Vous êtes sur la page 1sur 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN


ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda –
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumny atau
dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang
telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (Putra, 2012).
ADHF adalah didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom HF yang
biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang
cepat pada paru (Pinto, 2012).

2. Etiologi
Penyebab umum ADHF biasanya berasal dari ventrikel kiri, disfungsi diastolik,
dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan abnormalitas valvular. Meskipun
sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat Heart Failure (HF) dan jatuh pada
kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya yang dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnosa
HF sebelumnya (Joseph, 2009). Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya
dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban
akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan
beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang
dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisian ventrikel
(stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel
(perikarditis konstriktif dan tamponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga
yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan gangguan
penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein
kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi sistemik, mitralor
aortic valve disease, iskemia artery, primary heart disease of the myocardium. Penyebab
paling utama dari right-sided cardiac failure adalah left ventricular failure yang berkaitan
dengan penyumbatan pulmonary dan peningkatan tekanan arteri pulmonary. Ini juga bisa
terjadi pada ketidakberadaan left-sided failure pada pasien dengan intrinsic disease pada
parenkim jantung atau pulmonary vasculature (cor pumonale) dan pada pasien tricuspid
valve disease. Terkadang diikuti dengan congenital heart disease, dimana terjadi left to-
right shunt.
Secara umum terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1) Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi
sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2) Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
3) Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi.
Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan
besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui
batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.
4) Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand
overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di
mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung
walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh.
5) Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel
atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
6) Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
7) Aterosklerosis Koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot


jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
8) Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.
9) Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
10) Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11) Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit
juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

3. Klasifikasi ADHF
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC)
dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi
predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :
a) Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
b) Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi
LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik.
c) Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini
atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.
d) Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.
a) Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik
b) Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa.
c) Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa ringan
d) Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

4. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk
e. Berdebar-debar
f. Lekas lelah
g. Batuk-batuk
h. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak
nafas.
i. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum
dan penambahan berat badan.

5. Patofisiologi
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan
kontraktilitas otot jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi otot
jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik
(misal : demam, tirotoksikosis, anemia, asidosis) menyebabkan jantung berkompensasi
memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung
akan gagal berkompensasi sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Penurunan
curah jantung ini mempunyai akibat yang luas yaitu:
a) Menurunkan tekanan darah arteri pada organ vital

- Pada jantung akan terjadi iskemia pada arteri koroner yang akhirnya menimbulkan
kerusakan ventrikel yang luas.

- Pada otak akan terjadi hipoksemia otak.

- Pada ginjal terjadi penurunan haluaran urine.

Semua hal tersebut akan menimbulkan syok kardiogenik yang merupakan stadium
akhir dari gagal jantung kongestif dengan manifestasi klinis berupa tekanan darah
rendah, nadi cepat dan lemah, konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urine serta
kulit yang dingin dan lembab.
b) Menghambat sirkulasi dan transport oksigen ke jaringan sehingga menurunkan
pembuangan sisa metabolisme sehingga terjadi penimbunan asam laktat. Pasien akan
menjadi mudah lelah.

c) Tekanan arteri dan vena meningkat

Hal ini merupakan tanda dominan ADHF. Tekanan ini mengakibatkan peningkatan
tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler ke alveoli dan
terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas di alveoli sehingga
timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini membuat tubuh memerlukan energy yang
tinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien mudah lelah. Dengan keadaan
yang mudah lelah ini penderita cenderung immobilisasi lama sehingga berpotensi
menimbulkan thrombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu penderita meningkatkan
aktivitasnya sebuah thrombus akan terlepas menjadi embolus dan dapat terbawa ke
ginjal, otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru menimbulkan emboli paru. Emboli
sistemik juga dapat menyebabkan stroke dan infark ginjal.
Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek disertai sputum
berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. Pada pasien odema
paru sering terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya
terjadi pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.
d) Hipoksia jaringan

Turunnya curah jantung menyebabkan darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ
(perfusi rendah) sehingga menimbulkan pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran
terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin dan haluaran urine berkurang (oliguri).
Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal yang pada
gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta
peningkatan volume intravaskuler.
e) Kegagalan ventrikel kanan mengosongkan volume darah, yang mengakibatkan
beberapa efek yaitu:

- Pembesaran dan stasis vena abdomen, sehingga terjadi distensi abdomen yang
menyebabkan terjadinya gerakan balik peristaltik, terjadi mual dan anoreksia.

- Pembesaran vena di hepar, menyebabkan nyeri tekan dan hepatomegali sehingga


tekanan pembuluh portal meningkat, terjadi asites yang juga merangsang gerakan
balik peristaltik.

- Cairan darah perifer tidak terangkut, sehingga terjadi pitting odema di daerah
ekstrimitas bawah.

ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka
yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat
bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan
faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung
yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung
atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga
terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila
curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal
untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan system
adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air (Ulfiyah,2015).

Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan


menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap
dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang
batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala
klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses
remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun
dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke
volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas
miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan
menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurna
kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena).
Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru–paru. Bendungan ini
akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di
paru–paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh
akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak
mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu
penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke
ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron.
Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan
tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume
cairan yang berujung pada oedema perifer (Ulfiyah, 2015).

6. Pemeriksaan Diagnostik
1) EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.

2) Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan


bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat
bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.

3) Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan
di paru-paru atau penyakit paru lainnya.

4) Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang
pada gagal jantung akan meningkat.

5) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam


fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.

6) Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.

7) Kateterisasi jantung : Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu


membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas

7. Penatalaksaan Medis
1. Tirah Baring
Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti tahap akut
dan sulit disembuhkan.
2. Pemberian diuretik
Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas,
digitalis dan diet rendah natrium
3. Pemberian morphin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik
vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnea berat
4. Terapi vasodilator
Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung.
Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan
kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat
dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
5. Terapi digitalis
Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas
(inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta peningkatam efisiensi
jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti : peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis yang
mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.
6. Inotropik positif
 Dopamin ,Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alphaadrenergik beta-
adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya katekolamin dari
sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung dan isi sekuncup.
Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg
BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.
 Dobutamin ,Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan
tachicardi.
6. Dukungan diet (pembatasan natrium)
Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema,
seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Dalam menentukan ukuran sumber natrium
harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam milligram.
7. Tindakan-tindakan mekanis
 Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi balon
intra aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran koroner,
memperbaiki isi sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri.
 Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat ini
menggantikan fungsi jantung paru. Mengakibatkan aliran darah dan pertukaran
gas. Oksigenasi membrane extrakorporeal dapat digunakan untuk memberi
waktu sampai tindakan pasti seperti bedah by pass arteri koroner, perbaikan
septum atau transplantasi jantung dapat dilakukan (Nasution, 2006).

8. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ADHF


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda
asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya
suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat

a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri


dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.

b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas.

2. Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit


jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.

b. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;


mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ;
Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi
secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic,
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau
sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat
teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum
atau pitting , khususnya pada ekstremitas.

3. Integritas ego

a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan


penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan


dan mudah tersinggung.

4. Eliminasi

a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari


(nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi

a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan


signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.

b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)


serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).

6. Higiene

a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.

b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori

a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah


tersinggung.

8. Nyeri/Kenyamanan

a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.

b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi


diri.

9. Pernapasan

a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.

b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.

2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus


menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.

3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema


pulmonal)

4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.

5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.

10. Interaksi sosial

a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa


dilakukan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. INTERVENSI

Diagnosa Tujuan dan


No. Intervensi
keperawatan Kriteria hasil
1. Penurunan NOC : NIC :
1. Cardiac Pump Cardiac Care
curah jantung
1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)
effectiveness
berhubungan 2. Catat adanya disritmia jantung
2. Circulation
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
dengan
Status 4. Monitor status kardiovaskuler
Perubahan 3. Vital Sign Status 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
kontraktilitas
Setelah diberikan 7. Monitor balance cairan
miokardial/peru 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
asuhan keperawatan 9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
bahan
selama ….x…. antiaritmia
inotropik.
diharapkan tanda 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
vital dalam batas kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
yang dapat diterima 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
(disritmia terkontrol 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
atau hilang) dan
bebas gejala gagal Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
jantung. 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Kriteria Hasil: 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
1. Tanda Vital 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
dalam rentang
aktivitas
normal (Tekanan 6. Monitor kualitas dari nadi
darah, Nadi, 7. Monitor adanya puls paradoksus
8. Monitor adanya puls alterans
respirasi) 9. Monitor jumlah dan irama jantung
2. Dapat 10. Monitor bunyi jantung
mentoleransi 11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
aktivitas, tidak 13. Monitor pola pernapasan abnormal
ada kelelahan 14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
3. Tidak ada edema 15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
paru, perifer, dan
tidak ada asites bradikardi, peningkatan sistolik)
4. Tidak ada 17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
penurunan
kesadaran

2. Bersihan jalan NOC : NIC :


1. Respiratory Airway suction
nafas tidak
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
status :
efektif 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Ventilation 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
berhubungan
2. Respiratory 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
dengan 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
status : Airway
penurunan memfasilitasi suksion nasotrakeal
patency
6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
reflek batuk, 3. Aspiration
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
penumpukan Control
kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Setelah diberikan
secret. 8. Monitor status oksigen pasien
asuhan keperawatan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
selama ….x….
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
diharapkan klien
dapat menunjukkan Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
keefektifan jalan
bila perlu
napas
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
1. Mendemonstrasi
buatan
kan batuk efektif
4. Pasang mayo bila perlu
dan suara nafas 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
yang bersih,
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
tidak ada sianosis 8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
dan dyspneu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
(mampu 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan
jalan nafas yang
paten (klien tidak
merasa tercekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasi
kan dan
mencegah factor
yang dapat
menghambat
jalan nafas

3. Gangguan NOC : NIC :


1. Respiratory Airway Management
pertukaran gas
1. Pasang mayo bila perlu
Status : Gas
berhubungan 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
exchange 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dengan edema
2. Respiratory 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
paru 5. Lakukan suction pada mayo
Status :
6. Berika bronkodilator bial perlu
ventilation 7. Berikan pelembab udara
3. Vital Sign Status 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Setelah diberikan 9. Monitor respirasi dan status O2
asuhan keperawatan
Respiratory Monitoring
selama ….x…. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
diharapkan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
gangguan
pertukaran gas intercostals
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
teratasi
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasi hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
kan peningkatan
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
ventilasi dan 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
oksigenasi yang adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
adekuat
2. Memelihara crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
kebersihan paru
hasilnya
paru dan bebas
dari tanda tanda
distress
pernafasan
3. Mendemonstrasi
kan batuk efektif
dan suara nafas
yang bersih,
tidak ada
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
4. Tanda tanda vital
dalam rentang
normal

4. Kelebihan NOC : NIC :


1. Electrolit and
volume cairan acid base balance Fluid management
2. Fluid balance 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
berhubungan
3. Hydration 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
dengan 3. Pasang urin kateter jika diperlukan
menurunnya Setelah diberikan 4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan
(BUN, Hmt , osmolalitas urin )
laju filtrasi asuhan keperawatan
5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
glomerulus, selama ….x….
dan PCWP
meningkatnya diharapkan 6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
produksi ADH keseimbangan
edema, distensi vena leher, asites)
dan retensi volume cairan dapat
8. Kaji lokasi dan luas edema
natrium/air. dipertahankan 9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori
Kriteria hasil harian
1. Terbebas dari 10. Monitor status nutrisi
11. Berikan diuretik sesuai interuksi
edema, efusi, 12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
anaskara dengan serum Na < 130 mEq/L
2. Bunyi nafas 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
bersih, tidak ada memburuk
dyspneu/
Fluid Monitoring
ortopneu 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
3. Terbebas dari
eliminasi
distensi vena 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
jugularis, reflek seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
hepatojugular (+) renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
4. Memelihara 3. Monitor berat badan
tekanan vena 4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
sentral, tekanan 6. Monitor BP, HR, dan RR
kapiler paru, 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
output jantung jantung
8. Monitor parameter hemodinamik infasif
dan vital sign 9. Catat secara akutar intake dan output
dalam batas 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
normal penambahan BB
5. Terbebas dari 11. Monitor tanda dan gejala dari edema
kelelahan, 12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin
kecemasan atau
kebingungan
6. Menjelaskan
indikator
kelebihan cairan

5. Intoleransi NOC : NIC :


1. Energy Energy Management
aktivitas
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
Conservation
berhubungan
2. Self Care : ADLs aktivitas
dengan 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
kelemahan Setelah diberikan keterbatasan
asuhan keperawatan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
selama ….x…. 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
diharapkan terjadi secara berlebihan
peningkatan 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
toleransi pada klien
setelah dilaksanakan Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
tindakan
merencanakan progran terapi yang tepat.
keperawatan selama 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
di RS dilakukan
Kriteria Hasil : 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
1. Berpartisipasi dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
dalam aktivitas 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
fisik tanpa yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
disertai
kursi roda, dll
peningkatan 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
tekanan darah, 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
nadi dan RR
2. Mampu dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
melakukan 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
aktivitas sehari penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
hari (ADLs)
secara mandiri

DAFTAR PUSTAKA
Hamidatul, Ulfiyah, 2015. Laporan Pendahuluan Acute Decompensated of Heart Failure.

Heart Failure Society of America. Evaluation and management of patients with acute
decompensated heart failure: HFSA 2010 comprehensive heart failure practice
guideline. J Card Fail. 2010;16:e134-e156.

Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, et al. Acute decompensated heart failure:
contemporary medical management. Tex Heart Inst J. 2009;36:510–520.

NANDA,NIC-NOC.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.


Jakarta : MediAction

Pinto DS, Lewis S. Pathophysiology of acute decompensated heart failure. In: Basow DS,
ed. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate; 2012.

Semara, Putra, 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien ADHF.

Vous aimerez peut-être aussi