Vous êtes sur la page 1sur 19

TUGAS FARMAKOTERAPI II

“DIARE”

DISUSUN OLEH ;
KELOMPOK 1
Andi Ahmes Lestari 17.01.240

Amazonia Pinto Magno 17.01.236

Gita Kamelia 17.01.286

Indah Oktaviani 17.01.283

Melani Lahope 17.01.250

Nahdia P. Abdulgani 17.01.260

Nila Wulandari 17.01.247

Reygen Gabriel S.Siwu 17.01.262

Siti Aisah Syahraen 17.01.289

Suriana 17.01.272

Yulia 17.01.245

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak
lupa juga kami mengucapkan banyak terimah kasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pemikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar lebih baik
lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,


kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makass
ar, Mei 2018

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama
di Negara berkembang adalah diare. Di Indonesia, diare masih
merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat. Hal ini
dikarenakan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak
kematian. Diare juga sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
Secara global, diare masih menjadi salah satu penyebab paling
signifikan untuk kematian balita. Diare menyebabkan sekitar 800.000
kematian setiap tahunnya dikelompok usia ini terutama di negara-
negara berkembang. Semua kelompok usia bisa diserang oleh diare,
tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada
bayi dan anak balita. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani
secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air dan
daging, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi.
(Riskiyah. 2017)

Penyakit diare masih sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa


(KLB) dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang
singkat. Namun dengan tata laksana diare yang cepat, tepat dan
bermutu kematian dapat ditekan seminimal mungkin. Diare merupakan
penyebab kedua terbesar kematian balita di dunia. Diare adalah berak-
berak lembek sampai cair (mencret), bahkan dapat berupa cair saja,
yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) yang
ditandai dengan gejala dehidrasi, demam, mual dan muntah, anorexia,
lemah, pucat, keratin abdominal, mata cekung, membran mukosa ker-
ing, pengeluaran urin menurun, dan lain sebagainya. Bila diare
berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila
diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik.
Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. (Amin. 2015)
Penyakit menular ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
lingkungan, agen penyebab penyakit, dan pejamu. Beberapa faktor
yang meningkatkan risiko diare lainnya antara lain kurangnya air bersih
untuk kebersihan perorangan dan kebersihan rumah tangga, air yang
tercemar tinja, pembuangan tinja yang tidak benar, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak layak, khususnya makanan
pendamping ASI. Tindakan pencegahan diare antara lain menjaga
kebersihan lingkungan, personal hygiene, pemberian ASI dan gizi
secara terus menerus, serta imunisasi. (Mafazah. 2013)
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja tanda dan gejala Diare?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya diare?
3. Bagaimana penatalaksnaan diare?
I.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tanda dan gejala diare.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya diare.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan diare.
BAB II
TEORI UMUM
II.1 Definisi
Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang
abnormal. Frekuensi dan konsisten BAB bervarisi dalam dan antar
individu. sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali sehari,
sedangkan yang lainnya dua atau tiga kali seminggu (Sukandar dkk,
2013).

