Vous êtes sur la page 1sur 30

MAKALAH APLIKASI AKHLAK DALAM KEHIDUPAN

BERMASYARAKAT

Disusun Oleh :
Riomas Harjuno Aji
111.150.132

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2015
PENDAHULUAN
Agama Islam yang dibawa oleh Rasullah SAW, adalah syari’at yang intinya adalah
Aqidah Tauhid, Ibadah dan Akhlak. Akhlak adalah sebagai buah yang dihasilkan dari
Aqidah dan Ibadah yang diamalkan dan dapat dirasakan oleh diri sendiri dan juga
dirasakan oleh sesama hamba-hamba Allah lainnya.
Ditinjau dari satu segi ajaran Islam, akhlak juga disebut dengan etika yang secara
teori dan dalil-dalilnya terdapat didalam Alquran , secara keseluruhan telah
diimplementasikan oleh Nabi Muhammad SAW yang amat mulia, sehingga tingkah
laku dan silaturrahim dalam kehidupan kesehariannya senantiasa dihiasi oleh akhlak-
akhlak yang mulia diantaranya, Jujur, pemberani,sabar, malu, pemaaf dan lain-lain.
Keistimewaan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW merupakan suatu daya
tarik yang luar biasa, sehingga setiap menyampaikan misi dakwahnya kerap membuat
orang terharu dan sadar, insyaf akan dirinya.
Reformasi pembinaan akhlak menjadi tuntutan mutlak dewasa ini, sesuatu tuntutan
yang tidak bisa ditawar lagi. Harus menjadi kepedulian semua pihak, sebab akhlak
mulia menjadi pilar tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa.
Kemampuan suatu bangsa untuk terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas
akhlaknya, apabila akhlak suatu bangsa baik maka akan baik pula bangsa itu, tapi
sebaliknya apabila akhlak suatu bangsa itu tidak baik maka bangsa itu juga menjadi
tidak baik.

A. Latar Belakang
Manusia terdiri dari jasad dan roh. Jasad atau badan bersifat nyata, dapat
disentuh panca indera yang terdiri dari daging,darah, tulang yang terbungkus oleh
kulit dan terbentuk oleh sel-sel.Sedangkan ruh bersifat gaib, yang tidak dapat
tersentuh oleh panca indera, namun dapat dirasakan lewat gejala-gejala yang
ditimbulkan pada jasad. Gerak badan, gerak otak yang disebut fikir, gerak rasa pada
hati yang disebut menghayati,semuanya berpangkal pada roh.
Apabila roh berpisah dari badan, yang diistilahkan mati, semua gerak itu
menjadi diam, dan gejala hidup sirna. Karena roh itu langsung dari Allah SWT, yang
menyebabkannya baik atau buruk adalah qalbu atau hati. Manusia berhubungan
dengan alam nyata melalui otak yang berfikir dan melalui hatinya ia kontak dengan
alam gaib. Qalbu atau hati menjadi baik apabila dipengaruhi oleh malaikat dan
sebaliknya jika terkontaminasi oleh syetan maka qalbu itu menjadi buruk. Baik dan
buruk itu akan lahir dengan perbuatan yang sebelumnya dipertimbangkan oleh akal.
Kebanyakan manusia berbeda pendapat dalam menilai baik dan buruknya
sesuatu. Hal tersebut berdasarkan perbedaan ukuran yang dipakai dalam
memberikan penilaian tentang baik dan buruk itu. Diantara mereka ada yang
melihatnya sebagai sesuatu yang baik, tetapi adapula yang melihatnya buruk bahkan
ada seseorang yang melihat sesuatu itu baik dalam waktu sekarang, lalu melihatnya
buruk pada waktu lain.
Adalah sesuatu kenyataan yang tak bisa dibantah, bahwa manusia mengerti
apa yang baik dan apa yang buruk dan dapat membedakan dengan jelas untuk
selanjutnya mengamalkannya. Pemahaman tersebut tidak dicapai melalui pengalaman
tetapi pengertian tersebut telah ada sebelum ia mengalami, yaitu sejak ia masih
berada dalam kandungan ibu, ketika Tuhan telah memberikannya. Hal tersebut
sejalan dengan firman Allah SWT (QS.91:7-8)
Terjemahannya:

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan


kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Walaupun seseorang sudah memiliki pengertian baik dan buruk secara apriori
sebagaimana firman Allah SWT tersebut diatas, bukanlah berarti bahwa ia telah tahu
secara mutlak. Pengertiannya masih bersifat relatif dan hal itu akan lebih jelas
baginya apalagi disinari oleh wahyu ALLAH SWT.
Dalam relevansi dengan perbuatan manusia yang baik dan
buruk, maka, sesuai dengan tujuan di utusnya Rasulullah SAW kepermukaan bumi
ini, yang dijelaskan dalam sabdanya : Bahwa sesungguhnya aku diutus adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Beliau memulai dari diri sendiri sebagai
uswatun hasanah, contoh teladan yang baik , sehingga gambaran Akhlak beliau
telah tercantum didalam Al-Quran , sebagaimana firnan-Nya (QS.68:4)
Terjemahannya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
luhur.
B. PEMBAHASAN
Islam pada hakikatnya terdiri dari aqidah, syariah, ibadah dan
akhlak, olehnya itu akhlak adalah salah satu ajaran yang sangat prinsip dari
ajaran agama Islam dan hasil dari aqidah yang kuat serta ibadah yang baik
(sempurna).
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab Al-khulk yang berarti
tabiat, Akhlaq yang berarti budi pekerti.
Dalam Ensiklopedi hukum Islam dijelaskan Akhlak ( Al,:al-akhlakq, jamak
dari al-khulq=kebiasaan, perangai, tabiat dan agama). Tingkah laku yang lahir
dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan
Menurut Imam Al-Gazali diantaranya yang dikutip oleh DR. Asmaran, MA
adalah:
1. Menurut Imam Al-Ghazali
Al-khulk ia suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam
perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan terlebih dahulu.
Dalam kitab Hayatunuhu, Aatsaarahu, Falsafatuhu Al-Ghazali mendifinisikan
Akhlak sebagai usaha menghilangkan dan menjauhi kebiasaan buruk sebagaimana
menjauhi benda-benda yang menjijikkan dan melatih diri untuk berbuat baik dan
menjadikannya cinta terhadap kebaikan.
Berdasarkan pengertian ini maka hakikat akhlak menurut Al-Ghazali harus
mencakup dua syarat:
a) Perbuatan itu harus kontinu, yaitu dilakukan berulang kali (continued) dalam
bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan. Misalnya seseorang
yang memberikan sumbangan harta hanya karena dorongan keinginan refleksi
saja, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pemurah selama
sifat yang demikian itu belum tetap dan meresap dalam jiwa.
b) Perbuatan yang kontinu itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud
refleksi dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena
adanya tekanan-tekanan, paksaan dari orang lain, atau pengaruh-pengaruh
atau bujukan yang indah.
2. Prof. Dr.Ahmad Amin mengatakan: Akhlak adalah kehendak yang dibiasakan,
artinya kehendak itu manakala membiasakan pada sesuatu.
3. Menurut Ibnu Maskawaih yang dikutip oleh Dr. Sirajuddin Zar: Akhlak ialah
suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa
berfikir dan pertimbangan.
Berdasarkan definisi tersebut, beliau mengambil kesimpulan bahwa yang
disebut akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan
mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu.
Dari beberapa pengertian tentang akhlak yang dikemukan oleh para ahli
diatas, dapat dipahami bahwa akhlak adalah merupakan ekspresi perbuatan dan
tingkah laku manusia yang dilakukan baik secara kontinu maupun tidak secara
kontinu, yang sesungguhnya memberikan dampak (pengaruh) besar dalam kehidupan
keseharian manusia, baik berdampak positif (berakhlak baik) atau negatif (berakhlak
buruk).
Akhlak dalam Islam sesungguhnya yang
terkait prilaku umat manusia yang merujuk pada ajaran Alquran dan sunnah yang
impelemtasinya dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari Rasulullah SAW.
Salah satu tugas dan misi diutusnya nabi Muhammad SAW keatas dunia
adalah mengadakan tranformasi kehidupan masyarakat bangsa Arab yang mana
kebiasaan dalam interaksi sosial cenderung mengahalalkan segala cara memenuhi
kepentingan nafsunya. Dengan kondisi bangsa Arab yang tidak mengindahkan
aturan-aturan sosial tersebut, maka kehadiran nabi Muhammad SAW membawa obor
kebenaran untuk memperbaiki dan merubah kondisi kehidupan masyarakat Arab
menjadi sebuah bangsa yang memiliki kondisi peradaban yang mulia. Hal ini
dijelaskan dalam hadits berbunyi:
‫ال تمم انما االخالق بعثت مكارم‬
Terjemahannya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia
Berdasarkan hadits diatas, maka kehadiran nabi Muhammad SAW sebagai
inspirator untuk menanamkan nilai-nilai moralitas yang terpuji dalam kehidupan
masyarakat dan dari kepribadiannya tersimpan rangkaian mutiara yang amat berharga
untuk senantiasa dijadikan panutan umat. Hal ini dijelaskan pula oleh Allah SWT
dalam firman Alla SWT ( QS33:21)
Terjemahannya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Dari gambaran kepribadian Nabi Muhammad SAW yang amat mulia tersebut,
sehingga tingkah laku dan silaturrahim dalam kehidupan kesehariannya senantiasa
dihiasi oleh akhlak-akhlak yang mulia. Keistimewaan yang dimiliki oleh Nabi
Muhammad SAW merupakan suatu daya tarik luar biasa, sehingga setiap
menyampaikan misi dakwahnya kerap membuat orang sadar dan insyaf akan dirinya.
Mengenai gambaran akhlak nabi Muhammad SAW pernah suatu ketika Sa’ad
bin Hasyim datang kepada Aisyah r.a dan bertanya: Ceritakan kepadaku bagaimana
akhlak Rasululullah SAW maka jawab Aisyah r.a Menjawab
:
Akhlak Nabi itu ialah Alquran,
apakah anda tidak pernah membaca QS.68:4
Terjemahannya : Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.
Nabi melaksanakan aturan AlQuran dan menghentikan larangannya, disamping
sifat-sifat aslinya antara lain yaitu : jujur, sabar, malu, pemaaf, murah hati ,
dermawan serta sopan.
Anas bin Malik r.a berkata: saya telah menjadi pelayan Rasulullah selama
sepuluh tahun, beliau belum pernah membentak saya atau menyalahkan
perbuatan yang saya lakukan , tidak pernah menegur dengan kata “ mengapa anda
berbuat itu atau mengapa engkau tidak berbuat itu?”
Diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, bahwa Nabi SAW adalah sebaik-baik
manusia akhlak budi pekertinya dan belum pernah menyentuh sutra atau beludru
yang lebih halus dibanding dengan tangan Rasulullah SAW. Belum pernah mencium
bau sesuatu yang lebih harum dari pada keringat Rasulullah SAW.
Aisyah r.a berkata : Tangan Rasulullah SAW tidak pernah digunakan memukul
isteri atau pelayan, budak,bahkan belum pernah digunakan untuk memukul sesuatu
kecuali dalam perang fi sabilillah dan tiada disuruh memilih dua macam melainkan
memilih yang lebih ringan, selama tidak berupa dosa maka ia sangat jauh dari
padanya dan tidak suka membalas untuk kepentingan dirinya, kecuali jika terjadi
pelanggaran terhadap hukum agama maka ia sangat marah semata-mata karena Allah.
Penggambaran kepribadian dan akhlak Nabi Muhammad SAW memberikan
suatu informasi bahwa beliau memiliki sifat-sifat yang paripurna yang senantiasa
dijadikan satu contoh tauladan bagi umatnya.
C. Implementasi Akhlak Islam
Akhllak, disamping perintah yang bersifat aturan-aturan (hukum) didalam Al-
Quran juga terdapat serangkaian anjuran yang bersifat etik, olehnya itu akhlak adalah
merupakan suatu ilmu untuk menjabarkan dan mengoperasionalisasikan
ketentuan yang terdapat didalam Alquran yang belum dijelaskan secara detail
tentang pelaksanaannya seperti carannya berbuat baik kepada kedua orang tua,
menghormati kepada sesama muslimin, menutup aurat model pakaian, ukuran dan
potongannya yang sesuai dengan ketentuan akhlak dan sebagainya, jelas memerlukan
hasil pemikiran akal pikiran manusia dan kesepakatan masyarakat untuk
menggunakannya.
Akhlak berbentuk aturan mutlak dengan ukuran pasti yang datang dari Allah
SWT. yang terdapat didalam Alquran yang secara keseluruhannya telah dipraktekkan
oleh Rasulullah SAW dalam kehidupannya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT
(Q.68:4) telah disebutkan diatas.
Dari uraian diatas dapat dipahami Akhlak dalam Islam telah di
Implementasikan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupannya dalam berbagai sektor,
sebagaimana yang diuraikan sebagai berikut:
1. Jujur
Rasulullah SAW adalah imam bagi orang-orang ang jujur , perintah
berprilaku jujur baginya merupakan pembawaan dan sifat yang lazim yang terdapat
dalam dirinya sejak masa kanak-kanak hingga menjadi teladan yang mesti diikuti
oleh seluruh manusia dimuka bumi, sebagai rahmatal lil’alamiin.
Rasulullah SAW mengajak kita kepada kejujuran dan memrintahkan supaya
bertindak jujur, sebab bertindak jujur dapat menenteramkan hati,sehingga ketenangan
dapat menyelimuti jiwa dan orang dapat menjadi aman dan nyaman. Sebaliknya
kedustaan yang menyempitkan jiwa merupakan satu sifat yang menimbulkan
kegoncangan dan keragu-raguan didalam hati. Dari sinilah Rasulullah SAW
menetapkan kaidah sebagai
berikut:

Terjemahannya: Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu kepada


perkara yang tidak meragukanmu, karena kejujuran adalah ketenangan dan kedustaan
adalah keraguan.
Sumber kejujuran adalah hati maka jujur harus disesuaikan
dengan niat yang benar dan ikhlas, seseorang mukmin akan benar-benar mendapat
derajat kemuliaan yang tinggi dengan melihat pada kebenaran niatnya yang
sempurna serta kesucian hati dan batinnya.
Sifat jujur Rasulullah SAW diimplementasikan dalam
pergaulannya ditengah-tengah masyarakat, dengan sifat ini banyak orang merasa
simpati dan kagum akan kepribadiannya. Indikasi ini diperlihatkan oleh beliau ketika
sebelum diangkat jadi Rasul, beliau dipercaya oleh siti Khadijah untuk membawa
barang-barang dagangannya yang akan dijual belikan dinegeri Syam. Ternyata
kepercayaan ini dijaga dan dijalankan dengan penuh amanah, sehingga hasil
dagangannya memperoleh keuntungan yang besar.
Dengan keutamaan sifat ini, membuat Siti Khadijah merasa simpatik dan
mengutarakan keinginannya untuk dijadikan pendamping hidupnya. Akhirnya bagai
gayung bersambut, kedua pasangan ini sepakat untuk mengarungi kehidupan rumah
tangga.
2. Pemberani
Sifat ini merupakan sifat yang senantiasa diperlihatkan kepada musuh-musuh
beliau yang ingin mengadakan konfrontasi terhadap misi dakwah Islamiyah.
Rasulullah SAW adalah manusia yang termulia lagi amat pemberani. Sikap dan
watak beliau yang pemberani tidak lepas dari pengaruh sistem bangsa Arab yang
tinggal di padang pasir, dengan kondisi kehidupan yang keras, maka setiap orang
dituntut untuk menunjukkan, keberanian demi kepentingan sukunya, hal ini
dijelaskan oleh Izutsu Toshikiko dalam bukunya Ethico Relegions concepts the
Quran : Adalah wajar menurut kondisi padang pasir maka keberanian memperoleh
tempat yang sangat tinggi diantara kebajikan lainnya. Tak dapat disangkal bahwa
keberanian merupakan unsur penting dari Muruwah. Olehnya itu keberanian yang
dimiliki oleh Rasulullah disamping memang kondisi alamnya atau lingkungannya,
maka yang menjadi bahan rujukan adalah Al-Quran yakni berani membela kebenaran
yang datang dari Allah SWT. Ali r.a berkata: pada waktu peperangan Badar saya
bersama-sama dengan Rasulullah SAW berlindung disuatu tempat. Beliau adalah
yang terdekat sekali tempatnya dengan musuh dan beliau juga yang terhebat
semangatnya diantara seluruh manusia.
Ali r. a menceritakan : Apabila keadaan sudah sangat gawat dan api
peperangan sudah panas, golongan kita sudah bertemu dan berhadap-hadapan dengan
golongan musuh, maka yang paling kita takutkan diri Rasulullah SAW, sebab tidak
seorangpun yang terdekat tempatnya dengan musuh itu melainkan beliau. Juga,
apabila kaum Musyrikin menyerbu, maka beliau turun dari keledainya dan bersabda:

Artinya : Aku adalah Nabi tidak berdusta, Aku anak Abdul Muthalib.(
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Pada saat yang demikian itu tidak seorangpun yang tampak lebih bersemangat
melakukan peperangan dari pada beliau SAW sendiri. Keberanian ini timbul untuk
menegakkan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Hal ini dijelaskan dalam
firman Allah (QS.1:147)

