Vous êtes sur la page 1sur 31

SISTEM MUSKULOSKELETAL

GANGGUAN KONGENITAS : ASKEP SPINA BIFIDA

OLEH KELOMPOK II :

 AISYAH  KRISPINUS DARU


 FATRI DARMANSYAH  MARIA CAROLINDA W.B.B.
 IRFITRIANI  MARIA IMMACULATA
 IRMAWATI  NUZULYA RAHMADHANI
 IYAN TOMIA

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES GRAHA EDUKASI MAKASSAR

T.A 2014/2015
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Makalah ini berisi tentang konsep medis dan konsep keperawatan dari Sistem
Muskuloskeletal. Makalah ini menjelaskan secara terperinci tentang Spina Bifida.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
penyempurnaan makalah ini kedepan.

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
kita selaku Mahasiswa Keperawatan.

Makassar, September 2014

Penyusun

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 2


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit spina bifida atau sering dikenal sebagai sumbing tulang belakang adalah salah
satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang medula spinalis dimana ada
suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu atau beberapa bagian dari
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat
pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas.
Hal ini jelas mengakibatkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk
sistem saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem saraf
manusia. Jika medula spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula
spinalis pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami ganggusn pula. Hal ini akan semakin
memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem tubuhnya belum
berfungsi secara maksimal.
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia
yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru lahir terkena spina
bifida. Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda
menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya. Bayi-bayi tersebut butuh perawatan
medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa
kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang
terkait dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan harus tepat dan
cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat spina bifida

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 3


B. Tujuan

Tujuan Umum

Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan keperawatannya.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Konsep Medis dari spina bifida :

 Definisi
 Klasifikasi
 Etiologi
 Patofisiologi
 Manifestasi Klinis
 Komplikasi
 Pemeriksaan Penunjang
 Penatalaksanaa
 Pencegahan
 Penyimpangan KDM

2. Mengidentifikasi Konsep Keperawatan pada spina bifida :

 Pengkajian
 Diangnosa Keperawatan
 Intervensi Keperawatan
 Implementasi dan Evaluasi

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 4


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP MEDIS
A. Definisi
Spina bifida adalah defek tuba neural kongenital yang ditandai dengan kegagalan arkus
vertebra untuk menutup. Hal ini menyebabkan terbentuknya tonjolan mirip kista pada meninges
saja (meningokel) atau pada meninges dan medulla spinalis (mielomeningokel) keluar kolumna
vertebralis (Elizabeth J. Corwin 2009 : 266).

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari katalis spinalis pada perkembangan awal
dari embrio (Arif Muttaqin, 2008: 416).

Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan aatau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Wong, 2003).
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus tulang belakang
akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio
(Rasjad, 1998).
Spina bifida merupakan anomali dalam pembentukan tulang belakang yakni suatu defek
dalam penutupan saluran tulang belakang. Hal ini biasanya terdapat posterior mengenai prosesus
spinosus, dan lamina, sangat jarang terjadi di bagian anterior terdapat terbanyak pada vertebra
lumbalis dan lumbosakralis (FKUI, 1985: 878).

B. Klasifikasi
1. Spina Bifida Okulta

Merupakan defek yang tidak terlihat dari luar. Defek ini dapat terjadi lebih sering
pada area lumbosakral ( L5 dan S1 ). Spina bifida okulta tidak dapat terlihat jelas kecuali
ada manifestasi kutaneus yang berhubungan dengan gangguan neuromuscular. ( Donna L.
Wong, 2008: 1425 ).

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 5


Spina bifida okulta merupakan spina bifida yang paling ringan satu atau beberapa
vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi medulla spinalis dan selaputnya
(meningens) tidak menonjol, dimana kelainan tertutup oleh kulit dan tidak terbuka.
Kebanyakan anak dengan kelainan jenis initidak pernah memiliki masalah dan medulla
spinalis sering kali tidak terganggu. Beberapa penderita bisa mengalami gejalah jika
kelainan yang tersembunyi cukup berat.