II.2 Patofisiologi
Diareadalah ketidakseimbangan absorpsi air dan sekresi &
elektrolit. Terdapat 4 mekanisme patofisiologi yang mengganggu
keseimbangan air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare,
yaitu :
1. perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan
absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida
2. Perubahan motilitas usus
3. Peningkatan osmolaritas luminal
4. Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.
Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokan diare secara
klinik, yaitu:
1. Secretory diarrhea, terjadi ketika senyawa yang strukturnya mirip
(contoh: Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) atau toksik bakteri)
meningkatkan sekresi atau menurunkan absorpsi air dan elektrolit
dalam jumlah besar.
2. Osmotic diarrhea, disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang
mempertahankan cairan intestinal.
3. Exudative diarrhea, disebabkan oleh penyakit infeksi saluran
pencernaan yang mengeluarkan mukus, protein atau darah ke
dalam saluran pencernaan.
4. Motilitas usus dapat berubah dengan mengurangi waktu kontak di
usus halus, pengosongan usus besar yang premature dan
pertumbuhan bakteri yang berlebihan (Sukanda dkkr, 2013).
II.3 Diare Pada Anak
Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan
elektrolit (natrium, kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja
cair anak. Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak
diganti secara adekuat, sehingga timbullah kekurangan cairan dan
elektrolit. Deajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan
tanda yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang. Selama diare,
penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan peningkatan
kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan
penrunan berat badan dan berlanjut ke gagal tumbuh. Pada
gilirannya, gangguan gizi dapat menyebabkan diare menjadi lebih
parah, lebih lama dan lebih sering terjadi, dibandingkan dengan
kejadian diare pada anak yang tidak menderita gangguan gizi.
Kejadian ini dapat diputus dengan member makanan kaya gizi selama
anak diare dan ketika anak sehat (WHO, 2009)
Adapun penyebab diare pada anak diantaranya:
1. Faktor Infeksi
Infeksi bakteri oleh E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae (kolera), dan
serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik
(memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) .
2. Faktor Malabsorpsi
a. Malabsorpsi karbohidrat. Pada bayi, kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula menyebabkan diare berat, tinja
berbau sangat asam, sakit di daerah perut. Jika sering terkena
diare ini, pertumbuhan anak akan terganggu.
b. Malabsorpsi lemak. Dalam makanan terdapat lemak yang
disebut triglyserida. Trigliserida, dengan bantuan kelenjar lipase,
mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus.
Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare
dapat terjadi karena lemak tidak terserap dengan baik, gejalanya
adalah tija mengandung lemak.
3. Faktor Makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah
(sayuran), dan kurang matang.
4. Faktor Psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang jika terjadi pada anak dapat
menyebabkan diare (Widjaja, 2001)
II. 4 Tanda dan Gejala
Diare ialah dimana buang air besar dengan feses tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3
kali dalam 24 jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu,
disebut sebagai diare akut. Apabila diare berlangsung 2 minggu atau
lebih, digolongkan pada diare kronik. Tanda nya feses dapat dengan
atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyertanya dapat berupa
mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenemus, demam, dan tanda-
tanda dehidrasi (Amin, 2015).
II. 5 Manifetasi Klinis
Diare dikelompokkan menjadi akut dan kronis. umunya episode
diare akut hilang dalam waktu 72 jam dari onset. Diare kronis,
melibatkan serangan yang lebih sering selama 2-3 periode yang lebih
panjang. penderita diareakut umumnya mengeluhkan onset yang tak
terduga dari buang air besar yang encer, gas dalam perut,rasa tidak
enak, dan nyeri perut. karakteristik penyakit usus halus adalah
terjadinyaintermittent perriumbilical atau nyeri pada kuadran kanan
bawah disertai kram dan bunyi pada perut. padadiare kronis
ditemukan adanya penyakit sebelumnya, penurunan berat badan dan
nafsu makan (Sukandar dkk, 2013).
Pada diare, pemeriksaan fisik abdomen dapat mendeteksi
hiperperistaltik denganborborygmi (bunyi pada lambung).
Pemeriksaan reaksi apat mendeteksi massa atau kemungkinan fecal
impaction, penyebab utama diare pada usia lanjut. pemeriksaan turgor
kulit aan saliva oralberguna dalam memeperkirakan status cairan
tubuh. jika terdapat hipotensi, takikardia, denyut lemah, diduga terjadi
dehidrasi. Adanya demam mengidndikasikan adanya infeksi. untuk
diare yang tidak dapat dijelaskan, terutama pada situsi kronis dapat
dilakukan pemeriksaan parasit dan ova pada feses, darah mukus dan
lemak. Selain itu juga dapat diperiksa osmolaritas feses, pH dan
elektrolit (Sukandar dkk, 2013).
II. 6 Penyebab diare
Diare dapat disebabkan karena infeksi dengan virus (Rotavirus
serotype 1, 2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Astrovirus (tipe
40, 41), Small bowel structured virus, Cytomegalovirus), bakteri (E.
coli, Shigella spp., Champylobacter jejuni, Vibrio cholera 01 dan V.
choleare 0139,Salmonella (non-thypoid), protozoa (Giardia lamblia,
Entamoeba histolytica, Chyptosporidium, Microsporidium spp.,
Isospora belli Cyclospora cayatanesis) dan dapat juga disebabkan
oleh penggunaan obat-obatan seperti laksativ, antasida yang
mngandung magnesium, antineoplastic, auranofin, antibiotik
(Clindamicin tetrasiklin, sulfonamide, dan banyak antibiotik sprektum
luas), antihipertensi (reserpine, guanetidin, metildopa, guanaben,
guanedrel, ACE inhibitor) kolinergik (bethanechol, neostigmine) , obat
jantung (Quinidin, digitalis, digoxin) obat NSAID, misoprostol, kolkin,
pompa proton inhibitor dan H2 bloker (Amin, 2015;Dipiro, 2013).

