beton d’ = 40 mm
 Tinggi efektif Gelagar , d = 860 mm
 Apabila Vu < * Vc , maka dipasang tulangan geser minimum dengan jarak
sengkang

S= =………….

110
 Apabila Vu > * Vc , maka balok perlu tulangan geser dengan jarak
sengkang

S= =……………

 Kuat geser nominal beton,

Vc = √ √

Vc = 0.6 * 211.9686 kN

Dari hasi menunjukan bahwa Vu > * Vc (599.3 > 211.9686 ) perlu tulangan geser

 Gaya geser yang dipikul tulangan geser,

Vs = = 645.552 kN

 Kontrol dimensi Gelagar terhadap kuat geser maksimum :

Vsmax = √ = √ = 706.562 kN

Tulangan sengkang akan stabil untuk dipakai apabila , S<½


d x 600, jika Vs > Vsmax maka jarak sengkang ( s ) adalah S < 1/ 4 d x 300 mm.

 Digunakan sengkang berpenampang : D 12


 Luas tulangan geser sengkang,

Av = 2 * luas penampang tulangan

= 2* ¼ * * D2 = 2*(1/4 * 3.14 * 122 ) = 226.08 mm2

 Jarak tulangan geser (sengkang) yang diperlukan :

S= = 120.473 mm

111
 Verifikasi jarak sengkang Vs < Vmax maka S = ½ x 860 = 430 mm > S = 120
.473 mm O k
 Digunakan sengkang, D 12 – 120 mm dan 200 mm
 Pada badan girder dipasang tulangan susut minimal dengan rasio tulangan,
sh = 0.001
 Luas tulangan susut, Ash = sh b * d = 0.001 * 450 * 800 = 360 mm2
 Diameter tulangan yang digunakan, D 12 mm
2 2
 Luas satu tulangan Ash1 = 1 / 4 * 3.14 * 12 = 113.04 mm
 Jumlah tulangan susut yang diperlukan,
 Digunakan tulangan, n = Ash / Ash1
= 360/113.04 = 3.18 dibulatkan 4 batang
 Jumlah tulangan susut yang digunakan 3 D 12

Gambar 3.5.2.9. Pemasangan tulangan gelagar

112
3.6. Kontrol momen dan lendutan gelagar
3.6.1. Kontrol Momen Ultimit gelagar

 Tebal slab beton, ts = 200 mm


 Lebar efektif sayap, beff = 1500 mm
 Lebar badan Gelagar , b = 450 mm
 Tinggi Gelagar, h = 900 mm
 Jarak pusat tulangan terhadap sisi luar beton, d' =100 mm
 Tinggi efektif T-Gelagar, d = h - d' = 900 – 100 = 800 mm
 Luas tulangan, As = ¼ *3.14 * d2 = ( ¼ *3.14*322 )* 10 = 8038.4 mm2
 Kuat tekan beton, fc' = 30 MPa
 Kuat leleh baja, fy = 400 MPa
 Untuk garis netral berada di dalam sayap T-Gelagar, maka : Cc > Ts
 Gaya internal tekan beton pada sayap,

Cc = 0.85 * fc' * beff * ts

= 0.85 * 30 * 1500 * 200 = 7650000 N

 Gaya internal tarik baja tulangan,

Ts = As * fy = 8038.4 * 400 = 3215360 N

Cc > Ts ( 7650000 > 3215360) garis netral di dalam sayap

= 84.062 mm

113
 Jarak garis netral,
c=a/ = 84.062 / 0.85 = 98.90 mm
 Regangan pada baja tulangan tarik,

= < 0.03 (OK)

 Momen nominal,

( )

( ) KNm

 Kapasitas momen ultimit,


Mu = * Mn = 0.8 * = 1949.715 kNm
1949.715 kNm > Mu = 1937.2 kNm AMAN (OK)