2. Spina Bifida Aperta


Merupakan defek yang dapat terlihat dengan penonjolan mirip kantong. Dua
bentuk utama spina bifida siastika adalah meningokel, yang menutupi meninges dan
cairan spinal tetapi bukan elemen neural; dan mielomeningokel atau meningomielokel
yang berisi meninges, cairan spinal dan nervosus. ( Donna L. Wong, 2008: 1425 )
a. Meningokel
Adalah ketika kantung berisi cairan cerebro-tulang belakang (cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang) dan meninges (jaringan yang meliputi
sumsum tulang belakang), tidak ada keterlibatan saraf. meningens menonjol melalui
vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk menutup
dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang.
Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena korda
spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang
menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan
di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan
cairan serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdapat
tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai
kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.
b. Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat,
dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan
merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf dan
infeksi pada tempat tonjolan tesebut.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 6


Jika pada tonjolan terdapat syaraf yang mempersyarafi otot atau extremitas, maka
fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis
myelomeningocale ialah jenis yang paling sering dtemukan pada kasus spina bifida.
Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus,
akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.

C. Etiologi
Walaupun penyebab spina bifida tidak diketahui, namun berikut ini yang diduga dapat
menyebabkan terjadinya spina bifida:
a. Kekurangan Asam Folat
Peningkatan risiko gangguan ini terjadi pada defisiensi asam folat maternal. (Corwin
Elizabeth, 2009: 267). Resiko berulang setelah sesorang terkena meningkat sampai 3-4% dan
meningkat sampai 10% pada dua kehamilan sebelumnya (Behrman Kliegman A., 2000:
2044)
b. Predisposisi Genetic
c. Lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya)
d. Dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida. Pada 95 % kasus spina
bifida tidak ditemukan riwayat keluarga. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8
kali lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida
e. Obat-obat tertentu juga dikenal meningkatkan risiko mielomeningokel, seperti Asam
valproat, antikolvusan efektif, menyebabkan defek tuba neuralis pada sekitar 1-2%
kehamilan jika obat diberikan selama kehamilan (Behrman Kliegman A., 2000: 2044).

Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:

a. Hidrosefalus
b. Siringomielia
c. Dislokasi pinggul

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 7


C. Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus
nasalis dan maksilaris) pecah kembali. (Media Aesculapius. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-
3 Jilid 2. 2000. Jakarta: MA.)
Selain itu, penyebab terjadinya spina bifida dipengaruhi dari factor congenital dan
konsumsi asam folat ibunya saat tidak hamil. Kongenintal akan menurunkan gen untuk
terjadinya spina bifida. Kekurangan konsumsi asam folat oleh ibu saat hamil membuat proses
maturasi organ-organ tubuh bayi terganggu sehingga berakibat lahir spina bifida. Pengaruh
perkembangan embrio yang tergaganggu mengakibatkan kanalis vertebra tidak mampu menutup
dengan sempurna sehingga mengakibatkan kegagalan fungsi arkus pada lumbal dan sacral yang
mengakibatkan adanya benjolan massa pada tulang vertebra di lumbosacral.
Spina bifida terbagi menjadi dua yaitu, spina bifida okulata dan spina bifida aperta. Spina
bifida mengakibatkan paralisis spatik dan peningkatan TIK yang berakibat terjadinya resiko
cidera. Sedangkan spina bifida aperta berpengaruh terhadap struktur saraf sehingga berakibat
deficit neuorologis. Deficit neurologis menyebabkan paralisis sensorik dan motorik yang
berakibat paralisis anggota gerak bagian bawah dan terjadi hambatan mobilitas fisik. Deficit
neuorologis menyerang paralisis visera yang menyebabkan tertahannya spinkter uretra sehingga
urin tertahan di kantong kemih. Tindakan pembedahan mengakibatkan adanya luka insisi yang
berisiko terjadinya infeksi serta rasa nyeri.

