Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TUTORIAL MODUL I
SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLISME
‘’
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
TUTOR : dr. Ida Royani, M.kes
MUH. ARDIANSYAH MADARZA 110 211 0063
SANTRI ADZTI 110 213 0002
ST AINULHAYATI M ZEN 110 213 0009
SRI AYU HANDAYANI 110 213 0029
HELDI JAFAR YANSARI 110 213 0041
KURNIATI FAJARYANTO 110 213 0045
NURUL INSYIRAH 110 213 0064
RAHMAWATI S 110 213 0087
GHINA SALSABILA RURAY 110 213 0108
ANDI NURQALBY TSM 110 213 0117
MARWANI 110 213 0133
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
1) Anatomi, histologi, fisiologi
Fisiologi penglihatan
Histologi mata
Kornea Retina
b. Kornea
Merupakan membrane transparan avaskuler, terdapat pada bagian depan
mata, bagian tepinya disebut limbus kornea, bagian tengah tebalnya 0,5 mm
dan tepi 0,7 mm. terdiri dari 5 lapisan yaitu:
1. Epitel kornea anterior
2. Membrane bowman
3. Stroma kornea
4. Membrane desemen
5. Epitel kornea posterior
c. Koroid
Merupakan lapisan tipis yang warnanya gelap terletak antara sclera dan
retina ke sebelah depan melanjutkan diri sebagai ora serrata dan kemudian
menjadi korpus siliaris.
1. Lamina supra koroid
2. Stroma koroid
3. Koriokapiler
d. Retina
Terdiri dari 10 lapisan:
1. Lap. epitel pigmen
2. Lap. Sel batang & kerucut
3. Membrana limitan eksterna
4. Lap. nuklear luar
5. Lap. pleksiform luar
6. Lap. nuklear dalam
7. Lap. pleksiform dalam
8. Lap. sel-sel ganglion
9. Lap. serabut-serabut saraf
10. Membrana limitan interna
e. Palpebra
Terdiri dari lapisan-lapisan
1. Kulit
2. Lap. Subkutan
3. Lap. Otot
4. Tarsus dan septum orbita
Referensi :
Atlas Anatomi Manusia, Sobotta, jilid 1, edisi 21.egc. 2003. hal:
367.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Ed.8. egc.
2014. 212-214.
Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junqueria. Ed.12. egc.2011.
hal ;405,407 dan 405
2) Hubungan riwayat DM dengan penglihatan kabur
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur
poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat
pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat
hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak
dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat
hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan
suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap
agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan
vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi
diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari
AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus
menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan
meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 8
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih
tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit
saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak,
dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel. 8
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2–). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel. 3, 8
SKEMA 2 PATOFISIOLOGI RETINOPATI DIABETIK (lanjutan)
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia
kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa.
Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan
fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian
impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik
dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga
dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina,
yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4
Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut,
antara lain:
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan
peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan
fibrosis ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan
terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan
terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.3
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi
akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena
berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan
didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam
penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka tajam penglihatan
penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini
biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena
banyaknya dinding vaskular yang lemah. 3, 4
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang
mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi
nutrisi dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu
fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh
penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat. 3, 4
3) Glaukoma
Katarak diabetik merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan yang utama
pada pasien diabetes melitus selain retinopati diabetik. Patofisiologi terjadinya
katarak diabetik berhubungan dengan akumulasi sorbitol di lensa dan terjadinya
denaturasi protein lensa. 4, 10
Katararak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, atau akibat denaturasi protein lensa. Pada
diabetes melitus terjadi akumulasi sorbitol pada lensa yang akan meningkatkan
tekanan osmotik dan menyebabkan cairan bertambah dalam lensa. Sedangkan
denaturasi protein terjadi karena stres oksidatif oleh ROS yang mengoksidasi
protein lensa (kristalin). 4, 10
Daftar Pustaka
1. Bila visus 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan
angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan
angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
4. Bila visus adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada
jarak 60 meter.
6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang
berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan visus pasien yang
lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau
lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti visus adalah 1/300.
8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak
berhingga.
9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.
Sumber:
Prof.dr.H.Sidarta Ilyas,SpM.2008.Ilmu Penyakit Mata.Penerbit FKUI
Kowalak dkk.2010.Buku Ajar Patofisiologi.Penerbit EGC
8) KATARAK DIABETIC
Definisi
Opasifikasi lensa mta (katarak) merupakan penyebab tersering kebutaan yang
dapat diobati di seluruh dunia. Katarak diabetes adalah katarak yang disebabkan oleh
penyakit diabetes mellitus.
Etiologi
1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidois dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan
terliha kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama
akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar
gula kembali normal.
2. Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, di mana terjadi katarak serentak
pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring
subkapsular
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa di mana gambaran secara histologic dan
biokimia sama dengan katarak nondiabetik.
