Vous êtes sur la page 1sur 14

DISKUSI ARTIKEL TENTANG TREN ISU DAN PRAKTEK

KEPERAWATAN DI KOMUNITAS
Mata Kuliah Komunitas 3

Di Susun Oleh:
1. Diana Eka Pertiwi (152121010)
2. Indhi April Wulandari (152121009)
3. Anisa Yulianti (152121018)
4. Novera

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA CIPTA HUSADA
SEMESTER 6
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Diskusi
Artikel Tentang Tren Isu Dan Praktek Keperawatan Di Komunitas” ini dengan tepat
waktu dan sebagaimana mestinya. Dan tak Lupa kami sampaikan rasa terima kasih atas
pengarahan, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak, diantaranya kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan
makalah ini.
2. Yuyud Wahyudi,S.Kep.,Ners.M.N.S yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
3. Kepada orang tua yang mendukung kami dan membiayai kami.
4. Teman-teman serta semua pihak yang terlibat secara langsung maupun yang tidak
langsung dalam penulisan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kelemahan, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak yang telah membaca makalah ini agar kedepannya bisa
lebih baik lagi, dan kami berharap somoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca umumnya, dan untuk kami sendiri khususnya.

Malang, 26 April 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Judul...................................................................................................................... 1
Kata Pengantar...................................................................................................... 2
Daftar isi................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 5
1.3 Tujuan....................................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Khusus.................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Diskusi ..................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...............................................................................................12
3.2 Saran.........................................................................................................13
DAFTAR PUSATKA............................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kelompok remaja merupakan kelompok penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun
(Depkes, 2009). Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan
berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi
kehidupan mereka kelak. Di saat remajalah proses menjadi manusia dewasa berlangsung.
Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu, bahkan menyakitkan mungkin akan
dialami dalam mencari jati diri. Rasa ingin tahu dari remaja kadang-kadang kurang
disertai dengan pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan (Jufri,
2015).
Survei pada 24 negara di Amerika Utara dan Eropa menunjukkan bahwa perilaku
seks remaja sudah dimulai sejak usia 15 tahun. Survei dilakukan kepada 33.943 di 24
negara yang dikerjakan oleh sebuah LSM Perancis tersebut, menunjukkan 13,2 % remaja
berperilaku seks aktif semenjak usia 15 tahun dan tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Sementara 82% lainnya, menggunakan alat kontrasepsi (Pahaji, 2008). Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh 3 orang sosiolog di Bowling Green University menunjukkan bahwa
lebih dari setengah wanita dewasa yang pernah “tidur” dengan pria yang baru dikenal
ataupun sekedar teman biasa, tidak mengambil langkah-langkah pencegahan.
Dibandingkan dengan sekitar seperempat gadis yang dikategorikan memiliki pasangan
tetap dan menggunakan kontrasepsi. Penelitian tersebut meneliti 1.600 wanita muda yang
melakukan hubungan seks pertama kali sebelum berusia 18 tahun.
Di Indonesia, jumlah remaja yang berusia 10-24 tahun mencapai 65 juta orang atau
30 persen dari total penduduk. Sekitar 15-20 persen dari remaja usia sekolah di Indonesia
sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Setiap tahunnya 15 juta remaja
perempuan usia 15-19 tahun melahirkan. Hingga Juni 2006 telah tercatat 6332 kasus
AIDS dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru
yang dilaporkan berasal dari usia 15-29 tahun. Diperkirakan bahwa terdapat sekitar
270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia, dimana lebih dari 60 persen
adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen berusia 15 tahun atau kurang. Setiap
tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia, dimana 20 persen diantaranya adalah
aborsi yang dilakukan oleh remaja (Okanegara, 2007). Suatu angka menakjubkan

