Vous êtes sur la page 1sur 7

ALVEOLECTOMY

 Pengertian Alveolektomi
Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah yang radikal untuk mereduksi atau
mengambil processus alveolaris sehingga bisa dilakukan aposisi mukosa yaitu prosedur
yang dilakukan untuk mempersiapkan lingir sebelum dilakukan terapi radiasi. (Pederson,
1996). Alveolektomi adalah bedah eksisi dari processus alveolaris yang dilakukan di
dalam rahang yang akan terkena radiasi selama proses perawatan neoplasma maligna
(Archer, 1997).
Sedangkan definisi alveolektomi menurut Sandira (2009), adalah pengurangan
tulang soket dengan cara mengurangi plate labial/bukal dari prosessus alveolar dengan
pengambilan septum interdental dan interadikuler. Atau tindakan bedah radikal untuk
mereduksi atau mengambil procesus alveolus disertai dengan pengambilan septum
interdental dan inter radikuler sehingga bisa di laksanakan aposisi mukosa.

 2.2. Prinsip Alveolektomi


Prinsip di dalam alveolektomi yaitu mengurangi sebagian tulang alveolar untuk
mempercepat proses penyembuhan dan untuk stabilitas. Alveolektomi menjadi suatu
langkah perawatan dalam bedah minor karena adanya undercut, ketidakteraturan, dan
ketajaman tulang alveolar (Fragiskos, 2007).

 2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Alveolektomi


Berikut ini merupakan indikasi alveolektomi:
1. Kasus proyeksi anterior yang berlebih pada alveolar ridge di maxilla (Wray et al,
2003) atau untuk pengurangan prosesus alveolaris yang mengalami elongasi
(Thoma, 1969)
2. Gigi dengan abses yang perlu dihilangkan pus nya.
3. Rahang yang perlu dipreparasi untuk tujuan prostetik yaitu untuk memperkuat
stabilitas dan retensi gigi tiruan
4. Alveolar ridge yang runcing yang dapat menyebabkan neuralgia, protesa tidak
stabil, protesa sakit pada waktu dipakai.
5. Tuberositas yang perlu dihilangkan untuk mendapatkan protesa yang stabil dan
enak dipakai
6. Eksisi eksostosis
7. Penghilangan interseptal bone disease.
8. Perlunya menghilangkan undercut.
9. Perlunya space intermaksilaris yang diharap.
10. Keperluan perawatan ortodontik, bila pemakaian alat ortho tidak maksimal maka
dilakukan alveolektomi

1
11. Penyakit periodontal yang parah yang mengakibatkan kehilangan sebagian kecil
tulang alveolarnya.
12. Ekstraksi gigi yang traumatik maupun karena trauma eksternal.
13. Indikasi untuk prosedur ini sangat jarang dilakukan tetapi mungkin dilakukan saat
proyeksi gigi anterior dari ridge pada area premaksilaris akan menjadi masalah
untuk estetik dan kestabilan gigi tiruan pada masa yang mendatang. Maloklusi
klass II divisi I adalah tipe yang sangat memungkinkan untuk dilakukan prosedur
ini

Berikut ini merupakan kontraindikasi alveolektomi:


1. Pasien dengan penyakit sistemik
2. Periostitis
3. Periodontitis

 Alat dan Bahan dalam Prosedur Alveolektomi

Alveolektomi merupakan pembuangan tulang transeptal soket alveolus setelah


ekstraksi untuk menghilangkan undercut dengan menggunakan tang roungeur atau chisel
tipis (Banjar, 2002).

2
Gambar 1. Alat-alat dalam prosedur pembedahan.

Dari alat-alat yang tercantum dalam gambar 1 tersebut, berikut ini alat-alat yang
digunakan secara khusus dalam prosedur alveolektomi, beserta fungsinya :

1. Rongeur forceps : untuk menghilangkan penonjolan tulang intraseptal yang tajam


2. Kuret : untuk mengambil dan membuang tiap spikula kecil atau struktur gigi
yang masuk dalam soket
3. Knable tang : pengambilan tulang yang tajam
4. Bonefile : alat untuk penghalusan tulang setelah dilakukan pengambilan tulang
yang tajam
Dalam prosedur alveolektomi juga diperlukan bahan-bahan yaitu sebagai berikut :

1. Antiseptik untuk dioleskan pada titik suntikan anastesi dan bekas luka setelah penjahitan
2. Anastesi infiltrasi (0,5 cc) di mukosa bukal dan lingual gigi
3. Hidrogen peroksida (H2O2) dan aquadest untuk irigasi flap