II.6 Penatalaksanaan Diare


Terlebih dahulu ditentukan apakah pasien mengalami diare akut
atau diare kronik. Jika pasien mengalami diare kurang dari 3 hari dan
tidak demam dapat diberikan terapi simtomatik seperti pemberian
cairan/elektrolit, loperamid, diphenoxyl, absorben atau diet. Jika
pasien demam pasien akan menjalani tes WBC/RBC/ ova dan parasit
terhadap fesesnya jika negatif cukup diberikan terapi simtomatik tetapi
jika positif dapat digunakan antibiotik yang cocok lalu ditambah
dengan terapi simtomatik (Dipiro, 2013).
Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare
dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu antimotilitas,
adsorben, antisekresi, antibiotik, enzim, dan mikroflora usus. Obat-
obatan tersebut tidak menyembuhkan tetapi hanya meringankan :

 Opiat dan turunannya Opioid menunda transit isi intraluminal atau


meningkatkan kapasitas saluran cerna, memperpanjang waktu
kontak dan absorpsi
 Loperamid sering direkomendasikan untuk diare akut dan kronik
 Adsorben, seperti kaolin dan peptin digunakan untuk meringankan
gejala
 Bismuth Subsalisilat memiliki efek antisekresi, antiinflamasi dan
antibakteri
 Sediaan Lactobacillus diharapkan dapat mengganti koloni
mikroflora di ususObat antikolinergik seperti atropin dapat
menghambat vagal tone dan memperpanjang waktu transit saluran
cerna
 Oktreotida untuk pengobatan gejala tumor karsinoid dan tumor
sekresi VIP (Dipiro, 2013).

Untuk dosis obat anti diare yang dapat digunakan dapat dilihat
pada table berikut ini
(dipiro, 2013).
BAB III
PENUTUP
II.1 Kesimpulan
 Tanda dan gejala diare ialah dimana buang air besar dengan feses
tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih
dari 3 kali dalam 24 jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2
minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila diare berlangsung 2
minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik. Tanda nya feses
dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyertanya
dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenemus,
demam, dan tanda-tanda dehidrasi.
 Peyebab terjadinya diare antara lain : Faktor Infeksi, Faktor
Malabsorpsi, Faktor Makanan dan Faktor Psikologis.
 Penatalaksanaan diare Terlebih dahulu ditentukan apakah pasien
mengalami diare akut atau diare kronik. Jika pasien mengalami diare
kurang dari 3 hari dan tidak demam dapat diberikan terapi simtomatik
seperti pemberian cairan/elektrolit, loperamid, diphenoxyl, absorben
atau diet. Jika pasien demam pasien akan menjalani tes WBC/RBC/
ova dan parasit terhadap fesesnya jika negatif cukup diberikan terapi
simtomatik tetapi jika positif dapat digunakan antibiotik yang cocok
lalu ditambah dengan terapi simtomatik
III.2 Saran
Diharapkan pada pengobatan dan penatalaksanaan diare
dapat ditangani dengan tepat dengan memperhatikan tanda dan
gejalanya.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Dzulkifli Lukman. (2015). Tatalaksana Diare Akut. CDK-230.(42)7.


