Vous êtes sur la page 1sur 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pendahuluan
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi
penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit
ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia
dan influenza kembali merajalela.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan TBC. Faktor social ekonomi yang rendah mempertinggi angka
kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut
laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat
pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab
kematian anak balita tertinggi, melebihi penyakitpenyakit lain seperti campak, malaria,
serta AIDS.

2. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and
Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama,
tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat
(Suzanne G. Bare, 1993)
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-
kantong udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga
kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel
tubuh tidak bisa bekerja. Karena inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh,
penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit
tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi
dengan sumber utama bakteri, virus mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia
maupun partikel.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada
bronkus (biasa disebut bronchopneumonia)

3. Etiologi Penyakit
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun
sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia
sedang timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan timbulnya.
1. Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus
pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis. Bakteri yang dapat
menyebabkan pneumonia adalah : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus
Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni),
Mycobacterium Tuberculosis.
2. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan oleh virus
influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang merupakan
sebagai penyebab utama pneumonia virus. Virus lain yang dapat menyababkan
pneumonia adalah Respiratory syntical virus dan virus stinomegalik.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung. Jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Citoplasma Capsulatum,
Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
4. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada pasien yang
mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.
5. Factor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh
yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia


 Umur dibawah 2 bulan
 Tingkat sosio ekonomi rendah
 Gizi kurang
 Berat badan lahir rendah
 Tingkat pendidikan ibu rendah
 Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
 Kepadatan tempat tinggal
 Imunisasi yang tidak memadai
 Menderita penyakit kronis

Pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia berdasarkan


penyebab dan pneumonia berdasarkan anatomic.
Pneumonia Berdasarkan Penyebab :
1. Pneumonia bakteri.
2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia Jamur.
4. Pneumonia aspirasi.
5. Pneumonia hipostatik.
Pneumonia berdasarkan anatomic :
1. Pneumonia lobaris : radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus
paru-paru.
2. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia) : radang pada paru-paru yang mengenai
satu/beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate.
3. Pneumonia interstitialis (bronkhiolitis) : radang pada dinding alveoli (interstitium) dan
peribronkhial dan jaringan interlobular.

Sedangkan menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
 Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
 Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
 Pneumonia aspirasi.
 Pneumonia pada penderita immunocompromised.

Selain itu juga diklafikasikan berdasarkan bakteri penyebab :


 Pnemonia Bakterial/tipikal : dapat terjadi pada semua usia yang disebabkan oleh
bakteri pnemokokus dan biasanya lebih sering terkena pada orang yang memiliki
imun rendah
 Pnemonia lobaris : terjadi pada satu lobus
 Pnemonia bronkopnemonia : terjadi bercak-bercak pada lobus paru-paru

4. Patologi / patofisiologi terjadinya penyakit


Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus. Bakteri pneumokok ini dapat masuk melalui infeksi
pada daerah mulut dan tenggorokkan, menembus jaringan mukosa lalu masuk ke
pembuluh darah mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput otak. Akibatnya
timbul timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak. Inflamasi bronkus ditandai
adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan
mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi
adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan
napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura.
Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia,
acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan
pada skema proses.

5. Manifestasi klinis
 Pneumonia bakteri
Gejala awal :
Rinitis ringan, Anoreksia, Gelisah

Berlanjut sampai :
Demam, Malaise, Nafas cepat dan dangkal ( 50 – 80 ), Ekspirasi bebunyi, Lebih dari
5 tahun akan mengalami sakit kepala dan kedinginan, Kurang dari 2 tahun akan
mengalami vomitus dan diare ringan, Leukositosis, Foto thorak pneumonia lobar.

 Pneumonia virus
Gejala awal :
Batuk, Rinitis

Berkembang sampai :
Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan
lesu, Emfisema obstruktif, Ronkhi basah, Penurunan leukosit.
 Pneumonia mykoplasma
Gejala awal :
Demam, Mengigil, Sakit kepala, Anoreksia, Mialgia

Berkembang menjadi :
Rinitis, Sakit tenggorokan, Batuk kering berdarah, Area konsolidasi pada
pemeriksaan thorak.

6. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi
dari pneumonia / bronchopneumonia adalah :
1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan
akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke
telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan
tertarik ke dalam dan timbul efusi.
2. Efusi pleura.
3. Abses otak.
4. Endokarditis.
5. Osteomielitis.
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik.
 Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada
 Pemeriksaan darah.
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya
jumlah netrofil) (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan pergeseran
LED meninggi.
 LED meningkat.
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan
komplain menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah, bilirubin meningkat,
aspirasi biopsy jaringan paru

 Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah


Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik,
atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri
dan virus.
Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sukar.
 Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas
mungkin meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi perembesan
(hipokemia)
 Elektrolit
Natruim dan klorida mungkin rendah.
 Aspirasi perkutan biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV),
karakteristik sel raksasa (rubeolla).
b. Radio diagnostic
 Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering
virus). Pada pneumonia mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.

 Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat
pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya
konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.

8. Penatalaksaan
 Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
 Pemberian oksigen tambahan
 Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
 Antibiotik sesuai dengan program
 Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
 Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl
10 mEq/500 ml cairan infuse.
 Obat-obatan :
- Antibiotika berdasarkan etiologi.
- Kortikosteroid bila banyak lender.
 Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg
sehari atau Tetrassiklin 3-4 hari mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan
mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat
sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer
seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.

9. Pathway
Terlampir

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboraturium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan klien.
Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan/penyakit masa lalu, riwayat kesehatan
keluarga, pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat psikososial.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, warna kulit, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS, pola nafas, posisi klien dan respon verbal klien.

b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:

 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis.
 Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme kompensasi, sistem
konduksi jantung & pengaruh sistem saraf otonom.
 Respiratory rate
 Suhu
c. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : wajah terlihat pucat, lemas, banyak keringat, sesak, Adanya PCH,
Adanya tachipne, dyspnea, Sianosis sirkumoral, Distensi abdomen, Batuk : Non
produktif – produktif.
Nyeri dada
 Palpasi : denyut nadi meningkat, turgor kulit menurun, Fremitus raba meningkat
disisi yang sakit, Hati mungkin membesar
 Auslkutasi : terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, takikardia.
 Perkusi : pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.

Pengkajian secara umum yang dapat dilakukan pada pasien dengan


pneumonia/bronchopneumonia adalah :
1. Identitas :

 Sering terjadi pada bayi & anak


 Banyak < 3 tahun
 Kematian terbanyak bayi < 2 bl
2. Keluhan utama :

 Sesak napas
3. Riwayat penyakit sekarang :

 Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari, kemudian
mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada ( anak besar ) kadang-kadang pada
anak kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensi addomen dan kaku kuduk. Timbul
batuk, sesak, nafsu makan menurun.

4. Riwayat penyakit dahulu :


 Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan atas.

5. Riwayat Kesehatan
a. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
b. Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
c. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi
d. Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
e. Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal,
gelisah, sianosis

6. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan


a) Usia tingkat perkembangan
b) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
c) Koping
d) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
e) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya

7. Pengetahuan keluarga / orang tua


a) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
b) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
c) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya

Menurut M. Doengoes (2000) pengkajian yang bisa dilakukan pada pasien dengan
pneumonia/bronchopneumonia adalah :

 Aktivitas istirahat :
Gejala : kelemahan, kelelahan.
Insomnia.
Tanda : letargi
Penurunan toleransi terhadap aktivitas
 Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya GJK kronis.
Tanda : takikardia
penampilan kemerahan / pucat.
 Integritas ego
Gejala : banyaknya stressor/ masalah finansial
 Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual muntah
riwayat diabetes mellitus.
Tanda : distensi abdomen.
Hiperaktif bunyi usus.
Kulit kering dengan turgor buruk.
Penampilan kalkeksia (malnutrisi).
 Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perubahan mental (bingung)
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala
Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada subternal
(influenza)
Mialgia, artralgia
Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umunya tidur pada posisi yang sakit
untuk membatasi gerakan)
 Pernafasan
Gejala : riwayat adanya ISK kronik, PPOM, merokok sigaret.
Takipnea, dipsnea progesif, pernafasan dangkal, penggunaan obat aksesori,
pelebaran nasal.
Tanda : sputum : merah muda, berkarat, atau purulen.
Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi.
Fremitus : taktil dan vocal bertahap dengan konsolidasi.
Gesekan friksi pleural.
Bunyi nafas : menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat, atau nafas
bronchial.
Warna : pucat atau sianosis bibir/kuku.
 Keamanan
Gejala : riwayat gangguan system imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid
atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidak mampuan umum.
Demam (misalnya 38,5-39,6 0C)
Tanda : berkeringat.
Menggigil berulang, gemetar.
Kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa diperoleh dari penganalisaan dari data-data dan informasi yang diperoleh pada
saat pengkajian. Dari diagnosa ini dapat disusun suatu perencanaan, implementasi, serta
evaluasi.
Pada klien dengan pneumonia/bronchopneumonia dapat ditentukan diagnosa sebagai
berikut:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan secret ditandai
dengan batuk tidak produktif.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli ditandai
dengan penimbunan cairan di alveoli.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efusi pleura ditandai dengan sesak.
4. Nyeri akut berhubungan denganagen cedera biologi (inflamasi parenkim paru, reaksi
seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap ) ditandai dengan nyeri dada
pleuritik, sakit kepala, otot atau nyeri sendi
5. Hipertermi berhubungan dengan penumpukkan secret ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh secara mendadak.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan proses infeksi
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penimbunan cairan di alveoli ditandai
dengan gangguan pertukaran gas.
8. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
secara mendadak ditandai dengan keringat berlebih.
3. Perencanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan secret
ditandai dengan batuk tidak produktif.
Tujuan
setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif dengan
criteria hasil :
- Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing
- Sekret di jalan nafas bersih
- Cuping hidung tidak ada
- Tidak ada sianosis

