Vous êtes sur la page 1sur 21

SABTU, 24 JULI 2010

Money Supply 101


Hari ini, kita lihat kembali mengenai sistem penciptaan uang di dunia,
metode yang disebut dengan fractional reserve banking. Tentu saja, ini
adalah debt based money system. No Debt, No Money. 1 & 2

Kebanyakan orang mempercayai 2 mitos mendasar tentang uang dan bank:


• Mereka berpikir pemerintah berbagai negaralah yang menciptakan uang,
dan
• Bank komersial meminjamkan uang deposan ke debitur mereka.

Mengenai mengapa pemerintah yang katanya boleh mencetak uang bisa


kekurangan uang, dan mengapa beberapa negara sampai gagal membayar
hutang, mereka tidak berminat mencari tahu.

Dan mengapa uang setiap orang di rekening bank mereka tidak pernah
berkurang, padahal katanya dari uang-uang merekalah bank meminjamkan
uang ke debitur mereka, mereka pun langsung mengambil kesimpulan ini
memang hal yang wajar. Titik.

Tapi tidak demikian dengan hal-hal lainnya tentang ekonomi atau politik.
Mengenai hal lainnya, semua orang punya banyak komentar, masing-
masing punya penjelasan betapa yang satu baik dan yang lainnya jahat. Ada
yang memaki sistem, katanya ekonomi kapitalisme sangatlah jahat, ada
juga yang berpikir model negara komunis & sosialisme sangatlah biadab.
Ada yang menyindir budaya modern, katanya zaman sekarang manusia
sudah kehilangan nilai-nilai sosialnya, dan makian-makian lainnya.

Apakah mereka benar atau salah? Entahlah... Saya pribadi tidak berminat
berargumen untuk topik-topik itu. Ada hal yang menurut saya lebih
mendasar, dan semuanya bermula dari uang…
Baik, sekarang kita mulai. Tapi sebelum membahas lebih lanjut, ada
beberapa konsep mendasar yang perlu kita ketahui dulu:

• Di dalam sistem ada 2 macam uang, uang bank sentral dan uang bank
komersial. Dua-duanya memiliki fungsi yang sama, sebagai alat tukar &
pembayaran yang sah. Perbedaannya hanyalah penamaan mereka di dalam
sistem dan hitungan statistik suplai uang.

• Neraca (balanced sheet) adalah bagan bagaimana seseorang atau sebuah


perusahaan menilai harta mereka. Aset = Liabilitas (hutang) + Modal. Di
neraca, total nilai di sisi kiri pasti sama dengan sisi kanan. Pasti seimbang,
kalau sampai tidak balance ya bukan balance sheet lagi, hehe..

• Saat bank meminjamkan uang ke


konsumen (menciptakan kredit), uang bertambah di sisi aset
dan juga di sisi liabilitas. Saat konsumen mengembalikan uang
itu, aset dan liabilitas berkurang dalam jumlah yang sama. Uang,
yang muncul dari sulap sebatang pena, saat dikembalikan, akan hilang oleh
sulap sebatang pena juga. Credit, that comes from thin air will back to thin
air…

• Tabungan Anda adalah liabilitas (hutang) bagi bank, karena statusnya


adalah Anda sedang meminjamkan uang Anda kepada bank. Pinjaman
kredit seseorang adalah aset bagi bank, karena statusnya adalah seseorang
itu sedang meminjam uang dengan bank.

• Cadangan minimum (reserve ratio) perbankan adalah porsi uang


deposan yang wajib dicadangkan oleh perbankan. Kalau rasionya 10%,
berarti untuk setiap 10 juta yang ditabung oleh seorang deposan, bank
harus mencadangkan 1 juta dan hanya bisa menciptakan uang (kredit)
sebesar 9 juta ke debitur mereka.

Ok, katakanlah hari ini kita memiliki sebuah negara baru, Negara Kesatuan
Repulik Balon. Pemerintah ini memperhitungkan bahwa mereka
memerlukan 100 milyar rupis untuk menjalankan operasi mereka, dan juga
untuk memulai perputaran roda produksi barang dan jasa di negara
tersebut. Pemerintahan ini, bukannya menerbitkan 100 milyar uang rupis
untuk diedarkan, yang mereka lakukan adalah menerbitkan surat hutang
sebesar 100 milyar rupis. Siapa yang beli? Awalnya adalah sebuah institusi
yang mereka namakan Bank Sentral, sebuah organisasi independen, yang
bebas dari intervensi pemerintah dan publik yang katanya mereka wakili.

* Di kemudian hari, campur tangan Bank Sentral untuk membeli surat hutang negara
menjadi semakin lama semakin berkurang. Pemerintah akan menjalankan semua
operasi mereka dengan menarik pajak dari penduduknya, dan juga menjual surat
hutang mereka kepada sektor swasta.

Darimana Bank Sentral mendapatkan 100 milyar rupis? Jawabannya


adalah dengan sebatang pena, sebuah mesin cetak, ataupun sebuah
komputer. Kalau dipikir-pikir, memang tidak ada yang salah dengan itu.
Kalau memang bisa dipermudah, mengapa dipersulit, bukan begitu?
Mengapa harus membuka hutan, menggali tanah, mempertaruhkan nyawa
untuk menambang logam menjadi uang? Ini abad 21.

Darimana Bank Sentral memperoleh kekuasaan seperti itu? Mengapa


institusi ini bukan bagian dari pemerintah?

Jawaban dari para politisi & ekonom Republik Balon, ini adalah hak dan
mandat yang harus diberikan kepada institusi ini, meniru sistem yang
diterapkan oleh semua negara-negara beradab yang lain di planet ini.
Penyebab lainnya, mereka tahu dari pengalaman politisi negeri lain, bahwa
negara manapun yang mencoba keluar dari sistem ini, politisi di sana
biasanya memiliki karier politik yang pendek. Negeri seperti itu biasanya
akan berakhir dengan sejenis kudeta, revolusi, bahkan perang. Mengenai
siapa otak (master mind) di balik berbagai kekacauan itu, nobody cares.

Teknisnya, Bank Sentral akan menukar surat hutang negara tadi dengan
100 milyar uang rupis yang mereka ciptakan, yang disetor ke rekening
pemerintah di bank-bank umum (dealer) yang ditunjuk pemerintah.
Negara mendapatkan uang, Bank Sentral mendapatkan surat hutang, dan
bank yang digunakan pemerintah mendapatkan uang yang bisa dijadikan
sebagai dana cadangan ke Bank Sentral untuk jaminan penciptaan uang
berikut.

Uang ini, kemudian dibelanjakan pemerintah dalam berbagai pekerjaan


publik mereka. Dengan berjalannya waktu, ribuan orang di Republik Balon
pun mendapatkan bayaran.

Misalkan A, seorang kontraktor proyek pemerintah, pergi ke bank X dan


menabung 100 juta rupis, dan menjadi satu dari puluhan ribu partisipan
yang akan memberikan kontribusi multiplier uang di dalam sistem.

Katakanlah rasio pencadangan minimum (reserve requirement) yang


disyaratkan oleh Bank Sentral Republik Balon ini adalah 10%. Maka dari
uang yang disetor A, pembukuan perbankan akanberpotensi menjadi
berikut ini:
Potensi adalah potensi, dan tidak berarti akan menjadi kenyataan. Dari
contoh di atas, perhatikan bahwa hanya dari 100 juta rupis yang ditabung
oleh A di bank X, ada potensi bahwa suplai uang bisa naik menjadi 1 milyar
rupis. Multiplier uang adalah 10x lipat.

Semakin besar reserve requirement, semakin kecil multiplier suplai uang


yang bisa terjadi. Sebaliknya, semakin kecil reserve requirement, semakin
besar multiplier suplai uang yang bisa terjadi.

Dan ingat, yang


mendapatkan uang dari belanja pemerintah tadi bukan hanya A. Ada A2,
A3, A4, A5, dan ribuan orang lainnya. Semuanya akan memberikan
kontribusi di dalam sistem debt based money ini. 100 milyar belanja
pemerintah negeri Balon tadi bisa menjadi 1 trilyun kalau proses pinjam-
meminjam oleh rakyatnya berlangsung maksimal.

Lalu, apakah setiap kali ada suntikan uang tunai di dalam sistem, lantas
suplai uang nantinya pasti akan berlipat 10x seperti potensi di atas?
Gunakan sedikit imajinasi Anda kawan… Perhatikan bahwa bank memang
bisa meminjamkan uang, tetapi proses ini adalah tepukan 2 tangan, satu
tangan saja tepukan tidak akan berbunyi. Di sisi debitur, harus ada orang
yang datang meminjam. Harus ada orang yang punya kapasitas untuk
meminjam (layak dipinjami karena bank menilainya sanggup
membayarnya kembali). Tanpa orang-orang itu, roda kredit akan macet,
suplai uang akan berhenti bertambah.

