Vous êtes sur la page 1sur 29

PRESENTASI KASUS

PPOK EKSASERBASI AKUT, EFUSI PLEURA SINISTRA

Disusun Oleh:
Nur Indah Febrianan 1710221052

Pembimbing :
dr. Indah Rachmawati, Sp. P

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
PPOK EKSASERBASI AKUT, EFUSI PLEURA SINISTRA

Disusun oleh :
Nur Indah Febriana 1710221052

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal: April 2018

Purwokerto, April 2018


Pembimbing,

dr. Indah Rachmawati, Sp.P


BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah salah satu masalah


kesehatan umum yang diasosiasikan dengan pajanan kronis partikel gas yang
bersifat kronik (Hogg et al, 2004). PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah
dan ditanggulangi serta memiliki efek ekstrapulmoner yang dapat mempengaruhi
derajat berat penyakit. Komponen pulmoner PPOK ditandai dengan hambatan
aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya bersifat progresif,
berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru akibat partikel maupun gas
beracun (Global Initiative for ChronicObstructive Lung Disease, 2006). Merokok
bukan hanya menyebabkan inflamasi paru tetapi juga inflamasi sistemik,
perubahan vasomotor dan fungsi endotel, peningkatan konsentrasi beberapa faktor
pro-koagulan darah. Inflamasi telah memegang peran penting dalam patogenesis
PPOK maupun penyakit jantung yang mengakibatkan timbulnya berbagai
morbiditas kompleks lain seperti osteoporosis, anemia, dan sindrom metabolik
(Masna et al, 2011)
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab morbiditas dan
kematian ke-4 terbesar di dunia dan WHO memperkirakan bahwa pada tahun
2020 PPOK menjadi penyebab kematian ketiga tertinggi di dunia. Angka
prevalensi, morbiditas, dan mortalitas PPOK bervariasi antar negara dan di antara
kelompok populasi, umumnya berkaitan dengan prevalensi perokok serta kondisi
polusi udara akibat pembakaran yang juga telah identifikasi sebagai faktor risiko
PPOK (Global Initiative for ChronicObstructive Lung Disease, 2006). Berbagai
manifestasi sistemik PPOK umumnya akan menurunkan kualitas hidup pasien,
meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit, dan meningkatkan mortalitas,
terutama pada pasien dengan derajat PPOK yang lebih berat (Masna et al, 2011)
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
1. Nama : Ny. Suyati

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Usia : 66 Tahun

4. Alamat : Lemberang RT 003/004, Sokaraja Kabupaten Banyumas


Jawa Tengah
5. No. CM : 00877284

6. Status : Menikah

7. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

8. Agama : Islam

9. Ruang Rawat : Dahlia, Ruang 11 Bed 1

10. Tanggal Masuk RS : 28 Maret 2018

11. Tanggal Periksa : 28 Maret 2018

B. ANAMNESIS

1. Riwayat Penyakit Sekarang


a. Keluhan Utama : Sesak nafas
b. Lokasi : Saluran pernafasan
: Sesak timbul secara mendadak disertai batuk di
rasakan 5 hari smrs dan semakin lama semakin
c. Onset memberat.
d. Kuantitas : Kambuh-kambuhan

e. Kualitas : Sesak dengan suara ngik-ngik, seperti di tindih


f. Faktor memperberat : Bekerja dan posisi tidur
g. Faktor memperingan : Istirahat, menggunakan obat inhaler, posisi duduk
: batuk keras disertai dahak yang kental dengan
suara ngik ngik, badan terasa lemas, dahak sulit
h. Keluhan tambahan dikeluarkan dan mudah lelah

