Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1. ATRESIA DUODENI
a. Pengertian
Atresia duodeni adalah Suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus)
tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang
tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
b. Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, tapi ada
beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum:
- Gangguan pada awal masa kehamilan (minggu ke-4 dan minggu ke-5 )
- Gangguan pembuluh darah
- Banyak terjadi pada bayi prematur
c. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang tidak
adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi pita
padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa
epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke
lumen duodenal secara sempurna.
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami
rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis atau kematian sel
terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara lumen duodenum.
Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan pankreatik
yang mengelilingi sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan
perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan atau berlebihan dari pancreatic
buds.
Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas
epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari
mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya memainkan
peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis
dari duodenum.
d. Epidemiologi
Insiden atresia duodenum di Amerika Serikat adalah 1 per 6000 kelahiran. Obstruksi
duodenum kongenital intrinsik merupakan 2/3 dari keseluruhan obstruksi duodenal
kongenital (atresia duodenal 40-60%, duodenal web 35-45%, pankreas anular 10-30%,
stenosis duodenum 7-20%). Insiden obstruksi kongenital di Finlandia (intrinsik, ekstrinsik,
dan campuran) adalah 1 per 3400 kelahiran hidup. Tidak terdapat predileksi rasial dan
gender pada penyakit ini.
e. Mortalitas dan Morbiditas
Jika atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya akan
segera menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari
neonatus yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur.Kemudian
Hidramnion terjadi pada sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia atau stenosis
duodenum paling sering dikaitkan dengan trisomi 21. Dan Sekitar 22-30% pasien obstruksi
duodenum menderita trisomi 21.
f. Manifestasi Penyakit
Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenal atau duodenal
web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis hingga masa kanak kanak atau remaja.
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum
teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi
kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in
utero.
Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada
USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua
mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis
prenatal memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk
melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan
anomali saluran cerna.
h. Diagnosis Banding
Atresia esophagus
Malrotasi dengan volvulus midgut
Stenosis pylorus
Pankreas anular
Vena portal preduodenal
Atresia usus
Duplikasi duodenal
Obstruksi benda asing
Penyakit Hirschsprung
Refluks gastroesofageal
i. Penatalaksanaan
j. Prognosis
Morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bermakna selama 50 tahun terakhir.
Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi pediatrik, neonatologi, dan teknik
pembedahan, angka kesembuhannya telah meningkat hingga 90%.
k. Komplikasi
Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi, terutama bila tidak
terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti
pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks
gastroesofageal.
2. ATRESIA ETSOPHAGUS
a. Pengertian
- Atresia berarti buntu. Suatu keadaan yang tidak ada lubang atau muara (buntu) pada
esophagus.
- Atresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang
menghasilkan pembentukan suatu kantong (Blind Pouch) atau lumen berkurang tidak
memadai yang mencegah perjalanan makanan atau sekresi dari piring ke perut.
- Atresia Esophagus adalah gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan
kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitif
Pada sebagian besar kasus atresia etsophagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada 1/4 -
1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina
(disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula).
Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia
etsophagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin
testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
b. Etiologi
1. Secara umum :
Salah satu nya adalah kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur,
dan ada Beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan konginital Atresia Etsopgus
diantaranya:
Faktor obat
Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali domine .
Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada
janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen .
Faktor gizi
2. Secara khusus :
Secara epidemologi anomali ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat :
• Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing –masing
menjadi esopagus dan trachea .
• Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.
• Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula
trachea esophagus.
d. Manifestasi klinik
Hipersekresi cairan dari mulut
Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)
Atresia esophagus harus dicurigai jika :
- Terdapat riwayat polihidramnion ibu
- Kateter yang dipergunakan pada saat kelahiran untuk resusitasi tidak dapat dimasukkan ke
dalam lambung.
- Bayi tersebut mempunyai sekresi oral dan faring yang berlebihan
- Terjadi aspirasi, sianosis atau batuk dalam pemberian makan bayi
Bayi dengan atresia tanpa fistula mempunyai abdomen skafoid serta tanpa gas. Pada fistula
tanpa atresia yang jarang ditemukan, gejala-gejala yang sering terjadi adalah aspirasi
pneumonia berulang dan diagnosisnya dapat tertunda hingga beberapa hari atau bahkan
berbulan-bulan. Walaupun aspirasi sekresi faring merupakan temuan yang hampir selalu
didapatkan pada penderita-penderita atresia esophagus, namun aspirasi isi lambung melalui
suatu fistula di bagian distal menyebabkan pneumonitis kimia yang jauh lebih hebat
mengancam jiwa penderita tersebut.
Atresia esophagus terjadi pada 1 : 3000-4500 kelahiran hidup, kira-kira sepertiga dari bayi-
bayi tersebut lahir secara premature. Pada lebih dari 75% kasus-kasus yang ditemukan,
suatu fistula di antara trakea dan esophagus bagian distal menyertai atresia tersebut.
Anomali-anomali congenital tambahan diantaranya dapat mengencam jiwa pendererita dan
terjadi pada minimal 30% bayi denga atresia esophagus. Yang paling sering adalah anomaly
kardiovaskuler tetapi dapat pula dijumpai cacat lain pada saluran cerna, saluran kemih,
vertebrata, dan system saraf pusat.
e. Klasifikasi
1. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus(pada persambungan
dengan lambung) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila
dibaringkan.
2. Akalasia
Akalasia merupakan kebalikan dari kalasia, pada akalasia bagian distal esophagus tidak
dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut
pula sebagai spasme kardio- esofagus.
Penyebab akalasia adalah adanya kartilago trakea yang tumbuh ektopik pada esofagus
bagian bawah. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan jaringan tulang rawan dalam
lapisan otot esophagus.
Pertolongannya adalah tindakan bedah sebelum dioperasi pemberian minum harus dengan
sendok sedikit demi sedikit dengan bayi dalam posisi duduk.
Tapi ada juga yang mengklasifikasikan cacat pada atresia esophagus, antara lain :
4. Tipe D : Atresia esophagus dengan fistula distal dan fistula proximal (0,7%)
Hal ini paling jarang dari EA/TEF, di mana kedua segmen kerongkongan terikat erat dengan
trachea.
b. Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini dapat diberikan
pengobatan sebagai beriikut :
- Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan dilakukan
koreksi sekaligus
- Eksisi membran anal
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan
fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi
sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau
refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan
seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat
esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan
makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis. Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini adalah dengan
mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
BABIV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan bagi masyarakat maka kita sebagai seorang
bidan harus mempunyai wawasan yang luas tentang kesehatan yang mana harus disertai
dengan skill dari seorang bidan itu sendiri semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat
membantu rekan-rekan sejawat dalam memberikan informasi tentang kesehatan kepada
klien khususnya masyarakat luar. Sehingga masyarakat mengerti akan kesehatan
keluarganya, serta bermanfaat bagi kita yang membuat makalah ini dan pembaca semua
tentang kelainan yang terjadi pada bayi Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus.