Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera kepala adalah satu diantara kebanyakan bahaya yang menimbulkan
kematian pada manusia. Cedera kepala sudah menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat di seluruh negara dan lebih dari dua per tiga dialami oleh negara
berkembang. Indonesia merupakan Negara berkembang yang masih memiiki angka
kejadian kecelakaan yang tinggi (Fransisca, 2008).
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera
kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Pada kelompok ini, antara 50.000 sampai 90.000 orang
setiap tahun mengalami penurunan intelektual atau tingkah laku yang menghambat
kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari kasus ini berusia
dibawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Tujuan utama
pengelolaan cedera kepala adalah mengoptimalkan pemulihan dari cedera kepala
primer dan mencegah cedera kepala sekunder (Hernanta, 2013).
Oleh karena itu, meski angka kejadian di indonesia makin meningkat,
diharapkan pasien dengan cedera kepala tidak terus meningkat angka kejadian
kematiannya. Dengan cara pertolongan pertama di rumah sakit maka diaharapkan
angka kematian pasien dengan cedera kepala menurun (Lewis, 2000).
Tujuan penyusunan makalah ini agar yang membaca banyak lebih
memahami cedera kepala dengan baik dan benar serta mengetahui konsep asuahn
keperawatan dari cedera kepala.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah “Bagaimana konsep
asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala?”

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mrngidentifikasi konsep asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari cedera kepala
2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari cedera kepala
3. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari cedera kepala
4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis dari cedera kepala
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisologi dari cedera kepala
6. Untuk mengetahui bagaimana pathway dari cedera kepala
7. Untuk mengetahui bagaiman pemeriksaan penunjang dari cedera kepala
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari cedera kepala
9. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari cedera kepala

2
BAB 2
KONSEP TEORI

2.1 Definisi
Trauma atau cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam (Fransisca, 2008).
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan, dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) (Mansjoer, 2008).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan
mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Hernanta, 2013).

2.2 Klasifikasi
Menurut Fransisca (2008), klasifikasi dari cedera kepala antara lain:
1. Berdasarkan keparahan cedera (GCS)
a. Cedera kepala ringan (CKR)
1) Tidak ada faktur tengkorak
2) Tidak ada kontusio serebri, hematom
3) GCS 13-15
4) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi <30 menit
b. Cedera kepala sedang (CKS)
1) Kehilangan kesadaran >30 menit tapi < 24 jam
2) Muntah
3) GCS 9-12
4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
c. Cedera kepala berat (CKB)
1) Hilang kesadaran >24 jam
2) GCS : eye (2 atau 1), motoric (5 atau <5), dan verbal (2 atau 1)
3) Adanya kontusio serebri, laserasi atau hematoma intracranial

3
2. Menurut Jenis Cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak
dan jaringan
b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan gagal otak ringan
dan edema serebral yang luas

2.3 Etiologi
Penyebab cedera kepala bisa dikarenakan oleh beberapa hal, diantaranya
terdiri dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, kecelakaan industri, serangan
dan yang berhubungan dengan olah raga, trauma akibat persalinan (Mansjoer,
2008).

2.4 Patofisiologi
Benturan kepada kepala dapat terjadi dalam 2 jenis keadaan (Lewis, 2000):
1. Kepala diam di bentur oleh benda yang bergerak
Kekuatan benda yang beregerak akan menyebabkan derformitas akibat
percepatan, perlambatan dan rotasi yang secaracepat dan tiba-tiba terhadap kepala
dan jaringan otak. Trauma tersebut bisa menimbulkankompresi dan regangan yang
bisa menimbulkan robekan jaringan dan pergeseran sebagian jaringan terhadap
jaringan otak yang lain.
2. Kepala yang bergerak membentur benda diam
Kepala yang bergerak membentur suatu benda yang keras, maka akan terjadi
perlambatan tiba-tiba, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan di tempat
benturanpada sisis yang berlawanan. Pada tempat benturan terjadi tekanan yang
tinggi sedang pada tempat yang berlawanan terdapat tekanan negatif paling rendah
sengga terjadi rongga dan terjadi robekan.

4
2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari cedera kepala anatara lain (Hernanta, 2013):
1. Skull Fracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan
hidung (othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membrane timphani,
periobital ecimosis (brill haematoma), memar didaerah mastoid (battle sign),
perubahan penglihatan, hilang pendengaran, hilang indra penciuman, pupil
dilatasi, berkurangnya pergerakan mata, dan vertigo.
2. Contussion
Tanda yang didapat adalah menurunya tingkat kesadaran kurang dari 5
menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Tanda
yang terdapat:
a. Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan atau
cepat.
b. Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai batang
otak bagian atas (saraf cranial ke-III) dapat menyebabkan keabnormalan
pupil.