2. Kronologi :
Pasien datang ke IGD pada tanggal 28 maret 2018 dengan keluhan
sesak .sesak yang dirasakan pasien bersifat progresive, menetap dan
memburuk dengan aktivitas. Sesak dirasakan bila pasien melakukan aktivitas
yang berat dan keluhan berkurang ketika pasien menggunakan inhaler dan
istirahat. Sesak yang dirasakan disertai dengan adanya bunyi ngik ngik dan
batuk. Pasien mengatakan gejala lebih ringan dengan posisi kepala di
tinggikan dengan menggunaka 2-3 bantal.
Selain itu, pasien juga mengeluh adanya batuk berdahak, dengan
dahak yang kental, berwarna putih kekuningan dan dahak sulit untuk
dikeluarkan. Dahak tidak disertai bercak merah atau darah. Keluhan keringat
di malam hari disangkal oleh pasien. Keluhan berat badan turun drastis
disangkal oleh pasien. Riwayat menggunakan obat batuk lama disangkal.
Batuk bersifat hilang timbul, cenderung ketika pasien merasa
lelah.Pasien juga merasakan adanya Nyeri dada. Nyeri dada yang dirasakan
oleh pasien terkadang menjalar hingga ke bagian punggung dan merasakan
adanya rasa panas pada bagian tenggorokan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Penyakit dengan keluhan sama : Pasien mengaku tidak pernah mengalami
keluhan yang serupa
b. Darah tinggi (+)
c. Kencing manis : disangkal
d. Asma (+) sejak 10 tahun yang lalu
e. Alergi obat : obat antalgin
f. Alergi makanan : disangkal
g. Penyakit kuning : disangkal
h. Penyakit jantung (+) sejak tahun 2005/ 12 tahun yang lalu
i. Penyakit ginjal : disangkal
j. Riwayat transfusi darah : disangkal
k. Riwayat operasi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Penyakit dengan keluhan sama : disangkal
b. Darah tinggi : nenek
c. Kencing manis : disangkal
d. Asma : disnagkal
e. Alergi obat : disangkal
f. Alergi makanan : disangkal
g. Penyakit kuning : disangkal
h. Penyakit jantung : disangkal
i. Penyakit ginjal : disangkal

4. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien Merupakan ibu rumah tangga. Sehari hari kegiatan pasien
membersihkan rumah dan memasak. Pasien jarang keluar rumah. Pasien
memiliki 4 orang anak, 2 laki laki dan 2 perempuan. 2 anak laki laki
merupakan perokok aktif. Mereka selalu merokok di dalam rumah, sehari bisa
menghabiskan 1 bungkus rokok selain itu ibu pasien juga selalu menghirup
asap rokok tersebut.
Selain itu, pasien tinggal di lingkungan pedesaan yang cukup padat
penduduknya serta jauh dari polusi. Pasien memiliki hubungan baik dengan
tetangganya. Pasien mengatakan para tetangga tidak ada yang sedang
mengalami keluhan yang sama atau batuk berkepanjangan.
Pasien saat ini tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan secara rutin.
Menu makan pasien terdiri dari nasi, sayuran dan terkadang lauk pauk.
Pasien saat ini tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan secara rutin.
Menu makan pasien terdiri dari nasi, sayuran dan terkadang lauk pauk. Pasien
juga mengaku jarang olahraga.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis GCS E4V5M6
2. Tanda Vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi :93 x/menit, isi dan tegangan cukup
Laju pernafasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36.6 C
4. Status generalis :
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut mulai beruban, tidak rontok dan terdistribusi merata.
3) Mata
Simetris, edema palpebra (-/-) konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), mata kering (-), refleks cahaya (+/+) normal, pupil isokor
diameter 3 mm/3mm.
4) Telinga
Discharge (-/-)
5) Hidung
Discharge (-/-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir kering (-), bibir pucat (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-),
lidah kotor (-)
b. Pemeriksaan Leher : tidak terdapat pembesaran KGB
5. Status Lokalis
a) Pemeriksaan thorax
1. Paru
Inspeksi : Dinding dada tampak simetris dan tidak tampak
ketinggalan gerak antara hemithorax kanan dan kiri.
Kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis (-).
Palpasi : Apex vokal fremitus sinistra = dextra
Basal vokal fremitus sinistra = dextra
Perkusi : Perkusi seluruh lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler+/+, Ronkhi -/- Wheezing +/+
2. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Pulsasi parasternal (-) pulsasi epigastrium (-).
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 jari lateral LMCS, kuat
angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC V LPSD
Batas bawah kiri : SIC V2 jari lateral LMCS
Auskultasi : BJ I-II Regular, Gallop (-), Murmur (-)

b) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) terdengar setiap 3-5 detik(normal)
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok
costo vertebrae (-/-)
Palpasi : supel, undulasi(-), nyeri tekan(-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar

c) Pemeriksaa Extremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas inferior
superior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - - -
Sianosis - - - -
Kuku kuning - - - -
(ikterik)
Akral dingin - - - -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Lengkap 28 Maret 2018 (RS Margono Bangsal Dahlia)