Di sisi lain, perhatikan juga sebesar apa kekuasaan bank komersial di


dalam suplai uang Republik Balon ini. B,C,D,E,F, dll, uang yang mereka
pinjam dari bank adalah harus melalui seleksi dan persetujuan dari bank X.
Bank X, dan bank-bank komersial lainnya, merekalah yang menentukan ke
mana uang mengalir, industri apa yang akan didukung, dan korporat mana
yang akan mendapat dukungan paling besar. Kekuasaan ini tidak main-
main, bagaimana bisa penduduk negeri Balon percaya para pemilik bank
tidak akan mencuri kesempatan & mengambil manfaat dari sistem ini?
Dengan power seperti ini, siapa yang tidak mau mencoba menciptakan
uang bagi korporat-korporat afiliasi mereka sendiri untuk mendominasi
setiap sektor industri di negeri itu?

Kelompok mana yang lebih seharusnya dipercaya? Pemerintah, yang


sejelek-jeleknya masih dipilih oleh rakyatnya… Atau bankir swasta, yang
tidak dipilih oleh siapapun? Nyaris tidak ada orang di negeri Balon yang
tahu kalau sebenarnya bankir-bankir di bank-bank yang mereka
gunakanlah yang menciptakan mayoritas suplai uang mereka. Sama seperti
di negeri-negeri yang lain, penduduk Republik Balon mempercayai 2 mitos
uang seperti yang ditulis di awal.

Ok, sekarang kita lihat lagi hal sangat penting berikut:


B, yang meminjam ke bank untuk keperluan ekspansi tokonya, saat
menerima pinjaman 90 juta dari Bank X, neraca bank akan tampak seperti
ini:
Ini uang fresh from the oven, suplai uang di Republik Balon
bertambah 90 juta saat kredit B dicairkan. Bank komersial X baru
saja menggunakan pena sulapnya. Terus, katakanlah pinjaman ini
disepakati sebagai pinjaman 2 tahun & bunga flat 10% per tahun.
Pembayarannya adalah (90 + 18 juta) / 24 bulan = 4,5 juta per bulan.

Apa yang terjadi saat B melunasi pinjaman ini? Ya, money that came from
thin air will back to thin air… 90 juta uang rupis menghilang dari
neraca bank X, yang ada adalah +18 juta rupis yang statusnya sudah
menjadi modal bank X (laba ditahan).

Darimana datangnya 18 juta ini? Jawabannya bukan dari 90 juta yang tadi
(uang itu sudah menghilang di tengah udara), tetapi dari hutang seseorang
lainnya di dalam sistem. B harus menjual barang atau jasa tertentu selama
2 tahun ini dan menemukan 18 juta rupis tambahan untuk membayar bank
X.

Ini adalah neraca bank X saat B melunasi hutangnya (transaksi dengan B):

Hal yang sama terjadi pada C, D, E, F, dst. Setiap orang memainkan


peranannya di dalam sistem fractional reserved banking. Mungkin
sejumlah orang benar-benar hidup tanpa hutang, mungkin perusahaan-
perusahaan tertentu memang dijalankan tanpa hutang, tetapi asal-usul
uang bukan hutang mereka adalah hutang dari seseorang / perusahaan
yang lain di dalam sistem.
Apa yang dilakukan Bank X dengan 18 juta itu? Ya, itu tergantung
keputusan internal pemegang sahamnya. Sebagian tentunya dipakai untuk
biaya operasional seperti membayar gaji pegawai, membangun gedung, dll.
Sebagian lagi mungkin dibagikan sebagai bonus staff ataupun dividen
pemegang saham, dan sebagian lagi bisa ditahan sebagai modal untuk
memperbesar kapasitas meminjam mereka*. Yang pasti, bank adalah
institusi profit oriented, yang bekerja dengan prioritas utama
memperjuangkan kepentingan institusi mereka, bukan yayasan sosial atau
organisasi pembela publik.