Terjemahannya :Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan


sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu.
Yang harus dipetik disini adalah bahwa keberanian membela yang benar
dating dari Allah SWT. Inilah yang harus ditegakkan yang merupaka Muruwah
3. Sabar
Secara terminology sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak
disukai karena mengharapkan ridha Allah. Dipahami bahwa sabar itu adalah bagaikan
pertarungan antara pengaruh agama dengan pengaruh hawa nafsu.
Menurut Imam Al-Ghazali, sebagaimana yang dikutip oleh Yunahar Ilyas
sabar merupakan ciri khas manusia, binatang dan malaikat tidak memerlukan sifat
sabar. Binatang tidak memerlukan sifat sabar karena binatang diciptakan tunduk
sepenuhnya kepada hawa nafsunya bahkan hawa nafsunyalah yang mendorong
binatang untuk bergerak atau diam. Binatang juga tidak memiliki kekuatan untuk
menolak hawa nafsunya. Sedangkan malaikat tidak memerlukan sifat sabar karena
memang tidak ada hawa nafsu yang harus dihadapinya. Malaikat cenderung kepada
kesucian sehingga tidak diperlukan sifat sabar untuk memelihara dan
mempertahankan kesuciannya.
Jelaslah bahwa sifat sabar ini semata-mata hanya bisa dimiliki oleh manusia
namun demikian sabar bermacam-macam pula adanya seperti sabar menerima cobaan
hidup,sabar dari keinginan hawa nafsu, sabar dalam taat kepada Allah SWT. Sabar
dalam pergaulan, sabar dalam perang, sabar dalam berdakwah dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW telah mengimplementasikan segala macam sabar dalam
kehidupan beliau sehari-hari, di mana sabar beliau jadikan perisai yang ampuh dalam
menghadapi berbagai tantangan dan hambatan terutama dalam menjalankan misi
dakwahnya. Selama tiga belas tahun berdakwah di kota Mekkah banyak sekali
tantangan dari kaum kafir Quraisy yang tidak mau menerima misi dakwahnya yang
disampaikan. Bebagai tantangan dan hambatan yang diperhadapkan kepadanya,
misalnya dihina, disakiti perasaannya, dizalimi, baik dengan perbuatan maupun
dengan perkataan dan lain sebgainya. Namun tindakan menyurutkan semangat
perjuangannya.
Beliau tetap berpegang dengan firman Allah (QS.73:10)
Terjemahnnya: Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan
jauhilah mereka dengan cara yang baik.
Jika seandainya beliau tidak memiliki sifat penyabar,maka kemungkinan
besar misi yang dijalankan tidak mencapai kesuksesan yang gemilang.
4. Malu
Malu adalah salah satu refleksi iman, bahkan malu dan iman akan selalu hadir
bersama-sama. Apabila salah satu hilang yang lain juga ikut hilang. Semakin kuat
iman sesorang semakin teballah rasa malunya demikian pula sebaliknya.
Suatu ketika Rasulullah bersabda yang artinya: Hendaklah kamu merasa malu
kepada Allah SWT. Dengan malu yang sebenar-benarnya. Para sahabat
menjawab: Ya Nabiyullah, Alhamdulillah kami sudah merasa malu”, kata Nabi:
Tidak segampang itu yang dimaksud dengan malu kepada Allah SWT. dengan
sebenarnya malu adalah dengan kemampuan kalian memelihara kepala
beserta segala isinya, memelihara perut dan apa yang terkandung didalamnya,
banyak-banyak mengingat mati dan cobaan (Allah SWT). Siapa yang menginginkan
akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang telah mengamalkan
demikian, maka demikianlah malu yang sebenarnya kepada Allah SWT. (HR
Tirmidzi dan Abdullah bin Mas’ud)”.
Hadits diatas menggambarkan betapa besarnya rasa malu dalam mengontrol
kehidupan seorang Muslim. Mulai dari cara berpikir dan apa yang dipikirkan, cara
menjaga perut dari makanan haram, sampai pada sikap hidup yang senantiasa ingat
kepada kematian biasa dimasukkan sebagai refleksi dari rasa malu kepada Allah
SWT. Semakin tinggi rasa malu kepada Allah SWT, semakin terpelihara dari salah,
semakin terjaga ia dari makanan haram dan semakin ingat akan kefanaan dunia ini,
sebaliknya semakin hilang rasa malu maka semakin tak terkontrol pula prilaku
seseorang.
Rasa malu adalah merupakan identitas bagi setiap muslim, rasulullah SAW
bersabda:
Terjemahnya: Sesungguhnya semua agama itu mempunyai akhlak
dan akhlak Islam itu adalah malu ( HR Malik)
Dapat dipahami bahwa rasa malu bagian yang tak terpisahkan dari diri setiap
Muslim. Bila hilang rasa malu maka hilang pulalah kepribadian seorang
Muslim maka akan terbiasa berbuat dosa terang- terangan apalagi tersembunyi.
Rasulullah sebagai uswatun hasanah bagi umatnya, dalam pergaulan, beliau adalah
figur yang pemalu, diceritakan oleh seorang sahabat yang bernama Abu Sa’id Al-
khudry bahwa Rasulullah jika melihat sesuatu yang tidak disukainya warna muka
beliau akan berubah.
5. Pemaaf
Sifat pemaaf merupakan gambaran betapa mulianya kepribadiannya. Pada diri
rasulullah tidak diketahui kata dendam atas perbuatan orang lain kepada dirinya. Ini
merefleksikan bahwa beliau tidak terpengaruh oleh dan perbuatan orang lain yang
terkadang mengancam jiwanya.
Pada suatu hari Nabi Muhammad SAW sedang istirahat dibawah pohon ,
datanglah seorang yang bernama Datsur dengan mengacungkan pedang untuk
membunuhnya. Bertanyalah Datsur kepada beliau Siapakah akan membela dan
menyelamatkanmu dari pedang ini?. Maka Nabi Muhammad SAW menjawab
ALLAH . Mendengar kata Allah maka pedang tersebut terlepas dari tangan Datsur
dan diambil oleh Nabi Muhammad SAW, sembari bertanya kepada Datsur: Siapakah
yang menyelamatkan jiwamu dari pedang ini?. Maka Datsur menjawab: Tidak ada
yang membelaku kecuali engkau. Mendengar sifat kepasrahan Datsur dari ancaman
maut, maka seketika Rasulullah SAW memaafkan kesalahan Datsur dan memberikan
nasihat kepadanya.
Kisah ini menggambarkan betapa mulianya akhlak Nabi Muhammad SAW
yang selalu memaafkan sikap dan perbuatan orang lain yang mengancam nyawanya.
Disamping itu memberikan I’tibar bagi umatnya untuk selalu berbuat baik kepada
sesama manusia sekalipun itu terasa pahit.
Demikian beberapa gambaran tentang keutamaan akhlak beliau dalam
kehidupan kesehariannya, sehingga ia selalu dicintai, disenangi oleh kawan maupun
lawan. Dan inilah bukti keutamaan dari misi kenabian dan kerasulannya.
D. Evaluasi Terhadap Pembinaan Akhlak
Dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat terlihat jelas seolah-olah terjadi
dua hal yang sangat paradox. Pada satu sisi syiar dan gebyar kehidupan beragama
sangat semarak, tetapi disisi lain dengan mudah disaksikan akhlak masyarakat
berubah makin jauh dari nilai-nilai Qurani.
Dalam hal semakin merosotnya Akhlak masyarakat ini diungkapkan oleh
Muhammad Thalhal Hasan sebagai berikut: Salah satu fonamena yang
sekarang sedang berkembang kita hadapi adalah menipisnya “disiplin moral”. Dalam
hal itu terjadi hampir disemua lapisan masyarakat. Banyak orang yang tidak
peduli lagi terhadap sikap dan prilaku. Gejala penyalah-gunaan sikap rasional,
teknikal dan professional menjadi gaya hidup ( yang hanya mempertanyakan: apa
yang bisa dilakukan?) dan mengabaikan sikap moral dan etis ( yang mempertanyakan
: apayang baik untuk dilakukan?), Apalagi sikap relegius dan spiritual (yang
mempertanyakan: Apa yang halal dilakukan?).
Dampak dari arus globalisasi juga tidak bisa dihindari begitu saja, banyak
orang terpukau dengan modernisasi, mereka menngira bahwa dengan modernisasi
serta merta ( secara sebanding lurus) akan membawa dampak kesejahteraan. Mereka
lupa bahwa dibalik modernisasi yang serba gemerlap memukau itu ada gejala yang
dinamakan the agancy of modernization, yaitu azab sengsara karena modernisasi.
Walaupun arus globalisasi diera modern ini tidak dipungkiri banyak dampak
positifnya namun bila tidak konsisten dalam menyikapinya akan memicu krisis
multidimensi yang sangat fundamental.
Rendahnya kualitas akhlak serta lemahnya iman para penyelenggara Negara,
para wakil rakyat, para pengusaha dan masyarakat lainnya merupakan faktor utama
penyebab tumbuhnya praktek-praktek kolusi, korupsi dan nepotisme serta
berkembangnya kecenderungan sadistik, kriminalistik dan tindakan-tindakan maksiat
lainnya dalam masyarakat.
Terhadap kondisi yang demikian , semua pihak perlu, melakukan instrospeksi
dan evaluasi terhadap upaya yang dilakukan selama ini dalam pendidikan dan
pembinaan akhlak mulia diberbagai sektor mulai dari tingkatan atas sampai bawah.
Karena berbagai krisis dan kesulitan telah melanda bangsa ini dan sampai saat ini
terus membelit, yang diawali dengan krisis iman yang berdampak pada krisis akhlak
bangsa.
Oleh karena itu, reformasi dan pembinaan akhlak menjadi tuntutan mutlak
dewasa ini, suatu tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini
harus menjadi kepedulian semua pihak, sebab akhlak mulia menjadi pilar tumbuh
dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk
terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas akhlaknya, apabila akhlak suatu
bangsa baik maka baik pulalah bangsa itu, tetapi sebaliknya apabila akhlak suatu
bangsa itu tidak baik maka bangsa itu juga menjadi tidak baik.
Dalam kaitan ini maka nilai-nilai akhlak mulia, hendaknya ditanamkan sejak
dini melalui pendidikan agama dan diawali dalam lingkungan keluarga melalui
pembudayaan dan pembiasaan. Kebiasaan itu kemudian dikembangkan dan
diaplikasikan dalam pergaulan hidup kemasyarakatan. Disini diperlukan kepeloporan
dari para umara, ulama ( pemuka agama) para guru dan tokoh-tokoh adat serta
lembaga-lembaga keagamaan. Yang dapat mengambil peran terdepan dalam
membina akhlak mulia dikalangan umat. Pembinaan akhlak menuntut usaha sungguh-
sungguh menterjemahkan nilai-nilai luhur agama agar dapat dipahami oleh umat
beragama dan pada akhirnya mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Senada dengan teknis seperti ini pembinaan akhlak dapat pula ditempuh
dengan cara individual yakni senantiasa menganggap diri ini banyak kekurangan dari
pada kelebihannya. Dalam hal ini Ibnu Sina yang dikutip oleh Abudin Nata
Mengatakan : Jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama, hendaklah lebih
dahulu ia mengetahui kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya dan membatasi
sejauh mungkin untuk tidak membuat kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak
terwujud dalam kenyataan.
Olehnya itu, dibutuhkan keteladanan akhlak terhadap Rasulullah sebagaimana
misi Rasulullah yang telah penulis jelaskan pada uraian diatas dan juga keteladan
dan sikap para tokoh-tokoh agama yang mengemban tugas sebagai pewaris Rasul
yang baik.
Pembinaan akhlak umat ini dapat dilakukan dengan memberikan pengertian
bahwa akhlak dapat menjadi pengontrol sekaligus alat penilaian terhadap
kesempurnaan keimanan seseorang. Kesempurnaan keimanan dapat dilihat dari
prilaku yang ditampilkan dalam pergaulan bermasyarakat, beragama, berbangsa dan
bernegara.
Maka harus disadari dan dipahami bahwa, pembinaan akhlak mulia bukanlah
semata kewajiban keagamaan tetapi juga kenegaraan, bukan saja amar Qurani tapi
juga perintah konstitusi.
Olehnya itu bila semua komponen masyarakat mengamalkan ajaran agama
Islam yang kaffah, maka akan terbentuklah generasi yang bermoral dan berakhlak
yang mulia. Ketinggian Iman seseorang dapat dilihat dari ketinggian moral dan
akhlaknya ditengah-tengah masyarakat, karena akhlak itu adalah buah atau hasil dari
pada Iman itu sendiri yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat
dilingkungan dimana sesorang bertempat tinggal.
D. Akhlak Kepada Masyarakat
Masyarakat di sini bisa juga diartikan yang berada disekitar kita yaitu tetangga.
Tetangga sangat erat hubungannya dengan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Seringkali kita dapat tahu tentang akhlak diri sendiri malah dari orang lain (tetangga),
atau bisa disebut sebagai tolak ukur akhlak kita.
Sebagian ulama muslim, diantaranya Prof. Manur Rajab, Berpendapat bahwa
norma/ akhlaq berarti sesuatu yang di jadikan tolak ukur untuk memberikan penilaian
saat terjadi pertentanngan antar berbagai pola perilaku bahwa pola ini lebih baik dari
pada pola itu.
Ia mengatakan : “Dengan apa kita menilai baik-buruk perilaku perbuatan
manusia.” Kemudian prof. Rajab menetapkan sebuah kesimpulan penting bahwa
pendapat para filsuf, tradisi masyarakat setempat.an hukum konvensional tidak layak
di jadikan sebgai norma/ akhlaq sebab etika yang valid harus bersifat baku, alias tidak
berubah-rubah, dan besifat umum higga bisa diterapkan bagi segenap manusia anpa
pandang bulu, tempat, dan waktu. Kemudian, tridisi juga berbeda-beda antar
masyarakat satu dengan masyarakat lain.
Disamping karena faktor perbedaan waktu, sementara kaum konvensional
merpakan produk manusia yang bisa salah dan bisa benar dan hukum-hukum
konvensional inipun beragam sesuai dengan keragaman visi pembuatannya.
Oleh karena itu , keiganya tidak layak di jadikan sebgai norma akhlaq yang
sahih. Adapun norma yang sahih adalah agama Islam, sebab ia merupakan wahyu
dari Tuhan, dan Dia tentu saja lebih mengetahui perundang-undangan atau aturan
hukum yang tepat dan bermaslahat bagi umat manusia. Serta lebih mengerti soal
aturan-aturan peribadatan maupun perilaku-perilaku mulia yang bisa menyantunkan
diri mereka dan meluruskan akhlaq mereka. Dan semua itu berlandaskan prinsip iman
dan islam.
Akhlak kepada masyarakat mempelajari tentang bagaimana cara kita bertingkah
laku di masyarakat. Akan di lihat dari 3 segi atau sudut, diantaranya;
1. Dari segi Agama
Tujuan dari kehidupan bermasyarakat diantaranya ialah menumbuhkan rasa
cinta, perdamaian, tolong-menolong, yang merupakan fondasi dasar dalam
masyarakat Islam. Dalam suatu hadits digambarkan kondisi seseorang yang beriman
dengan berakhlak mulia dalam kehidupan masyarakat.
Selain kita memperlakukan dengan baik diri kita sendiri, kita juga harus
memperhatikan saudaranya (kaum muslim semuanya) dan juga tetangga kita.
Tetangga selalu ada ketika kita membutuhkan bantuan.
Seperti yang diriwayatkan dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah beriman seoarang dari kalian hingga ia menyukai saudaranya