 Prosedur Alveolektomi

3
Alveoloplasti harus menjadi prosedur operasi yang akrab bagi semua dokter gigi
yang akan mengekstraksi gigi. Melakukan preparasi lingir alveolar (alveolar ridge)
untuk pembuatan gigi tiruan dan tidak hanya menghaluskan lingir tersebut yang harus
dilakukan. Meskipun mungkin ada tulang alveolar yang berlebihan hanya pada daerah
yang terpilih, kelebihan tulang tersebut tetap menjadi tulang ekstra dalam kaitannya
dengan pembuatan gigi tiruan, dan tulang ekstra tersebut harus dibentuk secara tepat.
Karena alasan ini, istilah alveoloplasti (pembentukan prosesus alveolaris) secara teknis
lebih akurat daripada istilah alveolektomi (penghilangan prosesus alveolaris) (Laskin,
1985).

Alveoplasti tunggal bisa dilakukan bersamaan dengan tindakan pembedahan


atau dilakukan sesudah pencabutan. Untuk itu dibuat insisi berbentuk elips yang
irisannya meliputi leher gingiva sebelah bukal dan lingual. Kedua ujungnya, yang
berbentuk segitiga, terletak di sebelah distal dan mesial, dieksisi. Flap bukal dibuka ke
pertemuan antara mukosa bergerak dan cekat, dan pengangkatan tepi mukoperiosteum
sebelah lingual dibuka sesedikit mungkin agar tepi tulang alveolar dapat diperiksa.
Serpihan tulang atau tulang yang terpisah dari periosteum, yang terjadi karena
pencabutan dibuang dulu, baru kemudian diikuti dengan reduksi undercut (yang tidak
dikehendaki), dan tonjolan-tonjolan tulang lainnya. Hal ini bisa dilakukan dengan tang
Rongeur pemotong tulang atau dengan menggunakan bur disertai irigasi larutan salin
steril. Permukaan tulang dihaluskan dengan menggunakan file tulang dengan tekanan
tarikan. Bagian yang dioperasi kemudian diirigasi dengan salin steril dan diamati.
Apabila belum sempurna, lakukan molding dan kompresi dengan jari. Mukoperiosteum
biasanya dilekatkan dengan dua jahitan yaitu satu mesial dan satu di distal. (Pedersen,
1996).

Alveolektomi melibatkan pengurangan jumlah baik lebar dan tinggi alveolar


ridge dan terutama dilakukan dengan pengurangan labial plate. Mukoperiosteum paling
baik diangkat dengan insisi bentuk U untuk memudahkan akses. Bone rongeurs atau bur-
bur akrilik yang lebih besar dapat digunakan untuk mengurangi penonjolan pada labial
plate, dan kadang-kadang juga pada septum interdental. Tepi tulang tersebut kemudian
dihaluskan menggunakan file dan luka ditutup dengan jahitan.

Pada alveolektomi transeptal atau interseptal dilakukan dengan mengurangi


penonjolan labial tetapi tetap mempertahankan ketinggian ridge. Setelah ekstraksi gigi
4
incisivus dan caninus, septum interdental dihilangkan di antara setiap socket dan labial
plate kemudian dipatahkan ke dalam dengan tekanan firm digital. Pemotongan vertikal
mungkin diperlukan pada prominensia caninus secara labial untuk memfasilitasi patahan
ini. Labial plate tersebut masih akan melekat pada periosteum di atasnya dan seharusnya
tetap dibiarkan.

 Medikasi Pasca Alveolektomi

Pasca operasi pasien juga diberikan medikasi untuk mengatasi komplikasi yang
ditimbulkan pasca alveolektomi. Pasien diberikan medikasi Amoxycillin 500 mg 1 tab untuk
mencegah infeksi pasca alveolektomi dan diberikan Asam Mefenamat 500 mg 1 tab untuk
mengatasi sakit yang dirasakan setelah efek anestesi hilang.