Bagaimana kalau B gagal membayar? Ya, bank X akan menderita kerugian


di pembukuan mereka, modal mereka akan berkurang sebesar porsi hutang
yang gagal bayar itu. Tetapi, bank X boleh menyita aset jaminan dari B!
Bank komersial, yang tidak memproduksi apapun di masyarakat, akan
menjadi pemilik dari tanah, bangunan, mesin, pabrik, dan aset-aset lainnya
dari orang-orang yang gagal membayar di dalam masyarakat.

* Selain reserve requirement, ada rasio lainnya yang bisa digunakan Bank Sentral
untuk mengontrol level fractional reserve banking dari bank komersial,
namanya Capital Adequacy Ratio (Rasio Kecukupan Modal). Apa maksudnya? Itu
adalah rasio minimal Modal dibagi Aset di dalam neraca. Kurang dari angka
tertentu, maka sebuah bank akan termasuk kategori under-capitalized. Mereka harus
mencari modal tambahan sebelum bisa menciptakan kredit lagi di dalam sistem.

Di dalam capital accord I, rasio dibagi secara sederhana, nilai nominal modal dibagi
dengan nilai nominal aset di neraca. Sekarang, perbankan mulai menerapkan capital
accord II (Basel II), perbedaannya adalah cara menghitung aset agak berubah. Aset
yang dinilai “aman” bisa memiliki daya fractional reserve yang lebih tinggi. Ini
dinamakan risk-based fractional reserve banking. Untuk ilustrasinya, silahkan lihat
contohnya di sini.

Semakin tinggi CAR yang ditentukan, semakin berkurang kapasitas bank dalam
menciptakan kredit. Semakin rendah CAR yang ditentukan, semakin meningkat
kapasitas bank dalam menciptakan kredit.

Sampai di sini, saya rasa Anda mulai paham mengenai konsep-konsep


dasar sistem ini. Ini adalah tinjauan matematis. Fakta, bukan konspirasi.

Di dalam system debt based money system, kita memiliki 2 masalah


mendasar. Yang pertama adalah bunga bank. Bank hanya menciptakan
hutang pokok, tetapi tidak menciptakan bunganya, jadi sampai
kapan pun tidak akan ada cukup uang di dalam sistem untuk melunasi
semua hutang yang ada. Yang kedua adalah uang muncul dalam bentuk
hutang. Karena setiap kontrak hutang ada durasinya, maka uang
tidak eksis secara permanen di sebuah masyarakat.

Dua hal ini akan menyebabkan semua uang cepat atau lambat dihisap
menjadi modal (laba ditahan) oleh perbankan. Pemilik sistem ini akan
memiliki semua uang yang eksis di masyarakat manapun. Semua orang
secara langsung ataupun tidak adalah penyewa uang mereka. Rokiburger
in real action my friend…

Penduduk Republik Balon, mereka bukan saja harus terusmengajukan


hutang baru untuk membayar bunga bank, mereka juga harus
terus mengajukan hutang baru hanya untuk mempertahankan
suplai uang lama mereka, yang perlahan menghilang dari sistem setiap
kali ada orang yang melakukan pembayaran cicilan hutang.

Sekaligus penduduk ini sudah tidak memerlukan rumah baru, mobil baru,
pabrik baru, dan mainan-mainan baru lainnya, mereka mau gak mau harus
terus mengekspansi produksi mereka, terus menciptakan keinginan
konsumsi yang lain, atau terus membuka lahan dan hutan baru. Keluarga
yang awalnya hanya perlu 1 orang bekerja mencari nafkah harus bertambah
menjadi 2 orang, dan mungkin sebentar lagi menjadi 3 atau 4 orang.
Mengapa? Karena bila tidak dilakukan, kolam suplai uang akan mengering.

