Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB II

PENDAHULUAN

A. Definisi
Menurut Diane C. Baughman dan JoAnn C. Hackley (2000) dalam buku saku
dari Brunner & Suddarth mendefinisikan, Bell’s palsy (paralisis parsial) adalah
kondisi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf cranial ketujuh bagian perifer pada satu
sisi, yang mengakibatkan kelemahan atau paralisis otot fasial.
Paralisis Bell (paralisis wajah) Karen aketerlibatabn perifer saraf cranial ketujuh
pada salah satu sisi, yang mengakibatkan kelemahan atau paralisis otor wajah (Arif
Muttaqin, 2012).
Paralisis Bell (Bell’s palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis
perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak menyertai
penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis (Harsono, 2009).
Priguna Sidharta (1985) mendefinisiskan bahwa ‘Bells’s Palsy’ adalah
kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-
degeratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus
fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

B. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, meskipun kemungkinan penyebab dapat meliputi
iskemia vascular, penyakit virus (herper simplek, herpes zoster), penyakit autoimun,
atau kombinasi semua factor ini (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Harsono (2009) mengatakan paralisis fasial perifer dapat terjadi pada
penyakit-panyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, hipertensi berat, anestesi local
pada pencabutan gigi, infeksi telinga bagian tengah, sindrom Guillain Barre,
kehamilan trimester terakhir, meningitis, perdarahan, dan trauma. Apabila factor
penyebabnya jelas maka disebut paralisis fasialis perifer dan bukannya paralisis Bell.
C. Patofisiologi
Menurut Arif Muttaqin (2012) paralisis Bell dipertimbangkan dengan beberapa
tipe paralisis tekanan. Inflamasi dan edema saraf pada titik kerusakan, atau pembuluh
nutriennya tersumbat pada titik yang menyebabkan nekrosis iskemik dalam kanal
yang sangat sempit. Ada kelainan wajah berupa paralisis otot wajah; peningkatan
lakrimasi (air mata); sensasi nyeri pada wajah, belakang telinga, dan terdapat
kesulitan bicara pada sisi yang terkena karena kelemahan atau otot wajah. Pada
kebanyakan klien, yang pertama kali mengetahui paresis adalah teman sekantor atau
orang terdekat/ keluarganya.
Pada observasi dapat terlihat juga bahwa gerakan kelompok yang tidak sehat
lebih lambat jika dibandingkan dengna gerakan kelopak mata yang sehat lebih lambat
jika dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat. Lipatan nasolabial pad
asisi kelumpuhan mendatar. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi
yang lumpuh tidak mengembung. Saat mencibir, gerakan bibir tersebut menyimpan ke
sisi yang tidak sehat. Jika klien diminta untuk memperlihatkan gigi geliginya atau
diminta meringis, sudut mulut sisi yang lumpuh tidak terangkat, sehingga mulut
tampaknya mencong kearah yang sehat.
Setelah paralisi pasial perifer sembuh, masih sering terdapat gejala sisa. Pada
umumnya gejala itu merupakan proses regerasi yang salah, sehingga timbul gerakan
fasial yang berasosiasi dengan gerakn otot kelompok lain. Gerakan yang mengikuti
gerakan otot kelopak lain disebut sinkinetik. Gerakan yang mengikuti gerakan otot
kelopak lain itu disebut sinkinetik. Adapun gerakan sinkinetik adalah ikut
terangkatnya sudut mulut pada waktu mata ditutup dan fisula palpebra sisi yang
pernah lumpuh menjadi sempit, pada waktu rahang bawah ditarik ke atas atau ke
bawah, seperti sewaktu berbicara atau mengunyah. Dalam hal ini, di luar serangan
spasme fasialis, sudut mulut sisi yang pernah lumpuh tampak lebih tinggi
kedudukannya dari padapada sisi yang sehat. Oleh karena itu, banyak kekeliruan
mengenai sisi yang memperlihatkan paresis fasialis, terutama jika klien yang pernah
mengalami Bell’s Palsy kemudian memperoleh ‘stroke’.
D. Manifestasi klinis
Menurut Harsono (2009), mengatakan pada awalnya, penderita merasakan ada
kelainan disaat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara.
Setelah merasakan adanya kelainan didaerah mulut maka penderita biasanya
memperhatikannya lebih cermat dengan mengunakan cermin.
Mulut tampak mencong terlebih pada saat meringis kelopak mata tidak dapat
dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya maka
bola matanya makan bola mata tampak terputar ke atas (tanda Bell). Penderita tak
dapat bersiul atau menutup, apabila berkumur atau minum makan air akan keluar
melalui sisi mulut yang lumpuh. Selanjutnya gejala dan tanda klinis lainnya
berhubungan dengan tempat/lokasi lesi.
a) Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik ke arah sisi mulut sehat, makanan terkumpul di antara pipi dan
gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. Lipatan kulit dahi
menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka
air mata akan keluar terus-menerus.
b) Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya
ketajaman pengecapan lidah (dua pertiga bagian depan) dan salviasi di sisi yang
terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan terlibatnya nervus
intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana
korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.
c) Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala tanda klinis seperti pada (a) dan (b), ditambah dengan adanya
hiperakusis.
d) Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
Gejala dan tanda klinik sepertipada (1), (2), dan (3) disertai dengan nyeri di
belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di
membrane timpani dan konka. Syndrome Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis
fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum.
Lesi herpetic terlihat di membrane timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.
e) Lesi di matus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti di atas ditambah dengna tuli sebagai akibat dari
terlibatnya nervus akustikus.
f) Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons
Gejala dan tanda klinis sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda
terlihatnya nervus trigenius, nervus akustikus, dan kadang-kadang juga nervus
abdusens, nervus aksesorius, dan nervus hipoglosus.
Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala sisa
paralisis Bell, beberapa bulan pasca awitan, dengna manifestasi klinik: air mata
bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus fasialis
menginervasi glandula lakrimalis dan granua salivarius submandibularis.
Diperkirakan terjadi regerasi saraf salivarius tetapi dalam perkembangannya
terjadi “salah jurusan” menuju ke granula lakrimali.
E. Pemeriksaan diagnosik
Setelah 10 hari, elektromiografi membantu memprediksi tingkat kesembuhan
yang diharapkan dengan membedah kerusakan konduksi sementara dengan interupsi
patologis serabut saraf ( Wiliam & Wilkins, 2008).
F. Penataksaaan
Menurut Diane C. Baughman dan JoAnn C. Hackley (2000) dalam buku saku
dari Brunner & Suddarth mengatakan tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk
mempertahanakan tonus otot wajah dan untuk mencegah atau meminimalkan
penyimpangan.
a) Tenangkan pasien bahwa tidak terjadi stroke pada dirinya dan pemulihan secara
spontan akan terjadi dalam 3-5 minggu pada kebanyakan pasien.
b) Mungkin diberikan terapi steroid untuk mengurangi inflamasi dan edema, yang akan
menurunkan kompresi vaskuler dan memungkinkan pemulihan sirkulasi darah pada
saraf. Pemberian steroid awal tampaknya untuk mengurangi keparahan,
menghilangkan nyeri, dan meminimalkan penyimpangan.
c) Nyeri fasial diatasi dengan analgesic atau pemasangan kompres hangat pada bagian
wajah yang sakit.
d) Mungkin dilakukan stimulus listrik pada wajah untuk mencegah atrofi otot.
e) Eksplorasi melalui pembedahan mungkin dilakukan jika digunakan kuat adanya
tumor; pembedahan dekompresi saraf fasial; atau rehabilitasi pembedahan dari wajah
yang mengalami paralisis.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