5
2.6 Pathway

Agen cedera fisik:


Cedera kepala
trauma

Kerusakan Intoleransi
B b v
Robeknya meningeal Barrier pertahanan Laserasi Hemiplegia aktivitas
tubuh menurun area motorik

Menutupi Aliran darah ke otak


Risiko
mukoperiostinum
infeksi
Perubahan
metabolisme anaerob
Rhinnore
Peningkatan asam
Penurunan
laktat Hipoksia
Ketidakefektifan kesadaran
bersihan jalan Vasodilatasi pembuluh
nafas darah cerebri Gangguan perfusi
Risiko
jaringan cerebral jatuh

Muntah Peningkatan TIK Disfungsi produksi dan Pe ekskresi Risiko


ketidakseimbangan
penyimpanan ADH air oleh ginjal
cairan
Risiko ketidakseimbangan Nyeri akut
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

6
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic yang bisa dilakukan dalam mendiagnosis cedera
kepala adalah (Fransisca, 2008):
1 CT Scan (dengan atau tanpa kontras ): mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Selain itu,
juga digunakan untuk mengetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan
pada 24-72 jam setelah injury.
2 MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3 Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti:
perubahan jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4 Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5 X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan /edema), fragmen tulang.
6 BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7 PET: mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8 CSF: lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9 ABGs: mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan TIK
10 Kadar elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan TIK
11 Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.

2.7 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Pada Pre Hospital
a. Memperbaiki / mempertahankan fungsi vital agar jalan nafas selalu bebas,
bersihkan lendir, dan darah yang dapat menghalangi aliran udara
pernafasan.

7
b. Mengurangi edema otak, yaitu, bertujuan untuk menurunkan tekanan
darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah, selain itu juga
dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat
mengurangi kemungkinan asidosis.
c. Status kesadaran, dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif,
terutama pada kasus cedera kepala sudah mulai ditinggalkan karena
subyektivitas pemeriksa; seperti apatis, samnolen, sopor, koma.
2. Medis
a. Cairan IV
Diberikan untuk menghindari atau membatasi hipotensi dan untuk
mencegah cedera otak sekunder. Obat vasoaktif yang digunakan baik
untuk meningkatkan maupun menurunkan TD, dapat diperlukan untuk
mempertahankan tekanan perfusi serebral (CPP) pada tingkat normal.
b. Antibiotik
Dapat diberikan terutama untuk cedera kepala terbuka, pemasangan
monitor TIK, atau infeksi pada sistem tubuh lainnya.
c. Obat antikejang (misal : fenitolin, dan karbamazepin)
Dapat diberikan sebagai profilaksis untuk mengurangi risiko kejang.
Kejang secara signifikan meningkatkan kebutuhan metabolik dan aliran
darah serta volume serebral, serta dengan demikian meningkatkan TIK.
d. Antipiretik
Saat terjadi infeksi, otak kita akan menaikkan standar suhu tubuh
diatas nilai normal sehingga tubuh menjadi demam.
e. Barbiturat
Barbiturat dosis tinggi (pentobarbital atau tiopental) akan
menginduksi koma, menurunkan TIK, dan mengurangi angka kematian
pada klien dengan TIK yang tidak terkendali yang tahan terhadap semua
tindakan medis dan bedah lainnya. Pada awalnya diberikan 10 mg/kgBB
dalam 30 menit, kemudian dilanjutkan dengan bolus 5 mg/kgBB setiap
jamserta drip 1mg/kg BB/jam untuk mencapai kadar serum 3 – 4 mg%

8
f. Glukokortikoid (dexamethazone)
Berfungsi untuk mengurangi demam. Obat ini diberikan 10 mg untuk
dosis awal, pada hari ke 2 – 3 diberikan 5 mg/8 jam, hari ke 4 diberikan 5
mg/12 jam, dan pada hari ke 5 diberikan 5 mg/24 jam.
g. Diuretic osmotic (manitol)
Berfungsi untuk mengeluarkan Kristal-kristal mikroskopik. Diberikan
melalui jarum dan filter.
h. Obat paralitik (pancuronium)
Digunakan jika klien dengan ventilasi mekanik untuk mengontrol
kegelisahan atau agitasi yang dapat meningkatkan resiko peningkatan
TIK.
i. THAM (Tris – Hidroksi – metil – aminometana)
Adalah suatu buffer yang dapat masuk kedalam susunan saraf pusat
dan secara teoritis lebih superior daripada natrium bikarbonat dan dalam
hal ini diharapkan dapat mengurangi TIK.
3. Non-medis
a. Observasi 24 jam
b. Tirah baring, dengan posisi kepala ditinggikan sekitar 30°
c. Jaga kebutuhan nutrisi klien agar tetap terjaga
d. Awasi kemungkinan munculnya kejang