D. Manifestasi Klinis

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang
lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar
saraf yang terkena.

a. Spina bifida okulta dapat asimtomatik atau berkaitan dengan :

1. Pertumbuhan rambut di sepanjang spina


2. Lekukan di garis tengah, biasanya di area lumbosakral

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 8


3. Abnormalitas gaya berjalan atau kaki
4. Kontrol kandung kemih yang buruk

b. Meningokel dapat asimtomatik atau berkaitan dengan :


1. Tonjolan mirip kantong pada meninges dan CSS dari punggung
2. Club foot
3. Gangguan gaya berjalan
4. Inkontinensia kandung kemih

c. Mielomeningokel berkaitan dengan:


1. Tonjolan meninges, CSS (cairan serebro spinal), dan medulla spinalis
2. Defisit neurologis setinggi dan di bawah tempat pejanan (Corwin Elizabeth, 2009:
267).

E. Komplikasi
Komplikasi lain dari spina bifida yang berkaitan yang berkaitan dengan kelahiran
antara lain adalah :
1. Hidrosefalus dapat terjadi pada meningokel atau mielomeningokel (Corwin Elizabeth,
2009: 267).
2. Risiko dekubitus
3. Paralisis
4. Retardasi Mental
5. Deformitas ortopedik
6. Abnormal kemih-kelamin
7. Meningitis
8. Hipoksia
9. Perdarahan
10. Malformasi jantung
11. Gastrointestinal ( Donna L. Wong, 2008: 1426 )

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 9


F. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dapat
dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat dilakukan
pemeriksaan :

1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen
yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik, riwayat
medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini merupakan tes
penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan
fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis.
Pada anak yang lebih besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan
belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis,
deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun
vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk
memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf. 85% wanita yang
mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan memiliki kadar serum alfa
fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi,
karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang
dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:

1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.


2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya
kelainan.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 10


G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari
spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi
fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.

1. Urologi

Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :

 Mengontrol inkotinensia
 Mencegah dan mengontrol infeksi
 Mempertahankan fungsi ginjal

Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak
umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri.
Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat
dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder
augmentation, atau suprapubic vesicostomy.

2. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik
dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi hip dan
pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat
dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal
juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya
mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor
menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip
abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya
mekaniknya.
3. Rehabilitasi Medik

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 11


4. Sistem Muskuloskeletal

Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan
seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada
otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
5. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari
defisit neurologis.
6. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal
brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau
Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi
dengan aktif. HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan
aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak.
Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat
diharapkan melakukan ambulasi.
7. Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk
sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan
menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk
menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau
supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener
digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
8. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit,
sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi
meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS
yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau
kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan
ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion
ditemukan meningkat, penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 12


Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi, terminology spina bifida
digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi
kegagalan lamina vertebrata. Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi.
Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan
ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah. Bayi biasanya diletakkan di
dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian
atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat
overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas
yang dipancarkan.
Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan
balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang
dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam).
Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-
tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau
terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus
meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur,
dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi
hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil,
peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat
kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan
ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan
kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan
tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada
ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 13


H. Pengobatan

Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah ruptur.


Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrocefalus dilakukan
pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik
diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada
tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh. Berikut ini
adalah obat-obat yang dapat diberikan :
a. Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran kemih (seleksi
tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
b. Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
c. Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran feces. (Cecily L
Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469)

I. Pencegahan
Resiko terjadinya Spina Bifida bisa di kurangi dengan mengkomsumsi asam folat.
Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus di koreksi sebelum wanita tersebut hamil.
Karena kelainan iini terjadi sangat dini.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 14


J. Penyimpangan KDM

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 15


KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Identitas Klien
Nama; Jenis kelamin; Pendidikan ; Alamat; Pekerjaan; Agama; Suku bangsa; Nomor register;
Asuransi kesehatan; dan Dx medik.

Identitas Penanggung Jawab


Nama; Alamat; dan Hubungan dengan klien.

Keluhan utama : Yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah adanya gejala dan tanda serupa dengan tumor medulla spinalis dan defisit
neurologis (Arif Muttaqin, 2008: 417).

