Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menjadi penyebab utama
kebutaan di dunia. World Health Organization (WHO) pada tahun 2010
menunjukkan bahwa katarak bertanggung jawab terhadap 51% dari kebutaan yang
terjadi di dunia.1 Katarak menjadi salah satu penyebab kebutaan yang terbanyak
selain gangguan refraksi yang tidak terkoreksi, dan glaukoma.2
Indonesia yang merupakan negara berkembang juga mengalami masalah
kebutaan. Dalam catatan WHO, Indonesia merupakan urutan ketiga terbanyak
dalam masalah kebutaan dunia dan merupakan urutan pertama kebutaan di seluruh
asia tenggara.2 Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar
16 - 22% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun.3 Sedangkan
prevalensi katarak di Provinsi Riau sebesar 1,9%.4
Walaupun sebagian besar kasus katarak disebabkan oleh proses penuaan,
katarak juga dapat ditemukan pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut,
atau katarak dapat terjadi setelah adanya cedera pada mata, inflamasi, maupun
penyakit mata lainnya.1 Kasus katarak berkaitan dengan penambahan usia,
sehingga kebutaan akibat katarak ditemukan semakin meningkat dengan
bertambahnya usia, yaitu 20/1000 kasus pada kelompok usia 45-59 tahun dan
50/1000 kasus pada kelompok usia >60 tahun. Pada tahun 2025 jumlah penduduk
yang berusia >55 tahun diperkirakan akan meningkat menjadi 61 juta, yaitu
sekitar seperempat dari keseluruhan penduduk di Indonesia. Peningkatan angka
harapan hidup tersebut diikuti dengan kekhawatiran terhadap peningkatan kasus
katarak yang apabila tidak ditangani juga akan sangat berpengaruh terhadap
prevalensi kebutaan.5
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior
dan keluar ke aqueous humour, dari luar ion Na masuk secara difusi dan bergerak
ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-
K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-
ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt
(5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan
ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose
reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sarbitol dirubah menjadi
fruktosa oleh enzim dehidrogen.7,8
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi katarak senilis secara klinik dibagi dalam 4 stadium, yaitu:6,7
1. Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya
area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke
arah sentral (kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform).
2. Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekana osmotik,
bahan lensa yang degenerative pada keadaan lensa mencembung akan
3
dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga dapat terjadi glaukoma
sekunder.
3. Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai bagian lensa. Deposisi ion
Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini.
Bila katarak ini tidak dikeluarkan maka akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh sehingga uji bayangan iris
negatif.
4. Katarak hipermatur
Pada stadium ini katarak mengalami proses degenerasi lanjt, dapatmenjadi
keras atau lembek dan mencair. Cairan keluar dari kapsul dan
menyebabkan lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering.
4
Gambar 1. Katarak imatur, matur dan hipermatur. 9
2.2.5 Patofisiologi
Pengaruh usia terhadap lensa meningkatkan massa dan ketebalan serta
penurunan kekuatan akomodasi.10 Lensa terdiri dari protein khusus yang disebut
crystallin. Crystallin dapat berfungsi mengabsorpsi energi radiasi (cahaya tampak
gelombang pendek, ultraviolet dan infrared) dari waktu ke waktu tanpa mengubah
kualitas optikal umumnya. Ini memberikan fungsi pelindung yang cukup besar
untuk aktivitas berbagai enzim metabolisme karbohidrat. Pada penuaan, terjadi
stres oksidatif yang mencerminkan ketidakseimbangan antara manifestasi sistemik
oksigen reaktif dan kemampuan sistem biologi untuk detoksifikasi reaktif
intermediet atau untuk memperbaiki kerusakan yang dihasilkan. Hal ini secara
luas diakui bahwa stres oksidatif adalah faktor yang signifikan dalam genesis
katarak senilis. Proses oksidatif meningkat dengan pertambahan usia di lensa
manusia, dan konsentrasi protein yang ditemukan secara signifikan lebih tinggi di
5
lensa yang buram. Hal ini menyebabkan pemecahan dan agregasi protein, dan
berpuncak pada kerusakan membran sel serat. 11 Perubahan kimia dan pemecahan
protein crystallin menghasilkan pembentukan agregat protein. Agregat dapat
semakin membesar dan menyebabkan fluktuasi di indeks refraktif lokal pada lensa
yang dengan demikian cahaya menyebar dan penurunan transparansi. Perubahan
kimia inti protein lensa juga meningkatkan opasitas lensa, lensa menjadi kuning
atau coklat dengan pertambahan usia.10
Manifestasi klinis dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien. Manifestasi
klinis katarak adalah sebagai berikut:6,10
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis katarak dapat ditegakkan berdasarkan:12
a. Anamnesis
6
1) Keluhan pasien biasanya datang dengan penglihatan yang menurun
secara perlahan seperti tertutup asap atau kabut.