2.8 Kompliasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah (Fransisca, 2008):
1. Epilepsi Pasca Trauma
Suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami cedera karena benturan dikepala. Kejang bisa terjadi setelah
beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.
2. Afasia
Hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya
cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami/

9
mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa
adalah lobus temporalis sebelah kiri & bagian lobus frontalis disebelahnya.
3. Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan/
serangkaian gerakan. Bagian otak yang mengalami kerusakan adalah lobus
parietalis / lobus frontalis.
4. Agnosia
Suatu kelainan dimana penderita tidak mampu mengenali wajah yang dulu
dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (sendok, pensil). Bagian
otak yang mengalami kerusakan adalah lobus parietalis & temporalis.
5. Infeksi
6. Hemorhagie
7. Herniasi otak
8. Amnesia
Amnesia hanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam dan
akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia
bisa bersifat menetap. Bagian otak yang mengalami kerusakan adalah lobus
oksipitalis, lobus parietalis, lobus temporalis.

10
BAB 3
KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian
1. Identitas: nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, no.
registrasi, ras/suku
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: nyeri
b. Riwayat penyakit sekarang: nyeri kepala, keluar cairan dari telinga dan
hidung, kadang disertai mual dan muntah
c. Riwayat penyakit dahulu: apakah pernah mengalami kecelakaan atau
jatuh yang mengenai bagian kepala sebelumnya. Adakah alergi,
hipertensi, DM, gangguan ginjal atau hati (untuk membantu dalam
menentukan intervensi)
d. Riwayat penyakit keluarga: mengkaji adakah anggota keluarga yang
mempunyai masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi ataupun
berhubungan dengan keadaan pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: compos mentis, kadang mengalami penurunan kesadaran
b. Tanda-tanda vital:
TD : > normal (100-120/60-80 mmHg)
N : > normal (60-100 x/menit)
RR : < normal (16-24x/menit )
S : > normal (37oC);
c. Head to toe
1) Kepala dan leher
Inspeksi : adanya luka pada bagian kepala, tanpa perdarahan aktif,
battle sign, rhinore, tampak otore warna kuning bercampur sedikit
darah keluar dari telinga, pupil mengecil, berkurangnya pergerakan
mata
Palpasi : adanya nyeri tekan, krepitasi

11
2) Dada
Inspeksi : gerak dada simetris atau tidak, terdapat jejas atau tidak.
Palpasi : bentuk simetris, adanya benjolan atau tidak, tidak ada
krepitasi dan nyeri tekan.
Perkusi : Suara normal sonor
Auskultasi : Paru-paru : suara nafas vesikuler,
Jantung : S1 S2 tunggal reguler, tidak ada suara murmur.
3) Payudara dan ketiak
Bentuk simetris, tidak ada jejas , tidak ada massa/benjolan
4) Abdomen
Tidak ada distensi, jejas, hepar tak teraba, peristaltik normal (8-10
x/mnt).
5) Genetalia
Bentuk normal, tidak ada jejas dan hematome
6) Ekremitas
Atas :
Adakah luka abrasi, ROM bebas/normal, adanya sianosis atau tidak,
akral hangat/dingin, kekuatan motorik 5 │ 5
5 5
Bawah :
adanya jejas atau tidak, ROM bebas/normal, adanya sianosis atau
tidak, akral hangat/dingin, kekuatan motorik 5 │ 5
5 5
d. Pengkajian Pola Fungsional
1) Persepsi dan managemen kesehatan
Bila mengalami sakit biasanya klien berobat ke pelayanan kesehatan.
2) Nutrisi / cairan
Sebelum MRS klien biasa makan 3 kali sehari, minum 6-8
gelas sehari. Sejak MRS klien mengatakan tidak bisa makan dan
minum karena mual, muntah, mengalami perubahan selera makan