Intervensi :
Mandiri
a. Kaji status pernafasan tiap 2 jam meliputi respiratory rate, penggunaan otot bantu
nafas, warna kulit.
Rasional :
Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan otot dada tidak simetris sering terjadi
karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada/cairan paru.

b. Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas


Rasional :
Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yan
tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.

c. Berikan pasien posisi postural drainage sambil menghirup uap air mendidih dan
berikan minum air hangat
Rasional :
Tindakan ini, membantu pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi

Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melakukan fisiotherapi dada
Rasional :
Memudahkan pengenceran dan pembuangan secret. Koordinasi pengobatan/jadwal
dan masukan oral menurunkan muntah karena batuk, pengeluaran sputum.

b. Jaga humidifasi oksigen yang masuk


Rasional :
Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk yang tidak tampak)
dan memobilisasikan secret.

c. Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan lendir


Rasional :
Mencegah kontaminasi kuman dan terjadi infeksi berulang
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli
ditandai dengan penimbunan cairan di alveoli.
Tujuan
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan pertukaran gas dalam alveoli adekuat
dengan kriteria :
- Akral hangat
- Tidak ada tanda sianosis
- Tidak ada hipoksia jaringan
- Saturasi oksigen perifer 90%

Intervensi :
Mandiri
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional :
Manifestasi distress pernafasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru
dan status kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, cacat adanya sianosis ferifer
(kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
Rasional :
Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau rsepon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membrane mukosa, dan kulit
sekitar mulut (membrane hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik.

c. Kaji status mental


Rasional :
Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.

d. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan
demam dan menggigil.
Rasional :
Demam tinggi (umumnya pada pneumonia bacterial dan influenza) sangat
meningkatkan kebutuhan metabolic dan kebutuhan oksigen dan menggagu
oksigenasi metabolic.

e. Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi, banyaknya jumlah sputum merah


muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadran, dipsnea berat, gelisah.
Rasional :
Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan
membutuhkan intervensi medic segera.

Kolaborasi
a. Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional :
Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen
diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
b. Awasi Analisa Gas Darah, nadi oksimetri.
Rasional :
Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efusi pleura ditandai dengan sesak.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas pasien efektif dengan
kriteria :
 Pasien tidak sesak lagi
 RR normal, suara nafas bersih, suhu normal.
 Tidak ditemukan : batuk, PCH , Retraksi, Sianosis.
 Jumlah sel darah putih
 Rongent dada bersih
 Saturasi oksigen 85 % - 100 %.

Intervensi :
Mandiri
a. Observasi ; RR, suhu, suara naafas
Rasional :
Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja nafas.
Pernafasan dangkal. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis
dan atau nyeri dada pleuritik.
b. Berikan psisi flower/semi flower.
Rasional :
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru
berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

c. Obsevasi pola batuk dan karakter secret.


Rasional :
Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan.

Kolaborasi
a. Lakukan fisioterapi dada kerjakan sesuai jadwal
Rasional :
Memudahkan upaya pernafasan dalam dan meningkatkan drainase secret dari
segmen paru ke dalam bronkus, dimana dapat lebih mempercepat pembuangan
dengan batuk/penghisapan.

b. Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi


Rasional :
Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

c. Berikan humidifikasi tambahan


Rasional ;
Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan membantu pengenceran
secret untuk memudahkan pembersihan.

d. Siapkan untuk/bantu bronkoskopi


Rasional ;
Kadang-kadang berguna untuk membuat bekuan darah dan membersihkan jalan
nafas.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (inflamasi parenkim paru
rekasi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap) ditandai dengan nyeri
dada pleuritik, sakit kepala, nyeri otot dan sendi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau
terkontrol dengan criteria hasil :
 Skala nyeri 0-1
 Pasien rileks dan mengungkapkan nyeri berkurang atau terkontrol

Intervensi :

Mandiri

a. Tentukan karakteristik nyeri, selidiki perubahan karakter/ lokasi/ intensitas nyeri


Rasional : Nyeri biasanya ada dalam beberapa derajat , juga dapat timbul sebagai
tanda komplikasi
b. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Perubahan TTV missal frekuensi jantung atau TD menunjukkan
pasien mengalami nyeri
c. Berikan tindakan kenyamanan, missal pijatan punggung, perubahan posisi,
relaksasi atau latihan nafas
Rasional : Dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terap
analgesik
d. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama batuk
Rasional :Untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara menigkatkan
keefektifan batuk