Hemoglobin 17,1 H 11,7 - 15.5


Leukosit 7810 3600 – 11.000
Hematokrit 52 H 35 - 47
Eritrosit 6.2 H 3.8 - 5.2
Trombosit 230.000 150.000– 440.000
MCV 83.5 80 – 100
MCH 27.6 26 – 34
MCHC 33.1 32 – 36
RDW 14.9 H 11,5 – 14,5
MPV 11.2 9,4 – 12,3
Hitung Jenis :
Basofil 0.8 0–1
Eosinofil 7.6 H 2–4
Batang 0.8 L 3–5
Segmen 63.5 50 – 70
Limfosit 19.7 L 25 – 40
Monosit 7.6 2–8
Kimia Klinik :
Ureum 144 L 14.98 – 38.52
Creatinin 0.6 0.55 – 1.02
GDS 116 ≤200
SGOT 14 L 15-37
SGPT 13 L 14-59
Asam urat 8,5
Total Protein 5,88 L 6,4 - 8,2
Albumin 2,22 L 3,4 - 5
Globulin 3,66 H 2,7 – 3,2
Natrium 144 134 - 146
Kalium 3.5 3,4 – 4.5
Klorida 105 96 – 108
Sero Imunologi :
Troponin I <0.01 0.00 – 0.02

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Lengkap 29 Maret 2018 (RS Margono Bangsal Dahlia)

Total protein 7.84 g/dl 6.40-8.20


Albumin 3.91 g/dl 3.40-5.00
Globulin 3.93 H g/dl 2.70-3.20
Rontgen Thorax 28/03/2018 (RSMS)

Kesan :
 KARDIOMEGALI (LV, LA) disertai elongtio aorta dan kalsifikasi
arcus aorta
 Gambaran bronkopneumonia

DIAGNOSIS KERJA
PPOK Eksaserbasi Akut, Efiusi Pleura Sinistra

F. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
 O2 4 LPM Nasal Kanul Nebula/ 6 jam

 Inj. Ceftriaxon 2 g/24 jam iv


 Inj. metil prednisolone 62.5 mg/ 12 m
 N-Acetyl cysteine 200 mg, 3x1 caps
 Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam iv
 Inj furosemd 1 amp / 12 jam iv
 CPG 1X1 tab
 Nitrokaf 2x1 caps
 Bisoprolol 1x5 mg
 Extra ISDN K/P
 Amlodipin 1x5 mg
 Ambroxol syrup 3 x1 cth

2. Nonmedikamentosa
a. Istirahat
b. Edukasi : menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah
kecepatan perburukan fungsi paru
c. Menghindari pencetus (menghidari asap)
d. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial
e. Nutrisi

G. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
H. Follow up Pasien
Tanggal S-O A P
30/03/2018 S: pasien mengeluh PPOK Eksaserbasi - O2 4 lpm nasal kanul
nyeri dada sejak 5 Akut - Nebule combivent/6jam
hari SMRS, menjalar Efusi Pleura - Inj ceftriaxone 2 gr/24
ke punggung (-), Sinistra jam
sesak nafas (+), - Inj metil prednisolon
batuk berdahak (+). 62.5 mg/12 jam
Riwayat jantung (+), - N Acetyl Cystein 200
riw. Hipertensi (+), mg 3x1 caps
riwayat jantung (+)
O: TD: 180/100
mmHg
HR: 83x/menit
RR: 28x/menit
S: 36.5 C
31/03/2018 S: sesak nafas (+), PPOK Eksaserbasi - O2 4 lpm nasal kanul
batuk berdahak (+), Akut - Nebule combivent/6jam
dahak berwarna Efusi Pleura - Inj ceftriaxone 2 gr/24
kekuningan dan sulit Sinistra jam
untuk dikeluarkan. - Inj metil prednisolon
Ketika batuk pasien 62.5 mg/12 jam
merasa sesak dan - N Acetyl Cystein 200
nyeri dada. mg 3x1 caps
O: TD: 140/80
mmHg
HR: 85x/menit
RR: 24x/menit
S: 36.6 C
1/04/2018 S: pasien masih PPOK Eksaserbasi - O2 4 lpm nasal kanul
merasa sesak (+), Akut - Nebule combivent/6jam
nyeri dada (+), batuk Efusi Pleura - Inj ceftriaxone 2 gr/24
berdahak (+), dahak Sinistra jam
masih sulit untuk - Inj metil prednisolon
dikeluarkan. 62.5 mg/12 jam
O: TD: 140/80 N Acetyl Cystein 200 mg
mmHg 3x1 caps
HR: 88x/menit - Konsul jantung
RR: 24x/menit
S: 36.0 C
2/04/2018 S: pasien mengeluh PPOK Eksaserbasi - O2 4 lpm nasal kanul
nyeri dada (+), Akut - Nebule combivent/6jam
keringat dingin (+), Efusi Pleura - Inj ceftriaxone 2 gr/24
sesak nafas (+), Sinistra jam
batuk berdahak, CHF - Inj metil prednisolon
dahak kental IHD 62.5 mg/12 jam
kekuningan (+), dada HHD N Acetyl Cystein 200 mg
berdebar debar 3x1 caps
O: TD: 140/90 - Clopidogrel 1x1 tab
mmHg - Nitrokaf 2x1 caps
HR: 97x/menit - Bisoprolol 1x5 mg
RR: 24x/menit - Amlodipin 1x5 mg
S: 36.5 C - Extra ISDN k/p
- Ambroxol 3x1 cth
3/04/2018 S: pasien PPOK Eksaserbasi - O2 4 lpm nasal kanul
mengatakan bahwa Akut - Nebule combivent/6jam
keluhan sudah mulai Efusi Pleura - Inj ceftriaxone 2 gr/24
berkurang seperti Sinistra jam
nyeri, dada, sesak, CHF - Inj metil prednisolon
dada berdebar debar. IHD 62.5 mg/12 jam
Hanya saja pasien HHD N Acetyl Cystein 200 mg
masih mengeluh 3x1 caps
batuk berdahak dan - Clopidogrel 1x1 tab
dahak masih sulit - Nitrokaf 2x1 caps
dikeluarkan - Bisoprolol 1x5 mg
O: TD: 150/100 - Amlodipin 1x5 mg
mmHg - Extra ISDN k/p
HR: 93x/menit - Ambroxol 3x1 cth
RR: 20x/menit
S: 36.7 C
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. PPOK
1. Definisi
PPOK didefinisikan sebagai penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi paru oleh pajanan gas berbahaya yang
dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Hambatan aliran udara
basanya progresif dan ada hubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap berbagai partikel noksa dan gas Penyebab utama PPOK adalah
rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya (Global
initiative for chronic Obstructive Lung Disease, 2009)
2. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko terjadinya PPOK adalah (Global initiative for
chronic Obstructive Lung Disease, 2009):
a. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.Dalam
pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
1) Riwayat merokok
a) Perokok aktif
b) Perokok pasif
c) Bekas perokok
2) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun :
a) Ringan : 0-200
b) Sedang : 200-600
c) Berat : >600
b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
c. Hipereaktivitas bronkus
c. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

3. Epidemiologi
Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara
namun secara umum terkait langsung dengan prevalensi merokok dan
pada beberapa negara dengan polusi udara akibat pembakaran kayu dan
bahan-bahan biomasa lain. Prevalensi PPOK cenderung meningkat. Di
12 negara Asia Pasifik, prevalensi PPOK sering terjadi pada umur > 30
tahun 6,3%. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas kronis ke 4 di Amerika Serikat. Global
initiatice for chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
memperkirakan PPOK sebagai penyebab kematian ke 6 pada tahun
1990 dan akan meningkat menjadi penyebab ke 3 pada tahun 2020 di
seluruh dunia (Global initiative for chronic Obstructive Lung Disease,
2009).
4. Patomekanisme
Merokok merupakan faktor resiko utama PPOK namun hanya 10-20%
perokok mengalami gangguan fungsi paru berat yang terkait PPOK. Hal
ini menunjukan ada partikel inhalasi lain dan berbagai gas yang juga
memberikan kontribusi. Faktor genetik dipastikan berperan pada
perkembangan PPOK terlibat dalam ketidak seimbangan protease,
metabolisme material toksi tembakau, kliren mukosilier dan proses
inflamasi (Standford et al, 2009 ; Tzortaki et al, 2006).
Merokok akan menyebabkan inflamasi paru. Di samping inflamasi,
ada proses lain yang juga penting pada patogenesis PPOK adalah
ketidakseimbangan protease dan antiprotease, serta stress oksidatif
(Celli BRW and MacNee, 2004).
Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan-
perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus
dan sel-sel silia ini mengganggu sistem mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan
dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan.
Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan.(Antonio et all, 2007)
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi
karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi,
fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama
obstruksi jalan napas. Ada beberapa karakteristik inflamasi yang
terjadi pada pasien PPOK, yakni : peningkatan jumlah neutrofil
(didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas,
dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran
nafas dan parenkim).