504-508.

Dipiro T Joseph, dkk. (2013). Pharmakoterapy Handbook;Ninth edition. Mc


Grow Hill. Virginia.

dr. M.C. Widjaja. (2001). Mengatasi Diare dan Keracunan Pada Balita.
Kawan Pustaka.

Depkes RI. (2008). Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil dan
Menyusui. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta

Mafazah Lailatul. (2013). Ketersediaan Sarana Sanitasi Dasar, Personal


Hygiene Ibu dan Kejadian Diare. KEMAS 8 (2):176-182

Riskiyah. (2017). Peranan Zinc Pada Penanganan Kasus Penyakit Diare


Yang Dialami Bayi Maupun Balita. Journal of Islamic Medicine
Volume 1(1):22-29

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, I.J., Adyana, I.K., Setiadi A.P.,
Kusnandar. (2013). ISO Farmakoterapi. PT. TSFI Penerbitan:
Jakarta.

Tim Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. MMN
Publishing : Makassar

World Health Organization, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah


Sakit.Penerbit World Health Organization:Jakarta

Widowati T., Nenny S., Mulyani Hera N., Yati S. 2012. Diare Rotavirus
pada Anak Usia Balita. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada: Yogyakarta

Pangesti, K. N. A., dan Setiawaty, V. 2014. Masa Depan Vaksin Rotavirus


Di Indonesia. Pusat Biomedis Dan Teknologi Dasar Kesehatan:
Jakarta
LAMPIRAN
HASIL DISKUSI

1. Kelompok 2: Juniver C. C. Parapaga (17.01.259)


Penatalaksanaan Diare Pada Ibu Hamil?
Pengobatan diare pada ibu hamil pada umumnya sama (Gambar
1) tetapi harus dibawah pengawasan dokter. Karena ada beberapa
obat masih perlu diawasi pemakaiannya pada ibu hamil misalnya
loperamid. Obat ini dikatergorikan B pada pengobatan diare untuk ibu
hamil dan kaolin dikategorikan C pada pengobatan diare untuk ibu
hamil. Kemdian pada penggunaan antibiotik juga perlu diawasi salah
satu antibiotik yang umum digunakan pada diare yaitu kotrimoksazol.
Obat ini kemungkinan masih aman pada trisemester pertama, tetapi
pada trisemester keduda dan ketiga dapat menyebabkan kernikterus.

Gambar 1. Algoritma Terapi Diare

2. Kelompok 4: Melinda F. Peleng (17.01.258)


Bagaimana mekanisme kerja Obat-obat yang dapat menyebabkan
diare?
Ada banyak obat yang dapat menyebabkan diare. Mekanisme dari
masing-masing obat itu sendiri berbeda-beda. Berikut adalah
mekanisme obat-obatan yang pada umumnya sering dikeluhkan
menyebabkan diare:
a. Magnesium
Mekanisme kerja obat magnesium yaitu menarik air ke dalam
lumen usus dan tinja menjadi lebih lembek setelah 3-6 jam.
Peristaltik usus meningkat akibat pengaruh tidak langsung karena
daya osmotiknya.
b. Laxatives
Mekanisme kerja obat-obat laxative adalah merangsang
mukosa, saraf intramural atau otot polos usus sehingga
meningkatkan peristalsis dan sekresi lendir usus.
c. Antibiotik
Diare yang disebabkan oleh antibiotik biasa disebut dengan
antibiotic associated diarrhea (AAD). Pada kondisi tertentu antibiotik
yang dikonsumsi turut membunuh bakteri baik yang terdapat di
dalam usus, padahal bakteri ini bertugas membunuh mikroba yang
tidak diinginkan. Selain itu bisa juga antibiotik ini mengganggu
proses metabolisme sehingga penyerapan asam lemak rantai
pendek menjadi berkurang dan memicu diare. Umumnya diare
terjadi jika seseorang mengonsumsi antibiotik dalam jangka waktu
lama biasanya setelah 7-10 hari.Beberapa obat antibiotik yang bisa
menyebabkan diare atau AAD umumnya adalah golongan penicillin,
clindamycin, cephalosporins, quinolones dan tetracyclines. Namun
penggunaan obat ini memiliki reaksi yang berbeda-beda antar
individu.
Jika antibiotik terus menerus dikonsumsi, maka gejala ringan
yang muncul bisa menjadi lebih berat karena jumlah bakteri baik di
dalam usus semakin berkurang. Gejala berat yang muncul meliputi
sakit perut, demam, diare berair hingga darah dalam feses. Gejala
berat yang tidak ditangani dengan baik bisa memicu terjadinya
colitis dan pseudomembranous colitis yang merupakan kasus
radang usus besar.