Riwayat Keperawatan Masa Lalu


1. Riwayat penyakit saat ini
Adanya keluhan defisit neurologis dapat bermanifestasi sebagai gangguan
motorik (paralisis anggota gerak bawah) dan sensorik pada ekstremitas inferior dan atau
gangguana kandung kemih dan sfingter lambung. Keluhan adanya deformitas kaki
unilateral dan kelemahan otot kaki merupakan cacat yang tersering. Kaki kecil dapat
terjadi ulkus trofik dan pes kavus. Keadaan ini dapat disertai dengan defisit sensorik
terutama pada distribusi L5 (lumbal ke-5) dan S1 (sacrum ke-1).
Keluhan gangguan sfingter kandung kemih ditemukan pada 25% bayi dengan
keterlibatan neurologis, menimbulkan inkontinensia urin, kemih menetes dan infeksi
saluran kemih rekuren. Biasanya disertai pula dengan kelemahan sfingter ani dan
gangguan sensorik daerah perianal. Gangguan neurologis dapat berangsur-angsur
memburuk, terutama selama pertumbuhan masa remaja (Arif Muttaqin, 2008: 418).

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 16


2. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat perumbuhan dan
perkembangan anak, riwayat pernahkah mengalami mielomeningokel sebelumnya,
riwayat infeksi ruang subaraknoid (terkadang juga meningitis kronis atau rekuren)
riwayat tumor medulla spinalis, poliomielitis, cacat perkembangan tulang belakang
seperti diastematomielia, dan deformitas kaki (Arif Muttaqin, 2008: 418).

Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
Keadaan umum : Pada keadaan spina bifida umumnya mengalami penurunan
kesadaran (GCS <15) terutama apabila sudah terjadi defisit neurologis luas dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
1. B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan yang berhubungan dengan inaktivitas yang berat.
Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik ini tidak ada kelainan.
2. B2 (Blood)
Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan
pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi
menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok.
3. B3 (Brain)
Spina bifida menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan pengaruh
peningkatan tekanan intracranial. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
a. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Tingkat kesadaran spina bifida biasanya
adalah compos mentis.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 17


b. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental : Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas motorik pada
klien spina bifida tahap lanjut biasanya mengalami
perubahan status mental.
Fungsi intelektual : Pada beberapa keadaan klien spina bifida tidak didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memori jangka pendek
maupun jangka panjang.
c. Pemeriksaan saraf cranial
 Saraf I : Fungsi penciuman normal
 Saraf II : Fungsi penglihatan baik, kecuali apabila spina
bifida
disertai peningkatan TIK yang lama akan
didapatkan papiledema.
 Saraf III, IV dan VI : Biasanya tidak ada kelainan pada saraf-saraf ini
 Saraf V : Biasanya tidak ada kelainan dalam proses
mengunyah
 Saraf VII : Persepsi pengecapan mengalami perubahan
 Saraf VIII : Biasanya tidak didapatkan adanya perubahan fungsi
pendengaran
 Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik, tidak ada kesukaran
membuka mulut
 Saraf XI : mobilitas leher biasanya normal
 Saraf XII : Indra pengecapan tidak mengalami perubahan

d. Sistem motorik
Inspeksi umum, didapatkan paralisis spastik, deformitas kaki unilateral (kaki kecil)
dan kelemahan otot kaki merupakan cacat yang tersering. Paralisis motorik terutama
mengenai anggota gerak bawah.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 18


e. Sistem sensorik
Kehilangan sensasi sensorik anggota gerak bawah. Paralisis sensorik biasanya
bersama-sama dengan paralisis motorik dengan distribusi yang sama.
f. Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat reflek pada respon normal. Pemeriksaan reflek patologis, tidak ada respon
reflek patologis.