Ruangan : Lontara 3 saraf Tanggal masuk RS : 15-05-2018


Kamar : kamar 4 Tanggal pengkajian : 17-05-2018
Waktu pengkajian : Pkl 12:20
I. IDENTITAS
A. KLIEN.
Nama initial :Ny.A
Tempat /Tgl lahir(umur) : Baula, 22 Mei 1988
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Kawin
Jumlah anak : tidak ada
Agama :islam
Suku : Bugis
Warga negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :IRT
Alamat : Baula
B. PENANGGUNG JAWAB.
Nama : Ny,K
Alamat : Baula
Hubungan dengan klien : Keluarga

II. DATA MEDIK


A. Dikirim oleh : IGD non bedah
B. Diagnosa medik
Saat masuk : Hemiparese
Saat pengkajian : NHS
III. KEADAAN UMUM
A. KEADAAN SAKIT : pasien tampak sedang berbaring lemah tampak
pucat.
Penggunaan alat medik : Pasien tidak menggunakan alat bantuan medik
B. KELUHAN UTAMA : kelemahan pada bagian tubuh sebelah kanan
Riwayat keluhan utama : kelemahan sejak saat masuk rumah sakit
tanggal 16-01-2017, tonus otot menurun sebelah kanan, reflex fisiologis
menurun sebelah kanan.
Riwayat kesehatan masa lalu : Keluarga pasien mengatakan pasien pernah
diobname di Rs Barru dengan kesadaran menurun
C. TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran : Apatis
Kualitatif : dimana keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya,sikap pasien pada saat pengkajian acuh tak acuh.