4
menyebutkan bahwa 51,5% remaja melakukan hubungan seksual di tempat kos.
Ditambah lagi, Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak dan Remaja Indonesia
(Sahara Indonesia menyebutkan bahwa 44,8% mahasiswa PTN dan PTS serta remaja di
Bandung telah melakukan hubungan seks hampir sebagian besar di wilayah rumah kos
mereka (Eva, 2016).
Perilaku seksual pada remaja disebabkan oleh pengetahuan dan keterampilan, sikap
dan perilaku remaja terhadap kesehatan, kurang kepedulian orang tua dan masyarakat
terhadap kesehatan dan kesejahteraan remaja serta belum optimalnya pemerintah dalam
memberikan pelayanan kesehatan remaja (Depkes,2005). Kekuatan keluarga merupakan
upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku seksual berisiko.
Kekuatan keluarga merupakan kemampuan anggota keluarga untuk mengubah perilaku
anggota keluarga yang lain (Olson dan Cromwell, 1975; dalam Friedman, Bowden dan
Jones, 2003).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam bentuk
pertanyaan dari artikel yang didiskusikan oleh kelompok, yaitu:
a) Apakah ada hubungan usia dengan perilaku seksual berisiko remaja?
b) Apakah ada hubungan jenis kelamin dengan perilaku seksual berisiko remaja?
c) Apakah ada hubungan pendidikan dengan perilaku seksual berisiko remaja?
d) Apakah ada hubungan aktifitas ibadah dengan perilaku seksual berisiko remaja?
e) Apakah ada hubungan kekuatan keluarga dengan perilaku seksual berisiko remaja?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja
b. Tujuan Khusus
1 Untuk mengetahuai hubungan usia dengan perilaku seksual berisiko remaja
2 Untuk mengetahuai hubungan jenis kelamin dengan perilaku seksual berisiko
remaja
3 Untuk mengetahuai hubungan pendidikan dengan perilaku seksual berisiko
remaja

5
4 Untuk mengetahuai hubungan aktifitas ibadah dengan perilaku seksual
berisiko remaja
5 Untuk mengetahuai hubungan kekuatan keluarga dengan perilaku seksual
berisiko remaja

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hasil Diskusi


Dari trend isu masalah komunitas yang ada pada artikel jurnal Penelitian Hubungan
Kekuatan Keluarga Terhadap Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja Di Wilayah Desa
Tridaya Sakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi oleh Nurhayati
Keperawatan Komunitas, Fik-Umj, Cempaka Tengah I/1, Jakarta 10510 Jurnal
Keperawatan Komunitas. Volume 1, No. 2, November 2013; 122-129. Maka kelompok
menelaah masalah yang ada dalam penelitian ini menghasilkan menunjukan hubungan
kekuatan keluarga dengan perilakunperilaku seksual berisiko di Desa Tridaya Sakti
Kecamatan Tambun Selatan Kabupaaten Bekasi. Penelitian ini merekomendasikan perlu
adanya tata aturan keluarga yang jelas dalam pencegahan perilaku seksual berisiko pada
remaja.
Perilaku seksual dalam penelitian ini terjadi pada keluarga yang memiliki remaja
1853 kepala keluarga dan jumlah remaja 20% dari 29.937 yaitu 5.987 orang yang ada di
Wilayah Desa Tridaya Sakti Kec. Tambun. Perilaku seksual dapat terjadi karena adanya
faktor pemicu yang menimbulkan pemikiran untuk melakukan perilaku menyimbang
yaitu perilaku seksual, faktor pemicu tersebut antara lain adalah faktor :
a) Hubungan Usia dengan Perilaku Seksual Berisiko Remaja,
b) Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual Berisiko Remaja,
c) Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Seksual Berisiko Remaja,
d) Hubungan Aktifitas Ibadah dengan Perilaku Seksual Berisiko Remaja,
e) Hubungan Kekuatan Keluarga dengan Perilaku Seksual Berisiko Remaja,
Dari semua faktor pemicu itu terdapat berbagai hubungan yang bermakna dan tidak
bermakna. Jika dilihat dari hubungan usia yang beresiko berperilaku seksual adalah
remaja awal yaitu pada usia 11-16 tahun karena remaja usia mulai pacaran kurang dari
15 tahun yang tejadi pada wanita oleh karena Kelompok remaja awal khususnya
perempuan mengalami perkembangan seks primer yang memerlukan adaptasi remaja
secara fisik, psikologis, dan sosial. remaja usia 14-17 tahun telah melakukan salah satu
dari delapan perilaku seksual yaitu ciuman, menyentuh payudara, menyentuh alat
kelamin, menyentuh sekitar genital, melakukan oral seks, anal seks atau vaginal seks.

7
Dari hubungan jenis kelamin dengan perilaku seksual beresiko remaja peluang paling
banyak adalah pada perempuan yaitu 55,6 % laki-laki sebesar 34.6 %. Dengan adanya
hasil adanya hubungan anatara jenis kelamin dengan perilaku seksual karena adanya
peningkatan hormon androgen remaja yang memasuki masa pubertas akan meningkatkan
pertumbuhan seks sekunder, sehingga hal ini mengakibatkan anak yang mengalami masa
pubertas mudah terangsang oleh perempuan. Remaja perempuan dalam masa pubertasnya
secara emosional mudah tertarik dengan lawan jenis dan mulai menunjukkan perilaku
seperti sering bercermin dan berdandan serta mencari perhatian dari orang lain. Oleh
karena itu seharusnya sebagai remaja khususnya perempan harus lebih bisa mengontrol
emosioal, rasa ingin tahu dengan cara melakukan hal-hal positif untuk mengalihkan hal
yang dapat memicu perikalu seksual.
Jika dari segi hubungan pendidikan dengan perilaku seksual berisiko remaja, dapat
simpulkan bahwa mereka remaja yang berpendidikan rendah lebih berpeluang melakukan
perilaku seksual yang beresiko karena rendahnya tingkat akan terjadi keterbatasan
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksinya yang akan mengakibatkan perilaku
seksual pada diri remaja di dalam keluarga ataupun masyarakat. Jika pada tingkat
pendidikan seseorang semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan yang
didapat khususnya tentang kesehatan reproduksi. Namun dari hasil penelitian ini tidak
menunjukkan adanya hubungan anatara pendidikan dengan perilaku seksual, Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tinggi tidak secara otomatis metentukan
pengetahuan remaja baik dalam melakukan suatu perilaku dalam kehidupannya. Perilaku
seseorang dihubungkan dengan pengetahuan yang didapatkan sehingga akan membentuk
suatu perilaku, karena seperti yang kita tahu perilaku seksual juga banyak terjadi pada
tingkat mahasisawa/mahasiswi pada bangku kuliah khususnya mahasiswa/mahasiswi
yang tidak di dampangi dan tidak selalu diawasi oleh orangtuanya karena mereka harus
tinggal terpisah misalnya harus nge-kost ataupun mengontrak saat ia menempuh
pendidikan tinggi, karena biasanya mereka lebih memilih untuk berkuliah diluar kota
yang mereka anggap adalah kuliah favorit.
Jika dari segi hubungan aktifitas ibadah dengan perilaku seksual berisiko remaja
dalam penelitian tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas keagamaan
dengan perilaku menyimpang, dikarenakan nilai dan keyakinan remaja di Indonesia yang
masih mengganggap tabu terhadap pendidikan sosial dari segi agama dan norma budaya
sehingga akan mengakibatkan perilaku seksual berisiko pada remaja. Namun dijelasknya

