Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah
darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam.
Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna
bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di
tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif
atau ulkus peptikum. anusia. Sistem pencernaan mengolah makanan atau asupanyang
masuk untuk diubah menjadi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Sistem pencernaan
dari bagian atas hingga bawah terdiri dari organ-organ vital,misalnya esofagus,
lambung, dan saluran intestinal. Oleh karena itu, system pencernaan yang terdiri dari
organ-organ tersebut harus selalu terjaga agartetap dapat menjalankan fungsinya
secara optimal. Walaupun sistem pencernaan harus selalu dipertahankan
dalamkondisi baik tetapi terkadang muncul berbagai gangguan yang muncul
padasistem ini.
Adanya hematemesis melena merupakan salah satu indikasi
munculnya gangguan dalam sistem pencernaan. Hematemesis melena dapat di
sebabkan oleh berbagai hal, salah satunya peptic ulcer atau ulkus peptikum.Mengenai
hematemesis melena, penyebab dan patofisiologinya akan di bahas di bab
selanjutnya.

1.2 Rumusan masalah


Rumusan masalah yang diambil dalam makalah ini antara lain:
a. Apakah pengertian hematemesis melena?
b. Apakah penyebab dari hematemesis melena?
c. Apa saja tanda dan gejala dari hematemesis melena?
d. Bagaimana patofisiologis dari hematesis melena?
e. Apakah pemeriksaan penunjang hematesis melena?
f. Apa saja penatalaksanaan dari hematesis melena?
g. Bagaimana proses keperawatan dari hematesis melena?

1.3 tujuan penulisan


Tujuan penulisan makalah ini antara lain:
a. Memaparkan dan mengetahui pengertian hematemesis melena.
b. Memaparkan dan mengetahui penyebab dari hematemesis melena.
c. Memaparkan dan mengetahui tanda dan gejala dari hematemesis melena.
d. Memaparkan dan mengetahui patofisiologis dari hematesis melena.
e. Memaparkan dan mengetahui pemeriksaan penunjang hematesis melena.
f. Memaparkan dan mengetahui penatalaksanaan dari hematesis melena.
g. Memaparkan dan mengetahui proses keperawatan dari hematesis melena.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP TEORI PENYAKIT HEMATESIS MELENA


2.1 Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluarn feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan
atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan,
sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
( Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC)
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya
biasanya juga berasal dari saluran cerna atas. ( Sylvia, A price. 2005. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses keperawatan. Edisi 6. Jakarta : EGC ).
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.
Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru di jumpai keadaan
melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai
sebagai patokan untuk menduga besra kecilnya perdarahan saluran makan bagian
atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan
memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal
yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus
proksimal (Grace & Borley, 2007).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat berasal
dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis,
hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan
asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya tercampur
sisa makanan dan bereaksi asam. Melena adalah feses berwarna hitamseperti ter
karena bercampur darah; umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian
atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai hematemesis (Purwadianto &
Sampurna, 2000).
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan
kontak antara darah dengan asam lambung dan besarkecilnya perdarahan, sehingga
dapat berwarna seperti kopi atau kemerah – merahan dan bergumpal – gumpal
(Netina, Sandra M, 2001).
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya
biasanya juga berasal dari saluran certa atas (Sylvia, A. Price, 2005)

2.2 Etiologi
a) Kelainan di esophagus
1) Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
2) Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya sesekali
penderita muntah darah dan itupun tidak masif.
3) Sindroma Mallory – Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan. misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah - muntah hebat dan terus -
menerus.
4) Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermiten atau
kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingka dengan tukak lambung dan duodenum.
b) Kelainan di lambung
1) Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri
ulu hati.
2) Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan
dari hematemesis.
c) Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili,
trombositopenia purpura.

2.3 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena
adalah muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena),
mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung
meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis
(sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -39°
C, nyeri pada lambung / perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi
perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan
Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak
setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000)
Gejala yang ada yaitu :
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya anemia,
seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.

2.4 Komplikasi
a. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh
yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.
b. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah
gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
c. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran.
d. Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah. Racun-
racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi
otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan
normal dibuang oleh hati.
2.5 Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior
yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi
splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena
tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises.
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya
dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke
jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah
jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan
perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala - gejala utama yang
terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan
perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan.
Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap
bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna
hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan
saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna
merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada
saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling
sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap
berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan
berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 – 10 hari setelah
episode perdarahan tunggal.
WOC Hematemesis Melena

Kelainan esophagus: Kelainan lambung dan Penyakit darah:


varises esophagus, leukemia, DIC, purpura Penyakit sistemik: Obat-obatan
duodenum: tukak
esophagitis, trombositopenia, sirosis hati ulserogetik:
lambung, keganasan
keganasan esophagus hemophilia gol.salisilat,
kortikosteroid, alcohol.

Tekanan portal Infeksi mukosa Pecahnya PD Obstruksi aliran O2 mukosa


lambung darah lewat hati terhambat

Pembuluh darah
Erosi dan ulserasi Perdarahan Pembentukan Asam lambung
pecah
kolateral

Kerusakan Masuk saluran Distensi PD Inflamasi mukosa


vaskuler pada cerna abdomen lambung
mukosa lambung

Varises

PD ruptur

HEMATEMESIS
MELENA

Anoreksia Mual-muntah MK: ansietas perdarahan

Tekanan kapiler
MK: Syok
ketidakseimbangan hipovolemik Protein plasma
nutrisi kurang dari hilang
kebutuhan tubuh
MK: gangguan
keseimbangan Edema
cairan dan
Spasme dinding
elektrolit Penekanan PD
perut

Perfusi jaringan
MK:nyeri
akut
MK:
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
gastrointestinal
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double kontrast pada lambung dan
duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada atau
tidaknya varises.
b. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. keuntungan lain dari dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sendiri
mungkin setelah hematemesis berhenti.
c. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit
hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang
sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja. Pemeriksaan laboratorium seperti
kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, kadar ureum kreatinin dan uji
fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan
penderita (Davey, 2005).

2.7 Penatalaksanaan Medik


Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang
diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran
makan bagian atas meliputi :
a. Pengawasan dan pengobatan umum.
1) Tirah baring.
2) Diet makanan lunak
3) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
4) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas (hematemesis melena)
5) Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
6) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
CVP monitor.
7) Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan
perdarahan.
8) Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan
mempertahankan kadar Hb 50-70% harga normal.
9) Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari, karbosokrom
(adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis berguna untuk
menanggulangi perdarahan.
10) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak
diserap oleh usus, sebagai timdakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini
dapat menimbulkan ensefalopati hepatic.
11) Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan.
Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal
sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan
demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan
berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna
jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan
endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
12) Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises
dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos
sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
13) Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB
tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat
pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti
laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
14) Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
15) Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi
esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu
perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. PENGKAJIAN EMERGENCY dan KRITIS
a. Primary Survey
1) Airway
a) Sesak napas, hipoksia, retraksi interkosta, napas cuping hidung, kelemahan.
b) Sumbatan atau penumpukan secret.
c) Gurgling, snoring, crowing, wheezing, krekels, stridor.
d) Diaporesis

2) Brething
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c) Ronki, krekels.
d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh.
e) Penggunaan obat bantu nafas.
f) Tampak sianosis / pucat
g) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri

3) Circulation
Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia,
hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan
(vasokontriksi), warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan
darah, kelembaban kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan status
syok, nyeri akut, respon psikologik).
a) Nadi lemah/tidak teratur.
b) Takikardi dan bradikardi bisa terjadi
c) TD meningkat/menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral dingin.
g) Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia)
h) Kulit pucat atau sianosis.
i) Output urine menurun / meningkat

4) Disability
a) Penurunan kesadaran.
b) Penurunan refleks.
c) Tonus otot menurun
d) kekuatan otot menurun karena kelemahan.
e) Kelemahan
f) Iritabilitas,
g) Turgor kulit tidak elastis

5) Exposure
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK,
distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil
foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.

b. Secondary Survey
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur
sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/hipertermia.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan
dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan
pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat
badan.
Tanda : Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa
bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor
kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat. urin menurun,
pekat,
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels,
mengi, whwzing, ), sputum.
d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen.
b) Obat-obat anti biotic, analgeti.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis.
e) Riwayat alergi.

c. Tirtiery Survey
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan,
pembekuan, protrombin), elektrolit (Na,K Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT,
albumin, globulin)
b) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung
c) CPKMB, LDH, AST
d) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
e) Sel darah putih (10.000-20.000).
f) GDA (hipoksia).
g) Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati
2. Diagnose Keperawatan Emergency dan Kritis
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan tubuh
secara aktif) ditandai dengan perubahan pada status mental, penurunan tekanan darah,
tekanan nadi, volume nadi, turgor kulit, haluaran urine, pengisian vena, dan berat
badan tiba – tiba, membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit,
suhu tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus, dan kelemahan.
b. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan dengan
hipovolemik karena perdarahan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada
mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut).
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran pencernaan
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi tentang
penyakitnya.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC

1 Kekurangan volume  Fluid balance Fluid management


cairan berhubungan  Hydration
 Pertahankan catatan intake
dengan perdarahan  Nutritional status : food
dan output yang akurat
and fluid
 Monitor status hidrasi (
 Intake
kelembapan membran
mukosa,nadi
Kriteria hasil :
adekuat,tekanan darah
 Mempertahankan urine
ortostatik )
output sesuai dengan
 Monitor vital sign
usia dan BB
 Monitor masukan
 Tekanan darah,nadi suhu
makanan
tubuh, dalam batas
 Kolaborasikan pemberian
normal
cairan Iv
 Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi  Monitor status nutrisi