4. B4 (Bladder)
Pada spina bifida tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontinensia urin karena
konfusi dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan pascaural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal. (Arif
Muttaqin, 2008:
5. B5 (Bowel)
Tanda-tanda inkontinensia alfi.
6. B6 (Bone)
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda decubitus karena tirah baring lama
dan kekuatan otot

Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan cairan amnion janin, ultrasonografi, atau konsentrasi alpha –fetoprotein
serum maternal (MSAFP) akan dapat mendeteksi masalah prenatal. Ultrasonografi, CT scan,
MRI, dan mielografi akan mengevaluasi lesi, jumlah saraf yang terlibat, dan derajat
hydrochepalus pada bayi yang lahir dengan mielomeningokel (Mary E. Muscari, 2005 : 410)

Pengkajian psiko-sosial-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk
menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua, yaitu

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 19


timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakuakan
aktivitas secara optimal.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 20


B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi (00004) b/d spinal malformation dan proses operasi.
2. Resiko trauma (00038) b/d lesi spinal, kesulitan keseimbangan, penurunan koordinasi
otot, dan kelemahan.
3. Resiko pertumbuhan tidak proporsional (00113) b/d gangguan kongenital, kebutuhan
positioning, dan defisit stimulasi.
4. Hambatan mobilitas fisik (00085) b/d gangguan neuromuscular, kerusakan integritas
struktur tulang, dan penurunan kendali otot.
5. Resiko kerusakan integritas kulit (00047) b/d parelisis, gangguan sirkulasi (penetesan
urin yang kontinue), factor perkembangan,dan tonjolan tulang.

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Resiko Setelah di 1. Kaji factor yang dapat 1. Untuk mencegah
infeksi berikan meningkatkan dan menghindari
(00004) asuhan kerentangan terhadap terjadinya infeksi.
Definisi : keperawatan infeksi (usia, malnutrisi,
Mengalami selama system imun)
peningkatan 3x24jam di 2. Monitor TTV dan 2. Untuk melihat
risiko harapkan observasi tanda infeksi : tanda-tanda
terserang tidak terjadi perubahan suhu, warna terjadinya resiko
organism infeksi. kulit, malas minum , infeksi.
patogenik. Kriteria hasil : irritability, perubahan
Factor Resiko  Kantong warna pada
: meningeal myelomeingocele
 Spinal tetap 3. Observasi pemasangan 3. Menghindari
malforma bersih dan shunt (jika terpasang terjadinya luka
tion utuh shunt), lakukan perawatan infeksi dan trauma
 Proses  Tidak luka pada shunt dan terhadap
operasi menunjuk upayakan agar shunt tidak pemasangan shunt.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 21


kan tanda tertekan
infeksi 4. Bersihkan 4. Melindungi tubuh
 Luka mielomeningokel dengan terhadap infeksi.
operasi, cermat menggunakan
insisi salin normal steril bila
bersih bagian ini menjadi kotor
atau terkontaminasi
5. Untuk mencegah
5. Jelaskan tentang
pengeringan
pemberian balutan steril
kantong.
dan lembab dengan
larutan steril sesuai
instruksi (salin normal,
antibiotik)
6. untuk mencegah
6. Berikan antibiotik sesuai
keterlambatan
resep
pengobatan dalam
pengobatan
2 Resiko Setelah di 1. Identifikasi kebutuhan 1. Untuk mencegah
trauma berikan keamanan dan bahaya bahaya dan
(00038) asuhan keamanan di lingkungan meningkatkan
Definisi : keperawatan keamanan
Peningkatan selama 2. Rawat bayi/klien dengan 2. Untuk mencegah
resiko cedera 3x24jam di cermat, tempatkan bayi kerusakan dan
jaringan yang harapkan /klien pada posisi meminimalkan
tidak di klien tidak telungkup atau miring. tegangan pada
sengaja. mengalami kantung meningeal
Factor trauma pada atau sisi
Resiko: sisi bedah/lesi pembedahan
3. Gunakan alat pelindung
 Lesi spinal. 3. Untuk memberi
di sekitar kantung ( mis :
spinal Kriteria hasil : lapisan pelindung
slimut plastik bedah).
 Kesulitan  Kebutuha agar tidak terjadi