8
bahwa yang pada remaja kurang beraktivitas berinadah beresiko tinggi melakukan
perilaku seksual.
Jika dari segi hubungan kekuatan keluarga dengan perilaku seksual berisiko remaja
dalam penelitian dijelaskan bahwa adanya hubungan antara kekuatan keluarga dengan
remaja beresiko melakukan perilaku seksual. Karena kekuatan keluarga yang kurang baik
akan berdampak pada perilaku seksual pada remaja beresiko tinggi dan sebaliknya jika
kekuatan kelurganya baik maka perilaku seksual pada remaja beresiko rendah. Karena
kekuatan keluarga penting dalam membuat keputusan di keluarga dengan mengatasi
masalah keluarga dengan pola asuh keluarga yang baik yang sudah sebaiknya ditanamkan
sedini mungkin pada anak agar dapat membentuk karakter anak yang baik dan menjadi
lebih baik lagi saat mereka sudah dewasa agar mereka paham sejak dini bahwa aktivitas
yang bermanfaat dan positif akan lebih menguntungkan untuk menambah pengalaman.
Terjadi hubungan yang sangat nyata antara pola asuh: permisif, demokratis dan otoriter.
Pola asuh otoriter 0,09 kali beresiko terjadi perilaku remaja yang tidak baik untuk seksual
dibandingkan dengan pola asuh permisif. Sebaliknya pola asuh otoriter beresiko terjadi
perilaku remaja yang tidak baik untuk seksual 2,2 kali dibandingkan pola asuh demokratis
(Ariani, 2006). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kekuatan keluarga
dengan perilaku seksual berisiko pada remaja (Komunitas, 2013).
Maka dari itu seksualitas selama ini terdoktrin sebagai sesuatu yang saru,
tabu,bahkan tak jarang bagi sebagian orang “haram” untuk dibicarakan.bagi sebagian
orang ini membicarakan seksualitas sama dengan membicarakan sesuatu kebutuhan
orang dewasa dan hanya merupakan konsumsi bagi mereka yang sudah menikah
saja.anak-anak apalagi remaja tentu belum saatnya untuk bicara seksualitas. Sebuah ironi
ditengah maju dan derasnya arus informasi seperti sekarang ini yang mana tiap orang bisa
saja dengan handphone pintarnya memperoleh berbagai informasi seputar seksualitas
dengan berbagai menu dan ke khas san masingmasing media dan bergantung dari siapa
dan apa sumber informasi itu. Ketika kita berbicara seksualitas sesungguhnya kita akan
berbicara seputaran persoalan manusia, ekonomi, pendidikan, politik, hukum, agama,
seni dan bahasa, kekerabatan, dll (Hidayana,2004). Seksualitas sesungguhnya adalah
persoalan identitas diri seseorang yang dilekatkan padanya sejak dia bayi berupa identitas
seksual yang melekat hingga akhir hayatnya. Dari uraian pengantar di awal sangat terlihat
jelas bahwa tema pembicaraan seputar seksualitas sungguh luas dan untuk membatasinya
dalam makalah ini selanjutnya akan memfokuskan diri pada pembahasan seputar

9
pandangan psikologi akan seksualitas, seksualitas remaja dan pendidikan seks untuk
remaja..
Keluarga merupakan pendidik pertama dan utama bagi anaknya. Keluarga
merupakan benih akal penyusunan kematangan individu dan struktur kepribadian. Anak-
anak mengikuti orang tua dan berbagai kebiasaan dan perilaku dengan demikian keluarga
adalah elemen pendidikan lain yang paling nyata, tepat dan amat besar. Keluarga adalah
salah satu elemen pokok pembangunan entitas-entitas pendidikan, menciptakan proses
naturalisasi sosial, membentuk kepribadian-kepribadian serta memberi berbagai
kebiasaan baik pada anak-anak yang akan terus bertahan lama. Keluarga
bertanggungjawab mendidik anak-anak dengan benar dalam kriteria yang benar, jauh dari
penyimpangan. Fungsi lembaga pendidikan keluarga yaitu keluarga merupakan
pengalaman pertama bagi anak-anak, pendidikan di lingkungan keluarga dapat menjamin
kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan. Keluarga
berperan dalam meletakkan dasar pendidikan agama dan sosial (Putri, 2011). Kualitas
hubungan keluarga memiliki implikasi bagi kesehatan remaja. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konflik keluarga berhubungan dengan perilaku seks berisiko dan
rendahnya tingkat kepatuhan pada remaja. Sedangkan komunikasi yang baik dalam
keluarga berhubungan dengan penundaan aktivitas seksual pada remaja. (Aspy., Vesely.,
Oman., Rodine., Marshall., Fluhr., McLeroy., 2006) & (Maimunah, 2015).
Kontrol orang tua dan status sosial ekonomi orang tua memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku seksual remaja dibandingkan dengan status pernikahan dan
pendidikan orang tua. Kontrol orang tua yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
meliputi adanya aturan yang diterapkan, komunikasi yang baik dan relasi yang harmonis.
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Aspy dkk (2006) yang menunjukkan
hasil bahwa komunikasi yang baik dalam keluarga berhubungan dengan penundaan
aktivitas seksual pada remaja. Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
Leigh dan Andrews (2005) yang mengatakan bahwa karakteristik keluarga dan intra
familial atau kekerabatan misalnya struktur keluarga, komunikasi dalam keluarga, dan
persepsi remaja terhadap kontrol orang tua merupakan faktor utama yang mempengaruhi
perilaku seks remaja. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya kontrol orang tua
terhadap perilaku seksual remaja, Oleh karena itu diharapkan kepada orang tua agar
memberikan uang saku yang secukupnya dan tidak memberikan fasilitas gadget yang
berlebihan karena kondisi ini dapat memicu aktivitas seksual pada remaja. Selain itu