Waktu yang paling menyenangkan di dalam sistem ini adalah saat


masyarakat Republik Balon baru memulai proses pembangunan mereka,
saat ekonominya tengah booming, di mana mayoritas orang memang giat
bekerja dan memproduksi untuk memenuhi kebutuhan warga lainnya.
Penduduk tidak ragu untuk berhutang, karena memang yakin selalu ada
cara untuk membayarnya. Keinginan-keinginan yang belum terpenuhi
terus bermunculan, dan inovasi-inovasi produk untuk memenuhi
keinginan mereka pun terus berkembang. Banyak sekali orang yang
mengajukan kredit, dan bank-bank komersial pun dengan senang hati
memberikannya. Everybody win. Happy time is here…

Kalau Anda lihat grafik suplai uang mereka, dalam jangka panjang,
biasanya akan menukik tajam ke atas membentuk grafik parabolik.
Mengapa parabolik? Karena faktor bunga-berbunga di dalam
sistem (compounding interest). Masyarakat akan dibentuk untuk terus
berekspansi dan mengejar bunga. Ekspansi dan ekspansi, jatuh bangun
untuk mengejar puncak potensial mereka. Dan ketika potensial maksimal
sudah tercapai, grafik paraboliknya akan berhenti dan kemudian berbalik
arah.
Balon USD, yang diekpsor ke
seluruh dunia

Balon internal Indonesia

Sebaliknya, waktu yang paling berbahaya di dalam sistem ini adalah kalau
penduduk Republik Balon ini benar-benar sudah“kelelahan,” kalau mereka
(secara komulatif) benar-benar sudah tidak sanggup lagi berhutang,
membayar dan mempertahankan suplai uang di negeri mereka. Melewati
level itu, yang ada di depan mereka adalah deflasi dan pemiskinan massal.
Dalam kondisi yang lebih buruk, mereka akan menghadapi proses likuidasi
liabilitas (penyingkiran debt slave yang tidak berguna).

Sebelum tiba waktu itu, ketika tanda-tanda “kelelahan” baru mulai terjadi,
penduduk Republik Balon (termasuk industri perbankan!) biasanya akan
ramai-ramai meminta tolong kepada pemerintah, sebuah institusi yang
sebelumnya mereka katakan tidak boleh dipercaya untuk mengatur uang!
Karena itu, kadang-kadang pemerintah mengatakan mereka akan
melancarkan proyek stimulus. Mereka akan memperbanyak proyek
pembangunan. Di kesempatan lain, mereka mengatakan mereka akan
mengurangi pajak. Sungguh menyenangkan…

Masalahnya, pemerintah tidak punya sumur uang, dan menurut aturan


perbankan negeri-negeri beradab di planet ini, pemerintah tidak punya hak
untuk mencetak uang. Yang bisa mereka cetak adalah surat hutang negara.
Oops…

Hal lainnya dari pemerintah adalah tampaknya jumlah pegawai dan gaji
mereka hanya memiliki satu arah, yaitu naik. Kalau benar pajak dikurangi,
dan proyek pembangunan dinaikkan, darimana uang untuk itu akan
datang? Jawabannya adalah penerbitan surat hutang baru. Tetapi, karena
yang namanya surat hutang perlu dibayar (+bunga), maka mau gak mau
pajak juga nantinya akan dinaikkan. Pajak yg dikurangi demi janji stimulus
hanyalah sementara, nantinya akan naik bahkan lebih banyak lagi, karena
semua biaya operasional pemerintah dan hutangnya tetap harus dibayar…
Dan menurut sistem keuangan planet “beradab,”semua penerimaan
pemerintah (selain dividen BUMN) ujung-ujungnya memang
harus adalah pajak.

Sekali-kali memang akan ada orang yang bertanya, mengapa pemerintah


tidak menerbitkan uang sendiri saja? Mengapa selalu harus tergantung
kepada orang lain untuk mendapatkan uang mereka? Apakah tidak boleh
proyek pembangunan infrastruktur dan modal kerja industri produktif
pemerintah dibiayai denganprinting money? Jawaban dari main
stream adalah tidak, itulah konsep perbankan negeri beradab. Penciptaan
uang terlalu penting untuk dipercayakan kepada pemerintah, hanya
institusi perbankan swasta yang bisa dipercaya.

Para guru besar dan ekonom korban propaganda pikiran pun gak kalah
sindirannya, “Siapapun yang tidak setuju silahkan lihat Zimbabwe atau
Weimar!,” Tak ada argumen yang lain, setiap kali gagasan printing money
diutarakan warga negeri Balon yang bingung atas konsep “beradab” ini,
jawaban para simpatisan pro status quo itu tidak akan jauh-jauh dari
argumen di atas.

Dan akhirnya akan tiba suatu saat, di mana pemerintah negeri Balon pun
tidak sanggup memberikan lagi stimulus. Saatnya mereka sendirilah yang
sekarang perlu diinfus dengan vitamin S (stimulus). Hehe.. Jangan Anda
kira tidak ada limit berapa surat hutang yang bisa dicetak oleh negara. Ada,
limitnya ada di kondisi fiskal mereka, berapa yang mereka dapat dari pajak,
dan berapa yang harus mereka bayar dalam anggaran tahunan mereka.
Bukan karena mereka melancarkan proyek stimulus, lantas penerimaan
mereka dari pajak di bulan-bulan mendatang pasti akan naik sebanding
stimulus itu. Belum tentu. Kalau publik sudah kelebihan beban hutang dan
pengeluaran, mereka akan sampai ke titik di mana mereka akan menolak
distimulir, bagaimanapun mereka dipancing.

Saat sebuah pemerintahan sampai di titik itu, saat neraca buruk


pembayaran mereka sudah mustahil untuk ditutupi, mata uang mereka
akan dihajar oleh spekulan-spekulan yang gemar mencari uang di arena
perdagangan mata uang.

Di masa itu, saat penerimaan benar-benar tidak sanggup lagi menutupi


pengeluaran, pemerintah Republik Balon akan dihadapkan ke 2 pilihan:

1. Percayai ekonom yang mempromosikan stimulus pemerintah tanpa


henti. Just print more bond. Never give up. Cetak terus hutang baru,
kalau perlu biarkan Bank Sentral yang membeli surat-surat hutang itu.
Cepat atau lambat, market pasti akanrebound. Apalah artinya membayar
beberapa persen bunga pinjaman? Itu gak masalah.

2. Percayai ekonom yang mempromosikan anggaran berimbang.


Menyerahlah, lepaskan stimulus, mari hidup hemat (hidup miskin)!
Biarkan proses deflasi berlangsung, jangan ikut campur di dalam sistem.

Atau saatnya mendengarkan solusi versi orang-orang yang “kurang


beradab”? Dengarkan mereka, negeri Balon bisa memodifikasi jalan
pertama. Solusi deflasi adalah inflasi. Solusi kekurangan uang adalah
menambah uang. Tetapi solusi kelebihan hutang pastinya bukan
menambah hutang!

Uang tetap akan dicetak, tetapi statusnya adalah uang bebas hutang.
Bagaimana pemerintahan negeri Balon bisa mengatakan mereka adalah
negara berdaulat (sovereign) kalau mereka bahkan tidak punya hak untuk
mencetak uang negeri Balon sendiri (sovereign currency)? Apakah
kosakata berdaulat (sovereign) bukan sebuah sindiran orang-orang
“beradab” kepada pemerintahan idiot Republik Balon?

Tidak ada bunga apapun yang perlu dibayarkan atas uang cetakan ini.
Semua industri-industri BUMN yang produksinya tidak berjalan lancar
karena kekurangan modal akan mendapat suntikan dana hasil printing
money ini. Semua potensi produksi bisa dimaksimalkan untuk
meningkatkan output barang dan penyerapan tenaga kerja di level setinggi
yang mereka bisa. Pendidikan dan pengobatan mendasar pun bisa menjadi
hak setiap penduduk negeri Balon.

Apakah gagasan ini akan menyebabkan hiperinflasi (harga barang)?


Gunakan lagi imajinasi Anda kawan… Harga adalah efek kombinasi
dari suplai uang, suplai barang, kebutuhan, dan (kadang-
kadang) manipulasi kartel. Jangan hanya memperhatikan satu sisi.

Saat para peniup balon (hutang) mencapai / melewati puncak kapasitas


mereka untuk berhutang, suplai uang akan menurun dan terus menurun.
Dan kalau pemerintah juga mengalami hal yang sama, tidak ada hal
apapun lagi yang bisa menolong negara mereka. Proses deflasi hanya bisa
dilawan dengan inflasi. Hilangnya uang di dalam sistem (uang yang back to
thin air tadi) harus dilawan dengan injeksi suplai uang baru.

Quantitative Easing (QE) adalah solusi versi ini (Bank Sentral membeli
surat hutang negara ataupun korporat). Tapi ada kesalahan yang serius,
yaitu status uang yang dicetak itu. Dalam QE, status uang baru itu masih
adalah hutang, dan akan terus membebani anggaran negara-negara yang
memang sudah bobrok itu. Tetapi percobaan ini juga bagus bagi para
orang-orang yang terus menyindir mengenai Zimbabwe dan Weimar.
Sudah 1,5 tahun sejak QE dilakukan di sana, ternyata dolar dan
poundsterling belum perlu diangkut dengan gerobak...

