Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Drug management is one of important advocates in health care. Poor drug management will result in
stagnant inventory and stockout. Drugs that experience stagnacy, will pose risk to expire. This research was
conducted at City Pharmaceutical Warehouse in Surabaya. This research used a cross-sectional study design
with observational approach. The method used in this research was the method of morbidity. Number of drug
needed were determined by projecting the incidence of toddlers pneumonia in 2013 with chosen trend projection
technique. The results of projections were based on kind of drug, amount of dosage, frequency in one day and
the number of one-time treatment then multiplied by the price of the drug. The result of the calculation of number
of drug needed in 2014 using the morbidity method were. Co-trimoxazole for Adult; 6,450 tablets, cotrimoxazole
suspension; 1,518 bottles, Paracetamol 500 mg; 4,544 tablets, Paracetamol Syrup 120mg/5ml; 1,518 bottles,
Salbutamol 2mg; 11,382 tablets. It was then compared to the projections on the data from the reports of The Use
of Drugs and Demand Reports (Indonesian: Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat, LPLPO). The
conclusion, the use of drug according to data from the LPLPO was higher than the one from morbidity method.
.
Keywords: drugs needs, morbidity method, pneumonia, toddlers
Pengelolaan obat merupakan salah satu mengalami stagnant akan menimbulkan risiko expire
pendukung penting dalam pelayanan kesehatan. (kadaluarsa). Sedangkan obat yang mengalami
Demikian juga halnya pengelolaan obat di pelayanan stockout akan berdampak buruk pada puskesmas
kesehatan dasar mempunyai peran sangat signifikan sebagai pusat pelayanan strata pertama (Muzakkin,
pengelolaan obat di Kabupaten/Kota harus dilakukan dan Sisa Stok GFK Surabaya bulan Januari-
secara terus menerus. Hal ini perlu dilakukan agar November 2013, dapat diketahui bahwa obat dan
dapat mendukung kualitas pelayanan kesehatan alat kesehatan yang mengalami stagnant cukup
dasar. Perbaikan secara menyeluruh di semua tinggi jika dibandingkan dengan persediaan
aspek pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat normalnya, yaitu 60,56% mengalami stagnant,
memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin 10,25% obat mengalami stockout, sedangkan
Manajemen obat yang kurang baik akan obat dan alat kesehatan tidak boleh > 10% dari
mengakibatkan persediaan obat mengalami jumlah pemakaian, mengingat obat dan alat
stagnant (kelebihan persediaan obat, obat lama kesehatan dalam pengadaannya membutuhkan
tidak terpakai atau tertumpuk) dan stockout dana yang lebih besar sehingga harus dilakukan
Berdasarkan Laporan Obat dan Alat Kesehatan perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan
juga dapat diketahui bahwa tingginya angka Standar terapi pengobatan adalah pedoman
stagnant mempengaruhi jumlah obat yang expire. pengobatan yang disusun secara sistematik untuk
Untuk jumlah obat dan alat kesehatan yang membantu dokter dalam menegakkan diagnosis dan
mengalami expire sebesar 7,44% di tahun 2013, pengobatan yang optimal untuk suatu penyakit
obat dan alat kesehatan yang akan expire sebesar tertentu. Dalam penelitian kali ini pedoman
17,02% di tahun 2014. Sedangkan jumlah expire pengobatan yang digunakan adalah Peraturan
pada pengelola obat publik dan perbekalan Menteri Kesehatan RI No.5 tahun 2013 tentang
kesehatan seharusnya < 3%. (Management Science Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas di
of Health, 1997). Keadaan tersebut dapat Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer; Peraturan
menjelaskan bahwa sistem pengelolaan obat di GFK Menteri Kesehatan RI No. 2406 tahun 2011 tentang
Surabaya belum berjalan dengan baik, sehingga Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik; Tata
menyebabkan stagnant sebesar 60,56% dan expire Laksana Standar Pneumonia Kementerian
sebesar 7,44% pada obat dan alat kesehatan. Kesehatan RI tahun 2012; Pedoman Pengobatan
analisis kebutuhan obat Pneumonia Balita dengan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
menggunakan metode morbiditas di GFK Surabaya. merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit
rekomendasi dalam upaya perbaikan kondisi pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan
manajemen logistik obat sebagai dasar tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional
pengendalian stagnant dan expire di GFK Surabaya. minimal untuk pelayanan kesehatan.
Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Obat (LPLPO) merupakan formulir yang
dalam hal ini GFK Surabaya sebagai penanggung ini digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat
jawab, mempunyai tugas pokok melaksanakan atau disebut juga formulir Laporan Pemakaian dan
perbekalan kesehatan, meliputi perencanaan Persediaan obat dikatakan efektif apabila dapat
pencatatan pelaporan, monitoring, supervisi dan Salah satu tolak ukur dari efektivitas adalah
kecukupan jumlah obat di satu unit pelayanan atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi
kesehatan dalam kurun waktu tertentu. Obat teknis, daya guna dan hasil barang inventaris;
disediakan secara kualitatif dan kuantitatif yang Penghapusan obat berupa kegiatan dan usaha
dapat memenuhi kebutuhan dan sebagian besar pembebesan barang dari pertanggungjawaban yang
Di dalam manajemen logistik, fungsi-fungsi perencanaan obat meliputi tahap pemilihan obat,
menajemen yang dilakukan adalah Perencanaan tahap kompilasi pemakaian obat dan tahap
menentukan dalam proses pengadaan obat publik Tahap pemilihan obat, fungsi seleksi obat ini
dan perbekalan kesehatan; Penganggaran obat adalah untuk menentukan apakah obat tersebut
merupakan usaha merumuskan perincian penentuan benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah
kebutuhan dalam suatu skala standar, yaitu skala penduduk dan pola penyakit di daerah tersebut.
mata uang serta jumlah biaya dengan Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang baik
terhadapnya; Pengadaan obat merupakan usaha kebutuhan obat. Salah satunya apabila jenis obat
dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan banyak, maka dipilih berdasarkan obat pilihan (drug
operasional yang telah digariskan dalam fungsi of choice) dari penyakit yang prevalensinya paling
dilaksanakan dengan prinsip efektif, efisien, Pemakaian Obat adalah rekapitulasi data pemakaian
transparan dan adil; Penerimaan dan Penyimpanan obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber
obat yaitu melakukan kegiatan penerimaan dan dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
terdahulu untuk kemudian disalurkan kepada Tahap perhitungan kebutuhan obat, dilakukan
instansi-instansi pelaksana dalam hal ini pelayanan dengan metode konsumsi dan metode morbiditas.
kesehatan tingkat dasar atau puskesmas; Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan
Penyaluran lebih dikenal dengan nama distribusi atas analisis data konsumsi obat tahun sebelumnya.
obat adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka Metode Morbiditas atau metode epidemiologi adalah
pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan penyakit (Febriawati, 2013).
jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur Prosedur perencanaan dalam metode ini adalah
untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan
kesehatan; Pemeliharaan obat merupakan usaha kelompok umur-penyakit; menyiapkan data populasi
penduduk; menyediakan data kejadian penyakit per Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2013,
tahun pada kelompok umur yang telah ditetapkan; Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
menghitung frekuensi kejadian penyakit per tahun (LPLPO), Proyeksi LPLPO dan metode morbiditas.
pada kelompok umur yang telah ditetapkan; Penelitian dilakukan di Gudang Farmasi Kota (GFK)
melakukan proyeksi kejadian penyakit pada Surabaya dari bulan Mei hingga Juni 2014.
kelompok umur yang telah ditetapkan; menghitung Populasi dalam penelitian ini adalah 62 Data
jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian LPLPO Puskesmas yang ada di Surabaya.
obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada Penentuan besar sampel dalam penelitian ini
dan menghitung jumlah yang harus diadakan untuk menggunakan teknik probability sampling dengan
tahun anggaran yang akan datang. rumus simple random sampling. Derajat
Menurut Hanke dalam Baroroh (2013) Proyeksi penyimpangan ditentukan sebesar 10% dengan
atau peramalan berguna untuk melakukan prediksi derajat kemaknaan 90%. Besar sampel penelitian
di masa datang berdasarkan data-data yang dimiliki. adalah 28 Data LPLPO Puskesmas. Cara
Metode Trend merupakan salah satu analisis Time pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
Series, yaitu teknik proyeksi secara kuantitatif secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada.
melalui data-data yang dikumpulkan dalam Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
serangkaian tahapan waktu. Untuk mengetahui penelitian ini adalah data sekunder.
metode trend yang baik bagi suatu data, maka hal Teknik analisa data yang dilakukan adalah
tersebut sangat bergantung pada nilai R square melakukan identifikasi penyakit utama terpilih,
(koefisien determinasi) metode tersebut. Semakin identifikasi obat penyakit utama terpilih dari Tata
besar nilai R square (mendekati 100% atau 1) maka Laksana Standar Pneumonia Kementerian
metode trend tersebut semakin bagus untuk Kesehatan RI tahun 2012, identifikasi sediaan obat
memprediksi data yang dianalisis. Dalam penelitian penyakit utama terpilih dari DOEN 2013, melakukan
ini menggunakan tiga jenis model trend yaitu trend perhitungan data Pemakaian Obat Pneumonia dari
linier, trend kuadratik (quadratic) dan trend LPLPO-GFK Surabaya tahun 2013 per Bulan
Pada proses pencarian penyakit utama sebagai Pneumonia Kementrian Kesehatan Republik
acuan penelitian, data diperoleh dari Bidang Indonesia Dirjen Pengendalian Penyakit dan
Penyusunan Program Dinas Kesehatan Kota Penyehatan Lingkungan tahun 2012, pengobatan
Surabaya. Data penyakit utama pada setiap tahun Pneumonia pada Balita dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
ditampilkan dalam 10 penyakit terbesar, yaitu pemberian Antibiotik Oral, pemberian Antipiretik (anti
penyakit saluran pernafasan bagian atas sebesar demam) dan pemberian Anti wheezing (pengobatan
penyakit rongga mulut sebesar 12,29% sebagai Sediaan Obat Penyakit Utama Terpilih
urutan ke dua, selanjutnya penyakit pada sistem otot Dalam DOEN tahun 2013 yang digunakan oleh
dan jaringan pengikat sebesar 11,45% pada urutan Puskesmas, antibiotik oral yang digunakan untuk
Tujuh urutan penyakit berikutnya adalah kelas terapi Antibakteri Sulfa-Trimetoprim. Dengan
penyakit kelainan kulit dan jaringan sub kutan Nama Generik Kotrimoksazol. Untuk Kotrimoksazol
sebesar 8,46%, penyakit infeksi pada usus sebesar dibagi menjadi dua sediaan, yaitu Kotrimoksazol
6,20%, penyakit lain pada sistem pencernaan suspensi dan Tablet Dewasa. Pada Kotrimoksazol
sebesar 5,98%, penyakit tekanan darah tinggi dengan sediaan suspensi, setiap 5 ml mengandung
sebesar 3,06%, penyakit endokrin dan metabolik kekuatan sediaan Sulfametoksazol 200 mg dan
sebesar 1,85%, penyakit mata dan adneksia Trimetoprim 40 mg. Pada Kotrimoksazol Tablet
sebesar 1,68%, penyakit yang disebabkan oleh virus (Dewasa), setiap tablet mengandung kekuatan
sebesar 1,36% dan penyakit lain-lain sebesar sediaan Sulfametoksazol 400 mg dan Trimetoprim
7,96%. 80 mg.
