Vous êtes sur la page 1sur 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jika kita mendengar kata stress pasti sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Kata
ini sering kali diucapkan ketika seseorang mengalami tekanan atau frustasi dalam
kehidupannya, dimana masalah yang dialami tidak dapat diselesaikan. Dan jika seseorang
tidak dapat mengatasi atau ,mengadaptasi stresnya maka dapat menimbulkan penyakit. Jadi,
tidak seorang pun yang mampu menghilangkan stress karena jika dihilangkan sama saja
orang tersebut menghancurkan hidupnya. Sebab stress tidak hanya menimbulkan masalah
namun juga dapat menjadi motivasi dalam menjalani kehidupan kita.
Nah, untuk mempertahankan tubuh agar tetap seimbang ketika seseorang mengalami
stress perlu dilakukan adaptasi. Adaptasi sangatlah penting diperlukan oleh tubuh dalam
situasi seseorang mengalami tekanan karena dengan mampunya beradaptasi tubuh akan tetap
seimbang. Kemampuan adaptif ini sebagai bentuk dinamik dari keseimbangan internal tubuh.
Namun setiap orang akan berbeda dalam prilaku adaptif ada yang dapat berjalan dengan
cepat tapi ada juga yang berjalan secara perlahan-lahan. Itu semua tergantung dari
kematangan mental orang tersebut. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk
perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau
penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992).
Selain saat kita mengalami stress harus mampu beradaptasi, kita juga perlu
meresponsnya. Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi
dua respons fisiologis terhadap stress, yaitu Sindrom Adaptasi Lokal (LAS) dan Sindrom
Adaptasi Umum (GAS). Respons seseorang terhadap stress dapat berbeda-beda walaupun
dihadapkan pada masalah yang sama.
Alasan inilah yang membuat kami ingin menjelaskan mengenai adaptasi dan respons
terhadap stress secara lebih spesifik sehingga kita mampu membedakan antara adaptasi
dengan respons. Selain itu kita bisa lebih memahami lagi materi mengenai Adaptasi.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian adaptasi?

2. Apakah tujuan dari adaptasi?

3. Bagaimanakah dimensi dari adaptasi?

4. Apa sajakah jenis dari adaptasi?

5. Bagaimanakah fungsi koping?

6. Apa sajakah yang menjadi sumber ketahanan terhadap stres?

7. Bagaimanakah melakukan management stress?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui pengertian adaptasi

2. Untuk mengetahui tujuan dari adaptasi

3. Untuk mengetahui dimensi dari adaptasi

4. Untuk mengetahui jenis dari adaptasi

5. Untuk mengetahui fungsi koping

6. Untuk mengetahui sumber ketahanan terhadap stres

7. Untuk mengetahui management stress

2
BAB II

PENDAHULUAN

2.1 Pengertian Adaptasi


Adaptasi adalah proses perubahan dimensi fisiologis dan psikososial dalam
merespon terhadap stress. Gerungan (1996) mengemukakan, penyesuaian diri adalah
mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan
sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Folkaman dan Lazarus (1984) mengemukakan,
adaptasi adalah usaha kognitif dan usaha perilaku untuk menangani permintan eksternal
dan atau internal yang dinilai melampaui atau mengganggu sumber-sumber daya yang
dimiliki oleh seorang orang tersebut. Pada hakikatnya, adaptasi adalah suatu proses
perubahan yang tejadi dalam aktivitas individu terhadap aspek fisiologis dan psikososial
dalam merespons terhadap suatu stressor.

2.2 Tujuan Adaptasi


Adaptasi yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi suatu masalah atau situasi
tertentu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik somato, psiko, maupun
social. Freud menjelaskan bahwa tujuan dari adaptasi khususnya mekanisme pertahanan
diri adalah:
1. Menghadapi ledakan-ledakan seksual dan agresif secara langsung
2. Untuk mempertahankan atau melindungi ego (diri sendiri) dari kecemasan.
Namun secara umum tujuan dari adaptasi yaitu:
1. Menghadapi tuntutan keadaan secara sadar.
2. Menghadapi tuntutan keadaan secara realistik
3. Menghadapi tuntutan keadaan secara obyektif
4. Menghadapi tuntutan keadaan secara rasional

2.3 Dimensi Adaptasi


Ada banyak dimensi adaptasi diantaranya adaptasi fisiologis yang memungkinkan
homoeostatis fisiologis dan terjadi juga proses serupa pada dimensi psikososial dan
dimensi lainnya (Potter dan Perry, 1997). Adaptasi membutuhkan respons aktif dari
seluruh individu, kelompok, dan keluarga. Adaptasi keluarga adalah proses keluarga
mempertahankan keseimbangan ekstensi keluarga, sehingga keluarga daoat melaksanakan
tugasnya dan menguasai stress. Potter dan Perry (1997) mengemukakan stres dapat
memengaruhi dimensi adaptasi fisik, perkembangan, emosional, intelektual, social, dan
spiritual seperti :
1. Fisik
Dimensi adaptasi fisik meliputi sindrom adaptasi lokal dan umum. Contohnya
adalah sakit tenggorokan, kemudian demam, jika tidak berhasil diatasi dapat