sebagaimana ia menyukai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)

Demikianlah masyarakat Islam dibentuk , yakni melandaskan persaudaraan antar


sesamaoarang yang beriman. Agar masyarakat Islam dapat mencapai tujuannya guna
merealisasikan ibadah kepada ALLAH SWT dengan lingkup yang sangat luas.
Dari hadits shahih bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak masuk sorga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (H.R
Muslim).

Bisa disebutkan bahwa apabila salah satu tetangga kita sedang tertimpa suatu
masalah dan sangat membutuhkan bantuan hendaklah membantu jangan hanya
berdiam diri padahal kita tidak sadar sedang melakukan kesalahan-kesalahan. Pastilah
Allah SWT sangat tidak suka terhadap orang yang seperti itu, maka masuklah ke
neraka (tidak masuk sorga).
Dari beberapa sumber diatas juga memberikan pengetahuan kita bahwa
pentingnya hubungan baik dengan masyarakat (tetangga).

Apabila seoarang tetangga kita ada yang ingin menjual rumahnya, baik itu karena
desakan ekonomi (terlilit hutang) maka yang paling berhak membeli rumah adalah
tatangga (setelah saudara).
Seperti yang telah tertuang bahwasanya Rasulallah SAW bersabda:
“Tetangga adalah orang yang paling berhak membeli ruamah tetangganya.” (HR.
Bukhari dan Muslim) [5]

Kehidupan di masyarakat patilah akan menjumpai kegiatan silaturahim. Orang


yang berakhlak baik baisanya senang dengan bertamu atau silaturahim, karena ini
dapat mengutkan hubungan sesama muslim.
Beberapa hal kegiatan dalam masyarakat antara lain;

Bertamu
Sebelum memasuki rumah, yang bertamu hendaklah meminta izin kepada
penghuni rumah dan setelah itu mengucapkan salam.
Dengan Firman ALLAH SWT:

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu , agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nur 24: 27)

Allah SWT menjelaskan agar orang mukmin selalu beriman kepada-Nya dan
berakhlaq dalam bertamu dengan cara yang telah ditetapakan. Tamu hendaklah
meminta izin kepada pemilik rumah terlebih dahulu barulah mengucapkan salam.
Ada beberapa ulama yang mayoritas ahli fiqh berselisih pendapat. Mereka
berargumentasi dari beberapa hadits Rasulullah SAW riwayat Bukhari, Ahmad,
Tirmidzi, Ibn Abi Syaibah dan Ibn ‘Abd Al-Bar. [6]
Meskipun dari sumber hadits yang berbeda-beda tetapi mereka menyatakan hal
yang sama yaitu mengucapkan salam terlebih dahulu baru meminta izin (as-salam
qabl al-kalam).
Dari perbedaan tadi, ada beberapa ulama yang berargumentasi lain. Mereka
menyatakan bahwa, apabila tamu melihat salah seorang penghuni rumah maka dia
(tamu) mengucapkan salam terlebih dahulu. Akan tetapi apabila tamu tidak melihat
pemilik rumah maka hendaklah dia (tamu) meminta izin dulu baru mengucapkan
salam. Pendapat terskhir inilah yang diambil oleh al-Mawardi.[7]
Rasulullah SAW bersabda:

“Jika seorang di antara kamu telah meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan,
maka hendaklan dia kembali.” (HR. Bukhari Muslim)

Menurut Rasulullah SAW sendiri, dalam meminta izin boleh dilakukan


maksimal hanya tiga kali. Sudah sewajarnya dan seharusnya apabila seorang tamu
sudah meminta izin tiga kali namun tidak ada jawaban maka tamu tadi kembali
pulang. Jika berani masuk rumah tanpa izin dapat berakibat buruk pada tamu it
sendiri seperti disangka pencuri oleh warga setempat yang melihatnya.
Tamu tidak boleh mendesakan keinginannya untuk bertamu setelah ketukan
ketukan ketiga, dakarenakn dapat mengganggu pemilik rumah. Tuan rumah sekalipun
dianjurkan untuk menerima dan memuliakan tamu, akan tetapi tetappunya hak untuk
menolak kedatangan tamu dikarenakan tidak sedang siap dikunjungi oleh tamu.[8]
Meminta izin kepada pemilik rumah dilakukan maksimal tiga kali itu memiliki
sebab, diantaranya:

1. ketukan pertama sebagai isyarat kepada pemilik rumah bahwa telah kedatangan
tamu.
2. Ketukan kedua memberikan waktu untuk membereskan barang-barang yang
mungkin berantakan dan menyiapkan segala sesuatu yang piperlukan.
3. Ketukan ketiga biasanya pemilik rumah sudah siap membukakan pintu. Akan tetapi
bisa saja pada waktu ketukan kedua pemilik rumah sudah membukakan pintu,
tergantung situasi dan kondisi pemilik rumah. [9]
Namun bila pada ketukan ketingga tetap tidak dibukakan pintu, kemungkinan
pemilik rumah tidak bersedia menerima tamu atau sedang tidak berada di rumah.
Merujuk firman Allah SWT:
“Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk
sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja) lah
”, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersiih bagimu dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nur 24:28)[10]

Maksud dari ayat ini adalah pada saat bertamu namun tidak ada orang di
dalamnya, bahkan ditolak pemilik rumah janganlah masuk karena akan dinilai kurang
memiliki akhlak. Ini akan akan menjaga nama dan kehormatan tamu itu sendiri juga
berdampak pada nama baiik pemilik rumah.

Menerima Tamu
Salah satu akhlak yang terpuji dalam Islam adalah menerima dan memuliakan
tamu tanpa membedakan status sosial.
Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata
yang baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir
hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada
Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari
dan Muslim)

Hadits diatas dapat kita selidiki bahwa apabila seseorang beriman kepada Allah
dan Hari Akhir dalam berbicara katakanlah hal yang baik jangan berkata yang tercela,
bahkan lebih baik lagi diam dari pada tidak dapat berkata baik. Memuliakan
tetangganya disini bisa diartikan menyambut baik tetangganya jangan malah merasa
tidak nyaman apabila tamu datang serta menyambut baik tamu. Selain dengan
tetangga, seorang Muslim harus dapat berhubungan baik dengan baik di lingkungan
pendidikan, lingkungan kerja, sosial dan yang lainnya.
Jika tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, maka pemilikan
rumah atau tuan rumah wajib menerima dan menjamunya dengan batasan maksimal
tiga hari. Apabila tamu mau menginap lebih dari tiga hari, terserah tuan rumah tetap
menjamunya atau tidak.
Rasulullah SAW bersabda;

“Menjamu tamu itu hanya tiga hari. Jizahnya sehari semalam. Apa yang
dibelajakan untuk tamu diatas tiga hari adalah sedekah. Dan tidak bolaeh bagi
tamu tetapmenginap (lebih dari tiga hari). Karena hal itu akan memberatkan tuan
rumah.” (HR. Tirmidzi)

Menurut Rasulullah SAW, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah,
bukan lagi kewajiban.
Menurut Imam Malik yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah
memuliakan dan menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan yang istimewa
menjadi hidangan yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedangkan menurut
Ibn al-Atsir, yang dimaksud dengan jaizah adalah memberi bekal kepada tamu untuk
perjalanan sehari-semalam. Ini karena disesuaikan di daerah padang pasir, diperlukan
bekal minimal sehari-semalam sampai bertemu dengan tempat persinggahan
berikutnya. [11]
Kedua pemahaman di atas dapat di kompromikan dengan melakukan kedua-
duanya apabila memeng tamunya membutuhkan bekal guna melanjutkan perjalanan.
Tapi apa pun bentuknya, tujuannya sama yaitu untuk memuliakan tamunya dengan
sedemikian rupa.

Berhubungan baik dengan tetangga


Sesudah anggota keluarga kita, orang yang paling dekat adalah tetangga. Begitu
pentingnya peran tangga sampai-sampai Rasulullah SAW menganjurkan kepada siapa
saja yang akan membeli rumah atau mebeli tanah selanjutnya dibangun rumah,
hendaklah memperhatikan siapa yang akan menjadi tetangganya.
Beliau bersabda;
“Tetangga sebelum rumah, kawan sebelum jalan, dan bekal sebelum perjalanan.”
(HR. Khathib)

Dari hadits di atas adalah pentingnya peran tetangga dalam hidup bermasyakat
terutama dalam memilih tempat untuk dijadikan tetangga dalam hidup bermasyakat
terutama dalam memilih tempat untuk dijadikan rumah saja kita harus memilih
dengan beberapa aspek yang harus diperhatikan.
Kita dapat melihat dari sebuah kata “tetangga sebelum rumah” dalam kehidupan
bermasyarakat, maksudnya kita sebelum membangun sebuah rumah harus memilih
atau mengetaui kondisi tetangga kita. Diharapkan jaangan sembarang dalam hal ini,
karena akan berdampak pada diri kita sendiri.
Baik buruknya sikap tetangga kita tentu tergantung juga bagaimana kita bersikap
kepada mereka. Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW juga mengatakan bahwa
tetangga yang baik adalah salah satu dari tiga hal yang membahagiakan hidup,
dengan sabdanya;

“Di antara yang membuat bahagia seoarang Muslim adalah tetangga yang baik,
rumah yang lapang, dan kendaraan yang nyaman.” (HR. Hakim)

Beberapa hal yang membuat bahagia seorang muslim dalam kehidupan


bermasyarakat yaitu tetangga yang baik, coba kita bayangkan bila tetangga kita selalu
konflik/ tidak akur. Kehidupan kita tidak akan berjalan harmonis.
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berbut baik dengan tetangganya,
baik tetangga dekat maupun jauh. Pastilah orang akan akan sangat senang apabila
tatangganya baik kepada kita dan kita pun tidak akan segan untuk membalas kebaikan
tatangga kita itu. Ini menimbulkan dampak yang positif, namun bila tetangga kita
berselisih dengan kita pastinya akan ragu untuk menyapa baik tetangga.