Skala coma glasgow : 12 respon motorik :5


Respon bicara :4
Respon membuka mata :5
2. Tekanan darah :130/60 mmHg
3. Suhu : 36,1 oC
4. Nadi : 86 x/i
5. Pernafasan :16 x/i
D. PENGUKURAN
1. Tinggi badan :152 cm
2. Berat badan : 52 kg
E. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
 Pengkajian pola kesehatan dan pemeliharaan kesehatan :
Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh pasien : Keluarga pasien
mengatakan pasien pernah diobname di Rs. Barru dengan kesadaran
menurun.
 Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi
pada makanan.
 Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi
pada obat-obatan
 Keadaan sebelum sakit :Keluarga pasien mengatakan pasien
melakukan aktivitas seperti pada umumnya ibu rumah tangga yang
lain.
 Keluarga pasien mengatakan pasien sering berkebun atau ke
sawah.
 Personal higiene
Kebersihan rambut : Rambut pasien tampak bersih
Kulit : Kulit pasien tampak kering
Rongga mulut pasien : tampak kotor
F. Kajian nutrisi metabolik
a. Keadaan sebelum sakit : keluarga pasien mengatakan bahwa sebelum
sakit klien makan 3x sehari
b. Keadaan sejak sakit : keluarga pasien mengatakan setelah pasien sakit
selera untuk makannya berkurang dan porsi makanan yang diberikan
tidak dihabiskan
G. Pemeriksaan fisik
Keadaan rambut : berwarna hitam dan tampak bersih
Hidung : Tampak simetris kiri dan kanan, serta tidak terdapat adanya polip
Gigi : Pasien tidak menggunakan gigi palsu
Rongga mulut: Tidak terdapat adanya pembengkakan pada gusi
Lidah : tampak kotor
Kelenjar tiroid : Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar tiroid
Abdomen : Pada saat inspeksi tidak terdapat adanya massa atau benjolan dan
pada saat di palpasi : tidak terdapat adanya massa atau nyeri tekan pada daerah
abdomen. Tidak terdapat adanya nyeri uluhati.
H. Kajian pola eliminasi
a. Keadaan sebelum sakit : Sebelum sakit keluarga pasien mengatakan
dalam sehari pasien buang air kecil 2x dalam sehari dan buang air
besar 1x dalam sehari.
b. Keadaan setelah sakit: Keluarga pasien mengatakan setelah sakit
pasien menggunakan popok dan dalam sehari mengganti popok
sebanyak 2x/hari. Sedangkan keluarga pasien mengatakan bahwa
setelah sakit pasien sulit BAB kadang hanya 1x BAB dalam 2 hari.
Ginjal : Tidak terdapat adanya nyeri pada ginjal
Anus : tidak terdapat adanya peradangan
I. Aktivitas harian
 Makan : dibantu
 Mandi : 1x
 Berpakaian : pasien dibantu oleh keluarganya
 Buang air kecil : 2x/hari
 Mobilisasi di tempat tidur dan pasien tidak menggunakan kursi roda
atau tongkat.
 Anggota gerak yang cacat : pada exstremitas bagian tangan kanan atas
dan kaki kanan bawah.
 Bentuk thoraks : simetris antara kiri dan kanan dan tidak terdapat
adanya suara nafas tambahan.
 Jantung : pasien tidak menggunakan alat pacu jantung
 Kaku sendi : keluarga pasien mengatakan terasa ngilu pada daerah
sendi
 Uji kekuatan otot kiri : 5 dan kanan 0
 Refleks babinski :keluarga pasien mengatakan masih dapat merasakan,
jika digaris pada telapak kaki.
J. Kajian pola persepsi kognitif
a. Keadaan sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak
memiliki penyakit sebelumnya.
b. Keadaan setelah sakit : Keluarga pasien mengatakan tidak percaya
pada saat mengalami penyakit yang seperti itu,karna selama ini pasien
tampak baik-baik saja dan selalu melakukan aktivitas didalam rumah
maupun diluar rumah.
K. Pemeriksaan fisik penglihatan
a. Penglihatan : Keluarga pasien mengatakan pada saat melihat kearah
yang jauh pandangannya kabur, dan semenjak sakit keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien selalu menutup mata.
b. Pendengaran : Terdapat adanya gangguang pendengaran dan pasien
tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
L. Kajian pola persepsi dan konsep diri
a. Keadaan sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan sering
berkumpul bersama dengan keluarga dan tetangganya.
b. Keadaan setelah sakit : Keluarga pasien mengatakan dengan keadaan
pasien yang seperti sekarang ini mungkin tidak sesering bertemu atau
berkumpul dengan keluarganya dengan kondisinya saat ini yang tidak
mampu untuk mengangkat,menggerakan tangan, kaki kanan dan
berjalan pasien merasa tidak bertenaga.
Data obyektif
Observasi kontak mata : Selama proses pengkajian berlangsung
keluarga pasien tidak mengalihkan pandangannya ke tempat lain.dan
tidak membalikan badan ke arah yang lain, serta dengan nada bicara
yang rendah dan jelas. Sedangkan pasien sendiri tidur terlentang
dengan mata tertutup.