2) Keluhan juga disertai ukuran kacamata semakin bertambah
3) Silau dan sulit membaca.
4) Terdapat faktor-faktor resiko seperti usia lebih dari 40 tahun,
riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, riwayat
pemakaian obat tetes mata steroid secara rutin serta kebiasaan
merokok dan pajanan sinar matahari.
b. Pemeriksaan fisik :
c. Pemeriksaan penunjang :
Tidak diperlukan
2.2.6 Penatalaksanaan2,6,8
a. Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah katarak meliputi perbaikan visus, medis
dan kosmetik.16
7
Lensa intraokular memiliki banyak jenis, sebagian besar desain
terdiri atas sebuah optik bikonveks di sentral dan dua buah kaki atau
haptik untuk mempertahankan optik diposisinya. Posisi yang optimal
adalah didalam kantung kapsular setelah dilakukannya prosedur
ekstrakapsular, hal ini berhubungan dengan rendahnya insiden komplikasi
pasca operasi seperti keratopati bulosa psedofakik, glaukoma, kerusakan
iris, hifema dan desentasi lensa. Lensa bilik mata belakang terbuat dari
bahan yang lentur seperti silikon dan polimer akrilik, sehingga ukuran
insisi dapat dibuat kecil. Desain lensa yang menggabungkan optik
multifokal bertujuan untuk memberikan penglihatan dekat maupun jauh
yang baik. Setelah pembedahan intrakapsular, lensa intraokular dapat
ditempatkan dibilik mata depan atau bisa difiksasi di sulkus siliaris.
Apabila lensa intraokular tidak dapat ditempatkan dengan aman atau
dikontraindikasikan, koreksi refraksi pascaoperasi umumnya memerlukan
sebuah lensa kontak atau kacamata afakia.17
c. Teknik Bedah
Metode operasi yang umum dipilih untuk katarak dewasa atau
anak-remaja adalah meninggalkan bagian posterior kapsul lensa dikenal
sebagai ekstarksi katarak ekstrakapsular. Bagian dari prosedur ini adalah
dengan menanam lensa intraokular. Insisi dibuat pada limbus superior,
bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat lalu bagian nukleus
diekstraksi dan korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi atau tanpa
aspirasi sehingga menyisakan kapsul posterior (gambar 2), sedangkan
ekstraksi katarak intrakapsular merupakan suatu tindakan mengangkat
lensa berikut kapsulnya (in toto) melalui insisi limbus superior 140 hingga
160 derajat. Tindakan ini jarang dilakukan.17,18
8
Gambar 2. Ekstraksi katarak ekstrakapsular16
9
fakofragmentasi. Metode ini dilakukan bersamaan dengan pengangkatan
vitreus yang opak atau berparut (Gambar 3).17
Gambar 3. Fakoemulsifikasi16
d. Perawatan pascaoperasi
Masa penyembuhan pascaoperasi pada teknik insisi kecil biasanya
lebih pendek, umumnya pasien boleh pulang pada hari operasi, tetapi
dianjurkan untuk berhati-hati dalam melakukan aktivitas selama satu
bulan, perlindungan mata saat malam hari dapat menggunakan pelindung
logam hingga beberapa hari pascaoperasi. Kacamata sementara dapat
digunakan beberapa hari setelah pascaoperasi tetapi kebanyakan pasien
dapat melihat cukup baik melalui lensa intraokular sambil menunggu
kacamata permanen, biasanya disediakan 4-8 minggu setelah operasi.17
10
RAHASIA
IDENTITAS PASIEN
Keluhan Utama :
Kedua mata kabur perlahan tanpa mata merah sejak dua tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sejak dua tahun yang lalu, Pandangan pada kedua mata mulai terasa kabur
perlahan. pandangan seperti melihat asap, semakin lama pandangan menjadi
bertambah kabur. Pasien juga mengeluh silau jika melihat cahaya terang.
Kedua mata tidak disertai merah, gatal, nyeri, pandangan ganda, kotoran dan
air mata berlebih.
- Sejak sepuluh tahun yang lalu sudah memakai kacamata baca namun tidak
mengetahui secara pasti berapa ukuran kacamata. Namun sekarang dengan
menggunakan kacamata baca pandangan masih terasa kabur.