3
menimbulkan kematian, sebaliknya jika berhasil infeksi akan dapat teratasi dan
pulih kembali
2. Perkembangan
Dimensi adaptif perkembangan meliputi koping yang berhasil dalam tugas
atau tahap perkembangan sebelumnya dan adaptasi yang berhasil terhadap stresor
sebelumnya.
3. Emosional
Dimensi adaptif emosional adaah mekanisme pertahanan psikologis dan
kekuatan kepribadian individu. Contohnya stresor perkosaan, jika tidak berhasil
beradaptasi ia akan mengalami ketakutan yang tidak rasional seperti takut kepada
pria, jika berhasil maka akan mengalami integrasi ingatan traumatik dapat
berfungsi sebagai penasihat untuk orang lain dipusat krisis pemerkosaan.
4. Intelektual
Dimensi adaptif intelektual diataranya pendidikan formal, kemampuan untuk
menyelesaikan masalah, keterampilan berkomunikasi, persepsi realistik, dan
mobilisasi kesadaran terhadap strategi koping positif masa lalu. Contohnya stresor
seseorang didiagnosis menderita kanker, adaptasi yang gagal adalah menyangkal
adanya kanker dan mengabaikan semua pengobatan. Adaptasi yang berhasil
adalah menggunakan pendekatan penyelesaian masalah yang aktif untuk
mengambil keputusan tentang pengobatan dan perawatannya.
5. Sosial
Dimensi adaptif sosial meliputi jaringan sosial yang memberikan dukungan
dan orang lain yang memberikan dukungan dapat mengarahkan individu kepada
sumber yang dibutuhkan. Pecandu alkohol dalam keluarga merupakan contoh
stresor, jika gagal beradaptasi, individu akan menarik diri dari keluarga dan
kontak sosial lainnya, sebaliknya adaptasi yang berhasil adalah partisipasi aktif
dari semua anggota keluarga dalam kelompok pendukung (Alcoholic
Anonymous).
6. Spiritual
Kelompok pendoa dan dukungan dari rohaniwan merupakan dimensi adaptif
spiritual. Contohnya stresor anggota keluarga yang sakit merasa bahwa Tuhan
telah meninggalkannya, adaptasi yang gagal adalah menarik diri dengan tidak
pergi ke tempat ibadah, tidak berbicara dengan pemimpin agama/rohaniawan.
Adaptasi yang berhasil adalah yang bersangkutan mulai mencari teman di tempat
ibadah, menjadi tenaga sukarela untuk aktivitas yang berkaitan dengan tempat
ibadah.

2.4 Jenis Adaptasi


4
1) Adaptasi Fisiologis
Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946,1976) telah mengidentifikasi dua
respons fisiologis terhadap stres: sindrom adaptasi lokal (LAS) dan sindrom
adaptasi umum (GAS). LAS adalah respons dari jaringan, organ, atau bagian tubuh
terhadap stres karena trauma, penyakit, atau perubahan fisiologis lainnya. GAS
adalah respons pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stres.
a. LAS
LAS mempunyai karakteristik berikut :
1) Respons yang terjadi adalah setempat, respons ini tidak melibatkan
seluruh sistem tubuh.
2) Respons adalah adaptif, berarti bahwa stressor diperlukan untuk
menstimulasinya.
3) Respons adalah berjangka pendek. Respons tidak terdapat terus
menerus.
4) Respons adalah restorative, berarti bahwa LAS membantu dalam
memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh.
LAS ada dua respons yang sering dihadapi oleh seseorang atau tenga
kesehatan khususnya dokter dan perawat dalam melaksanakan tugasnya
yaitu respons reflex nyeri dan respons inflamasi.
1) Respon Refleks Nyeri
Merupakan respons setempat dari system saraf pusat terhadap nyeri
untuk melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut. Melibatkan
respons sensoris, dimana saraf sensoris menyebar ke medulla
spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis, saraf motoric
yang menjalar dari medulla spinalis.
2) Respon Inflamasi
Respon ini distimulasi oleh trauma atau keadaan infeksi, yang
memusatkan inflamasi, sehingga menghambat penyebaran inflamasi
dan meningkatkan penyembuhan. Respon inflamasi berakibat
adanya nyeri setempat, pembengkakan, panas, kemerahan, dan
perubahan fungsi. Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase. Fase
pertama meliputi perubahan sel-sel dan system sirkulasi. Awalnya
penyempitan pembuluh darah terjadi pada tempat cedera untuk
menegndalikan perdarahan, kemudian dileaskan histamina pada
tempat cedera, meningkatkan aliran darah ke area cedera dan
meningkatkan jumlah sel darah putih untuk melawan infeksi.
Hamper bersamaannya dilepaskannnya kinin untuk meningkatkan
permeabilitas kapiler agar memungkinkan masuknya protein, cairan,
5
dan leukosit ke tempat yang mengalami cedera. Pada saat demikian,
aliran darah setempat menurun, menjaga leukosit di tempat cedera
untuk melawan infeksi. Fase kedua ditandai oleh adanya pelepasan
eksudat dari luka. Eksudat merupakan kombinasi dari cairan, sel-sel,
dan bahan lainnya yang dihasilkan di tempat cedera. Tipe dan
jumlah eksudat berbeda dari satu cedera ke jenis cedera lain dan dari
satu orang ke orang lainnya. Eksudat biasanya di lepaskan di tempat
ceder pada luka terpotong, lecet, atau incise bedah. Fase ketiga
adalah perbaikan jaringan dengan regenerasi atau pembentukan
jaringan parut.
b. GAS
GAS adalah respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respons
ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan
sistem endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten, dan
tahap kehabisan tenaga. GAS terdiri dari reaksi alarm (peringatan),
resistensi dan tahap pemulihan atau kehabisan tenaga yang dijelaskan
sebagai berikut:
1) Fase Alarm
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahan dari tubuh dan pikiran
untuk menghadapi stresor seperti pengaktifan hormon yang
berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan
individu untuk bereaksi. Aktifitas hormonal yang luas ini
menyiapkan individu untuk melakukan respons melawan atau
menghindar. Respons ini bisa berlangsung dari menit sampai jam.
Bila stresor menetap maka individu akan masuk kedalam fase
resistensi.
2) Tahap Resistensi
Individu mencoba berbagai macam mekanisme
penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur
strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis
sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi
faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi, gejala stres menurun atau
normal. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapan
terakhir dari GAS yaitu: Fase kehabisan tenaga.
3) Tahap Kehabisan Tenaga
Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat
tertanggulangi pada fase sebelumnya. Tahap ini cadangan energi
6
telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi
menghadapi stres. Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan
diri terhadap stresor inilah yang akan berdampak pada kematian
individu tersebut.
2) Adaptasi Psikologis
Perilaku adaptasi psikologi membantu kemampuan seseorang untuk
menghadapi stresor, diarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan melalui
pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan pengidentifikasian perilaku yang
dapat diterima dan berhasil.
Perilaku adaptasi psikologi dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku
konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik.
Perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan
masalah, kepribadian dan situasi yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi.
Perilaku adaptasi psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping.
Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan teknik
pemecahan masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman atau dapat juga
mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distres
emosional dan dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap
ansietas dan stres. Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres
secara tidak langsung. (digilib.unimus.ac.id/download.php?id=14736)