10
kontrol tetap harus diberikan kepada remaja. Kontrol yang dimaksudkan di sini bukan
yang bersifat mengikat namun kontrol yang disertai dengan hubungan yang harmonis dan
komunikasi yang baik, sehingga aktivitas remaja tetap terpantau dan terhindar dari
aktivitas seksual.(Maimunah, 2015)
Aspek keluarga sangat penting untuk mengantisipasi masalah perilaku seks remaja.
Sebagai makhluk yang mempunyai sifat egoisme yang tinggi maka remaja mempunyai
pribadi yang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan di luar dirinya akibat dari rasa
ingin tahu yang sangat tinggi. Tanpa adanya bimbingan dari keluarga maka remaja dapat
melakukan perilaku menyimpang. Untuk itu, diperlukan adanya keterbukaan antara orang
tua dan anak dengan melakukan komunikasi yang efektif dan memberikan kasih sayang
kepada mereka. Mungkin seperti menjadi tempat curhat bagi anak-anaknya, serta
mendukung hobi yang diinginkan selama kegiatan tersebut positif untuk anak remaja
(Ahyuni, 2012).
Dalam menyikapi hal-hal seperti tentu saja peranan tenaga kesehatan khususnya
lingkup kesehatan yang ada di lingkunga remaja di berdayakan dengan baik dengan
memanfaatkan peranan puskesmas dalam mewujudkan remaja sehat salah satunya adalah
melalui terealisasinya program PKPR, puskesmas sebagai penyedia sarana dan prasarana
program PKPR agar program tersebut dapat terlaksana sesuai dengan sasaran. Program
PKPR yang dicanangkan Puskesmas. PKPR dirasakan memiliki peranan yang sangat
penting bagi remaja. Melalui PKPR di tingkat puskesmas, remaja dapat memperoleh
pengetahuan mengenai kesehatan, tempat bersosialisasi, hingga mendapatkan pelayanan
kesehatan yang memperhatikan kebutuhan remaja, pelayanan kesehatan peduli remaja di
tingkat puskesmas berperan penting dalam mewujudkan remaja sehat.
Puskesmas sebagai pemberi pelayanan kesehatan terdepan di masyarakat mempunyai
peran yang sangat strategis dalam upaya peningkatan taraf kesehatan masyarakat,
termasuk remaja. Berbagai permasalahan pada remaja saat ini semakin berkembang luas,
sehingga memerlukan perhatian lebih (Ni Nyoman Mestri Agustini & Ni Luh Kadek Alit
Arsani, 2013).

