Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Usia : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
Agama : isalm
Alamat : Kp. Buaran, Jakarta Timur
No. RM : 00-25-xx-xx
Tanggal Masuk RS : 22 Mei 2108
B. Anamnesis
Keluhan utama :
Sesak napas yang memberat sejak 5 jam SMRS
Keluhan tambahan :
Batuk berdahak(+), demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (+)
Riwayat Alergi :
Alergi obat, makanan, cuaca disangkal
Riwayat pengobatan :
Pasien sudah meminum obat warung (Napasin) ½ tablet dan sesak hanya
berkurang sedikit
Riwayat Psikososial
Riwayat merokok disangkal
Riwayat memnium minuman alcohol disangkal
Pasien tinggal di rumah bersama 1 orang suami dan 3 orang anaknya,
menurut pasien ventilasi udara dirumah pasien kurang
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 86x/menit
Pernapasan : 27x/menit
Suhu : 36,60C
Status Generalisata
Kepala : Normocephal, rambut bewarna hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), RCL (+/+),
RCTL (+/+), Pupil isokor.
Hidung : Normonasi, secret (-/-), Epitaksis (-/-)
Telinga : Normotia, secret (-/-), nyeri tekan (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab, sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thorax :
Paru-paru
I : Pergerakan dinding dada simetris antara kanan dan kiri.
Retraksi dinding dada (+/+)
P : Nyeri tekan (-/-), massa (-/-), krepitasi (-/-), vocal fremitus
sama di kedua lapang paru
P : Sonor dikedua lapang paru,. Batas paru hepar setinggi ICS V
dextra
A : Vesikuler (+/+), Wheezing (+/+), Ronkhi (-/-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : redup, batas jantung tidak melebar
Batas atas : ICS III linea parasternalis dextra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra
A : bunyi jantung I = II murni regular, tidak ditemukan gallop
atau murmur.
Abdomen
I : tampak datar. Distensi (-), jaringan parut (-)
A : Bising usus normal (+)
P : supe;, NTE (-), hepar dan lien tidak teraba (-). Turgor kulit
normal
P : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Ektremitas
Akral hangat (+/+/+/+), CRT < 2detik, edema (-/-/-/-), sianosis (-/-/-/-)
D. Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Diff Count
- Basophil 0 %
- Eosinofil 10 %
- Neutrofil 55 %
- Limfosit 31 %
- Monosit 4 %
LED 23 mm/1 jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Asma merupakan suatu
penyakit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trakhea bronkhial
terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan
seluruh nafas secara periodik dan reversibel akibat bronkhospasme12.
Pakar dari “Allergy Foundation of America”, yang mendefinisikan asma sebagai
suatu peristiwa episode dari wheezing dan sesak yang ditandai dengan peningkatan
dari tahanan aliran udara di dalam saluran pernapasan yang secara spontan atau
setelah pengobatan terjadi masa bebas gejala dan keluhan (normal) dengan diikuti
penurunan tahanan aliran udara pernapasan. Kaliner (1980) meninjau asma dari segi
klinis dan imunopatologi serta menganjurkan definisi asma ialah suatu penyakit yang
berdasarkan adanya kepekaan saluran pernapasan yang berlebihan dengan manifestasi
yang berupa penyumbatan (obstruksi) saluran pernapasan yang dapat pulih kembali
(reversible)13.
Faktor Pejamu
Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian.
Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat/ kecenderungan
untuk terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran
subjektif (gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau
keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma
dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara
objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik/ atopi, walau disadari kondisi tersebut
tidak khusus untuk asma. Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan beberapa
kromosom telah diidentifikasi berpotensi menimbulkan asma14.
Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam lingkungan:
Allergen binatang
Mite domestic
Jamur (fungi, molds, yeast)
b. Alergen diluar ruangan
Tepung saru bunga
Jamur (fungi, molds, yeast)
c. Bahan di lingkungan kerja
Asap rokok
Polusi udara
d. Infeksi pernapasan
e. Exercise dan hiperventilasi
f. Perubahan cuaca
g. Makanan aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
h. Ekspresi emosional yang berlebih
i. Iritan (parfum, bau-bauan yang merangsang)17
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan akan mengubah
gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita
dalam pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Tabel 2.3
menunjukkan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada penderita yang sudah
dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambaran
klinis yang ada, maka derajat berat asma naik satu tingkat. Contoh seorang penderita
dalam pengobatan asma persisten sedang dan gambaran klinis sesuai asma persisten
sedang, maka sebenarnya berat asma penderita tersebut adalah asma persisten berat15.
Demikian pula dengan asma persisten ringan. Akan tetapi berbeda dengan
asma persisten berat dan asma intemiten (lihat tabel 2.3). Penderita yang gambaran
klinis menunjukkan asma persisten berat maka jenis pengobatan apapun yang sedang
dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat asma, dengan kata lain penderita tersebut
tetap asma persisten berat. Demikian pula penderita dengan gambaran klinis asma
intermiten yang mendapat pengobatan sesuai dengan asma intermiten, maka derajat
asma adalah intermiten14,16.
a. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat
hidung rhinitis alergi, mata gatal, merah, dan berair (konjungtivitis alergi), dan eksem
atopi, batuk yang sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu berulang, sakit akibat
perubahan musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena
masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun pada malam hari, riwayat
keluarga (riwayat asma, rinitis atau alergi lainnya dalam keluarga), memelihara
binatang di dalam rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam
rumah. Untuk mengetahui adanya tungau debu rumah, tanyakan apakah menggunakan
karpet berbulu, sofa kain bludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah
sesak dengan bau-bauan seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah pasien
merokok, orang lain yang merokok di rumah atau lingkungan kerja, obat yang
digunakan pasien, apakah ada beta blocker, aspirin atau steroid14.
b. Pemeriksaan Fisis
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat
obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi pada auskultasi, auskultasi
dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat
penyempitan jalan napas, hiperinflasi dada, pernapasan cepat serta pernapasan cepat
sampai sianosis sering dijumpai pada pasien asma. Pada keadaan serangan, kontraksi
otot polos saluran naspas, edema7.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walaupun demikian mengi juga tidak dapat terdengar (silent chest) pada serangan
yang sangat berat. Tetapi biasanya disertai gejala sianosis, gelisah, sukar berbicara,
takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas. Dalam praktek jarang
dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien
yang bukan asma mempunyai mengi, sehingga memerlukan pemeriksaan penjunjang
untuk menegakkan diagnosis15,16.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai berat gejala dan presepsi mengenai
asma mereka, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dyspnea dan
mengi, sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru anatara lain untuk
menyamakan presepsi dokter dan pederita, dan parameter objektif menilai berat asma.
Pengukuran ini digunakan untuk menilai:
Obstruksi jalan napas
Reversibiliti kelainan faal paru
Variabiliti faal paru
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah di terima
secara luas dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak
ekspirasi (APE)10.
a) Spirometri
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma untuk
melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergic beta. Pengukuran volume ekspirasi paksa (VEP1)
dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan maneuver ekspirasi paksa melalui
prosedur yang standar. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai
tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Peningkatan VEP1 atau
KVP sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma. Obstruksi jalan napas diketahui
dari nilai VEP1/KVP <75% atau VEP1 <80% nilai prediksi. Hal-hal tersebut dapat
dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekarti normal. Pemeriksaan
spirometri selain penting dalam menegakkan diagnosis asma, juga penting untuk
menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan15,16,17.
Reversibilitas, yaitu perbaikan nilai APE > 200cc setelah inhalasi bronkodilator
oral 10-14 hari atau respon terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu)
Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variability APE
harian selama 1-2 minggu.
2) X-ray dada/thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma 18. Pada
gambaran thorax ini tampak gambaran normal atau menunjukkan adanya hiperinflasi
thorax ringan. Kadang-kadang tampak gambaran komplikasi asma, terutama
penyumbatan mucus18.
4) Petanda inflamasi
6) Pemeriksaan Sputum
Obat untuk asma dapat digolongkan menjadi pengendali (controller) dan pelega
(reliever). Controller adalah obat yang dikonsumsi setiap hari untuk membuat asma
dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek anti inflamasi. Reliever adalah obat
yang digunakan bila perlu berdasarkan efek cepat untuk menghilangkan
bronkokontriksi dan menghilangkan gejalanya. Obat-obatan asma dapat diberikan
lewat beberapa cara seperti: oral, inhalasi, atau injeksi. Keuntungan utama obat
perinhalasi adalah langsung ke saluran napas, menghasilkan konsentrasi lokal tinggi
dengan risiko efek sistemik kurang18
Controller Reliever
Kortikosteroid (inhalasi, sistemik) Short acting b2 agonist (SABA):
inhalasi, oral
Leukotriene modifeier Kortikosteroid sistemik
Long Acting b2 agonist (LABA): Antikolinergik: Ipratropium br,
inhalasi,oral oxitropium
Chromolin: sodium cromoglycate dan Teofilin19
Nedocromil sodiem
Teofilin lepas lambat
Anti IgE
Antikolonergik: Tiotropium19
(19)
Cara inhalasi dalam pengantaran obat merupakan metode yang ideal dalam
mengobati asma. Asma adalah penyakit yang melibatkan paru-paru dan saluran
bronkial. Oleh karena itu masuk akal untuk memberikan obat langsung pada tempat
yang membutuhkan dan tepat ke saluran pernapasan. Ketika dihirup dengan benar,
obat asma tepat berada di tempat yang membutuhkan, jika ada, absorpsi oleh organ
lainnya, hanya dalam jumlah minimal. Dengan membatasi masuknya obat dalam
aliran daran dan organ tubuh lainnya, potensi interaksi pada obat dapat dihindari dan
efek samping serta toksisitas dapat diminimalisir19
Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah
dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit
yang tertinggal di saluran napas atas serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat,
atau orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai dan
masing-masing jenis alat terapi inhalasi mempunyai beberapa keuntungan dan
kerugian. Hingga saat ini dikenal 3 sistem inhalasi yang digunakan dalam klinik
sehari-hari yaitu,
Nebuliser
Metered dosed inhaler aerosol ( dengan atau tanpa spacer / alat penyambung)
Dry powder inhaler
Instrument Asthma Control Test (ACT) merupakan salah satu intrumen yang valid
dan dapat dipercaya direkomendasikan secara internasional, dapat dilakukan oleh
pasien itu sendiri. Pada ACT terdapat 5 pertanyaan yang harus dijawab pasien dan
berdasarkan jawaban tersebut diberikan skor untuk menilai kondisi asma. Pertanyaan
dalam ACT sesungguhnya merupakan 5 dari 22 pertanyaan yang awalnya
dipertanyakan kepada pasien asma dalam suatu penelitian untuk menilai pertanyaan
mana yang dapat menggambarkan kondisi kontrol asma dengan memperbandingkan
pada penilaian klinis oleh dokter dan penilaian fungsi paru dengan spirometri25.