Bentuk Hubungan baik dengan tetangga


Bentuk-bentuk hubungan baik dengan tetangga ini Raulullah SAW pernah
berpesan kepada Abu Dzar:

“Jika engkau memasak gulai, perbanyaklah kuahnya, kemudian peerhatikanlah


tetangga-tetanggamu, dan berilah mereka sepantasnya.” (HR.Muslim)
Salah satu hubungan baik dengan tetangga dapat dilihat dari hadits shahih diatas,
bahwa apabila kita sedang memasak gulai atau memasak yang lainnya ingatlah
kepada tatangga kita. Sehingga walupun bahan gulai yang sedang dimasak kurang,
kita dapat menambah gulainya.Setelah masak, perhatikanlah tetangga kita. Berilah
mereka tetangga kita gulai yang kita masak tadi dengan sepantasnya.
Dijelaskan juga bahwa seorangyang hidup saling berdampingan (bermasrakat)
harus memperhatikan tetangganya. Mengulurkan tangan untuk mengatasi kesulitan
hidup yang dihadapi oleh teetangga. Jangan sampai seseorang dapat tidur nyenyak,
sementara tetangganya menangis kelaparan. Seperti yang sabda Rasulullah SAW:

“Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang dapat tidur dengan perut kenyang
sementara tetangganya kelaparan, padahal dia mengetahui” (HR. Bazzar)

Dalam hadits yang lebih panjang, Rasulullah SAW menguraikan bagaimana


berbuat baik dengan tetangganya. Beliau bersabda:

“Hak tetangga itu ialah, apabila ia sakit kamu menjenguknya, apabila ia


meninggal kamu mengiringi jenazahnya, apabila ia membutuhkan sesuatu kamu
meminjaminya, apabila ia tidak memiliki pakaian kamu memberinya pakaian,
apabila ia mendapatakan kebajikan kamu kmau mengucapkan selamat kepadanya,
apabila ia mendapatkan musibah kamu bertakziah kepadanya, jangan engkau
meninggalkan rumahmu atas rumahnya sehingga angin terhalang masuk
rumahnya, dan janganlah kamu menyakitinya dengan bau periukmu kecuali kamu
memberinya sebagian dari masakan itu.” (HR. Tabranni)
2. DARI SEGI ETIKA
Dalam segi etika dalam bertamu/ meminta izin dan mengucapkan salam perlu
diperhatikan sebagai berikut;
a) Mengunakan kata-kata yang sopan setiap orang, tidak hanya pada waktu
bertamu saja. Akan tetapi pada waktu kapan saja dan dimana saja.
b) Jangan bertamu sembarang waktu, bertamulah pada saat yang tepat dimana
tuan rumah diperkirakan tidak akan terganggu. Misalnya jangan bertamu pada
saat istirahat atau waktu tidur.
c) Kalau diterima bertamu, jangan terlalu lama karena dikawatirkan akan
merepokan tuan rumah. Setelah urusan selesai segeralah pulang, mungkin saja
tuan rumah masih ada kepentingan lain.
d) Jangan melakukan kegiatan yang menyebabkan tuan rumah terganggu,
misalnya memeriksa dan perabotan rumah, dan memasuki ruangan pribadi tanpa
izin penghuni rumah. Diizinkan pemilik rumah bukan berarti boleh melakukan
apa saja. Ini akan sang berdampak buruk, bisa saja kita malah dianggap mau
mencuri.
e) Bila disuguhi minuman atau makanan hormatilah jamuan itu.
Maksud hormati di sini yaitu memakan apa yang disuguhkan namun sekadanya
saja. Jangan malah semua hidingnya di makan semua (melihat etika di daerah
jawa). Berbeda bila disuguhi air minum, baiknya minuman itu kita habiskan.
f) Hendaklah pamit waktu mau pulang. Meninggalkan rumah tanpa pamit di
samping tidak terpuji, juga mengundang fitnah. Bisa saja kita disangka-sangka
tidak baik oleh tetangga lainnya, karena inin bisa mengundang fitnah.

Dalam menerima tamu atau memuliakan tamu yang dilakukan antara lain:
a> Menyambut kedatangan tamu dengan muka yang manis dan senyuman.
Dengan diawali muka yang manis disertai senyuman akan membawa awal yang
baik bagi tamu. Tamu akan merasa nyaman bahkan senang bertamu di tempat kita.
b> Menggunakan tutur kata yang lemah lembut.
Gunakanlah kata-kata yang lemah lembut, jangan malah kita menggunakan kata-
kata yang kasar. Ini akan berdapak pada kesalah fahaman tamu kepada kita, karena
yang datang itu kita belum tau sifatnya juga. Dampak lainnya juga menyebabkan hati
yang bertamu menjadi senang.
c> Mempersilahkannya duduk di tempat yng baik.
Kalau perlu disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selalu dijaga
kerapian dan kebersihannya. Yujuannya agar memberikan kenyamanan kepada tamu
dan lebih menghargainya. Mungkin tamu tadi tidak datang setiap saat.

Dalam berkendara
Ketika kita menggunakan kendaraan, apalagi melewali jalan desa atau
perumahan tetangga. Hendaklah kita sadar diri dan mengunakan dan mengunakan
etika yang baik, seperti:
1> Kurangi kecepatan yang standar pada kecepatan antara 20-40 km/jam.Tinggal
bagaimana kondisi yang sebenarnya.
2> Menyapa orang bila berpapasan, bahkan bersikap rendah diri.

Dalam meminjam barang


Dalam meminjam barang milik tetangga, hendaklah segera dikembalikan
walaupun tetangga tidak menyuruh untuk mengembalikan secepatnya. Dikawatirkan
yang meminjam lupa tidak mengembalikan, bahkan lupa mengembalikan. Dapat
mengurangi kepercayaan teetangga.

3. DARI SEGI BUDAYA


Akhlak lingkungan dapat dilihat dari segi budaya adalah hal yang tidak dapat
dihindarkan. Tetangga adalah harapan kita apabila ada suatu masalah untuk
memberikan bantuannya. Peran tetangga sangat besar, sehingga menjadi suatu adat
atau kebiasaan masyarakat Jawa seperti;
a. Mengabulkan/ menghadiri undangan
Mengabulkan undangan adalah salah satu kewajiban sosial sesama muslim. Ini
menjadi tradisi pergaulan dalam masyarakat. Bisa kita banyangkan pandangan
masyarakat atau tetangga, jika kita tidak menghadiri undanganya. Akan banyak orang
menggap buruk prilaku kita, masyarakat pun bisa-bisa tidak menyenangi kita.
b. Sadranan
Sadranan adalah kegiatan adat yang biasa dilakukan masyarakat pada saat salah
satu rumah warga akan dibangun atau di renofasi. Biasanya tuan rumah yang akan
merenofasi rumahnya akan mengundang tetangga sitar rumahnya sekitar 10 orang
bisa kurang, bisa juga lebih.
Diantara 10 orang tadi ada beberapa orang yang lumayan ahli dalam bidangnya,
untuk jumlahnya tergantung pemilik rumah. Lamanya sadranan juga tergantung
pemilik rumah dan tergantung pada waktu selesainya renofasi.Sementara itu pemilik
rumah setiap hari menyiapkan makan untuk para pekeja semua.
Tidak ada upah dalam kegiatan renofasi, kecuali untuk pekerja yang disewa oleh
pemilik rumah. Kontribusi bagi yang lain adalah diberi bungkusan makanan yang
matang dalam bahasa jawa disebut sompet/ punjungan.