2.5 Fungsi Koping


Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan coping memiliki dua fungsi umum yaitu
dapat berupa fokus pada permasalahan yang dihadapi dan melakukan regulasi emosi
dalam merespons atau beradaptasi terhadap stres. Secara rinci diuraikan sebagai berikut:
1. Coping yang berfokus pada emosi (Emotion-Focused coping)
Merupakan suatu upaya untuk mengontrol respons emosional terhadap situasi
yang sangat menekan. Coping ini disebut juga dengan mekanisme pertahanan ego,
yang pertama kali diperkenalkan oleh tokoh psikologi ketidaksadaran Sigmund
Freud, dimana merupakan perilaku-perilaku yang tidak disadari oleh individu
yang memberikan perlindungan psikologis terhadap kejadian yang menegangkan.
Mekanisme pertahanan ego digunakan oleh setiap orang dan membantu
melindungi dari perasaan tidak berdaya dan ansietas (Potter dan Perry, 1997).
Coping yang berfokus pada emosi merupakan pengaturan respons emosinya
dengan berbagai cara seperti dengan mencari dukungan emosi dari sahabat atau
keluarga, melakukan aktivitas yang disukai, bahkan tidak jarang dengan
penggunaan alkohol atau obat-obatan (Sarafino, 1998). Mekanisme pertahanan
7
ego, yang dalam hal ini ‘ego’ merupakan inti kesatuan manusia, sehingga ancaman
terhadap ego merupakan pula ancaman terhadap tulang punggung eksistensi
manusia. Secara perlahan, manusia belajar menggunakan berbagai mekanisme
pembelaan egonya jika ia mengalami suatu peristiwa atau stresor yang
mengancam keutuhan integritas pribadinya (Maramis, 2005). Lebih lanjut
mengemukakan mekanisme ini penting karena dapat memperlunak kegagalan,
menghilangkan kecemasan, mengurangi perasaan yang menyakitkan, dan untuk
mempertahankan perasaan layak dan harga diri. Mekanisme pertahanan ego
sesungguhnya tidak realistik tidak langsung mengatasi masalah, sehingga
mengandung penipuan diri dan distorsi realitas, karenanya dalam jangka panjang
dapat mengganggu kepribadian. Menurut Maramis (2005) ada berbagai jenis
mekanisme pertahanan diri, di antaranya :
a. Fantasi
Keingianan yang tidak terkabulkan dipuaskan dalam imajinasi. Seseorang
makasiswa yang kurang pandai lalu berfantasi menjadi mahasiswa teladan.
Fantasi ini bisa produktif atau tidak produktif. Fantasi yang tidak produktif
hanya merupakan suatu kegiatan pemuasan khayalan untuk mengganti
pemenuhan kebutuhan yang tidak tercapai tetapi tidak mendorong
mencapai kebutuhan yang diinginkan.
b. Pengingkaran/Penyangkalan (denial)
Menghindari realitas ketidaksetujuan dengan mengabaikan atau menolak
untuk mengenalinya. Kemungkinan merupakan mekanisme pertahanan diri
yang paling sederhana dan primitif. (Stuart dan Sundeen, 2002). Bentuk
pengingkaran tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang
menakutkan seperti menutup mata, karena tidak berani melihat sesuatu
yang mengerikan, tidak mau memikirkan tentang kematian, dan tidak mau
menerima anaknya yang keterbelakangan.
c. Rasionalisasi
Stuart dan Sundeen (2002) mengemukakan, rasionalisasi adalah
memberikan penjelasan yang dapat diterima secara sosial atau seolah-olah
masuk akal untuk menyesuaikan impuls, perasaan, perilaku dan motif yang
tidak dapat diterima. Contohnya, Darman gagal dalam ujiannya, kemudian
mengatakan dosennya tidak bisa mengajar dengan baik, bukan korupsi
tetapi hanya menerima uang jasa. Rasionalisasi mempunyai dua unsur
pembelaan yaitu : membantu membenarkan yang dilakukan dan yang
dipercaya serta melunakkan kekecewaan yang berhubungan dengan tujuan
8
yang tidak dapat diraih. Fenomena adanya rasionalisasi adalah : mencari-
cari alasan atau membenarkan perilakunya atau kepercayaannya tidak
mampu mengenal hal-hal yang bersifat dinamis atau bertentangan dan
menjadi bingung, marah jika alasannya diragukan orang.
d. Identifikasi
Menambah rasa harga diri dengan menyatakan dirinya dengan seseorang
atau suatu hal yang dikaguminya. Contohnya, seorang anak mengisap
rokok seperti ayahnya dan bersolek seperti ibunya. Identifikasi dengan
pahlawan atau dengan tokoh yang baik dapat memegang peranan penting
dalam pembentukan kepribadian anak.
e. Introyeksi
Individu menyatukan kualitas atau nilai-nilai orang lain atau suatu
kelompok ke dalam struktur egonya sendiri (Stuart dan sundeen, 2002).
Contohnya, Gusti yang berusia tujuh tahun mengatakan pada adiknya yang
berusia tiga tahun, “jangan corat-coret bukumu, lihat saja gambar yang
indah itu”.
f. Represi
Secara tidak sadar, menekan pikiran yang berbahaya dan yang
menyedihkan keluar dari alam sadarnya. Contohnya, agus tidak mengingat
pernah memukul istrinya ketika sedang hamil. Represi memegang peranan
penting dalam membantu individu mengawasi semua keinginan yang
berbahaya dan dalam mengurangi gangguan sebagai akibat adanya
pengalaman yang menyakitkan.
Dalam hal pengalaman yang traumatik terjadi dengan tiba-tiba, maka
represi untuk sementara waktu dapat bekerja sebagai pembelaan diri
sampai waktu dan faktor yang lain sudah dapat membuat individu tidak
begitu peka lagi terhadap kejadian tersebut. Disamping represi ada supresi
dan keduanya berbeda. Dalam represi secara tidak sadar melakukannya,
sedangkan dalam supresu individu secara sadar menolak fikirannya ke luar
dari alam sadarnya dan memikirkan hal yang lain. Suatu ketika supresi
dapat mengarah ke represi. Supresi tidak begitu berbahaya terhadap
kesehatan jiwa jika tidak dilakukan terus-menerus dan mengingat individu
mengetahui perilakunya demikian.
g. Regresi
Kembali ke taraf perkembangan yang telah di lalui , yang biasanya kurang
matang dan kurang aspiratif, contohnya pengantin baru jika mengalami
kesulitan sedikit saja dalam rumah tangganya akan terus pulang atau pergi
9
ke rumah orang tuanya serta maecus berusia empat tahun yang sudah
menjalani toilet training selama hamper setahun, mulai mengompol lagi
ketika adik perempuannya yang amsih bayi di bawa pulang dari rumah
sakit . dalam regresi secara tidak disadari individu itu mengulangi atau
mencoba lagi perilaku atau cara yang digunakan terdahulu, sewaktu ia
masih kanak – kanak dan tergantung pada orang lain serta dilindungi dan
tidak berpikir susah. Individu juga mundur dari kenyata ke adaan yang
lebih rendah tuntutannya, lebih sederhana atau rendah cita- citanya dan
dengan suatu kepuasan yang lebih mudah tercapai.
h. Proyeksi
Menyalahkan orang berhubungan dengan kesulitannya sendiri atau
mengeluarkan kepada orang lain keinginannya sendiri yang tidak baik.
Contohnya sebagai berikut : seorang mahasiswa tidak lulus ujian lalu ia
mengatakan “ pak dosen sentiment terhadapnnya”, dan seorang suami
berselingkuh lalu ia mengatakan “ karena wanita itu yang menggodanya”.
Proyeksi merupakan kecendrungan seseorang untuk meyalahkan orang
lain mengenai kesalahan dirinya sendiri.
i. Reaksi formasi (reaction formation )
Pembentukan sikap dan pola perilaku yang berlawanan dengan sesuatu
yang benar – benar dirasakan atau akan dilakukan oleh orang lain ( Stuart
dan Sundeen, 2002). Contohnya seorang wanita yang tela menikah dan
merasa tertarik dengan salah seorang suami temannya, sehingga
memperlakukan suami temannya itu dengan kasar lalu ada orang yang
fanatic dalam mengutuk perjudian dan dalam menindas kejahatan yang
lain, hal demikian ia lakukan agar dapat menahan kecendrungan dirinya
sendiri ke arah itu ada orang yang memberi hormat secara berlebihan
terhadap seseorang yang justru tidak disukainya.
j. Sublimasi
Sublimasi merupakan penggunaan energy psikis umum untuk aktivitas
yang baik, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi ketegangan
karena frustasi seksual atau dorongan yang lain . contohnya , seorang yang
tidak kawin dan tidak dapat mengatasi dorongan seksualnya akan
mendapat kepuasan dalam keperawatan, pendidikan, olahraga, atau
kesenian.
k. Kompensasi

