Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi,
bibir dan pipi.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang
belakang.
c. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak
dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan
tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk
kedalam abdomen ke lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat
mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian
lambung, yaitu :
5) Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke
pilorus anterior.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi
hasil pencernaan makanan.
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya ± 13 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke
bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S"
ujung bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar.
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan,
yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan
hormon (Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan
sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung
ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan
suplai kontinu isi lambung (Price & Wilson, 2007).
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-
sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi
berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang
sebagian kurang dimengerti (Price & Wilson, 2007).
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan
produksi intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan.
Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang
tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2010)
3. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi
munal dari tekanan pada usus, diantaranya : a. Intususepsi
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus
melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif
usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,
sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri
intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun,
sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada
saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di
keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah,
menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai.
(Sabiston, 2008)
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001).
Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus,
maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau
atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat
distensi.
Refluks inhibisi spingter Akumulasi gas dan cairan dalam lumen Klien rawat inap
Terganggu bagian proksimal letak obstruksi
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum.
CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi
dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras
yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan
untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi. 2)
Pemeriksaan laboratorium
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ
intra abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
8. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan
operasi : Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi
maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam
cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus :
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
4. Kebutuhan nutrisi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap proses digesti,
ingesti dan absorbsi nutrient.
5. Kebutuhan eliminasi
Obstuksi usus mengakibatkan motilitas usus menurun, menyebabkan refluk
inhibisi spingter tergangga mengakibatkan terjadinya kegagalan buang air besar
(BAB).
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji.
Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen
tegang dan kaku.
c. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak
ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
3. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus Tujuan :
Kriteria hasil :
a. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80
mmHg)
b. Intake dan output cairan seimbang
c. Turgor kulit elastic
d. Mukosa lembab
e. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L,
Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi :
Intervensi Rasional
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual yang 1. Mempengaruhi pilihan intervensi.
mempengaruhi kemampuan untuk mencerna
makanan, mis : status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang dilepas.
2. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen;
catat pasase flatus. 2. Menentukan kembalinya peristaltik (
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet biasanya dalam 2-4 hari ).
dari pasien. Anjurkan pilihan makanan 3. Meningkatkan kerjasama pasien
tinggi protein dan vitamin C. dengan aturan diet. Protein/vitamin C
adalah kontributor utuma untuk
pemeliharaan jaringan dan perbaikan.
Malnutrisi adalah fator dalam
menurunkan pertahanan terhadap
infeksi.
4. Observasi terhadap terjadinya diare; 4. Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
makanan bau busuk dan berminyak. setelah pembedahan usus halus,
memerlukan evaluasi lanjut dan
perubahan diet, mis: diet rendah serat.
5. Mencegah muntah. Menetralkan atau
5. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan
sesuai indikasi: Antimetik, mis: menurunkan pembentukan asam untuk
proklorperazin (Compazine). Antasida dan mencegah erosi mukosa dan
inhibitor histamin, mis: simetidin kemungkinan ulserasi.
(tagamet).
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S 1. Perubahan pada pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan hasil TTV.
2. Adanya distensi pada abdomen dapat
menyebabkan perubahan pola nafas.
2. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi, 3. Berkurangnya/hilangnya bising usus
kedalaman menyebabkan terjadi distensi abdomen
3. Kaji bising usus pasien sehingga mempengaruhi pola nafas.
4. Mengurangi penekanan pada paru
akibat distensi abdomen.
5. Perubahan pola nafas akibat adanya
4. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 distensi abdomen dapat menyebabkan
derajat oksigenasi perifer terganggu yang
5. Observasi adanya tanda-tanda hipoksia dimanifestasikan dengan adanya
jaringan perifer: cianosis cianosis.
6. Mendeteksi adanya asidosis
respiratorik.
7. Meningkatkan pengetahuan dan
kerjasama dengan keluarga pasien.
6. Monitor hasil AGD
8. Memenuhi kebutuhan
7. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien oksigenasi pasien
tentang penyebab terjadinya distensi
abdomen yang dialami oleh pasien
8. Laksanakan program medic pemberian
terapi oksigen
Tujuan :
• Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria hasil :
• Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU
normal : 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan 1. Mengetahui ada atau tidaknya kelainan
konsistensi feces yang terjadi pada eliminasi fekal.
2. Mengetahui normal atau tidaknya
2. Auskultasi bising usus pergerakan usus.
3. Adanya flatus menunjukan perbaikan
fungsi usus.
3. Kaji adanya flatus
4. Gangguan motilitas usus dapat
4. Kaji adanya distensi abdomen
Intervensi Rasional
Menyebabkan akumulasi gas di dalam
lumen usus sehingga terjadi distensi
abdomen.
5. Meningkatkan pengetahuan pasien dan
5. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga serta untuk meningkatkan
keluarga penyebab terjadinya gangguan kerjasana antara perawat-pasien dan
dalam BAB keluarga.
6. Membantu dalam pemenuhan
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi kebutuhan eliminasi
pencahar (Laxatif)
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif 1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
akibat adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan peningkatan hasil TTV.
2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala
dirasakan pasien dan menentukan
nyeri yang dirasakan pesien sehubungan
tindakan selanjutnya guna mengatasi
dengan adanya distensi abdomen
nyeri.
3. Posisi yang nyaman dapat mengurangi
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi rasa nyeri yang dirasakan pasien
fowler 4. Relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik
nafas dalam saat merasa nyeri
5. Mengurangi nyeri yang dirasakan
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan
pasien.
tehnik pengalihan saat merasa nyeri hebat.
6. Analgetik dapat mengurangi
6. Kolaborasi dengan medic untuk terapi
rasa nyeri
analgetik
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
Tujuan :
• Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
• Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi adanya peningkatan kecemasan: 1. Rasa cemas yang dirasakan pasien
wajah tegang, gelisah dapat terlihat dalam ekspresi wajah dan
tingkah laku.
2. Kaji adanya rasa cemas yang dirasakan 2. Mengetahui tingkat
pasien kecemasan pasien.
3. Berikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga tentang tindakan yang akan 3. Dengan mengetahui tindakan yang
dilakukan sehubungan dengan keadaan akan dilakukan akan mengurangi
penyakit pasien tingkat kecemasan pasien dan
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk meningkatkan kerjasama
mengungkapkan rasa takut atau kecemasan 4. Dengan mengungkapkan kecemasan
yang dirasakan akan mengurangi rasa takut/cemas
5. Pertahankan lingkungan yang tenang dan pasien
tanpa stres. 5. Lingkungan yang tenang dan nyaman
dapat mengurangi stress pasien
6. Dorong dukungan keluarga dan orang berhadapan dengan penyakitnya
6. Support system dapat mengurani rasa
terdekat untuk memberikan support kepada
cemas dan menguatkan pasien dalam
pasien
memerima keadaan sakitnya.
DAFTAR PUSTAKA