Penyakit utama yang digunakan dalam Dalam DOEN tahun 2013 yang digunakan oleh
penelitian ini adalah penyakit saluran pernafasan Puskesmas adalah parasetamol. Pada pengobatan
bagian atas. Penyakit ini termasuk dalam Infeksi Pneumonia Balita hanya digunakan parasetamol
Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Program dalam bentuk sediaan tablet 500 mg dan sirup 120
Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi mg. Untuk pengobatan wheezing terdapat dalam
penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia kolom Obat untuk Saluran Nafas dalam kelas
dan yang bukan pneumonia. Penelitian ini Antiasma. Terdapat dua obat yaitu Ephinefrin
menggunakan Salbutamol 2 mg, hal ini botol, Parasetamol Tablet 500 mg berjumlah
menyesuaikan dengan sediaan yang tersedia di 1.421.150 tablet, Parasetamol Sirup 120 mg/5 ml
164.557 tablet.
Pemakaian obat Pneumonia Balita selama Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
tahun 2013 menurut data LPLPO adalah dengan metode trend dapat dilihat di Tabel 1.
Hasil analisis pada metode trend telah menunjukkan Pemakaian Salbutamol 2 mg selama tahun 2014
pemaparan pada proyeksi pada data pemakaian Perhitungan Kebutuhan Obat Penyakit Utama
obat Pneumonia Balita berdasarkan LPLPO dapat Terpilih dengan Metode Morbiditas
menggunakan analisis pada jenis model yang Penyakit Pneumonia Balita sebagai dasar
mempunyai nilai R Square mendekati 100%. dalam proses perencanaan kebutuhan obat dibagi
Proyeksi akan menggunakan model trend Quadratic. menjadi dua kelompok umur, yaitu kelompok umur <
Hasil proyeksi pemakaian obat Pneumonia 1 Tahun dan 1-4 Tahun. Total seluruh penduduk
Balita selama tahun 2014 berdasarkan data LPLPO. usia Balita berjumlah 106.178 Balita.
Pemakaian Kotrimoksazol Dewasa selama tahun Total kejadian Pneumonia Balita pada kelompok
2014 berjumlah 221.889 tablet. Pemakaian umur < 1 tahun selama tahun 2013 adalah 565
Kotrimoksazol Suspensi selama tahun 2014 kejadian. Proporsi kejadian Pneumonia Balita
berjumlah 15.166 botol. Pemakaian Parasetamol tertinggi berada pada Puskesmas Ketabang sebesar
Tablet 500 mg selama tahun 2014 berjumlah 2,65%. Proporsi kejadian Pneumonia Balita terendah
1.421.144 tablet. Pemakaian Parasetamol Sirup 120 pada Puskesmas Siwalankerto, Klampisngasem,
mg/5 ml selama tahun 2014 berjumlah 27.583 botol. Lidah Kulon dan Rangkah sebesar 0% atau tidak
Proporsi total pada kelompok umur < 1 tahun 6,46%. Proporsi kejadian Pneumonia Balita terendah
Total kejadian Pneumonia Balita pada kelompok sebesar 0% atau tidak ada kejadian Pneumonia
umur 1-4 tahun selama tahun 2013 adalah 948 Balita dalam satu tahun. Proporsi total pada
kejadian. Proporsi kejadian Pneumonia Balita kelompok umur 1-4 tahun sebesar 27,44%.