Epidemiologi
Gejala Klinik
Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif
Menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa rasa nyeri
Menyebabkan rasa silau
Dapat mengubah kelainan refraksi
Referensi:
Tandra, Hans. 20017. Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat
dan Mudah. Jakarta: Gramedia
Patogenesis
Pemeriksaan Penunjang
Tajam penglihatan berkurang. Pada beberapa pasien tajam penglihatan yang diukur
di ruangan gelap mungkin tampak memuaskan, sementara bila tes tersebut dilakukan dalam
keadaan terang maka tajam penglihatan akan menurun sebagai akibat dari rasa silau dan
hilangnya kontras.
Katarak terlihat hitam terhadap reflex fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskopi
direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan
identifikasi lokasi opasitas dengan tepat.
Penatalaksanaan
Pengobatan katarak pada penderita diabetes tidak berbeda dengan mereka yang
tidak mengidap diabetes. Pembedahan untuk mengganti lensa atau cangkok lensa baru bisa
menjadi terapi pilihan dan dapat memperbaiki penglihatan pada 90-95% kasus katarak.
(Referensi: Tandra, Hans. 20017. Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes
dengan Cepat dan Mudah. Jakarta: Gramedia)
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa
dengan implant plastic. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anastesi
lokal daripada anastesi umum. Anastesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan
kelopak mata atau diberikan secara topical. Jika keadaan social memungkinkan, pasien
dapat dirawat sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah
sakit.
Insisi luas pada perifer korena atau sclera anterior, diikuti oleh ekstraksi katarak
ekstrakapsular (extra-capsular cataract extraction, ECCE). Insisi harus dijahit.
Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi
yang lebih kecil di kornea atau sclera anterior (fakoemulsifikasi). Biasanya tidak
dibutuhkan penjahitan. Sekarang metode ini merupakan metode pilihan di Negara
Barat.
Kekuatan implant lensa intraocular yang akan digunakan dalam operasi dihitung
sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonic dan kelengkungan kornea
(maka juga kekuatan optic) secara optic. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga
pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga
dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat katarak pada mata tersebut
yang membutuhkan operasi. Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada
kedua mata.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotic jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekasi insisi telah
sembuh. Rehabilitasi visual dan persepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat
dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien
akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan
kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraocular multifocal. Lensa
introkular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.
(Referensi: James, Bruce, dkk. 2006. Oftalmologi Edisi 9. Jakart: Penerbit Erlangga)
Komplikasi
8. Jika jahitan nilom halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat
lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan
iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan jahitan.
(Referensi: James, Bruce, dkk. 2006. Oftalmologi Edisi 9. Jakart: Penerbit Erlangga)
GLAUCOMA
Definisi:
Etiologi:
Epidemiologi:
Klasifikasi:
Gejala klinis:
- Pada glaukoma primer sudut mata tertutup akut terdapat anamnesa yang khas
berupa nyeri pada mata yang mendapat serangan yang berlangsung beberapa
jam dan hilang setelah tidur sebentar.
- Kekaburan pengelihatan
- Nyeri hebat
- Pegal disekitar mata yang menunjukkan tanda kongestif (peradangan)
- Kelopak mata bengkak
- Mata merah
- Melihat lingkaran-lingkaran berwarna seperti pelangi disekitr lampu (halo)
- Mual dan muntah
Faktor Risiko:
Penatalaksanaan:
Prognosis:
Glaukoma akut merupakan suatu kegawatdaruratan oftalmologi
sehingga kalau tidak segera ditangani prognosisnya buruk.
Komplikasi:
Kebutaan
Pencegahan:
- Memberi nasihat pada pasien bahwa emosi (takut, bingung,dll) dapat
menimbukan serangan akut
- Membaca dekat yang mengakibatkan miosis atau pupil kecil akan
menimbulkan serangan pada glaukoma dengan blok pupil
- Pemakaian simpatomimetik yang membuat pupil melebar
Referensi:
- prof. Dr. H. Sidarta Ilyas, SpM; dr. Sri Rahayu Yulianti SpM. Ilmu
Penyakit Mata. Hal 169-172. Edisi IV. Badan Penerbit FK UI.2013
- Chris tanto, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Hal. 385-388. Edisi IV.
Media Aesculapius. 2014
RETINOPATI DIABETIK
Definisi
Etiologi
Diagnosis Retinopati DM
Referensi :
1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum, Edisi 14. Widya
Medika, Jakarta, 2000, hal. 211.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. FK UI, Jakarta, 2009, hal. 218-219
9) Lankah-Langkah Diagnosis
I. Anamnesis
Keluhan utama digolongkan menurut :
Onsetnya muncul gejala apakah timbul secara perlahan, cepat atau asimptomatik.
Penurunan visus yang cepat biasanya ditemukan di trauma pada mata. Pada retinopati
diabetic dapat terjadi penglihatan tiba-tiba menurun. Pada glaukoma sudut terbuka
onsetnya biasa perlahan atau mungkin dapat menimbulkan gejala jika sudah terjadi
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Pada katarak dapat terjadi penurunan penglihatan
secara perlahan tergantung stadiumnya.