$1 trilyun lebih injeksi uang baru dari Bank Sentral Amerika (Federal
Reserve) tidak berhasil mempertahankan total suplai uang mereka. Uang
(kredit) yang menguap di tengah udara, yang sudah menghilang di dalam
sistem masih lebih besar dibandingkan suntikan uang dalam QE.

Mau mencoba QE tahap 2?

Ditinjau dari segi suplai uang saja, saat ini USA is no where near
hyperinflation. Yang harus dikhawatirkan justru adalah hiperdeflasi.
Namun, dalam konteks harga barang, belum tentu, karena seiring dengan
waktu, kita belum tahu apakah persentase output produksi barang di
Amerika akan jeblok lebih cepat atau lebih lambat dibanding suplai uang
mereka.

Kalau Anda lihat fakta bahwa angka pengangguran di Amerika yang terus
memburuk, maka cukup besar kemungkinannya bahwa sejumlah besar
uang-uang QE kemarin tidak masuk ke kantong perusahaan-perusahaan
yang menciptakan lapangan kerja, melainkan masuk ke kantong
perusahaan-perusahaan finansial sebagai modal untuk spekulasi kembali di
pasar finansial.

Faktor lain adalah kita juga tidak tahu kapan dolar-system akan
ditinggalkan. Mengandalkan populasi yang sudah melewati peak
credit adalah gagasan yang buruk bagi seluruh negara lain di dunia untuk
mendapatkan suplai uang transaksi internasional mereka. Saat dolar-
system ditinggalkan, dikombinasikan dengan proses deflasi suplai uang
mereka, Anda bisa yakin kehidupan yang amat gelap akan menghampiri
penduduk Amerika.

Ok, kita kembali lagi ke Republik Balon… Jadi apa yang sebaiknya
dilakukan di sana? Bagaimana agar mereka tidak akan berakhir sama
dengan para peniup balon di negeri-negeri beradab yang lain? Ya, agak lucu
juga, langkah awal adalah mereka harus menjadikan 2 mitos uang mereka
menjadi fakta.
1. Pemerintahlah yang mencetak uang.
2. Bank meminjamkan uang deposan ke debitur mereka (bukan
menciptakan uang dalam bentuk kredit).

Caranya bagaimana? Apakah perlu revolusi? Jawabannya moga-moga


adalah tidak. Yang diperlukan sebenarnya adalah pemahaman publik, aksi,
dan perubahan aturan akuntansi.

Di artikel sebelumnya, saya menyinggung tentang social credit. Di artikel


kali ini, saya ambilkan contoh gagasan reformasi moneter yang lain. Ini
adalah konsep perubahan yang tengah diperjuangkan oleh AMI (American
Monetary Institute). Untuk lebih detailnya, silahkan mengunjungi &
membaca lebih banyak di website mereka atau coba download pamflet
singkat ini terlebih dahulu.

Buku mereka, The Lost Science of Money, bisa Anda download di internet,
cari saja di google (file torrent). Anda cukup mengganti kosakata Federal
Reserve dengan Bank Sentral negara lain. Karena sistem semua negara
kurang lebih sama, maka rencana reformasi dia bisa diterapkan di negara
manapun juga.

Walaupun saya tidak 100% setuju dengan semua yang mereka


rekomendasikan, tetapi setidaknya rencana reformasi mereka
menunjukkan bahwa ada alternatif lain selain sistem sekarang. Berikut
adalah 3 poin penting rencana mereka:

1. Posisikan Bank Sentral sebagai bagian dari pemerintah. Monetisasikan


semua uang (kredit) di dalam sistem. Saat ini, saat hutang dikembalikan
oleh debitur ke bank komersial, uang (kredit) itu akan menguap, hilang.
Tetapi, bila semua kredit dimonetisasi, maka saat uang dikembalikan oleh
debitur, uang itu masih akan ada di dalam sistem. Uang ini akan ditransfer
ke sebuah rekening khusus pemerintah, karena status kredit yang
disalurkan sebelumnya sudah menjadi hutang bank kepada pemerintah.