Proyeksi dilakukan dari bulan Januari-Desember satu kali dosis, frekuensi pemberian dalam sehari
2014. Jumlah kejadian Pneumonia Balita yang sehingga menghasilkan jumlah obat untuk satu kali
dihasilkan pada kelompok umur < 1 tahun terapi dan dikalikan dengan harga obat. Jumlah
bertambah sebesar 5 kejadian dari tahun Kotrimoksazol Suspensi yang dibutuhkan adalah
sebelumnya berjumlah 565 kejadian. Jumlah 570 botol, dengan jumlah anggaran sebesar Rp
kejadian Pneumonia Balita pada kelompok umur 1-4 1.995.000,00. Jumlah Parasetamol Sirup yang
tahun tetap sebesar 948 kejadian. dibutuhkan adalah 570 botol, dengan jumlah
Pada umur kurang dari 1 tahun, terapi utama menggunakan tiga perencanaan terapi pengobatan
yang diberikan oleh dokter yaitu berupa sediaan yaitu dengan semua sediaan sirup, semua sediaan
sirup. Khusus untuk obat Salbutamol 2 mg hanya tablet dan kombinasi sediaan sirup dan tablet.
terdiri dari sediaan tablet, sehingga tetap Khusus untuk obat Salbutamol 2 mg hanya terdiri
Pada perencanaan pertama untuk kelompok perencanaan tetap menggunakan sedian tersebut.
2013 yang sudah diproyeksikan. Kemudian dikalikan botol, dengan jumlah anggaran sebesar Rp
dengan jumlah satu kali dosis, frekuensi pemberian 2.180.400,00. Jumlah Salbutamol 2 mg yang
dalam sehari sehingga menghasilkan jumlah obat dibutuhkan adalah 8532 tablet, dengan jumlah
untuk satu kali terapi dan dikalikan dengan harga anggaran sebesar Rp 853.200,00. Jadi, jumlah
obat. Jumlah Kotrimoksazol Suspensi yang anggaran yang dibutuhkan untuk satu paket
dibutuhkan adalah 948 botol, dengan jumlah pengobatan Pneumonia Balita kelompok umur 1-4
Tabel 3 Hasil Perencanaan beserta Rencana Anggaran dari Metode Morbiditas Selama 1 Tahun
Terapi pengobatan yang kedua perhitungan Salbutamol 2 mg yang dibutuhkan adalah 8532
dilakukan dengan cara yang sama dengan tablet, dengan jumlah anggaran sebesar Rp
perencanaan sebelumnya. Jumlah Kotrimoksazol 853.200,00. Jadi, jumlah anggaran yang dibutuhkan
Tablet Dewasa yang dibutuhkan adalah 4.740 untuk satu paket pengobatan Pneumonia Balita
tablet, dengan jumlah anggaran sebesar Rp kelompok umur 1-4 tahun pada perencanaan ketiga
dibutuhkan adalah 2.844 tablet, dengan jumlah Total anggaran untuk pengobatan Pneumonia
Salbutamol 2 mg yang dibutuhkan adalah 8532 pengobatan Pneumonia Balita (kelompok umur < 1
tablet, dengan jumlah anggaran sebesar Rp tahun dan 1-4 tahun) membutuhkan anggaran
untuk satu paket pengobatan Pneumonia Balita 9.942.600,00. Berdasarkan perencanaan ke dua,
kelompok umur 1-4 tahun pada perencanaan kedua pengobatan Pneumonia Balita (kelompok umur < 1
Hasil perbandingan perhitungan obat memerlukan 221.889 tablet dalam satu tahun
menggunakan metode morbiditas dan pemakaian pemakaian. Obat antibiotik Kotrimoksazol Suspensi
berdasarkan LPLPO pada tahun 2014 menunjukkan memerlukan 1.518 botol, sedangkan menurut
perbedaan. Berdasarkan metode morbiditas, obat LPLPO memerlukan 15.166 botol dalam satu tahun
Untuk obat antipiretik Parasetamol Tablet 500 data LPLPO Puskesmas. Hanya 45,16% dari total
mg memerlukan 4.544 tablet sedangkan menurut populasi. Selain itu, pengambilan sampel dilakukan
jumlah pemakaian LPLPO memerlukan 1.421.144 secara acak, karena populasi dianggap homogen.