Lokasinya apakah setempat atau difus, unilateral atau bilateral?. Pada retinopati
diabetic penglihatan tiba-tiba menurun pada satu sisi mata.
gejala penyerta seperti mata merah, gatal, berair, cepat lelah, dsb.
Tujuan pemeriksaan mata adalah untuk menilai fungsi maupun anatomi kedua mata. Fungsi
disini mencakup fungsi penglihatan dan bukan penglihatan, seperti gerak mata dan
kesejajaran. Secara anatomis masalah mata dapat dibagi menjadi 3 daerah : masalah pada
adneksia (palpebra dan jaringan periokuler), bola mata dan orbita.
Penglihatan
sebagaimana pemeriksaan tanda vital merupakan bagian dari setiap pemeriksaan fisik,
setiap pemeriksaan mata harus mencakup penilaian ketajaman penglihatan.
1. Refraksi
titik fokus jauh dasar bervariasi diantara mata individu normal tergantung bentuk bola mata
dan korneanya. Mata emetrop secara alami memiliki fokus yang optimal melihat secara
jauh. Mata ametrop (yakni mata miopia, hiperopia, atau astigmat) memerlukan lensa
koreksi agar terfokus dengan baik untuk melihat jauh.
ketajaman penglihatan sentral diuji dengan memperlihatkan objek dalam berbagai ukuran
yang diletakkan pada jarak standar dari mata. Misalnya “kartu Snellen” yang terdiri atas
deretan huruf acak yang tersusun mengecil untuk menguji penglihatan jauh.
Sesuai konvensi, ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh 20 kaki ( 6 meter )
atau dekat 14 inci. Ketajaman penglihatan diberi skor dengan dua angka (mis : 20/40).
angka pertama adalah jarak uji (dalam kaki) antara kartu dan pasien, dan angka kedua
adalah jarak barisan huruf terkecil yang dapat dibaca oleh mata pasien. Penglihatan 20/20
adalah normal. Penglihatan 20/60 berarti huruf yang cukup besar untuk dibaca dari jarak
60 kaki oleh mata normal baru bisa dibaca oleh mata pasien dari jarak 20 kaki.
Uji “Pinhole”
jika pasien memerlukan kacamata atau jika kacamatanya tidak tersedia, ketajaman
penglihatan terkoreksi dapat diperkirakan melalui “pinhole”.
pasien yang tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu (mis: 20/200) harus lebih
mendekati kartu sampai kartu itu dapat dibaca. Mata yang tidak dapat membaca satu huruf
pun diuji dengan cara menghitung jari. Catatan pada kartu menunjukan “CF pada 2 kaki”
menunjukan bahwa mata tersebut dapat menghitung pada jarak 2 kaki, tetapi tidak bisa
lebih jauh.
Jika tidak bisa menghitung jari, mata tersebut mungkin masih dapat mendeteksi tangan
yang digerakkan secara vertikal atau horizontal (hand motion). Tingkat penglihatan yang
lebih rendah lagi adalah kesanggupan mempersepsi cahaya . Mata yang tidak dapat
mempersepsi cahaya dianggap buta.
penglihatan lapangan pandang perifer dinilai secara cepat dengan uji konfrontasi.
2. Pupil
pupil harus tampak simetris dan masing masing diamati bentuk ( bulat atau tidak teratur )
dan reaksinya terhadap cahaya dan akomodasi. Untuk menghindari akomodasi pasien
diminta untuk menatap jauh saat berkas cahaya dari senter diarahkan ke setiap mata.
Terdapat respon langsung dan respon konsensual atau respon tidak langsung.
3 Motilitas mata
tujuan menguji motilitas mata adalah untuk mengevaluasi kesejajaran kedua mata dan
gerakannya, baik sendiri sendiri maupun bersamaan.
4. Pemeriksaan Luar
pemeriksaan luar secara umum pada adneksa mata. Lesi kulit, pertumbuhan, tanda-tanda
radang seperti pembengkakan, eritema, panas, dan nyeri tekan dievaluasi melalui inspeksi
dan palpasi sepintas. Periksa adanya kelainan posisi palpebra seperti ptosis atau retraksi
palpebra. Palpasi tepian tulang orbita dan jaringan lunak periokuler harus selalu dilakukan
bila dicurigai adanya trauma, infeksi, atau neoplasma orbital.
5. Pemeriksaan Slitlamp
slitlamp adalah sebuah mikroskop binokuler yang terpasang pada meja dengan sumber
cahaya khusus yang dapat diatur. Dengan memakai slitlamp belahan anterior bola mata
“segmen anterior” dapat diamati.
6. Tonometri
tonometri adalah cara pengukuran tekanan cairan intraokuler dengan memakai alat-alat
yang terkalibrasi. Tekanan normal berkisar dari 10 sampai 21 mmHg.
7. Pemeriksaan fundus
8. oftalmoskopi indirek
Referensi : Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi umum, Ed.17. Jakarta : EGC. Hal. 28 -
58