M. Kajian pola peran dan hubungan dengan sesama


a. Keadaan sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien sering
berkebun dan pergi ke sawah, bahkan pasien juga sering menenun sarung.
b. Keadaan setelah sakit : Keluarga pasien mengatakan dengan kondisi
pasien saat ini, pasien tidak memungkinkan berkebun atau beraktivitas
seperti biasanya.
N. Kajian pola seksual : Keluarga pasien mengatakan selama kondisinya seperti
saat ini pasien tidak melakukan hubungan seksual.
O. Kajian mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
a. Keadaan sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak
terlalu memikirkan dan khawatir tentang kondisinya saat masih bisa
berjalan normal.
b. Keadaan setelah sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien selalu
merasa khawatir dengan keadaannya saat ini dengan terasa berat dan
lemah saat mau menggerakan, mengangkat tangan atau kaki kirinya.
P.Kajian pola sistem nilai kepercayaan
a. Keadaan sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien selalu
sembahyang dan mengaji.
b. Keadaan setelah sakit : Keluarga pasien mengatakan semenjak pasien
sakit ia tidak pernah sembahyang dan mengaji
No. DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. - Keluarga pasien mengatakan pasien lemas dan - Pasien tampak menggerakkan tangan kanannya
berusaha menggerakan tangan kanannya. - Pasien tampak lemas
- Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh - Kekuatan otot tangan kanan 1 dengan rentang
saat mencoba mengangkat tangan ataupun kaki scala 0-5
terasa seperti tidak bertenaga. - Pasien tampak dibantu aktivitasnya.
- Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh - Pasien tampak terpasang cairan infus
ada keinginan untuk menggengam tetapi tidak - Pasien tampak mengankat tangan kiri dan selalu
bisa. ingin menggenggam
- keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh - Tanda-tanda vital :
merasa tidak nyaman dengan keadanya yang Tekanan darah :130/70 mmHg
terbaring lemah. Suhu : 36,2 oC
- Keluarga pasien mengeluh nyeri pada daerah Nadi : 80 x/i
lutut jika ditekuk lama dan terasa nyilu seluruh Pernafasan :20 x/i
badan.

2. - Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh - Pasien tampak lemah


kadang-kadang sesak nafas - Pasien tampak tidak berdaya dengan keadannya
- Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh saat ini.
merasa sangat lemah dan tidak berdaya dengan - Pasien tampak menghabiskan waktu hanya
kondisinya saat ini yang hanya di tempat tidur. ditempat tidur.
- Keluarga pasien mengatakan Pasien mengeluh - Tampak kebutuhan pasien dibantu keluarga
menghabiskan sebagian besar aktivitasnya di - Pasien tampak dibantu dalam mengubah posisi
tempat tidur. tidurnya.
- keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh
sulit untuk membalikan posisi tubuhnya
- dan
merasa lemas.
- keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh
kesulitan pada saat melakukan pergerakan. -
Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan mobilitas fisik b/d kekuatan otot yang tidak mencukupi

2) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan

INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil NOC Intervensi (NIC)