tablet dalam satu tahun pemakaian. Untuk obat Hal ini juga mempengaruhi hasil dalam penelitian ini,
antipiretik Parasetamol Sirup 120 mg/5 ml karena ada beberapa Puskesmas yang memiliki
memerlukan 1.518 botol sedangkan menurut jumlah morbiditas Pneumonia Balita tinggi namun tidak
satu tahun pemakaian. Untuk obat anti wheezing Pemberian terapi pengobatan hanya didasarkan
Salbutamol 2 mg memerlukan 11.382 tablet pada penyakit Pneumonia Balita saja. Hal ini
sedangkan menurut jumlah pemakaian LPLPO dikarenakan sudah adanya standar pengobatan
memerlukan 164.551 tablet dalam satu tahun yang baku pada penyakit Pneumonia. Pada
Pemakaian dari LPLPO menunjukkan hasil yang Pneumonia di Puskesmas tidak cukup satu kali.
jauh lebih besar dari pada pemakaian obat Pasien harus melakukan kontrol satu kali lagi
berdasarkan morbiditas Pneumonia Balita selama setelah pengobatan yang pertama. Sehingga terapi
satu tahun. Hal ini disebabkan karena obat yang pengobatan yang diberikan oleh dokter dapat lebih
digunakan untuk Pneumonia Balita juga digunakan dari satu kali. Hal ini juga mempengaruhi hasil dalam
pada terapi pengobatan penyakit lainnya. Selain itu penelitian ini, karena penelitian ini hanya
dapat terjadi dikarenakan kelemahan metode mengasumsikan pemberian terapi sejumlah satu kali
morbiditas yang telah dijelaskan pada Halaman 30 kepada setiap pasien penyakit Pneumonia Balita.
memadai. Sedangkan realitanya masih banyak Hasil perbandingan hasil proyeksi pemakaian
Puskesmas yang tidak melengkapi data LPLPO obat dari LPLPO dengan metode morbiditas yang
selama setahun penuh, yaitu pada Tahun 2013. Hal sudah dilakukan menunjukkan selisih yang cukup
ini dapat mempengaruhi karena subjek merupakan besar. Hasil pemakaian berdasarkan data LPLPO
total populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah jauh lebih banyak dari pada kebutuhan obat
seluruh data LPLPO Puskesmas se-Kota Surabaya. berdasarkan morbiditas Pneumonia Balita.
Pada penentuan besar sampel dalam penelitian Dinas Kesehatan Kota Surabaya seharusnya
ini menggunakan derajat penyimpangan sebesar membuat Sistem Informasi yang terintegrasi antara
10% dengan derajat kemaknaan 90%. Artinya, Dinas Kesehatan, GFK Surabaya dan seluruh
penyimpangan tentang populasi atau derajat Puskesmas di Kota Surabaya, sehingga data dan
ketepatan yang diinginkan cukup besar yakni 10% informasi yang didapatkan sama dan akurat untuk
atau 0,1. Sampel yang dihasilkan yaitu sebesar 28 memudahkan perencanaan kebutuhan obat.
Kemudian Bagi GFK Surabaya sebaiknya yang keluar sudah tercatat ke dalam sistem. Secara
melakukan perbaikan data-data administrasi melalui disiplin memeriksa stock yang ada di sistem untuk
penertiban data LPLPO kepada pihak Puskesmas memastikan bahwa jumlah barang sama dengan
seluruh Kota Surabaya. Sehingga dapat dilakukan yang tercatat di kartu gudang/Bin Card. Serta
proyeksi terhadap pemakaian dari LPLPO sebagai melakukan penataan secara menyeluruh terhadap
acuan dasar melakukan perencanaan kebutuhan obat yang mendekati expire untuk segera dilakukan
obat dan alkes setiap tahunnya. penghapusan sesuai kebijakan yang berlaku.