Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH KELOMPOK II :
PRODI S1 KEPERAWATAN
T.A 2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Makalah ini berisi tentang konsep medis dan konsep keperawatan dari Sistem
Muskuloskeletal. Makalah ini menjelaskan secara terperinci tentang Spina Bifida.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
penyempurnaan makalah ini kedepan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
kita selaku Mahasiswa Keperawatan.
Penyusun
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit spina bifida atau sering dikenal sebagai sumbing tulang belakang adalah salah
satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang medula spinalis dimana ada
suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu atau beberapa bagian dari
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat
pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas.
Hal ini jelas mengakibatkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk
sistem saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem saraf
manusia. Jika medula spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula
spinalis pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami ganggusn pula. Hal ini akan semakin
memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem tubuhnya belum
berfungsi secara maksimal.
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia
yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru lahir terkena spina
bifida. Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda
menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya. Bayi-bayi tersebut butuh perawatan
medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa
kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang
terkait dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan harus tepat dan
cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat spina bifida
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan keperawatannya.
Tujuan Khusus
Definisi
Klasifikasi
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Komplikasi
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaa
Pencegahan
Penyimpangan KDM
Pengkajian
Diangnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan
Implementasi dan Evaluasi
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Spina bifida adalah defek tuba neural kongenital yang ditandai dengan kegagalan arkus
vertebra untuk menutup. Hal ini menyebabkan terbentuknya tonjolan mirip kista pada meninges
saja (meningokel) atau pada meninges dan medulla spinalis (mielomeningokel) keluar kolumna
vertebralis (Elizabeth J. Corwin 2009 : 266).
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari katalis spinalis pada perkembangan awal
dari embrio (Arif Muttaqin, 2008: 416).
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan aatau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Wong, 2003).
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus tulang belakang
akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio
(Rasjad, 1998).
Spina bifida merupakan anomali dalam pembentukan tulang belakang yakni suatu defek
dalam penutupan saluran tulang belakang. Hal ini biasanya terdapat posterior mengenai prosesus
spinosus, dan lamina, sangat jarang terjadi di bagian anterior terdapat terbanyak pada vertebra
lumbalis dan lumbosakralis (FKUI, 1985: 878).
B. Klasifikasi
1. Spina Bifida Okulta
Merupakan defek yang tidak terlihat dari luar. Defek ini dapat terjadi lebih sering
pada area lumbosakral ( L5 dan S1 ). Spina bifida okulta tidak dapat terlihat jelas kecuali
ada manifestasi kutaneus yang berhubungan dengan gangguan neuromuscular. ( Donna L.
Wong, 2008: 1425 ).
C. Etiologi
Walaupun penyebab spina bifida tidak diketahui, namun berikut ini yang diduga dapat
menyebabkan terjadinya spina bifida:
a. Kekurangan Asam Folat
Peningkatan risiko gangguan ini terjadi pada defisiensi asam folat maternal. (Corwin
Elizabeth, 2009: 267). Resiko berulang setelah sesorang terkena meningkat sampai 3-4% dan
meningkat sampai 10% pada dua kehamilan sebelumnya (Behrman Kliegman A., 2000:
2044)
b. Predisposisi Genetic
c. Lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya)
d. Dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida. Pada 95 % kasus spina
bifida tidak ditemukan riwayat keluarga. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8
kali lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida
e. Obat-obat tertentu juga dikenal meningkatkan risiko mielomeningokel, seperti Asam
valproat, antikolvusan efektif, menyebabkan defek tuba neuralis pada sekitar 1-2%
kehamilan jika obat diberikan selama kehamilan (Behrman Kliegman A., 2000: 2044).
a. Hidrosefalus
b. Siringomielia
c. Dislokasi pinggul
D. Manifestasi Klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang
lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar
saraf yang terkena.
E. Komplikasi
Komplikasi lain dari spina bifida yang berkaitan yang berkaitan dengan kelahiran
antara lain adalah :
1. Hidrosefalus dapat terjadi pada meningokel atau mielomeningokel (Corwin Elizabeth,
2009: 267).
2. Risiko dekubitus
3. Paralisis
4. Retardasi Mental
5. Deformitas ortopedik
6. Abnormal kemih-kelamin
7. Meningitis
8. Hipoksia
9. Perdarahan
10. Malformasi jantung
11. Gastrointestinal ( Donna L. Wong, 2008: 1426 )
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dapat
dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat dilakukan
pemeriksaan :
1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen
yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik, riwayat
medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini merupakan tes
penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan
fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis.
Pada anak yang lebih besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan
belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis,
deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun
vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk
memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf. 85% wanita yang
mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan memiliki kadar serum alfa
fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi,
karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang
dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari
spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi
fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.
1. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
Mengontrol inkotinensia
Mencegah dan mengontrol infeksi
Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak
umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri.
Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat
dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder
augmentation, atau suprapubic vesicostomy.
2. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik
dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi hip dan
pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat
dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal
juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya
mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor
menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip
abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya
mekaniknya.
3. Rehabilitasi Medik
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan
seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada
otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
5. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari
defisit neurologis.
6. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal
brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau
Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi
dengan aktif. HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan
aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak.
Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat
diharapkan melakukan ambulasi.
7. Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk
sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan
menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk
menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau
supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener
digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
8. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit,
sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi
meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS
yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau
kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan
ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion
ditemukan meningkat, penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining.
I. Pencegahan
Resiko terjadinya Spina Bifida bisa di kurangi dengan mengkomsumsi asam folat.
Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus di koreksi sebelum wanita tersebut hamil.
Karena kelainan iini terjadi sangat dini.
A. Pengkajian
Identitas Klien
Nama; Jenis kelamin; Pendidikan ; Alamat; Pekerjaan; Agama; Suku bangsa; Nomor register;
Asuransi kesehatan; dan Dx medik.
Keluhan utama : Yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah adanya gejala dan tanda serupa dengan tumor medulla spinalis dan defisit
neurologis (Arif Muttaqin, 2008: 417).
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
Keadaan umum : Pada keadaan spina bifida umumnya mengalami penurunan
kesadaran (GCS <15) terutama apabila sudah terjadi defisit neurologis luas dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
1. B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan yang berhubungan dengan inaktivitas yang berat.
Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik ini tidak ada kelainan.
2. B2 (Blood)
Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan
pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi
menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok.
3. B3 (Brain)
Spina bifida menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan pengaruh
peningkatan tekanan intracranial. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
a. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Tingkat kesadaran spina bifida biasanya
adalah compos mentis.
d. Sistem motorik
Inspeksi umum, didapatkan paralisis spastik, deformitas kaki unilateral (kaki kecil)
dan kelemahan otot kaki merupakan cacat yang tersering. Paralisis motorik terutama
mengenai anggota gerak bawah.
4. B4 (Bladder)
Pada spina bifida tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontinensia urin karena
konfusi dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan pascaural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal. (Arif
Muttaqin, 2008:
5. B5 (Bowel)
Tanda-tanda inkontinensia alfi.
6. B6 (Bone)
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda decubitus karena tirah baring lama
dan kekuatan otot
Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan cairan amnion janin, ultrasonografi, atau konsentrasi alpha –fetoprotein
serum maternal (MSAFP) akan dapat mendeteksi masalah prenatal. Ultrasonografi, CT scan,
MRI, dan mielografi akan mengevaluasi lesi, jumlah saraf yang terlibat, dan derajat
hydrochepalus pada bayi yang lahir dengan mielomeningokel (Mary E. Muscari, 2005 : 410)
Pengkajian psiko-sosial-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk
menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua, yaitu
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Resiko Setelah di 1. Kaji factor yang dapat 1. Untuk mencegah
infeksi berikan meningkatkan dan menghindari
(00004) asuhan kerentangan terhadap terjadinya infeksi.
Definisi : keperawatan infeksi (usia, malnutrisi,
Mengalami selama system imun)
peningkatan 3x24jam di 2. Monitor TTV dan 2. Untuk melihat
risiko harapkan observasi tanda infeksi : tanda-tanda
terserang tidak terjadi perubahan suhu, warna terjadinya resiko
organism infeksi. kulit, malas minum , infeksi.
patogenik. Kriteria hasil : irritability, perubahan
Factor Resiko Kantong warna pada
: meningeal myelomeingocele
Spinal tetap 3. Observasi pemasangan 3. Menghindari
malforma bersih dan shunt (jika terpasang terjadinya luka
tion utuh shunt), lakukan perawatan infeksi dan trauma
Proses Tidak luka pada shunt dan terhadap
operasi menunjuk upayakan agar shunt tidak pemasangan shunt.
A. Kesimpulan
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari katalis spinalis pada
perkembangan awal dari embrio (Arif Muttaqin, 2008: 416).
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan aatau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Wong, 2003).
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan
awal embrio.
Spina bifida merupakan anomali dalam pembentukan tulang belakang yakni suatu defek
dalam penutupan saluran tulang belakang. Hal ini biasanya terdapat posterior mengenai
prosesus spinosus, dan lamina, sangat jarang terjadi di bagian anterior terdapat terbanyak
pada vertebra lumbalis dan lumbosakralis.
B.Saran
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa
menambah pengetahuan pembaca. Di samping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik
dari para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami
selanjutnya.
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2011/09/12/asuhan-keperawatan-anak-dengan-
spina.html
http://hanyasekedarblogg.blogspot.com/2013/09/06/askep-spina-bifida.html
file:///C:/Documents/sistem%20muskuloskeletal/artikel_detail-35562-Kep%20Neurobehaviour-
Askep%20Spina%20Bifida.html