3.6.2. Kontrol lendutan gelagar

 Kuat tekan beton, fc’ = 30 MPa


 Tegangan leleh baja, fy = 400 MPa
 Modulus elastis beton, Ec = 4700 * √ = 4700* √ 25742.9602 MPa
 Modulus elastis baja, Es = 200000 MPa
 Tinggi balok, h = 0.9 m
 Lebar balok, b = 0.45 m
 Jarak tulangan terhadap sisi luar beton, d' = 0.100 m
 Tinggi efektif balok, d = h - d' = 0.9 – 0.10 = 0.8 m
 Luas tulangan balok,
As = ( ¼ *3.14*322 )*10 = 8038.4 mm2 = 0.0080384 m2

 Inersia brutto penampang balok,

Ig = 1/12 * b * h3 = 1/12 * 0.45 * 0.9 3 = 0.0273375 m4

114
 Modulus keruntuhan lentur beton,

fr = 0.7 * √ *103 = 0.7 *√ * 103 = 3834.058 kPa

 Nilai perbandingan modulus elastis,

n = Es / Ec = 200000/25742.9602 = 7.77

 Jarak garis netral terhadap sisi atas beton,

c = n * As / b = (7.77 *0.0080384)/0.45 = 0.139 m

 Inersia penampang retak yang ditransformasikan ke beton dihitung sbb. :

Icr = 1/3 * b * c3 + n * As * ( d - c )2

= 1/3 * 0.45 * 0.139 3 + 7.77 * 0.0080384*( 0.8 – 0.139)

= 0.028 m4

yt = h / 2 = 0.9/2 = 0.45 m

 Momen retak :

Mcr = fr * Ig / yt

= 3834.058 * 0.0273375 /0.45 = 232.92 KNm

115
 Momen akibat beban mati dan beban hidup (MD+L)
No Jenis beban Momen KNm

1 Berat sendiri ( MS ) 389.902

2 Beban mati tambahan ( MA ) 42.471

3 Beban lalulintas TD/TT 602.0018

4 Gaya rem ( TB ) 57.5

MD + L 1091.8748
Tabel 3.6.2. Momen akibat beban mati dan beban hidup

 Inersia efektif untuk perhitungan lendutan,

Ie = ( Mcr / MD+L )3 * Ig + [ 1 - ( Mcr / MD+L )3 ] * Icr

=( 232.92 / 1091.8748)3 * 0.0273375 + (1- (232.92 /1091.8748)3 ) *0.028

= 0.028 m4

 Panjang bentang balok, L = 13.2 m

3.6.2.1. Lendutan akibat berat sendiri (MS)


 Beban akibat berat sendiri, QMS = 17.90182 kN/m
 Lendutan akibat berat sendiri (MS) :
MS = 5/384*QMS*L4 / ( Ec*Ie)
= 5/384 * 17.90182 * 13.2 4 / (25742.9602 *0.028) = 0.00982 m

3.6.2.2. Lendutan akibat beban mati tambahan (MA)

 Beban akibat beban mati tambahan, QMA = 5.38 kN/m


 Lendutan akibat beban mati tambahan (MA) :
MA = 5/384*QMA*L4 / ( Ec*Ie)
= 5/384 *1.95*13.24 / (25742.9602 *0.028) = 0.0011 m

116
3.6.2.3. Lendutan akibat beban lajur "D" (TD)

 Beban lajur "D" : Beban terpusat, PTD = 92.4 kN


 Beban merata, QTD = 12 kN/m
 Lendutan akibat beban lajur "D" (TD) :

TD = 1/48* PTD*L3 / (Ec*Ie) + 5/384*QTD*L4 / ( Ec*Ie)

= 1/48 * 92.4 * 13.23 / (25742.9602 *0.028) + 5/384 * 12 * 13.24 /(25742.9602

*0.028)

= 0.0061 + 0.0066 = 0.0127 m

3.6.2.4 Lendutan akibat gaya rem (TB)

 Momen akibat gaya rem, MTB = 115 kNm


 Lendutan akibat gaya rem (TB) :

TB = 0.0642 * MTB * L2 / ( Ec*Ie)

= 0.0642 * 115 * 13.22 / (25742.9602 *0.028) = 0.0018 m

3.6.2.5 Lendutan akibat beban angin (EW)

 Beban akibat transfer beban angin pada kendaraan, QEW = 1.008 kN/m
 Lendutan akibat beban angin (EW) :

EW = 5/384*QEW*L4 / ( Ec*Ie)

= 5/384 * 1.008 * 13.24 / (25742.9602 *0.028) = 0.0006 m

3.6.2.6. Lendutan akibat pengaruh temperatur (ET)

 Momen akibat temperatur movement, MET = 17.82 kNm

117
 Lendutan akibat pengaruh temperatur (ET) :

ET = 0.0642 * MET * L2 / ( Ec*Ie)

= 0.0642 * 17.82 * 13.22 / (25742.9602 *0.028) = 0.00028 m

3.6.2.7. Lendutan akibat beban gempa (EQ)

 Beban gempa vertikal, QEQ = 2.204 kN/m


 Lendutan akibat beban gempa (EQ) :

EQ = 5/384*QEQ*L4 / ( Ec*Ie)

= 5/384 * 2.204* 13.24 / (.25742.9602 *0.028) = 0.0012 m

3.6.2.8. Kontrol Lendutan balok


Lendutan maksimum max = L/240 0.055 0.055 0.055
No Jenis beban Komb-1 Komb-2 Komb-3
(m) (m) (m)
1 Berat sendiri ( MS ) 0.00982 0.00982 0.00982
2 Beban mati tambahan ( MA ) 0.0011 0.0011 0.0011
3 Beban lajur “D” (TD) 0.0127 0.0127 0.0127
4 Gaya rem ( TB ) 0.0018 0.0018
5 Beban angin ( EW ) 0.0006
6 Pengaruh temperature ( ET ) 0.00028
7 Beban gempa ( EQ ) 0.0012
Lendutan total ( kombinasi) 0.02602 0.0257 0.02362
< 0.055 < 0.055 < 0.055
OK OK OK
Tabel 3.6.2.8. kombinasi Kontrol lendutan gelagar

118
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis akan menarik kesimpulan dan mencoba mengemukakan
saran – saran .

4.1. KESIMPULAN

Dalam tulisan ini penyusun dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Dalam perhitumgan struktur jembatan dengan dimensi yang digunakan antara


lain :
Tian Sandaran 150/200 mm, Lebar Trotoar 600 mm,lebar Jalan lalulintas
6000 mm ,tebal slab lantai jembatan 200 mm, diafragma 300/500 mm,
Gelagar 450/900 mm dan panjang bentang 13200 mm.
2. Dalam perhitungan struktur jembatan ini bahan – bahan yang digunakan
adalah beton dan baja tulangan. Kapasitas tekan beton sebesar 30 MPa dan
kapasitas tarik baja sebesar 400 MPa.
3. Beban – beban yang direncanakan sesuai dengan peraturan pembebanan
jembatan Indonesia RSNI T-02-2005. Aksi – aksi terkait itu diantaranya
adalah beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa dan pengaruh
suhu.
4. Aksi – aksi terkait yang direncanakan ini dikombinasikan sehingga diperoleh
momen maksimum pada pada tiang sandaran sebesar 2.86 KNm dan gaya
lintang sebesar 2.86 KN , pada slab trotoar momen sebesar 15.124 KNm,pada
Slab lantai momen sebesar 67.6192 KNm Mtumpuan dan 60.20852 Mlapangan ,
pada gelagar induk (girder) momen sebesar 1937.2 kNm dan gaya lintang
sebesar 599.3 KN, pada gelagar melintang (diafragma) momen sebesar
55.864 kNm dan pada gelagar melintang sebesar 153.455 kN.