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 22


keseimba n iritasi serta infeksi
ngan keamann 4. Modifikasi aktifitas 4. Meminimalkaan
 Penuruna klien keperawatan rutin (mis : bahaya dan resiko
n terpenuhi memberi makan, member terjadinya trauma.
koordinas  Kantong kenyamanan)
i otot meningeal 5. Berikan materi 5. Mencegah
 Kelemah tetap utuh pendidikan kesehatan terjadinya trauma.
an  Sisi yang berhubungan
pembedah dengan pencegahan
an trauma
6. Untuk mengurangi
sembuh 6. Lakukan manajemen
resiko terjadi
tanpa lingkungan : keamanan
cedera
trauma (perujukan terhadap alat
bantu)
3 Resiko Setelah di 1. Lakukan pengkajian 1. Untuk menentukan
pertumbuhan berikan kesehatan dengan factor resiko
tidak asuhan seksama (riwayat anak,
proporsional keperawatan temperamen, lingkungan
(00113) selama keluarga, skrining
Definisi : 3x24jam di perkembangan)
Beresiko harapkan 2. Kaji keadekuatan asupan 2. Untuk mencegah
mengalami masalah klien nutrisi. terjadinya
pertumbuhan dapat teratasi. malnutrisi dan
di atas Kriteria hasil : mengetahui
persentil ke- pemenuhan asupan
97 atau di  Bayi / nutrisi
bawah anak 3. Bantu orang 3. Memudahkan orang
persentil ke-3 berespon tua/pengasuh dalam tua / pengasuh
unruk usia, terhadap melakukan rencana dalam malakukan
yang stimulasi perawatan. perawatan pada
melewati dua yang anak

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 23


jalur persentil. diberikan 4. Ajurkan pada orang tua 4. Mencegah
Factor Resiko  Asupan atau ibu hamil untuk terjadinya
: nutrisi berkonsultasi dengan malnutrisi dan
 Gangguan anak dokter dalam pemberian resiko gangguan
kongenital dapat nutrisi pada anak pertubuhan
 Kebutuhan terpenuhi 5. Lakukan stimulasi 5. Untuk mencegah
positioning  Orangtua taktil/pemijatan saat terjadinya luka
 Defisit dapat melakukan perawatan memar dan infeksi
stimulasi. melakuka kulit. yang melebar
n disekitar luka
stimulasi 6. Rujuk ke ahli gizi 6. Untuk penyuluhan
perkemba dan perencanaan
ngan yang diet
tepat
untuk bayi
/ anaknya
4 Hambatan Setelah di 1. Kaji kebutuhan terhadap 1. Untuk memenuhi
mobilitas berikan bantuan pelayanan kebutuhan
fisik (00085) asuhan kesehatan. kesehatan klien
Definisi : keperawatan 2. Ajarkan pasien tentang 2. Agar memudahkn
Keterbtasan selama penggunaan alat bantu klien dalam
pada 3x24jam di mobilitas. melakukan aktivitas
pergerakan harapkan 3. Lakukan peregangan otot 3. Untuk mencegah
fisik tubuh mobilisasi bila diindikasikan, jaga kontraktur dan
atau lebih klien agar kaki tetap berada trauma
ekstremitas mengalami pada posisi netral, dan 4. Mencegah
secara peningkatan. latihan rentang gerak pasif kontraktur/footdrop
mandiri dan Kriteria hasil : dan jangan memaksakan dan memfasilitasi
terarah  Kondisi suatu titik tahanan kegunaannya jika
Faktor klien 4. Sokong ekstremitas dalam berfungsi kembali.
berhubungan: kembali posisi fungsionalnya, Paralisis flaksid