10
Kompensasi adalah menutupi kelemahan dengan menonjolkan berlebihan
dalam bidang yang lain. Kompensasi biasanya dilakukan terhadap
perasaan kurang mampu. Contohnya, tidak pandai di sekolah terus
bersangkutan menjadi pengebut yang ulung, frustasi dalam percintaan ,
kemudian ia makan berlebihan dan tidak senang di lampaui atau diungguli
oleh orang lain, kemudian ia melakukakn kritik yang merusak.
l. Salah Pindah ( displacement )
Mengalihkan emosi yang semestinya diarahkan pada orang atau benda
tertentu ke benda atau orang yang netral atau tidak membahayakan.
Contoh seorang anak yang dimarahi oleh ibunya, kemudian memukuli
adiknya atau menendang kucingnya karena ia tidak berani marah dengan
ibunya.
m. Pelepasan (undoing)
Meniadakan atau membatalkan suatu pikiran, kecendrungan, atau tindakan
yang tidak disetujui. Contohnya seorang suami yang tidak setia
memberikan bermacam – macam hadiah kepada istrinya.
n. Penyekatan emosi (emotional insulation)
Individu mengurangi tingkat keterlibatan emosinya dalam keadaan yang
dapat menimbulakan kekecewaan atau sesuatu yang menyakitkan .
contohnya seorang pemuda setelah putus cinta dengan pacarnya,
melakukan penyekatan diri , sehingga ia merasa tidak akan mungkin lagi
menjalani hubungan emosionla yang erat dengan seorang wanita.
o. Isolasi (intelektualisasi, disosiasi)
Bentuk penyekatan emosional, beban emosi dalam keadaan menyakitkan
diputuskan atau diubah (distorsi). Contohnya rasa sedih karena kematian
kekasih dikurangi dengan mengatakan sudah nasibnya atau sekarang ia
sudah tidak menderita lagi. Seseorang dapat mengurangi rasa bersalah
karena perbuatan tidak layak dengan menunjuk pada relativitas sebuah ide
baik dan buruk atau benar dan salah dalam kebudayaan.
p. Simpatisme
Mendapatkan simpati dengan menceritakan berbagai kesukarannya.
Contoh : menceritakan penyakit yang dialaminya agar mendapatkan
simpati sehingga memperkuat harga diri.
q. Pemeranan (acting out)
Mengurangi ketegangan oleh keinginan yang terlarang dengan
membiarkan ekspresinya. Hal ini ummnya tidak dilakukan tetapi jika
individu lemah dalam pengawasan kesusilaannya.
r. Fiksasi
11
Feist dan Feist (2009) mengatakan pada ummunya pertumbuhan psikis
lazimnya bergerak secara kontinu melalui serangkaian tahap
perkembangan, tetapi proses pendewasaan secara psikologis tidaklah bebas
dari momen-momen yang penuh dengan stress maupun kecemasan.
Dengan perkembangan yang lanjut menimbulkan kecemasan begitu besar
sehingga ego bisa dipertahankan yang terasa lebih nyaman disebu fiksasi.
s. Menarik diri
Perkembangan kepribadian bisa berhenti jika manusia menghindari
kesulitan. Mneurut Adler, kecendrungan ini sebagai menarik diri atau
perlindungan dengan membuat jarak dan menyebutkan 4 cara
perlindungan dalam menarik diri yaitu :
1) Bergerak mundur
Kecendrungan untuk melinfungan tujuan superioritas fiksional
seseorang dengan cara psikologis kembali pada periode kehidupan
yang lebih aman. Konsp ini mirip dengan konsep regresi Freud,
keduanya melingkupi usaha kembali pada fse kehidupan awal lebih
nyaman. Bergerak mundur bertujuan untuk memperoleh simpati,
sikap menganggu ditawarkan secara berlebihan kepada anak-anak
yang manja.
2) Berdiam diri
Kecendrungan menarik diri mirip dengan bergerak mundur tetapi
tidak terlalu parah. Orang berdiam diri cenderung menghindari
semua tanggung jawab dengan melindungi dirinya sendiri dari
ancaman kegagalan karena tidak mampu mencapai tujuannya.
Contoh : seorang anak miskin malu bergaul dengan teman-
temannya yang kaya, maka anak miskin tersebut menjauh dari
anak-anak kaya yang sebenarnya mereka mau menerima anak
miskin tersebut.
3) Ragu-ragu
Ada orang yang memiliki sifat ini ketika dihadapkan pada masalah
sulit. Adler percaya kebanyakan perilaku kompulsif untuk
membuang-buang waktu. Menghancurkan pekerjaan yang sudah
dimulai dan meninggalkan tidak terlesaikan adalah berbagai contoh
keragu-raguannya.
4) Membangun penghalang
Mampu mengatasi masalah, mereka melindungi harga diri dan
wibawa mereka. (Feist dan Feist, 2009)
12
2. Coping berfokus pada masalah (problem-focused coping)
Merupakan upaya mengurangi stressor dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan yang baru digunakan mengubah situasi, keadaaan, atau pokok
permasalahan. Smet (2014) menyatakan individu akan cenderung menggunakan
strategi ini jika dirinya yakun mengubah situasi. Coping berfokus pada emosi
sering kita gunakan dalam beraktivitas sehari-hari.
Billing dan Moos membuat kategori coping menjadi 2 macam, yaitu metode
coping aktif atau menghindar (avoidant) dan coping dilihat sebagai respons fokus
(orientasi masalah dan orientasi emosi), (Rice, 1992).
Menurut Matheny, dkk. Ada 2 model coping yaitu kombatif dan preventif
(Rice, 1992). :
a. Coping kombatif adalah escape learning (penyelesaian) dengan langsung
mengatasi persoalan. Coping ini meliputi monitoring stress dan simtom,
menyusun kekuatan atau sumber daya, menyerang stressor dengan
penyelesaian masalah, asertivitas, dan desentisasi, menoleransi stressor
dengan cognitive restructuring, menyangkal (denial), sensation focusing,
menurunkan ketegangan dengan relaksasi, disclosure, katarsis, dan self
adjustment.
b. Coping preventif (avoidant learning atau penghindaran) adalah upaya
menghindari dari distress, sehingga individu lebih tahan terhadap stress.
Coping ini meliputi menghindari stressor melalui life adjustment,
aadjusting tingkat tuntutan, mengubah pola perilaku yang menimbulkan
stress (altering stress-inducing behavior patern), mengembangkan sumber
daya coping individu seperti aset fisiologis berupa kesehatan fisik, dan
olahraga, asset psikoligis berupa harga diri, kepercayaan diri, dan sense of
control, aset kognitif berupa kompetensi akademik, perubahan keyakinan,
persepsi, penilaian, penilaian stress dan kemampuan manajemn waktu, aset
sosial berupa (dukungan sosial dan kemampuan menjalin hubungan), dan
aset financial berupa sumber keuangan dan pekerjaan.

2.6 Sumber Ketahanan Terhadap Stres


Antonovsky (1979) telah mencatat bahwa sebagian besar dari kita telah bertahan
hidup dan bahkan berkembang cepat dalam dunia yang terisi dengan pathogen-pathogen
fisik, psikologis, social, dan pathogen budaya atau dengan kata lain terisi dengan stressor.
Menurut Sheridan dan Radmacher (1992) sumber-sumber ketahanan terhadap stress
meliputi :
13
a) Sumber daya material
Sumber daya material diantaranya adalah uang dan semua hal yang dapat dibeli:
makanan, pakaian, rumah, dan perwatan kesehatan
b) Sumber daya fisik

Adalah atribut-atribut fisik positif dari seseorang, seperti kekuatan, kesehatan dan
daya tarik dapat berguna dalam menanggulangi stressor

c) Sumber daya intrapersonal


Sumber daya intrapersonal adalah keseluruhan “kekuatan-kekuatan dalam diri” yang
membantu dalam menghadapi peristiwa kehidupan
d) Sumber daya pendidikan dan informasi
Ilmu pengetahuan adalah sumber daya paling berharga untuk dimiliki
e) Sumber daya budaya
Antonovsky (1979) mengemukakan bahwa budaya member kita perasaan mengenal
hal- hal yang berhubungan secara koheren

2.7 Management Stres


Dalam kehidupan sehari-hari, adakalanya kita melihat beberapa orang nampak
bahagia dalam berbagai situasi yang dihadapi. Mereka nampak rileks dan tenang
menghadapi situasi tersebut dalam membuat suatu keputusan berharga dalam hidupnya.
Segala situasi nyata dihadapi dengan penuh percaya diri, optimis, dan dapat menghadapi
segala bentuk keraguan dan rasa takut. Beberapa orang lagi merasa resah dan gelisah
tetapi sudah terlatih untuk tetap rileks dan tenang, tidak terlena pada ketakutan dan
kegelisahan, dalam menghadapi situasi yang paling menegangkan sekalipun. Hidup
dirasakan sebagai tantangan yang besar untuk dapat dinikmati apa adanya dengan penuh
keikhlasan. Beberapa orang lainnya terus menerus merasakan ketegangan, ketakutan dan
kecemasan dalam menghadapi peristiwa yang menimpa dirinya dan peristiwa yang terjadi
di sekitarnya. Kelompok individu yang demikian nampaknya merespons dengan respon
stress bukan respom rileks. Respon stress menyebabkan seseorang untuk terus
menggunakan energinya untuk menghadapi ketegangan tersebut, sehingga lama kelamaan
mengalami kelelahan baik fisik maupun pikirannya. Cara yang terbaik untuk mengelola
repon kita terhadap stresor yang menimpa adalah dengan melatih diri untuk menggunakan
respon rileks (Charleswort dan Nathan, 1997). Dengan melatih diri menggunakan respon
rileks berate telah memberikan kesempatan kepada otak untuk memelihara kesehatan
tubuh kita terutama belahan otak kanan. Belahan otak kanan berhubungan dengan bawah
sadar dan bawah sadarlah yang mengendalikan sistem vital kita. Jadi, dengan merespon

14
rileks bawah sadar kita dapat bekerja dengan optimal, sehingga system vital tubuh kita
dapat berfungsi secara adekuat untuk memelihara keadaan kesehatan kita.
A. Perubahan Cara Merespon
Pada hakikatnya, jumlah stressor makin hari makin bertambah, kemungkinan
stressor berkurang sesuatu yang tidak mungkin, mengingat perkembangan kehidupan
di berbagai aspek mengalami perubahan menuju makin kompleks dan bervariasinya
kebutuhan manusia. Tuntutan pemenuhan kebutuhan manusia menjadi makin beragam
dan cepat berubah. Aktivitas kehidupan lingkungan kehidupan juga mengalami
prubahan dengan cepat, tuntutan kebutuhan makin memberikan tekanan, baik tekanan
kebutuhan maupun tekanan waktu. Generasi yang mampu bertahan hidup adalah
individu yang mampu belajar-belajar dan menikmati ‘future shock’ dari perubahan
dunia (Charleswort dan Nathan, 1997).
Generasi yang bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan zaman adalah
geberasi yang menyadari bahwa kita tidak dapat mengubah sepenuhnya semua
sumber stress yang ada di dalam lingkungan kita dan lingkungan sekitar diri kita,
mengingat ada suatu peristiwa atau kejadian yang ada di sekitar kita yang tidak dapat
kita kendalikan. Contoh: jika ada orang yang mampu membicarakan kelemahan kita,
orang yang ‘menghina’ kita, sesungguhnya hal yang demikian yang tidak dapat kita
kendalikan. Cara yang terbaik adalah adanya perubahan dalam diri kita cara mrespons
terhadap cara stressor. Pada umumnya, ada sebagian orang merespon terhadap
peristiwa atau kejadian yang menimpanya dengan respons ‘stres’ dan masih jarang
yang kita jumpai seseorang yang mampu merespon terhadap stressor dengan respon
‘rileks’. Respon rileks memberikan kesempatan pada diri kita untuk mrngumpulkan
energy positif, mengurangi tekanan pada alam bawah sadar, dan menemukan berbagai
alternatife untuk merespon secara tepat dan efektif.

B. Pentingnya latihan
Agar dapat mengelola stress terutama stressor dengan optimal dan memperoleh
hasil sesuai harapan perlu latihan secara teratur , terus menerus, perlahan, namun
pasti. Dengan latihan secara teratur dihrapkan terbentuk kebiasaan baru yang
bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup. Untuk mulai mengelola stressor
dengan upaya latihan di perlukan waktu dan pengambilan keputusan untuk mulai
melakukannya. Berkenaan dengan pengambilan keutusan tersebut, carilah alasan yang
tepat, sehingga keputusan yang di ambil sesuai kodisi yang ada. Keputusan untuk
latihan harus diambil tanpa memperhitungkan berhasil atau gagal. Inilah cara terbaik
untuk melatih diri merespon dengan respons rileks (charelsworth dan Nathan ,1997).
15
Dalam hokum pendidikan dari Thorndike, satu di antaranya adalah ‘ Trial Error ‘
mencoba dan gagal. Mungkin, mengawali latihan muncul berbagai respons yang tidak
mengenakan seperti pusing, mual dan rasa tak enak. Adakalanya seseorang
menyebutnya sebagai kegagalan, padahal itu reaksi normal menuju perubahan yang
diinginkan. Perlulah bagi siapapun juga untuk memahami hokum mencoba dan gagal,
mencoba dan gagal lagi. Suatu ketika ketika kita tabah dan terus mencobanya, pasti
akan berhasil. Orang yang berhasil adalah orang yang tiada henti-hentinya berusaha,
sebaliknya orang yang gagal adalah orang yang berhenti unyuk berusaha. Hambatan
pribadi untuk mengelola stress adalah takut akan mengambil banyak waktu, sehingga
mengganggu produktivitas kerja. Padahal ketakutan atau rintangan apapun bentuknya
dapat menjadi pupuk bagi kreativitas seseorang, termasuk kreativitas dalam
mengelola stress yang ada. Mengubah kebiasaan hidup yang menimbulkan stress
menjadi kemampuan manajemen stress dan pengendali diri yang positif merupakan
keahlian untuk mengontrol hidup. Tidak mengelola stress juga merupakan kebiasaan,
namun resiko hidup jadi tidak nyaman. Hamper segala sesuatu yang dilakukan
merupakan kebiasaan. Satu di antaranya cara terbaik untuk mengubah kebiasaan
buruk adalah menggantinya dengan kebiasaan yang bermanfaat untuk mengelola
stress. Jangan berkonsentrasi dengan kebiasaan buruk yang sedang dan akan
dilakukan, tetapi mulailah berkonsentrasi pada kebiasaan manajemen stress yang akan
dilatih dan dikembangkan. Latihan adalah awal untuk mencapai suatu keterampilan,
demikian halnya untuk mencapai hasil yang diinginkan teruslah berlatih sampai
merasakan ada perubahan yang bermakna dalam diri. Waitley mengemukakan sepuluh
sifat orang sukses yang diawali sebelumnya oleh kegagalan ( carlesworth dan
Nathan ,1997 ). Beliau meneliti orang yang berhasil mengelola stress dan hiduo
dengan nyaman. Sepuluh sifat tersebut adalah :
1. Kesadaran diri yang positif : mengerti asal mula kita
2. Penghargaan diri yang positif : menyukai diri sendiri
3. Pengendalian diri yang positif : mewujudkan untuk diri sendiri
4. Motivasi yang positif : menginginkan dan memutuskan keinginan yang di dapat
5. Harapan yang positif : memutuskan akan melakukan sesuatu lebih baik di waktu
mendatang
6. Imajinasi tentang diri sendiri yang positif : melihat pada diri sendiri berubah dan
berkembang
7. Bimbingan diri yang positif : mempunyai rencana kegiatan
8. Disiplin diri yang positif : mempraktikkan secara mental
9. Penilaian diri yang positif : menilai diri sendiri sebagai manusia
10. Proyeksi diri yang positif : merepleksikan berjalan, berbicara, dan mendengar`
16
Semua sifat di atas penting untuk mencapai kesuksesan dalam hidup. Orang yang
berhasil dalam hidup ini akan berkata, ‘ saya membuat itu terjadi pada saya ‘.
Sebaliknya prang yang gagal akan berkata, ‘ itu selalu terjadi pada saya ‘