Kolaborasi :

a. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi


Rasional : Dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau
menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan atau istirahat umum

5. Hipertermi berhubungan dengan penumpukkan secret ditandai dengan


peningkatan suhu tubuh secara mendadak.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
dengan criteria : hipertermi/peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan rentang suhu
antara 36-37 0 C
Intervensi :
Mandiri
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Dengan mengobservasi tanda-tanda vital klien perawat dapat mengetahui keadaan
umum klien, serta dapat memantau suhu tubuh klien.

b. Pemberian kompres hangat pada pasien


Rasional :
Dengan pemberian kompres hangat dapat menurunkan demam pasieen.

c. Berikan minum per oral


Rasional :
Klien dengan hipertermi akan memproduksi keringat yang berlebih yang dapat
mengakibatkan tubuh kehilangan cairan yang banyak, sehingga dengan memberikan
minum peroral dapat menggantikan cairan yang hilang serta menurunkan suhu
tubuh.

d. Ganti pakaian yang basah oleh keringat


Rasional :
Klien dengan hipertermi akan mengalami produksi keringat yang berlebihan
sehingga menyebabkan pakaian basah. Pakaian basah diganti untuk mencegah pasien
kedinginan dan untuk menjaga kebersihan serta mencegah perkembangan jamur dan
bakteri.

Kolaborasi :
a. Berikan obat penurun panas, misalnya antipiretik.
Rasional :
Obat tersebut digunakan untuk menurunkan demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
b. Berikan selimut pendingin
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-400C pada
waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan


kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan proses infeksi

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nutrisi klien adekuat, dengan
kriteria hasil :

 Klien mendemontrasikan intake makanan yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan


dan metabolisme tubuh.
 Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut.

Intervensi :

- Pantau : presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap
hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
R/ : mengidentifikasikan kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
- Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan kesegaran
ruangan.
R/ : Bau yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan.
- Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makan yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi selama sakit panas,
R/ : ahli diet dapat membantu klien memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori,
dan kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, dan berat badannya.
- Dukung klien untuk mengonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein.
R/ : peningkatan suhu tubuh menigkatkan metabolisme, intake protein, vitamin, mineral,
dan kalori yang adekuat penting untuk aktivitas anabolik dan sintesis antibodi.
- Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah jika ada sesak
napas berat.
R/ : maknanan porsi sedikit tapi sering memerlukan lebih sedikit energi.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penimbunan cairan di alveoli ditandai
dengan gangguan pertukaran gas.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama () diharapkan klien dapat melakukan
aktivitas dengan baik dengan criteria :
 Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
tak adanya dipsnea dan kelemahan berlebihan
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi :
Mandiri
a. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Catat laporan dipsnea, peningkatan
kelemahan/ kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Rasional :
Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.

b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong pengguanaa manajemen stress dan pengalih yang tepat.
Rasional :
Menentukan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya


keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional :
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan
kegagalan pernafasan.
d. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istiraha dan/ tidur.
Rasional :
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke
depan meja dan bantal.

e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan


aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan
oksigen.
8. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
secara mendadak ditandai dengan keringat berlebih.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama () pasien tidak mengalami kekurangan
volume cairan dalam tubuh dan menunjukkan keseimbangan cairan, dengan criteria :
 Membrane mukosa lembab.
 Turgor kulit baik (elastis).
 Pengisian kapiler cepat.
 Tanda vital stabil.

Intervensi :
Mandiri
a. Kaji perubahan tanda vital. Misalnya peningkatan suhu/demam memanjang,
takikardia, hipotensi ortostatik.
Rasional :
Peningkatan suhu / memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan
kehilangan cairan melalui evaporasi. Tekanan darah ortostatik berubah dan
peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.

b. Kaji turgor kulit, kelembapan membrane mukosa (bibir, lidah).


Rasional :
Indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa bibir
mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.

c. Catat laporan mual / muntah


Rasional :
Adanya gejala ini menurunkan masukan oral.

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian dari implementasi yang dilakukan. Menurut Doengoes
(2000), hal-hal yang dapat dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan tindakan
keperawatan yang telah diberikan antara lain :
a. Tercapainya kestabilan hemodinamik, suplai darah meningkat, terjadi penurunan
episode dispnea, angina dan disritmia dan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
b. Nyeri hilang, menunjukkan menurunnya tegangan dan mudah digerakkan.
c. Tercapainya perfusi jaringan adekuat secara individual
d. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas,
mendemonstrasikan penurunan tanda fisiologis intoleransi dan melaporkan tidak
adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama pemberian obat.
e. Tercapainya keseimbangan cairan, oedema sudah tidak ada.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Vous aimerez peut-être aussi