2. Hentikan hak bank komersial untuk menciptakan kredit. Tidak ada


lagi fractional reserve banking. Mulai sekarang, bank hanya boleh
meminjamkan uang deposan yang mereka himpun, ataupun modal mereka
sendiri.

3. Bila memang diperlukan, setiap beberapa waktu, pemerintah boleh


menginjeksi sejumlah uang tertentu di dalam sistem, misalnya untuk
membiayai proyek infrastruktur, pertanian, pertambangan, pendidikan,
ataupun kesehatan dasar. Akan ada tim di pemerintahan yang menghitung
berapa uang baru yang diperlukan oleh negeri Balon itu.

Tentu, reformasi seperti ini tidak akan gampang. Detail pelaksanaannya


juga masih harus dipelajari dengan panjang.

Pertanyaan yang lebih penting sekarang adalah: pemerintahan negara


mana yang mau menjadi pelopor untuk mencari “gara-gara” dengan Money
Master? Siapa mau mencoba?

Saya jadi teringat sebuah foto lama, foto yang hebat dan penuh makna.
Foto seorang mantan presiden, yang katanya adalah diktator gagah
perkasa, yang katanya adalah raja selama 32 tahun di Indonesia, yang
katanya kekuasaannya ibarat pohon beringin, kokoh tak tergoyahkan,
ternyata hanya bisa duduk patuh mengikuti instruksi saat menghadapi
seorang agen Money Power, upline-nya di piramida kekuasaan dunia.

Sign it you goyim!

Kebetulan saja foto ini melibatkan orang kuat Indonesia. Kenyataannya, ke


negara manapun Anda pergi, kalau Anda mau membuka mata, situasinya
sebenarnya sama. Politisi di debt based money system pada dasarnya
hanyalah pion-pion di papan catur. Semuanya berharga, tetapi bila mereka
sudah tidak lagi memberikan manfaat, atau bila publik memang menuntut
cukup keras, mereka tetap boleh dikorbankan. Selalu akan ada pion-pion
bodoh-namun-berguna (usefull idiot) yang berikut, persis seperti yang
direncanakan dalam protokol "bijak" zion.

There’s a sucker born every minute…


"Welcome Sir.. Want something here? Maybe I
can help"

Ok, hari ini sampai di sini. Saya tidak tahu apakah harus menganjurkan
Anda untuk menyebarkan artikel ini ke teman-teman Anda atau tidak...

Kadang-kadang, saya memang agak kecewa mengapa kejadian-kejadian


yang tidak penting bisa diliput dan diperbincangkan begitu banyak orang.
Puluhan ribu, bahkan jutaan orang bisa bergabung di
facebook
membahas skandal-skandal terbaru para selebritis & politisi populer.
Tetapi, di sisi lain, saya juga agak bersyukur blog ini tidak pernah ramai.
Karena kalau sampai ramai, entah saya akan berurusan dengan polisi atau
tidak nantinya. Hehe…

Anyway, karena mainstream media tidak akan membahas topik ini di


acara tv mereka, terpaksa kita yang melakukannya sendiri. Publik benar-
benar harus tahu lebih banyak tentang asal-usul uang mereka dan
konsekuensi dari sistem yang ada. Biarkan mereka paham dan kemudian
menentukan, apakah mereka ingin bertahan dengan sistem yang ada atau
mereka mengharapkan perubahan yang lain, bukan begitu?

End note:
Saya mendukung hak pemerintah untuk mencetak uang dalam proyek pembangunan
fisik dan usaha-usaha produktif, hanya itu. Bukan berarti saya mendukung semua
perbuatan pemerintah di bidang yang lain. Saya, sama seperti kebanyakan orang,
juga percaya institusi itu sangat tidak efisien dalam bekerja. Skala institusi itu
mungkin bisa diperkecil, jumlah pegawai negeri juga demikian. Anggaran tahunan
mereka (& pajak yang perlu ditarik) seharusnya masih bisa dikurangi. Biarkan lebih
banyak uang publik tetap berada di tangan mereka, dan publiklah yang menentukan
apa yang ingin mereka lakukan dengan uang mereka, bukannya terus-menerus
dipaksa membayar semakin banyak pajak setiap tahunnya.

D I P O S K A N O L E H PU ST A K A P O H O N B O D H I J A M 1 1 : 3 0 A M 4 4 K OM E N T A R : LINK
KE POSTING INI

Vous aimerez peut-être aussi