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 24


 Kerusaka normal gunakan papan kaki (foot dapat mengganggu
n  Memperta board) seelama periode kemampuannya
integritas hankan paralisis flaksid. untuk menyangga
struktur posisi Pertahankan posisi kepala kepala, dilain pihak
tulang optimal netral. paralisis spastik
 Penuruna  Memperta 5. Pertahankan panggul pada dapat meengarah
n kendali hankan abduksi ringan sampai pada deviasi kepala
otot kekuatan sedang ke salah satu sisi.
 Ganggua dan fungsi 6. Konsultasikan dengan ahli 5. untuk mencegah
n bagian fisioterapi secara aktif, dislokasi
neuromus tubuh latiahn resistif, dan 6. Untuk program
kuler  Memperta ambualsi pasien latihan
Batasan hankan
karakteristik : perilaku
 Peruhaha yang
n cara memungki
berjalan nkan
 Ketidakst adanya
abilan aktivitas
fostur
5 Resiko Setelah di 1. Kaji dan inspeksi luka 1. Mencegah
kerusakan berikan pada setiap menganti terjadinya resiko
integritas asuhan balutan. kerusakan integritas
kulit (00047) keperawatan kulit
Definisi : selama 2. Jaga agar area perineal 2. Untuk mencegah
Berisiko 3x24jam di tetap bersih dan kering kerusakan integritas
mengalami harapkan dan tempatkan anak pada kulit dan
perubahan klien tidak permukaan pengurang meminimalkan
kulit yang mengalami tekanan. tekanan
buruk. iritasi kulit 3. Ubah posisi individu 3. Untuk penurunan
Fakto resiko : dan gangguan untuk berbalik atau takanan pada kulit.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 25


 Parelisis eleminasi mengangkat berat
 Gangguan urin. badannya setiap 30 menit
sirkulasi Kriteria hasil : sampai 2 jam
(penetesa  Kulit tetap 4. Instruksikan keluarga 4. Untuk mencegah
n urin bersih dan tentang teknik spesifik dekubitus.
yang kering yang digunakan dirumah
kontinue)  Tidak ada 5. Ajarkan cara masase kulit 5. Untuk mengurangi
 Factor bukti- dengan perlahan selama tekanan pada lutut
perkemba bukti pembersihan dan dan pergelangan
ngan iritasi dan pemberian lotion pada kaki selama posisi

 Tonjolan gangguan keluarga atau orang tua telengkup.

tulang eleminasi bayi/anak


6. Kolaborasi : Perawatan 6. Untuk peningkatan
luka dengan gunakan unit proses
TENS penyembuhan luka,
jika perlu

D. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi


No. Dx Implementasi Evaluasi
1 1. Mengkaji factor yang dapat meningkatkan  Tidak menunjukkan
kerentangan terhadap infeksi (usia, malnutrisi, tanda infeksi
system imun)  Luka operasi, insisi
2. Memonitor TTV dan observasi tanda infeksi : bersih
perubahan suhu, warna kulit, malas minum ,  Kantong meningeal
irritability, perubahan warna pada tetap bersih dan utuh
myelomeingocele  TTV dalam rentang
3. Mengobservasi pemasangan shunt (jika normal
terpasang shunt), lakukan perawatan luka pada
shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekan
4. Membersihkan mielomeningokel dengan cermat
menggunakan salin normal steril bila bagian ini

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 26


menjadi kotor atau terkontaminasi
5. Menjelaskan tentang pemberian balutan steril
dan lembab dengan larutan steril sesuai instruksi
(salin normal, antibiotik)
6. Memberikan antibiotik sesuai resep
2 1. Mengidentifikasi kebutuhan keamanan dan  Kebutuhan keamann
bahaya keamanan di lingkungan klien terpenuhi
2. Merawat bayi/klien dengan cermat, tempatkan  Kantong meningeal
bayi /klien pada posisi telungkup atau miring tetap utuh dan bersih
3. Mengunakan alat pelindung di sekitar kantung (  Sisi pembedahan
mis : slimut plastik bedah) sembuh tanpa trauma
4. Memodifikasi aktifitas keperawatan rutin (mis :
memberi makan, member kenyamanan)
5. Memberikan materi pendidikan kesehatan yang
berhubungan dengan pencegahan trauma
6. Melakukan manajemen lingkungan : keamanan
(perujukan terhadap alat bantu)
3 1. Melakukan pengkajian kesehatan dengan  Bayi / anak berespon
seksama (riwayat anak, temperamen, lingkungan terhadap stimulasi
keluarga, skrining perkembangan) yang diberikan
2. Mengkji keadekuatan asupan nutrisi  Asupan nutrisi anak
3. Membantu orang tua/pengasuh dalam melakukan kurang terpenuhi
rencana perawatan  Orangtua dapat
4. Mengjurkan pada orang tua atau ibu hamil untuk melakukan stimulasi
berkonsultasi dengan dokter dalam pemberian perkembangan yang
nutrisi pada anak tepat untuk bayi /
5. Melakukan stimulasi taktil/pemijatan saat anaknya
melakukan perawatan kulit
6. Mengkolaborasikan : Rujuk ke ahli gizi
4 1. Mengkaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan  Kondisi klien
kesehatan. kembali normal