119
5. Dari besarnya momen dan gaya lintang rencana yang diperoleh dari
perhitungan maka dimensi tulangan beton untuk tiang sandaran tulangan
pokok 4 10 dan sengkang 6 – 450 mm, slab trotoar tulangan memanjang
16 – 300 mm dan tulangan melintang 13 – 700 mm, slab lantai lalulintas
tulangan memanjang mm dan tulangan melintang 16 – 150
mm, pada balok melintang ( diafragma ) tulangan pokok 4 22 dan 2 batang
tulangan tekan 2 batang tulangan tarik dengan tulangan sengkang
mm. gelagar induk sebanyak 32 dan 3 batang tulangan tekan, 10
batan tulangan tarik selain itu pada badan gelagar dipasang tulangan susut
dengan 12 - 200 mm dan tulangan sengkang mm dan 200 mm
6. Lendutan yang terjadi pada slab lantai dan balok akibat setiap aksi yang
terkait dikombinasikan untuk memperoleh lendutan maksimum rencana pada
tabel dibawah ini .

a. Lendutan maksimum pada slab lantai jembatan


Lendutan total pada pelat lantai jembatan, δmask = 1.5/240 = 0.00625 m
No Jenis beban Lendutan ( m )
1 Berat sendiri ( Ms ) 0.000023
2 Beban tambahan ( MA ) 0.0000064
3 Beban lalulintas ( TT ) 0.00073
Total lendutan 0.00076
< L/240 = 0.00625 OK
Tabel 3.4.4.2. Total lendutan pada slab

120
b. Lendutan maksimum pada balok
Lendutan maksimum max = L/240 0.055 0.055 0.055
No Jenis beban Komb-1 Komb-2 Komb-3
(m) (m) (m)
1 Berat sendiri ( MS ) 0.00982 0.00982 0.00982
2 Beban mati tambahan ( MA ) 0.0011 0.0011 0.0011
3 Beban lajur “D” (TD) 0.0127 0.0127 0.0127
4 Gaya rem ( TB ) 0.0018 0.0018
5 Beban angin ( EW ) 0.0006
6 Pengaruh temperature ( ET ) 0.00028
7 Beban gempa ( EQ ) 0.0012
Lendutan total ( kombinasi) 0.02602 0.0257 0.02362
< 0.055 < 0.055 < 0.055
OK OK OK
Tabel 3.6.2.8. kombinasi Kontrol lendutan gelagar

Dari kesimpulan yang telah disebutkan diambil berdasarkan pada


pembahasan perencanaan struktur jembatan sehingga penyusun dapat menyimpulkan
bahwa slab lantai dan balok gelagar jembatan tersebut stabil dan kuat terhadap beban
– beban yang bekerja.

4.2. SARAN

Adapun beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Studi kelayakan yang teliti sehingga di peroleh data-data yang akurat sesuai
dengan kondisi di lapangan. Hasil studi ini sangat di perlukan dalam
perencanaan.
2. Perencanaan jembatan beton bertulang diupayakan untuk menghasilkan
kekokohan minimum dengan desain optimum. Hal ini berarti bahwa yang
diinginkan adalah struktur itu harus kokoh dan murah. Hal yang biasanya

121
menjadi permasalahan adalah pekerjaan di lapangan dimana jarang melakukan
pengawasan, maka dalam proses konstruksinya selalu terjadi ketidakselarasan
sehingga kemungkinan struktur hasilnya tidak sesuai dengan perencanaan.

Oleh karena itu penyusun menyarangkan bahwa perencanaan struktur


jembatan ini khususnya dalam pekerjaan di lapangan, perlu tenaga-tanaga ahli
yang benar-benar berpengalaman atau pengawasan optimum supaya struktur
tersebut setelah selesai kwalitas konstruksi dapat sesuai dengan hasil
perencanaan.

122
DAFTAR PUSTAKA

1. RSNI T – 02 – 2005 Standar pembebanan jembatan Indonesia, Badan litbang


PU, Departemen Pekerjaan Umum
2. sumber, H.Ali Asroni, 2010, Balok dan Pelat beton bertulang, Graha
Ilmu,Yogyakarta
3. BMS 1992 (Bridge Management System) Peraturan perencanaan teknik
jembatan Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga
Direktorat Bina Program Jalan.
4. http://www.scribd.com/doc/52908745/3-4-Dasar-Perhitungan-Balok
5. http://juffrez.blogspot.com/2010/04/pembebanan-pada-struktur.html
6. Sumber : http://tazziemania.wordpress.com/link-tazzie/

123

Vous aimerez peut-être aussi