1. Hambatan mobilitas fisik b/d 1) Pasien dapat menggerakkan 1) Kaji kemampuan pasien
kekuatan otot yang tidak anggota tubuh/beraktivitas dalam beraktivitas
mencukupi dengan criteria : 2) Lakukan rentang gerak
- Pasien dapat mengangkat aktif pasif pada semua
tangan kanan dan dapat ektremitas
menggerakan kaki kanan
- Berpindah dari dan ke 3) Ajarkan tentang teknik
kursi atau kursi roda ambulasi dan berpindah
- Memperlihatkan mobilitas yang aman
yang dibuktikan oleh : 4) Gunakan ahli terapi fisik
tidak mengalami ganguang dan okupasi sebagai suatu
keseimbangan, performa sumber untuk
posisi tubuh, bergerak mengembangkan
dengan mudah, berjalan perencanan dan
dan pergerakan sendi dan mempertahankan atau
otot. meningkatkan mobolitas.

2. Intoleransi aktivitas b/d Pasien akan menunjukan : 1) Tentukan pengetahuan dan


kelemahan 1) Mengidentifikasi aktivitas pemahaman terhadap
atau situasi yang keterbatasan energi oleh
menimbulkan kecemasan klien dan orang terdekat.
yang dapat mengakibatkan 2) Pantau tingkat energi dan
intoleran aktivitas. toleransi pasien terhadap
aktivitas
3) Ajarkan pengaturan
aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk
mencegah keletihan.
4) Berikan dukungan dalam
pengambilan keputusan
dan lainya selama periode
penyakit atau stres yang
tinggi.

Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

No Rasional Implementasi/Hasil

1. 1) Untuk mengetahui kemampuan pasien Tangal 25/01/2017


dalam beraktivitas. Jam 12:20
2) Menurunkan resiko iskemik jaringan  Mengkaji kemampuan pasien dalam
3) Meminimalkan atrofi otot-otot dan beraktifitas
meningkatkan sirkulasi dan membantu Hasil :
mencegah kontraktur - Klien tidak dapat beraktivitas dengan baik di
tandai dengan:
- Tangan kanan klien tidak dapat di gerakkan,
kekuatan otot pasien adalah skala 1 dengan
rentang skala 0-5
- Kaki kanan pasien terasa berat apabila diangkat
- Keluarga Klien mengatakan tidak bisa berdiri
Jam 13:40
 Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif
pada semua eksteremitas
Hasil : Pasien tidak dapat melakukan Fleksi dan
ekstensi
Jam 14 :35
 Mengajarkan tentang teknik ambulasi dan
berpindah yang aman
Hasil : Pasien mengerti dan akan berusaha untuk
melakukan dengan semampunya seperti apa
yang dianjurkan
Jam 16 :40
 Menentukan tingkat motivasi untuk
mempertahankan atau mengembalikan
mobilitas sendi dan otot.
Hasil : Pasien sangat optimis dalam menjalani
pengobatan.
 Menggunakan ahli terapi fisik dan okupasi
sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanan dan mempertahankan atau
meningkatkan mobolitas
Hasil : belum ada hasil yang bisa dilihat sementara
menunggu hasil CT-Scan.

2. R/Untuk mengetahui sejauh mana Tanggal 26/01/2017


pemahaman pasien dan keluarga tentang Jam 18:10
terbatasnya energi yang di miliki oleh  Menentukan pengetahuan dan pemahaman
pasien terhadap keterbatasan energi oleh klien dan orang
R/untuk menentukan perencanan selanjutnya terdekat.
R/ Mengetahui bagaimana pengaturan waktu Hasil : Pasien dan keluarga paham dengan
dalam mencegah keletihan keterbatasan energi yang dimiliki oleh pasien
R/ Membantu dalam memberikan dukungan Jam 18:30
dalam pengambilan keputusan untuk  Mengajarkan pengaturan aktivitas dan teknik
mengurangi stres manajemen waktu untuk mencegah keletihan.
Hasil : Pasien mulai membatasi aktivitas seperti di
bopong ke kamar kecil. Dan pasien mulai
menggunakan popok.
Jam 20:12
 Memberikan dukungan dalam pengambilan
keputusan dan lainya selama periode penyakit
atau stres yang tinggi.
Hasil : Pasien mulai tenang saat diberikan dukungan
oleh perawat.

Evaluasi

1. Klien bisa mengekspresikan perasaannya/ kebutuhannya


2. Mengerti dan menjalankan perintah
3. Dapat mengenali bagian – bagian tubuh
4. Bekerja sama dengan perawat dalam pemenuhan aktivitas sehari – harinya
5. Kemajuan dalam fungsi motorik

Vous aimerez peut-être aussi