12
3) Eliminasi
Saat MRS klien biasanya mengalami gangguan eliminasi akibat
kurangnya intake.
4) Aktifitas/istirahat
Biasanya sebelum MRS pasien dapat bebas beraktivitas dan tanpa
bantuan. Saat MRS pasien lemah dan tidak dapat beraktivitas seperti
biasanya.
5) Kognitif perceptual
Biasanya pasien dan keluarga mengatakan ingin cepat sembuh dan
segera pulang.
6) Istirahat dan tidur
Saat MRS klien biasanya susah tidur karena mual dan sakit kepala.
7) Peran dan hubungan
Biasanya pasien di RS ditunggu oleh keluarga dan pasien tidak dapat
menjalankan perannya akibat pasien dirawat di RS.
8) Reproduksi
Aktivitas seksual klien terganggu akibat mual muntah, nyeri kepala.
9) Keyakinan dan nilai
Saat MRS klien beribadah sholat di atas bed karena tidak kuat berjalan
akibat kepala sakit.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
b. CT scan
c. MRI

3.2 Diagnosa Keperawatan


1 Nyeri akut b.d agens cedera fisik
2 Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d penurunan aliran darah ke otak
3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas
4 Resiko infeksi b.d pemajanan terhadap patogen

13
3.3 Nursing Care Plan
No. Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. NOC : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
1. Pain Control, komprehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan karakteristik, durasi, frekuensi,
selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat kualitas dan faktor presipitasi
berkurang dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu 3. Kontrol lingkungan yang dapat
menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi untuk mengurangi ruangan, pencahayaan dan
nyeri, mencari bantuan) kebisingan
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Ajarkan tentang teknik non
dengan menggunakan manajemen farmakologi: napas dalam,
nyeri relaksasi, distraksi, kompres
3. Mampu mengenali nyeri (skala, hangat/ dingin
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 5. Tingkatkan istirahat
4. Menyatakan rasa nyaman setelah 6. Berikan informasi tentang nyeri
nyeri berkurang seperti penyebab nyeri, berapa
5. Tanda vital dalam rentang normal lama nyeri akan berkurang dan
6. Tidak mengalami gangguan tidur antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
2. NOC 1. Pantau Ttv
1. Tissue perfusion : cerebral 2. Monitor status neurologis
3. Monitor ukuran, bentuk,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kesmetrisan dan reaksi pupil
selama 3x24 jam diharapkan perfusi 4. Batasi pergerakan kepala, leher dan
jaringan membaik dengan kriteria hasil: punggung
1 Tekanan darah dalam batas normal 5. Kolaborasikan dengan pemberian
anti kejang

14
2 Tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intra kranial
3 Kekuatan nadi dalam batas normal
4 Tidak ada hipotensi ortostatik
3. NOC 1. Monitor respirasi dan status O2
1. Respiratory status : Airway patency 2. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Identifikasi pasien perlunya
3x24 jam diharapkan pasien mampu pemasangan alat jalan nafas buatan
menunujukkan Status Pernapasan: 4. Buka jalan nafas, guanakan teknik
Kepatenan jalan napas normal, dengan chin lift atau jaw thrust bila perlu
kriteria hasil : 5. Posisikan pasien untuk
1. Mempunyai irama dan frekuensi memaksimalkan ventilasi
dalam rentang normal 6. Monitor status oksigen pasien
2. Pada pemeriksaan Asukultasi suara 7. Anjurkan pasien untuk
napas jernih menghindari posisi telentang (Beri
3. Menunjukkan jalan nafas yang paten dorongan untuk memilih posisi
(klien tidak merasa tercekik) duduk, lateral, tegak lurus) untuk
meningkatkan ekspansi paru

15
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma atau cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan, dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi).
Penyebab cedera kepala bisa dikarenakan oleh beberapa hal, diantaranya
terdiri dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, kecelakaan industri, serangan
dan yang berhubungan dengan olah raga, trauma akibat persalinan.

4.2 Saran
Disarankan pada para pembaca untuk mencari literature lain sebagai bahan
pertimbangan atau penambahan pengetahuan, karena dari makalah ini mungkin
masih banyak kesalahan serta kekurangan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Fransisca, B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Hernanta, I. (2013). Ilmu Kedokteran Lengkap Tentang Neurosains. Yogyakarta:
D-Medika.
Lewis. (2000). Medical Surgical Nursing Assasment and Management og Clinical
Problem (5th ed.). Philadelpia: Mosby.
Mansjoer, A. (2008). Kapita Selekta Kedokteran (3th ed.). Jakarta: Media
Aesculapius.
Nurarif, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MdiAction.

17

Vous aimerez peut-être aussi