d> Yasinan dan Tahlilan


Kegiatan masyarakat seperti ini masih melekat di kehidupan masyarakat kita.
Kegiatan yasinan dan tahlilan sering dilaksanakan biasanya pada acara-acara khusus
yang sudah membudaya pada masyarakat seperti;
1. Setelah sesorang meninggal dunia.
Selain tujuannya untuk mendoa kan seseorang yang meninggal dunia, juga
menanmkan akhlak yang baik padatiap individu. Biasanya dilakukan selama 7 hari
berturut-turut setelah kematian. Dilakukan juga pada saat 100 setelah meninggal dan
1000 hari setelah meninggal.
2. Puputan/ penamaan bayi sewaktu umur 7 hari.
Budaya puputan sudah lama dilakukan masyarakat, pada acara ini bayi yang
sudah berumur 7 hari akan diberi nama dan pencukuran rambut.
3. Syukuran selesainya rehab rumah, dan masih banyak lagi kegiatan serupa.
E. IMPLEMENTASI
Manusia di dalam kehidupannya tidak mungkin dapat hidup sendirian saja,
manusia membutuhkan bantuan dari manusia lain agar dapat hidup di dunia ini. Ini
adalah salah satu sifat manusia, yaitu makhluk sosial. Karena manusia saling
membutuhkan, manusia akan hidup berdampingan dengan manusia lain dalam suatu
kelompok yang disebut masyarakat. Agar terjalin suatu masyarakat yang baik, tanpa
rasa permusuhan dan makmur, manusia harus bertindak dengan menggunakan akhlak
yang baik. Akhlak pada manusia terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu akhlak
terhadap Allah SWT, akhlak terhadap sesama manusia dan juga akhlak terhadap
lingkungan hidupnya. Lalu yang menjadi pertanyaan bagaimanakah penerapan atau
implementasi akhlak di dalam kehidupan manusia agar tercipta suatu kehidupan yang
baik? Buku “Hukum Islam” karangan Prof.H. Mohammad Daud Ali, S.H.
menerangkan berbagai macam implementasi akhlak dalam berbagai aspek kehidupan.
Untuk lebih jelasnya mari kita bahas secara lebih mendetail.
Yang pertama adalah akhlak terhadapa Allah SWT. Di dalam Al-Quran,
terdapat bermacam ayat-ayat yang menerangkan bagaimana kita berakhlak
terhadap Allah SWT. Ayat-ayat tersebut antara lain :
a. QS Al Baqarah,2:25 memerintahkan kita agar mensyukuri nikmat Allah
SWT
b. QS An Nahl : 19 memerintahkan agar kita malu jika berbuat dosa
c. QS Al Huud : 56 menerangkan bahwa Allah adalah tempat kita meminta
d. QS Yusuf : 87 memerintahkan agar kita optimis terhadap pertolongan dari
Allah SWT
e. QS Fushilat : 22-23 memerintahkan agar kita senantiasa berbaik sangka
(husnudzan) kepada Allah SWT
f. QS Al An’am : 160 memerintahkan agarkita yakin akan janji-janji Allah
Kemudian yang kedua adalah akhlak terhadap sesame manusia. Akhlak
terhadap sesame manusia kemudian dibagi lagi menjadi bagian-bagian yang
lebih spesifik, yaitu :
1. Akhlak terhadap diri sendiri
Sebgai contoh, yang termasuk akhlak terhadap diri sendiri seperti tidak
berusaha menyakiti diri sendiri, tidak merasa rendah diri, memiliki
kepercayaan diri, segera bertaubat jika melakukan kesalahan, mengevaluasi
diri jika melakukan kesalahan, tidak terperangkap dalam hawa nafsu semata
2. Akhlak terhadap orang lain
Yang termasuk akhlak terhadap orang lain sebagai contohnya adalah
menghargai karya orang lain, menjaga perasaan orang lain, tidak menang
sendiri, tidak memaksakan kehendak pada orang lain, tidak merampas hak
milik orang lain
3. Akhlak terhadap orang tua
Akhlak terhadap orang tua dalam agam islam dianggap sangat penting karena
agama islam menjunjung tinggi harkat dan maratabat orang tua. Kita sebagai
anak dalam bersikap terhadap orang tua harus patuh, taat pada setiap
nasihatnya, tidak menyakiti perasaan oarng tua, membahagiakan orang tua
kita, merawatnya saat sakit dan menghibur mereka dikala sedih.
4. Akhlak terhadap masyarakat
Yang termasuk akhlak terhadap masyarakat sebagai contoh melakukan amar
ma’ruf nahi munkar. Yang termasuk amar naruf antara lain zakat, shadaqah,
ikut bekerja bakti dan lain-lain. Yang termasuk nahi munkar antara lain
menjauhi mabuk-mabukan, perjudian, menjauhi zina dan sebagainya.
Yang ketiga atau yang terakhir yaitu akhlak terhadap lingkungan hidup
dimana kita tinggal. Sebagai manusia yang berakhlak, kita wajib menjaga,
mengelola, memelihara lingkungan tempat hidup kita seperti contohnya tidak
membuang sampah sembarangan, tidak merusak hutan, mengurangi pemakain
kendaraan bermotor untuk mencegah global warming, tidak melakukan jual
beli hewan atau tumbuhan yang terancam punah, memanfaatkan sumber daya
alam yang ada dengan efektif dan efisien.
PENUTUP

a. Simpulan
Setelah membahas etika Islam dan implementasinya, maka pada akhir penulis
menarik beberapa intisari pembahasan ini, antara lain:
1. Makna akhlak dapat ditinjau dari segi etimologis dan terminologis. Secara
Etimologis ialah bermakna budi pekerti, perangai dan tingkah laku. Sedangkan secara
terminologis bermakna suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang olehnya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan akal terlebih
dahulu.
2. Gambaran Akhlak nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari senantiasa
memperlihatkan akhlak-akhlak yang mulia karena akhlak adalah implementasi dari
al-Qurann itu sendiri. Adapun keutamaan akhlaknya yang terpuji diantaranya :Jujur,
pemberani, sabar, malu, pemaaf dan lain-lain sebagainya.
3. Pembinaan akhlak menjadi tuntutan mutlak dewasa ini, sesuatu tuntutan yang tidak
bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini harus menjadi kepedulian semua pihak, sebab
akhlak mulia menjadi pilar tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa.
Kemampuan suatu bangsa untuk terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas
akhlaknya, apabila akhlak suatu bangsa baik maka akan baik pula bangsa itu, tapi
sebaliknya apabila akhlak suatu bangsa itu tidak baik maka bangsa itu juga menjadi
tidak baik.
b. Implikasi
1. Begitu pentingnya Akhlak dalam hidup dan kehidupan manusia, agar pemerintah
(umara) dan ulama serta para tokoh masyarakat duduk bersama mengayomi
masyarakat dalam mengimplementasikan akhlak di seluruh aspek kehidupan.
2. Pada lembaga terkait, agar pendidikan akhlak di mulai dari usia dini, durasi
jam
pelajaran akhlak ditambah pada setiap jenjang pendidikan.
Daftar pustaka

http://kampuscuy.blogspot.co.id/2012/06/implementasi-akhlak-dalam-
kehidupan.html
http://agustinadais.blogspot.co.id/2013/04/makalah-aplikasi-akhlak-baik-
dalam.html
https://sanrawijaya.wordpress.com/.../akhlak-dalam-m...
http://abarokah51.blogspot.co.id/2012/11/akhlak-kepada-masyarakat.html

Vous aimerez peut-être aussi