Gambar 1. PPOK Terkait Partikel Inhalasi

(Sumber :Antonio et all, 2007)


5. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :
a. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum).
Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 >
80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak
menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
b. Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP <
70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan
dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari
pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
c. Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang
semakin memburuk (VEP1 EP1 < 50%
prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan
kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak
pada kualitas hidup pasien.
d. Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP
< 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah
dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita,
oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas
mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1

6. Penegakan diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
1) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
2) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
3) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
4) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
5) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan Fisik (PPOK dini umumnya tidak ada kelainan)
1) Inspeksi
a) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
b) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
c) Penggunaan otot bantu napas
d) Hipertropi otot bantu napas
e) Pelebaran sela iga
f) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis leher dan edema tungkai
g) Penampilan pink puffer atau blue bloater
2) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
3) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
4) Auskultasi
a) Suara napas vesikuler normal, atau melemah
b) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
c) Ekspirasi memanjang
d) Bunyi jantung terdengar jauh
c. Pemeriksaan penunjang
1) Darah lengkap
2) Pemeriksaan Foto Toraks
PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto
thoraks hanya dapat memberikan arah diagnosis PPOK. Trias
overinflasi, oligemia, dan bula merupakan pola arterial
defisiensi yang paling berhubungan dengan emfisema dan
peningkatan pulmonary marking yang menyerupai dirty chest
dijumpai pada bronkhitis kronis. Tanda overinflasi terbaik
adalah diafragma mendatar dengan permukaan superior konkaf,
tanda lain peningkatan lebar ruang retrosternal, namun tanda
ini cenderung kurang sensitif. Curiga PPOK bila dijumpai
kelainan (Shapiro et al, 2008):
a) Hiperinflasi
b) Hiperlusen
c) Diafragma mendatar
d) Corakan bronkovaskuler meningkat
e) Bulla
f) Jantung pendulum

3) Uji Spirometri.
Spirometri merupakan pemeriksaan yang sederhana, tidak
mahal, non invasif dapat digunakan untuk mendiagnosis,
menentukan keparahan penyakit dan monitoring progresi
PPOK. Rasio FEV1/FVC menunjukan laju pengosongan paru
dapat digunakan untuk menunjukan ada kelainan ventilasi
obstruksi Spirometri merupakan gold standar diagnosis PPOK
Pada pemeriksaan spirometry akan dijumpai (Rodriguez, 2000 ;
Wise, 2008; Global initiative for chronic Obstructive Lung
Disease, 2009) :
a) VEP1 < KVP < 70%
b) Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska
bronkodilator < 80% prediksi
4) Uji Coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak
30 - 50 mg per hari selama 2 minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang


sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus
ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda. Adapun
karakteristik dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 1
Tabel 1. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT
Gejala Asma PPOK SOPT
Timbul pada usia muda ++ - +
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat merokok +/- +++ -
Riwayat atopi ++ + -
Sesak dan mengi berulang +++ + +
Batuk kronik berdahak + ++ +
Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-
Reversibiliti obstruksi ++ - -
Variabiliti harian ++ + -
Eosinofil sputum + - -
Neutrofil sputum - + -
Makrofag sputum + - -

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi (PDPI, 2013):
a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan
edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan
berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi
penderita maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di
poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di
ICU dan di rumah. Edukasi yang tepat diharapkan dapat
mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat
hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti
dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kualiti hidup pasien PPOK (PDPI, 2013).
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan
derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial,
kultural dan kondisi ekonomi penderita.Secara umum bahan
edukasi yang harus diberikan adalah (PDPI, 2013):
1) Pengetahuan dasar tentang PPOK
2) Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
3) Cara pencegahan perburukan penyakit
4) Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5) Penyesuaian aktivitas

Tabel 2. Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit (PDPI, 2013)

Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari
pencetus, antara lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala

Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan

Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah
b. Obat-obatan
1) Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release )
atau obat berefek panjang ( long acting ).
2) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
3) Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan :
a) Lini I : amoksisilin, makrolid
b) Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat,
sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
a) Amoksilin dan klavulanat
b) Sefalosporin generasi II & III injeksi
c) Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
a) Aminoglikose per injeksi
b) Kuinolon per injeksi
c) Sefalosporin generasi IV per injeksi
4) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein.Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin.
5) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi
pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.

c. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.Pemberian terapi
oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ - organ lainnya (PDPI, 2013). Manfaat
oksigen :
1) Mengurangi sesak
2) Memperbaiki aktivitas
3) Mengurangi hipertensi pulmonal
4) Mengurangi vasokonstriksi
5) Mengurangi hematokrit
6) Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7) Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi
1) Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
2) Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen :
1) Pemberian oksigen jangka panjang
2) Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
3) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4) Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada
keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama
pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal
kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur
(PDPI, 2013).
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan
sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai
parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%
(PDPI, 2013).

d. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi
dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik
atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik.Ventilasi
mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di
rumah(PDPI, 2013). Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan
cara :
1) Ventilasi mekanik tanpa intubasi
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK
dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di
rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah
Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative
Pessure Ventilation (NPV).
2) Ventilasi mekanik dengan intubasi
Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan
ventilasi mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan
sebagai berikut :
a) Gagal napas yang pertama kali
b) Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang
jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia
c) Aktiviti sebelumnya tidak terbatas
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif :
a) Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi
tambahan dan pergerakan abdominal paradoksal
b) Frekuensi napas > 35 permenit
c) Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg)
d) Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2 < 60
mmHg)
e) Henti napas
f) Samnolen, gangguan kesadaran
g) Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung)
h) Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis,
pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif)
i) Telah gagal dalam penggunaan NIPPV

Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien


PPOK dengan kondisi sebagai berikut :
a) PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal
sebelumnya
b) Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru,
keganasan
c) Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah
maksimal
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik

a) VAP (ventilator acquired pneumonia)


b) Barotrauma
c) Kesukaran weaning

e. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi
yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme.Kondisi malnutrisi akan
menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah (PDPI,
2013). Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
1) Penurunan berat badan
2) Kadar albumin darah
3) Antropometri
4) Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan
otot pipi)
5) Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak
rendah karbohidrat.Kebutuhan protein seperti pada umumnya,
protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption
dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.Tetapi pada
PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat
menyebabkan kelelahan(PDPI, 2013).
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK
karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat
sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi
adalah hipofosfatemi, hiperkalemi, hipokalsemi, dan
hipomagnesemi. Gangguan ini dapat mengurangi fungsi
diafragma.Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi
seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih
sering(PDPI, 2013).

f. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi
latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK.Penderita
yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka
yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai (PDPI,
2013):
1) Simptom pernapasan berat
2) Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
3) Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit
oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi,
respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3
komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan
(PDPI,2013).
Daftar Pustaka

Celli BR and MacNee W. Standards for the diagnosis and treatment of patients
with COPD.A summary of the ATS/ERS position paper. Eur Respi J
2004:23:932-946.
Global initiative for chronic Obstructive Lung Disease.Global strategy for the
diagnosis, management and prevention of COPD.www.gold.copd. Update
2009.
Kemkes, 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Available at :
http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PC_ASMA.pdf
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma Pedoman dan Penatalaksanaan
di Indonesia. Available at :
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013. Penyakit paru obstruktif kronik
Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia
Rodriguez-Roisi R. Toward a consensus definition for COPD exacerbations.
Chest 2000; 17:398-401.
Sari, C.Y. 2013. Inflamasi Alergi pada Asma. CDK volume 40(8) : 585-8
Shapiro SD, Gorgon LS and Rennard SI, 2008.Chronic bronchitis and
emphysema. In: mason RJ, Murray JF, Broaduds VC and Nadel JA (Eds).
Murrayand Nadel’s Textbook of Respiratory medicine.Philadelphia, Elsevier-
Saunders.4rd edition.1115-1165.
Standford AJ and Pare PD, 2009. Genetic Risk Factors for COPD. Clin Chest
Med 21: 633-643
Tzortaki EG and Siafakas NM, 2006.Genetic susceptibility to chronis obstructive
pulmonary disease. Eur Respir Mon 38: 84-99.
Wise RA, 2008. Chronic obstructive pulmonary disesase: Clinical course and
management. In : Fishman AP, Elias JA, Fishman JA et al (eds). Fishman’s
pulmonary disease and disorder. New York, McGraw Hill Medical 4rd. 729-
746.

Vous aimerez peut-être aussi