C. Latihan relaksasi
Dalam manajen stress, ada berbagai cara atau kegiatan yang dapat dilakukan
untuk mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh negative dan stress. Dari berbagai
cara yang ada, satu di antaranya yang penting adalah teknik relaksasi. Latihan dalam
upaya relaksasi merupakan elemen yang paling vital dalam manjemen stress untuk
mencapai kemampuan relaksasi. Charleswort dan Nathan (1997) mengemukakan
bahwa untuk mencapai kemampuan relaksasi dengan cepat berbagai situasi memiliki
berbagai tujuan. Kemampuan rileks bertujuan membantu mengurangi keletihan dan
keraguan yang ada dan dengan kemampuan itu memberi keleluasan untuk
memutuskan penanganan situasi yang membuat stress, sehingga mampu mengurangi
kecemasan, marah, atau memberikan reaksi bertempur atau lari dan menikmati
pengalaman yang demikian. Dengan tetap berusaha untuk tenang, terkendali, dan
rileks adalah suatu kemampuan yang dapat mengubah situasi stress menjadi suatu
situasi yang dapat dinikmati dan efeknya minimal menjadi netral. Dewasa ini, ada
banyak pita kaset yang dijual berisi program relaksasi, bahkan berbagai tenaga terlatih
dan tenaga professional termasuk perawat kesehatan yang merekam program atau
teknik relaksasi untuk digunakan kliennya.

1. Pentingnya beljar relaksasi


Charlesworth Nathan (1997) mengemukakan bahwa ada yang berpendapat
ketegangan otot tanda kekuatan. Pendapat lain menyatakan ketegangan adalah
kebugaran bukan merupakan suatu kelemahan. Dalam kehidupan sehari-hari,
manusia membutuhkan suatu kebebsan tanpa gangguan yang tidak perlu dan
ketegangan otot tidak mesti tanda suatu kekuatan, karena bisa jadi sebagai suatu
tanda bahwa energy sedang dibuang
Otot yang tegang secara konstan ketika ketika mengerutkan dahi,
mengedipkan mata, dan menegangkan jari bukanlah tanda dari suatu kekutan,
justru dengan dengan belajar relaksasi dapat menjadi tanda kekuatan dengan
secara selektif menegangkan otot ketika harus melakukan tugas tertentu dan
belajar mengindari penghamburan tenaga yang tidak perlu dengan
menyimpannya untuk hal-hak yang penting (charlesworth dan Nathan , 1997).

17
Penting diketahhui bahwa orang yang mempelajari rileks tidak kehilangan
motivasi, beljar rileks tidak berarti menjadi pemalas dan bosan. Seseorang
pekerja yang mengeluh nyeri di leher dan bahu berseikeras tidak tegang, sehingga
tidak perlu lebih rileks. Ia seseorang yang sukses di suatu perusahaan besar dan
takut jika mempelajari cara rileks akan membuatnya menjadi kurang produktif.
Sesudah berlatih bebrapa minggu ia kaget karena dengan berlatih relaksasi
mampu membuat otot-ototnya rileks tanpa mengurangi prestasi kerjanya, bahkan
ia menjadi lebih energikdan produktif. Energinya hanya digunakan untuk
pekerjaan yang lebih produktif dan digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang
rasional.
2. Tempat memperoleh ketegangan otot
Dalam upaya meregangkan otot secara progresif dimulai dengan menegangkan
dan merenggangkan kumpulan otot utama tubuh. Dengan cara ini, kita dapat
mengetahui keberadaan otot itu, hal ini dpat menigkatakan kesadaran terhadap
respons otot tubuh terhadap stress. Mengetahui lokasi dan merasakan otot yang
tegang seseorang dapat merasakan ketiadaan ketegangan dengan lebh jelas.
Dengan dapat mengenali ketegangan otot, akhirnya seseorang dapat membedakan
antara tegang dan rileks (Charlesworth dan Nathan, 1997).
Daerah utama stress berkenaan dengan ketegangan otot adalah kumpulan otot
di seitar kepala, wajah, leher, dan bahu. Biasanya kondisi sangat tegang
berkumpul di otot ini. Kelompok otot lainnya seperti lengan, tangan, dada,
punggung, perut, pinggu, dan kaki juga harus diperhatikan. Pada kenyataannya,
selalu ada perbedaan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya.
Setiap orang merespons sesuai dengan keadaan dirinya, sehingga respons yang
ada sangat bervariasi dalam menanggapi stress.
3. Membangun kebiasaan relaksasi
Melihat jam sering diasosiasikan dengan kecemasan dan ketegangan yang
berlebihan. Mengubah kebiasaan tegang “jam berapa?” ke kebiasaan merespons
relaksasi yang kreatif membantu mengontrol diri terhadap ketegangan tubuh.
Kreatiflah dengan isyarat relaksasi dan gunakan waktu luang untuk berlatih
relaksasi. Selalu ada kesempatan untuk berlatih jika ada niat untuk melakukan
sesuatu yang tlah dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Latihan setiap hari akan
membantu untuk mengetahui lokasi otot-otot yang tegang dan mengganggu.