3. Kelompok 5: Amelia J. Sumual (17.01.257)


Bagaimana penatalaksanaan muntaber ?
Muntaber (kependekan Muntah dan Berak) atau diare adalah
suatu gangguan kesehatan, dimana penderita mengalami muntah-
muntah dan diare tak hanya sekali atau dua kali dengan selang waktu
yang tidak lama. Penderita bisa lemas karena banyak kehilangan
cairan, jika tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat dapat
mengakibatkan kematian.
Secara medis, penyebab utama penyakit muntaber adalah
peradangan usus oleh bakteri, virus, parasit lain (jamur, cacing,
protozoa), keracunan makanan atau minuman yang disebabkan oleh
bakteri maupun bahan kimia serta kurang gizi, misalnya kelaparan
atau kekurangan protein. Bakteri Escherichia coli merupakan salah
satu yang menyebabkan penyakit ini. Sistem sanitasi yang tidak
terjaga dengan baik juga memudahkan kuman untuk berkembang
biak. Hujan yang terus menerus sehingga menimbulkan banjir dan
lingkungan yang kotor, sangat potensial menimbulkan wabah
muntaber.
Terlebih dahulu ditentukan apakah pasien mengalami diare akut
atau diare kronik. Jika pasien mengalami diare kurang dari 3 hari dan
tidak demam dapat diberikan terapi simtomatik seperti pemberian
cairan/elektrolit, loperamid, diphenoxyl, absorben atau diet. Jika
pasien demam pasien akan menjalani tes WBC/RBC/ ova dan parasit
terhadap fesesnya jika negatif cukup diberikan terapi simtomatik tetapi
jika positif dapat digunakan antibiotik yang cocok lalu ditambah
dengan terapi simtomatik (Dipiro, 2013).
Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare
dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu antimotilitas,
adsorben, antisekresi, antibiotik, enzim, dan mikroflora usus. Obat-
obatan tersebut tidak menyembuhkan tetapi hanya meringankan :
- Opiat dan turunannya Opioid menunda transit isi intraluminal atau
meningkatkan kapasitas saluran cerna, memperpanjang waktu
kontak dan absorpsi
- Loperamid sering direkomendasikan untuk diare akut dan kronik
- Adsorben, seperti kaolin dan peptin digunakan untuk meringankan
gejala
- Bismuth Subsalisilat memiliki efek antisekresi, antiinflamasi dan
antibakteri
- Sediaan Lactobacillus diharapkan dapat mengganti koloni
mikroflora di ususObat antikolinergik seperti atropin dapat
menghambat vagal tone dan memperpanjang waktu transit saluran
cerna
- Oktreotida untuk pengobatan gejala tumor karsinoid dan tumor
sekresi VIP (Dipiro, 2013).

Salah satu penyebab diare akut adalah rotavirus, bagaimana terapi


yang aman pada bayi?
Rotavirus menjadi penyebab utama diare berat pada anak usia
balita baik di negara maju maupun negara berkembang. Dilaporkan
oleh WHO bahwa setiap tahun diare yang disebabkan oleh rotavirus
menyebabkan >500.000 kematian anak usia balita di seluruh dunia
dan >80% di antaranya terjadi di negara berkembang. Di negara maju
mortalitas diare rotavirus rendah oleh karena sarana pelayanan yang
lebih baik, namun diare rotavirus tetap menjadi penyebab morbiditas
utama dan menjadi alasan tersering untuk berobat ke unit gawat
darurat/poliklinik dan rawat inap. Di Indonesia rotavirus menjadi
penyebab 60% diare pada anak balita yang mengalami rawat inap dan
41% dari kasus diare rawat jalan.
Virus ini ditularkan melalui rute tinja oral dengan tingkat transmisi
tinggi karena virus yang terdapat dalam tinja mempunyai konsentrasi
sangat tinggi dan dapat menular serta menimbulkan penyakit hanya
dengan dosis rendah (10-100 virus). Virus ini bertahan di lingkungan
beberapa hari sampai beberapa minggu, sehingga dapat
menyebabkan benda-benda yang berada di lingkungan (fomite)
sebagai sumber penularan. Kebersihan dan sanitasi yang baik,
termasuk ketersediaan pasokan air bersih, hanya menimbulkan sedikit
efek dalam upaya mencegah penularan rotavirus (Pangesti dan
Setiawaty, 2014). Perbaikan sanitasi lingkungan dan higiene serta
upaya dehidrasi oral dengan oralit saja tidak dapat menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas diare rotavirus, sehingga vaksinasi
merupakan upaya pencegahan yang paling efektif (Widowati, 2012).
Terdapat 2 jenis vaksin rotavirus yang diberikan 2 atau 3 dosis
vaksin tergantung dari jenis vaksin yang digunakan. Vaksinasi
diberikan pada umur 2,4, ( dan 6 bulan bila 3 dosis) dengan cara
diminum, bukan disuntik. Vaksin rotavirus juga dapat diberikan
bersama vaksinasi lain.
Vaksinasi ini sangat baik untuk mencegah diare dan muntah yang
disebabkan oleh rotavirus. Vaksinasi rotavirus tidak melindungi bayi
dari infeksi diare yang disebabkan oleh kuman lain.
Kapan bayi tidak boleh diberikan vaksinasi :
- Bayi yang mempu nyai reaksi alergi
- Bayi dengan kelainan system imun
- Bayi yang pernah mengalami kelainan usus yang disebut
intususepsi
- Bayi yang sedang mengalami penyakit yang berat sebaiknya
ditunda sampai bayi sehat
Pada keadaan respon imun tubuh lemah vaksin tidak boleh diberikan
misalnya pada :
- HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyebabkan penurunan
system imun
- Pengobatan steroid jangka panjang
- Penyakit kanker dalam pengobatan
Bayi yang berumur kurang dari 3 bulan jarang menderita diare
rotavirus, diduga berhubungan dengan antibodi ibu terhadap rotavirus
yang disalurkan melalui plasenta dan air susu ibu.16 Disamping itu
Lactadherin pada air susu ibu diketahui berperan mengganggu proses
replikasi virus rotavirus.7,10 Kurugol8 melaporkan hubungan antara
ASI eksklusif dengan kejadian diare rotavirus pada bayi usia kurang
dari 6 bulan. Dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif
selama 6 bulan atau lebih, bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif
berisiko dua kali lebih sering menderita diare rotavirus (OR=2,1, 95%
CI = 1,5-2,9). Pada penelitian kami 3 (2,58%) kasus diare rotavirus
pada usia kurang dari 3 bulan dan 12 (10,34%) kasus pada usia 3-6
bulan. Hasil tersebut mendukung bukti penting memberikan ASI
eksklusif hingga usia 6 bulan untuk mencegah diare berat karena
rotavirus pada bayi. Pada usia di atas 5 tahun diare rotavirus
memberikan gejala klinis lebih ringan, kemungkinan berhubungan
dengan paparan infeksi sebelumnya sehingga anak telah memiliki
kekebalan alamiah yang mampu memberikan perlindungan pada
infeksi berikutnya (Widowati, 2012).

Vous aimerez peut-être aussi