 Elastisitas turgor kulit  Dorong masukan oral

baik,membran mukosa  Dorong keluarga untuk

lembab,tidak ada rasa membantu pasien makan

haus yang berlebihan  Kolaborasikan


pengamatan hasil
elektrolit serum
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
 Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
 Monitor tingkat HB dan
hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
 Monitor adanya tanda
gagal ginjal
2 Risiko ketidakefektifan  Circulation status Acid-base management
perfusi gastrointestinal  Elektrolit and acid
 Observasi status hidrasi
dan/atau ginjal  Base balance
(kelembapan membran
berhubungan dengan  Fluid balance
mukosa, TD ortostatik,
hipovolemik karena  Hidration
dan keadekuatan dinding
perdarahan.  Urinary elimination
nadi )
 Monitor HMT,
Kriteria hasil :
ureum,albumin,total
 Tekanan systole dan
protein,serum osmolalitas
diastole dalam rentang
dan urine
normal
 Observasi tanda-tanda
 Tidak ada ganguan
cairan berlebih
mental,orientasi kognitif
 Pertahankan intake dan
dan kekuatan otot
output secara akurat
 Tidak ada distensi vena
 Monitor ttv
leher
 Monitor glukosa darah
 Tidak ada bunyi paru arteri dan serum,elektrolit
tambahan urine
 Intake dan output  Monitor hemodinamik
seimbang status
 Tidak ada oedem perifer  Bebaskan jalan nafas
dan asites  Menejemen akses
intravena

Pasien hemodialisis
 Observasi terhadap
dehidrasi
 Monitor TD
 Monitor BUN,creat,HMT
dan elaktrolit
 Timbang BB sebelum dan
sesudah prosedur
 Kaji status mental
 Monitor CT
 Pasien peritoneal dialysis
 Kaji
temperatur,TD,denyut
perifer,RR,dan BB
 Monitor adanya
respiratory distress
3 a. Nyeri akut Kriteria hasil :  Kaji nyeri
berhubungan dengan  Ajarkan tekhnik relaksasi
 Adanya penurunan
agen cedera biologis kepada pasien
intensitas nyeri
(rasa panas/terbakar  Berikan analgetik sesuai
 Ketidaknyamanan akibat
pada mukosa jadwal
nyeri berkurang
lambung dan rongga  Kolaborasikan dengan
 Tidak menunjukkan
mulut atau spasme tanda-tanda fisik dan dokter pemberian
otot dinding perut). perilaku dalam nyeri antibiotik
akut  Observasi TTV
 Pastikan keadaan
nadi,RR,Td dalam
rengtang normal
4 a. Ketidakseimbangan  Nutritional status Nutrition manegemnt :
nutrisi : kurang dari  Weight control
kebutuhan tubuh
berhubungan  Kaji adanya alergi
Kriteria hasil :
dengan makanan
ketidakmampuan  Adanya peningkatan  Kolaborasika dengan ahli
mencerna makanan berat badan sesuai tujuan gizi untuk menentukan
akibat perdarahan  Berat badan ideal sesuai jumlah kalori dan nutrisi
pada saluran dengan tinggi badan yang dibutuhkan pasien
pencernaan  Mampu mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan intake
 Tidak ada tanda-tanda  Anjurkan pasien untuk
malnutris meningkatkan protein
 Tidak menunjukakan vitamin c
penurunan berat badan  Berikan makanan yang
berati sudah dikonsulkan oleh
ahli gizi
 Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya
penurunan berat badan
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah penegeluaran tinja


yang berwarna hitam seperti teh yang mengandung darah dari pencernaan. Warna
hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antar darah dengan
asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti
kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan


proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan
varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan
dalam pengelolaan dan prognosis. Manifestasi perdarahan saluran makanan
bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah
yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus-menerus atau tidak.

Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas yang sering dilaporkan


adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati
kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan keganasan. Perbedaan laporan-laporan
penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas terletak pada urutan penyebab
tersebut.

Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti


perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi,
diagnosa, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas
hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang.
Adapun langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan saluran makanan bagian
atas adalah sebagai berikut: 1). Pemeriksaan awal, penekanan pada status awal
hemodinamik; 2). Resusitasi, terutama untuk stabilitas hemodinamik; 3).
Melanjutkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang diperlukan
; 4). Memastikan perdarahan saluran makanan bagian atas atau bawah; 5).
Menegakkan diagnosa pasti penyebab perdarahan; 6). Terapi untuk menghentikan
perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah perdarahan ulang.
Tegaknya diagnosa penyebab perdarahan sangat menentukan langkah terapi yang
diambil.

B. Saran

Setelah di lakukan dan seminar ini kami berharap mahasiswa dapat


menjelaskan konsep dasar teori tentang penyakit hematomesisi melena,
memaparkankan tentang asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien
hematomesisi melena terkait gangguan sistem pencernaan, memberi asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit hematomesis melena

C. Kata Penutup

Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada


hambatan yang berarti. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Hanya kepada
Allah penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.Amin.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Huda Nurarif.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Medi Action

Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine (36-37). Jakarta: Erlangga.

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah rd ed.). Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media.
Aesculapius.

Purwadianto & Sampurna (2000). Kedaruratan Medik Pedoman Pelaksanaan Praktis (105-
110). Jakarta: Binarupa Aksara.

Primanileda (2009). Askep Hematemesis Melena. Diambil pada 13 Juli 2010 dar
http://primanileda.blogspot.com/2009/01/asuhan keperawatan-gratis-free.html.

Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan. Edisi 6.


Jakarta : EGC
http://library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/206301026/bab1.pdf

Vous aimerez peut-être aussi