D. Teknik Manajemen Stres

18
Dalam upaya mengatasi stress yang dialami termasuk mencegah agar stress
tidak berlanjut menjadi distress dapat dilakukan berbagai upaya yang bermakna.
Dapat pula terjadi setelah mencoba menghadapi stress, masih saja ada gejala-gejala
sisa atau hal-hal yang tidak mengenakkan, maka dapat dilakukakan suatu upaya untuk
mengeliminasi gejala sisa tersebut misalnya dengan visualisasi atau meditasi. Dalam
mengelola stress sifatnya individual. Upaya yang dilakukan oleh setiap orang
berbeda-beda sesuai dengan jenis dan berat ringannya stress yang dihadapinya, minat,
dan kesesuaiannya dengan cara yang ada, sehingga teknik yang digunakannya pun
berbeda termasuk kombinasi yang dipilih dari teknik yang ada. Strobel (1983) telah
mengombinasikan beberapa metode ke dalam prosedur yang ia namakan reflex yang
tenang. Prosedur ini dirancang untuk mengondisikan subjek agar bereaksi terhadap
stressor dengan menggunakan relaksasi bukan dengan ketegangan. Pada dasarnya,
reflex yang tenang memerlukan berbagai langkah-langkah nyata dalam bereaksi
terhadap stressor yang meliputi (1) tersenyumlah, senyumlah ke dalam diri dengan
mulut dan mata sambil berkata “ siapkan pikiran tenangkan diri”, (2) tarik nafas, tarik
nafas dengan ringan, nafas alami, dan bahu kendur dan rasakan gelombag udara dari
perut dan rasakan perasaan hangat mengalir ke semua arah turun sampai jari-jari kaki.
Demikianlah upaya singkat yang dapat dilakukan dalam menghadapi stress agar tetap
eksis dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari yang makin hari makin
beragam tuntutan kebutuhan hidup sesuai dengan perkembangan zaman. Reflex
tenang tersebut bisa menjadi kebiasaan hidup sehari-hari dan memperoleh manfaat
nyata jika dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dan dilakukan secara terus
menerus tanpa kenal menyerah. Upaya-upaya selengkapnya yang dapat dilakukan
dalam mengelola stress yang dihadapi, agar memperoleh relaksasi yang maksimal dan
kelegaan yang mendalam, meliputi : berfikir positif dan optimis, berpikirlah hal-hal
yang indah dan menarik, tersenyum dan tertawalah, lakukan pernapasan dalam,
autosugesti, ubahlah cara pandang, bentuklah kebiasaan bertoleransi, agama dan
spiritual, bicarakan, asertif, pengaturan makanan dan minuman, olahraga, istirahat-
tidur, rekresi, pengaturan berat badan, dukungan, pengaturan waktu dan keuangan,
keharmonisan keluarga, yoga, dan relaksasi termasuk meditasi.

BAB III

19
PENUTUP

3.1 SIMPULAN

Adaptasi adalah proses perubahan dimens fisiologis dan psikososial dalam


merespon terhadap stress. Adaptasi yang dilakukan oleh individu dalam
menghadapi suatu masalah atau situasi tertentu bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya baik somato, psiko, maupun social. Ada banyak dimensi
adaptasi diantaranya adaptasi fisiologis yang memungkinkan homoeostatis
fisiologis dan terjadi juga proses serupa pada dimensi psikososial dan dimensi
lainnya (Potter dan Perry, 1997). Adaptasi terhadap stress dapat dibagi menjadi 2,
yaitu adaptasi fisiologis, dan adaptasi psikologis. Lazarus dan Folkman (1984)
menyatakan coping memiliki dua fungsi umum yaitu dapat berupa fokus pada
permasalahan yang dihadapi dan melakukan regulasi emosi dalam merespons
atau beradaptasi terhadap stress.

3.2 SARAN

Klien yang dirawat di Rumah sakit tentu mengalami berbagai stress yang
mungkin is sudah tidak mampu mengatasinya. Perawat perlu berupaya membantu
klien menyelesaikan masalah, melatih klien menghadapi dan menyelesaikannya
dan menggerakan sumber yang dimiliki klien. Dengan membantu klien
menghadapi dan menyelesaikan stress berarti perawat telah meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia, menghemat hari rawat, menghemat biaya
perawatan dan meningkatkan produktivitas manusia.

20
DAFTAR PUSTAKA

Gerungan,W.A.1996.Psikologi Sosial. Bandung; PT Eresco.

Stuart,G.W.2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Charlesworth,E,Nathan,R.1996. Manajemen Stress Dengan Teknik Relaksasi. Jakarta:


Abdi Tandur.

Candra,I Wayan,dkk. 2017. Psikologi Landasan Keilmuan Praktik Keperawatan Jiwa.


Yoyakarta:ANDI.

21

Vous aimerez peut-être aussi