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terjadinya perilaku seks di kalangan remaja dan mahasiswa dikarenakan banyak
faktor, yang paling utama adalah pesatnya perkembangan jaman, hal tersebut membuat
pergaulan menjadi bebas, sehingga banyak remaja dan mahsiswa yang bergaul tanpa
batasan dan etika. Salah satu contohnya dalam berpacaran. Para remaja dan
mahasiswaberpacaran tidak mempunyai batasan serta etika sehingga dalam berpacaran
lebih banyak dampak negative dibandingkan dampak positif seperti halnya seks bebas.
Persepsi yang salah tentang perilaku seksual menyebabkan mereka berfikir bahwa
melalui seks bebaslah tersalurnya cinta dan kasih sayang. Pergaulan remaja yang bebas
sebenarnya dikarenakan oleh segala macam perkembangan yang di salah artikan oleh
remaja itu sendiri maupun lingkungannya. Perilaku seksual menyebabkan para remaja
kehilangan bangku sekolahnya, sama halnya juga para mahsiswa yang terpaksa berhenti
kuliah karna hamil diluar nikah. Selain itu, hamil diluar nikah dapat berujung pada
pengguguran janin, baik melalui aborsi ataupun bunuh diri karena tidak siapnya
menerima kenyataan (hamil diluar nikah) tersebut.
Yang terpenting sebenarnya adalah bagaimana remaja dapat menempatkan dirinya
sebagai remaja yang baik dan benar sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang
berlaku di dalam masyarakat serta dituntut peran serta orangtua dalam memperhatikan
tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari anaknya, memberikan pendidikan agama,
memberikan pendidikan seks yang benar. Oleh sebab itu permasalahan ini merupakan
tugas seluruh elemen bangsa tanpa terkecuali. Usaha untuk pencegahan sudah semestinya
terus dilakukan untuk menyelamatkan generasi muda kita. Agar lebih bermoral, agar
lebih bisa diandalkan untuk kebaikan negara ke depan. Namun dalam kenyataanya dalam
penelitian yang berjudul Hubungan Kekuatan Keluarga Terhadap Perilaku Seksual
Berisiko Pada Remaja Di Wilayah Desa Tridaya Sakti Kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten Bekasi didapatkan hasil bahwa Ada hubungan kekuatan keluarga dengan
perilaku seksual berisiko pada remaja di Desa Tridaya Sakti, Tambun Selatan Kabupaten
Bekasi. Kareana keluarga merupakan unit sosial terkecil yang di dalamnya terjadi suatu
interaksi yang akan membawa pada perubahan-perubahan tertentu sesuai dengan nilai-
nilai budaya yang melingkupinya, dalam interaksi tersebut terdapat orang dewasa (orang

12
tua) dan orang yang sedang berproses ke arah kedewasaan, Lingkungan yang ada
terutama di lingkungan pendidikan yang terjadi dalam keluarga merupakan fondasi utama
bagi perkembangan si remaja yang selanjutnya, interaksi orang tua dengan Si remaja bisa
berbentuk verbal dalam bentuk suatu keharusan untuk menjadi sikap/perilaku Si remaja,
Maka dari itu peranan keluarga sangatlah penting untuk memberikan pendidikan secara
dini kepada anak agar tidak sampai terjadi perilaku seksual yang beresiko tinggi dan dapat
mengarahkan kepada kegiatan yang lebih positif.

3.2 Saran
Beberapa saran tentang seks bebas yang perlu diperhatikan adalah :
1) Kepada pihak orang tua, berikan semua yang terbaik untuk anak tetapi
tetapmemperhatikan dalam membimbing dan mengarahkan remaja dengan dalam
memberikan pandangan yang benar mengenai persepsi pacaran agar terhindar dari
perilaku seksual.
2) Kepada generasi muda agar menetapkan tujuan dan arah hidup yang jelas, belajar
lebih mengenal diri sendiri, meningkatkan ke imanan dan ketakwaannya dengan
mengisi kegiatan yang bermanfaat serta bergaul dengan teman secara benar
sehingga dapat terhindar dan terjerumus pada perilaku seks bebas. Tingkatkanlah
pengetahuan tentang segala perkembangan dengan tetap meningkatkan pula
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3) Kepada para remaja baik pelajar maupun mahasiswa agar selain belajar juga ikut
ambil bagian dalam kegiatan yang positif dan kreatif dalam rangka menyalurkan
energi yang berlebih sehingga tidak mengarah pada penyaluran dorongan bilogis
secara langsung, misalnya dengan kegiatan. Keolahragaan, pecinta alam, dan
kegiatan-kegiatan lain yang bersifat mengembangkan potensi dan bakat masing-
masing.

13
DAFTAR PUSTAKA

Komunitas, K. (2013). Hubungan kekuatan keluarga terhadap perilaku seksual berisiko


pada remaja di wilayah desa tridaya sakti kecamatan tambun selatan kabupaten
bekasi, 1(2), 122–129.

Maimunah, S. (2015). Pengaruh Faktor Keluarga terhadap Perilaku Seksual Remaja, 978–
979.

Ni Nyoman Mestri Agustini & Ni Luh Kadek Alit Arsani. (2013). Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 9(1), 66–73.

Ahyuni. (2012). Perilaku Seksualitas di Kalangan Remaja.


(http://forexampe.blogspot.com diaksess pada tanggal 14 Juni 2012)

Putri, A. (2011). Keluarga adalah Pendidikan Utama.


(http://yuniauliaputri.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 4 November 2011)

14

Vous aimerez peut-être aussi