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 27


2. Mengajarkan pasien tentang penggunaan alat  Mempertahankan
bantu mobilitas. posisi optimal
3. Melakukan peregangan otot bila diindikasikan,  Mempertahankan
jaga agar kaki tetap berada pada posisi netral, kekuatan dan fungsi
dan latihan rentang gerak pasif dan jangan bagian tubuh
memaksakan suatu titik tahanan  Mempertahankan
4. Mengokong ekstremitas dalam posisi perilaku yang
fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) memungkinkan
seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan adanya aktivitas
posisi kepala netral.
5. Mempertahankan panggul pada abduksi ringan
sampai sedang
6. Mengkolaborasikan : dengan ahli fisioterapi
secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien
(Konsultasikan)
5 1. Mengkaji dan inspeksi luka pada setiap menganti  Kulit tetap bersih
balutan dan kering
2. Menjaga agar area perineal tetap bersih dan  Tidak ada bukti-
kering dan tempatkan anak pada permukaan bukti iritasi dan
pengurang tekanan. gangguan eleminasi
3. Mengbah posisi individu untuk berbalik atau  Tidak terjadi
mengangkat berat badannya setiap 30 menit dekubitus dan
sampai 2 jam kerusakan integritas
4. Menginstruksikan keluarga tentang teknik kulit
spesifik yang digunakan dirumah
5. Mengjarkan cara masase kulit dengan perlahan
selama pembersihan dan pemberian lotion pada
keluarga atau orang tua bayi/anak
6. Mengkolaborasi : Perawatan luka dengan
gunakan unit TENS

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 28


Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 29
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari katalis spinalis pada
perkembangan awal dari embrio (Arif Muttaqin, 2008: 416).

Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan aatau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Wong, 2003).

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan
awal embrio.

Spina bifida merupakan anomali dalam pembentukan tulang belakang yakni suatu defek
dalam penutupan saluran tulang belakang. Hal ini biasanya terdapat posterior mengenai
prosesus spinosus, dan lamina, sangat jarang terjadi di bagian anterior terdapat terbanyak
pada vertebra lumbalis dan lumbosakralis.

B.Saran
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa
menambah pengetahuan pembaca. Di samping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik
dari para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami
selanjutnya.

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 30


DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2011,Asuhan keperawatan dengn spina bifida,17 September 2014

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2011/09/12/asuhan-keperawatan-anak-dengan-
spina.html

Sumantri,Bambang,2011, Asuhan keperawatan dengn spina bifida September 2014

http://hanyasekedarblogg.blogspot.com/2013/09/06/askep-spina-bifida.html

Nuzulul,2011, Asuhan keperawatan dengn spina bifida,17 September 2014

file:///C:/Documents/sistem%20muskuloskeletal/artikel_detail-35562-Kep%20Neurobehaviour-
Askep%20Spina%20Bifida.html

Herdman, T. Heather. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Ahli


Bahasa : Made Sumaryati, Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia : Barrarah Barlid,
Monica Ester, Wari Praptiani. Jakarta : EGC, 2012.

Wilkinson, Judith M. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Diagnosa NANDA, Intervensi


NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa : Esty Wahyuningsih ; Editor edisi Bahasa Indonesia :
Dwi Widiarti. Ed. 9. Jakarta : EGC.

Lestari. Kamus Keperawatan. Penerbit : Buana Press

Sistem Muskuloskeletal : ASKEP Spina Bifida Page | 31

Vous aimerez peut-être aussi