11
- Riwayat Asma (-)
Riwayat Pengobatan :
Pasien mengkonsumsi obat glimepiride 1x2 mg dan metformin 2x500 mg sejak 5
tahun yang lalu.
Riwayat konsumsi kortikosteroid (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis, kooperatif
Vital sign : TD : 130/80 mmHg
HR : 78 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,5 0C
Pembesaran KGB preauriculer : Tidak ada
STATUS OPTHALMOLOGI
OD OS
4/60 Visus tanpa koreksi 4/60
20/60 Visus dengan koreksi 20/60
Orthoforia Posisi bola mata Orthoforia
Bebas kesegala arah Gerakan bola mata Bebas kesegala arah
14 Tekanan bola mata 16
Tenang Palpebra Tenang
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Kornea Jernih
Tenang Sklera Tenang
Dangkal COA Dangkal
Pupil bulat, sentral, Pupil bulat, sentral, regular,
12
regular Iris/Pupil Ø = 3 mm
Ø = 3 mm Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya langsung (+)
(+) Refleks cahaya tidak
Refleks cahaya tidak langsung (+)
langsung (+)
Keruh, shadow test (+) Lensa Keruh, shadow test (+)
Refleks fundus (+) Fundus Refleks fundus (+)
Slit lamp
Funduskopi
KESIMPULAN/RESUME :
Ny FY 70 tahun datang ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dengan keluhan
pandangan kabur perlahan ODS (+), seperti melihat asap (+).Riwayat Diabetes
Melitus (+) sejak 5 tahun yang lalu, rutin minum obat glimepiride 1x2 mg dan
metformin 2x500 mg. Riwayat konsumsi kortikosteroid (-). Pada pemeriksaan
opthalmologi didapatkan visus pada OD: 4/60 OS: 4/60, lensa ODS: keruh,
shadow test (+)
DIAGNOSIS KERJA :
Katarak senilis matur ODS dengan Diabetes Melitus tipe 2 terkontrol
13
DIAGNOSIS BANDING :
Retinopati Diabetikum
ANJURAN PEMERIKSAAN :
- Keratometri / Biometri
- Darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, PT, APTT)
- Kadar gula darah sewaktu, puasa, dan 2 jam post prandial
- Fungsi hepar (AST, ALT) dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
- Profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida)
- Foto toraks
TERAPI :
Anjuran operasi phakoemulsifikasi dan pemasangan Intra Ocular Lens (IOL)
PROGNOSIS :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia at bonam
Quo ad komestikum : Bonam
14
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. 2010. Prevention of Blindness and Visual
Impairment [online]. Tersedia pada URL:
http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html. (diakses
pada 19 Mei 2018).
2. World Health Organization 2013.Blindness: Vision 2020- the global
15
initiative for the elimination of avoidable blindness. Available at
http://www.who.int/mediacentre/fact sheet/fs213/en/. [Diakses pada 19
Mei 2018].
3. Riskesdas. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Situasi
gangguan penglihatan dan kebutaan. Jakarta: Badan penelitian dan
pengembangan kesehatan Departermen Kesehatan Republik Indonesia.
4. Riskesdas. 2013. Laporan hasil Riskesdas Prov. Riau 2013.
http://www.pusat2.litbang. depkes.go.id/2015/02/Pokok-Pokok-Hasil-
Riskesdas- Prov-Riau. [Diakses pada 19 Mei 2018]
5. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Buku Pedoman
Penyelenggaraan Bakti Sosial Operasi Katarak Seksi Penanggulangan
Buta Katarak. 2013; h. 1-3.
6. Ilyas, S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam: Ilyas, S., Yulianti, R. S.,
penyunting. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI. 2015; h. 9
7. Shock JP, Harper RA. Lensa In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P.
Oftalmologi Umum Edisi XIV. Jakarta: Widya Medika, 2000. P.175-83.
8. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York: Thieme;
2000.p.170-89
9. Ocompo VVD. Cataract, Senile. Tersedia dari URL: http://www.e-
medicine.com [diakses pada 19 Mei 2018]
10. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. Basic and clinical
science course. American academy of ophtalmology. San Francisco:2016-
2017.
11. Nartey A. The Pathophysiology of cataract and major interventions to
retarding its progression: a mini review. Adv Ophthalmol Vis Syst 2017,
6(3): 00178.
12. Ikatan Dokter Indonesia. Katarak pada dewasa. Buku panduan praktis
klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Edisi revisi
tahun 2014: Jakarta : IDI ; 2014. Hal.184-6.
13.
16