Perlu pula untuk menginstruksikan pasien untuk :

1. Gigit tampon selama setengah jam. Jika tampon basah, ganti dengan tampon yang baru.
2. Jangan berkumur-kumur dan makan minum yang panas selama minimal 2 jam.
3. Jangan menggunakan gigi-gigi di sebelah kanan untuk mengunyah.
4. Kompres luka dengan air es.
5. Instruksi untuk kontrol kembali 1 minggu ke depan

 Komplikasi Alveolektomi
Setiap tindakan bedah yang dilakukan selalu ada kemungkinan untuk terjadi
komplikasi, begitu pula pada tindakan alveolektomi. Beberapa komplikasi yang dapat
muncul pasca alveolektomi antara lain rasa sakit, timbulnya rasa tidak enak pasca operasi
(ketidaknyamanan), hematoma, pembengkakan yang berlebihan, proses penyembuhan
yang lambat, resorbsi tulang berlebihan (Starshak, 1971), tulang yang patah atau
pengambilan tulang yang terlalu banyak, dan osteomyelitis (Guernsey, 1979).

a. Rasa Sakit dan Ketidaknyamanan


Rasa sakit dan tidak nyaman muncul pada waktu kembalinya sensasi (saat kerja obat
anestesi telah usai). Oleh karena itu, analgesic diperlukan untuk mengontrol rasa sakit
dan tidak nyaman setelah operasi dilakukan (Pedersen, 1996).

b. Pembengkakan yang berlebihan


Pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam sesudah pembedahan.
Pembengkakan dapat bertahan 1 minggu. Aplikasi dingin dilakukan pada daerah
wajah dekat dengan daerah yang dilakukan pembedahan (Pedersen, 1996).

c. Hematoma
5
Hematoma terjadi akibat adanya hemorrhage kapiler yang berkepanjangan. Pada
hematoma, darah berakumulasi di dalam jaringan tanpa bisa keluar dari luka yang
tertutup maupun flap yang telah dijahit. Hematoma yang terjadi dapat hematoma
submukosal, subperiosteal, intramuskular dan fasial. Terapi untuk hematoma adalah
dengan aplikasi dingin pada 24 jam pertama, lalu diikuti dengan aplikasi panas.
Kadang pemberian antibiotik dianjurkan untuk mencegah supurasi dari hematoma,
dan analgesik untuk mengurangi rasa sakitnya (Fragiskos, 2007).

d. Tulang yang patah atau pengambilan tulang yang terlalu banyak


Dalam melaksanakan pembedahan, terutama yang dilakukan sebelum pembuatan gigi
tiruan immediate, secara tidak sengaja dapat terjadi pengambilan tulang yang terlalu
banyak atau tulang tersebut patah. Karena itu perlu dipertimbangkan untuk melakukan
reposisi dengan menggunakan free bone graft. Di mana freebone graft ini dapat
mempercepat proses pembentukan tulang baru, serta mengurangi resorbsi tulang
(Aditya, 1999).

e. Osteomyelitis
Komplikasi berupa osteomyelitis jarang terjadi, biasanya terjadi pada pasien yang
immunocompromise atau pasien yang telah mendapat radiasi pada rahang yang
menyebabkan berkurangnya suplai darah ke tulang rahang. Prinsip penanganan
osteomyelitis sama seperti pada kasus-kasus infeksi pyogenik, yaitu insisi dan
drainase pus dan terapi antibiotik. Antibiotik yang biasa digunakan antara lain
metronidazole dan amoxicillin yang diberikan bersamaan. Clindamycin yang dapat
berpenetrasi dengan baik ke tulang juga efektif untuk mengatasi infeksi bakteri
anaerob. Jika fase akut sudah terlewati, dilakukan pengambilan jaringan tulang yang
nekrosis dan kuretase. Jika tulang telah mengalami banyak pengurangan, dapat
dimungkinkan dilakukan bone grafting setelah infeksi benar-benar sudah dapat
ditangani (Wray dkk, 2003).

6
DAFTAR PUSTAKA

Aditya. G. 1999. Alveoloplasti sebagai tindakan bedah preprostodontik. J Kedokteran


Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18.

Archer H, 1997, Oral Maxillofacial Surgery Volume One, 5th Edition, Jakarta: EGC

Banjar, G. 2002. Alveolektomi setelah Ekstraksi Multipel. www.respository.usu.ac.id, diakses


tanggal 29 Februari 2012

Fragiskos, FD. 2007. Oral Surgery. Berlin: Springer.

Guernsey, L. H. 1979. Preprosthetic Surgery. In: Kruger, G. O., editor. Textbook of Oral and
Maxillofacial Surgery. 5th ed. St. Louis: Mosby.

Laskin, D.M., 1985. Oral and Maxillofacial Surgery. Volume 2.St. Louis, Mosby

Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.). Jakarta, EGC

Starshak, T. J. 1971. Preprosthetic Oral Surgery. St. Louis: Mosby.

Thoma, KH, 1969, Oral Surgery, Saint Louis: Mosby.


Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. 2003. Textbook of General and Oral Surgery. New
York: Churchill Livingstone

Vous aimerez peut-être aussi