Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir semua kematian ibu (99%) terjadi di negara berkembang,
komplikasi utama yang menyumbang 80% dari seluruh kematian ibu adalah
perdarahan hebat setelah melahirkan, infeksi, preekampsia dan eklampsia.
Dan salah satu komplikasi persalinan yang ada di Indonesia adalah
preeklamsia berat (PEB). PEB ditandai dengan tekanan darah 160/110 mmHg
atau lebih, proteiunuria 2+, terjadinya kejang (eklampsia), gangguan
penglihatan, nyeri abdomen atas, terjadi trombositopenia, hemolisis,
pertumbuhan janin terhambat, edema paru, dan oliguria. Proteinuria dan
hipertensi adalah manifestasi klinis yang dominan pada preeklampsia karena
ginjal menjadi target penyakit pada beberapa organ seperti kegagalan ginjal,
kerusakan pada organ hati, dan terjadinya perdarahan intracranial.
Sedangkan kejang pada pasien PEB meningkatkan angka kematian ibu dan
kematian janin dikarenakan terjadinya kolaps sirkulasi. Keterlibatan hepar
pada preeklampsia-eklampsia adalah hal yang serius dan disertai dengan
keterlibatan organ lain terutama ginjal dan otak, bersama dengan hemolisis
dan trombositopenia. Keadaan ini yang disebut sindrom Hemolisis Elevated
Liver Enzymes Low Platelet (HELLP) (Cunningham, 2012).
Di Indonesia mempunyai angka kejadiaan PEB sekitar 7-10% dari
seluruh kehamilan. Jumlah komplikasi kehamilan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 dan presklamsia merupakan komplikasi kehamilan di dapatkan
data sebanyak 126.806 (20% dari jumlah ibu hamil). Cakupan komplikasi
kehamilan yang di tangani tahun 2012 sebesar 90,81% (Profil Kes.Prov
Jateng, 2012).
Preeklampsia berakibat fatal jika tidak segera mendapatkan tindakan,
merusak plasenta sehingga menyebabkan bayi lahir dalam keadaan tidak
bernyawa, atau lahir prematur, penyakit ini juga membahayakan ginjal ibu
hamil. Pada beberapa kasus, bisa menyebabkan ibu hamil mengalami koma
bahkan sampai kematian. Untuk mencegah hal tersebut jalan terbaik adalah
2
dilakukannya tindakan Sectio Caesarea (SC). Namun tidak semua Ibu yang
mengalami preeklamsi berat (PEB) atau eklampsia (preeklampsia yang
disertai kejang) harus di lakukan tindakan SC. Tindakan SC untuk perbaikan
keadaan ibu dan mencegah kematian janin dalam uterus. (Indiarti, 2009).
SC pada umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal tidak
memungkinkan dilakukan karena alasan indikasi medis maupun non medis,
SC merupakan tindakan yang beresiko, dampak yang ditimbulkan antara lain
berupa perdarahan, infeksi, anastesi dan lainnya (Reeder, 2011) Beberapa
penyulit persalinan yang mungkin muncul dan perlu dilakukan SC diantara
indikasi untuk dilakukan tindakan SC yaitu malpresentasi janin yaitu letak
bokong, letak lintang, presentasi rangkap, presentasi muka dan dahi, dan
gemelli/bayi kembar, plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,
disproporsi sefalopelvik, partus lama, partus tak maju, dan
eklamsia/preeklamsia (Rustam, 2012).
Tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan metode SC sebesar 9,8
persen dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2013,
dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi
Tenggara (3,3%), dan proporsi SC di provinsi Jawa Tengah sebesar (9,9%)
(Riskesdas, 2013). Angka kejadian pasien dilakukan SC karena pre eklmpsia
berat sebanyak 21% (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013).
Ibu yang mengalami bedah SC akibat PEB harus segera diberikan
perawatan post SC berupa pengawasan, monitor, dan pengontrolan terhadap
tekanan darah dimana apabila tekanan darah pasien tinggi dapat
menyebabkan terjadinya kejang. Pencegahan terjadinya kejang yaitu dengan
cara pemberian magnesium sulfat melalui intravena. Penatalaksanaan cairan
dalam pemberian cairan harus dilakukan pembatasan untuk mengurangi
resiko kelebihan cairan (Robson, 2012).
Peran perawat sebagai pelaksana keperawatan memiliki kemampuan
yang memadai dalam perawatan post SC dengan PEB diantaranya
kemampuan untuk membantu perawatan menurunkan tekanan darah,
membantu Activity Daily Living (ADL) pasien, perawatan yang dilakukan
dalam keperawatan maternitas pada pasien post SC PEB seperti perawatan
3
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil study kasus ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
dan tambahan pengetahuan referensi khususnya tentang Asuhan
keperawatan tentang pemilihan alat kontrasepsi, nutrisi, dan pengobatan
yang sesuai dengan masalah Post Sectio Caesarea Indikasi Preeklamsia
Berat (PEB).
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi dan acuan proses keperawatan dengan
Asuhan keperawatan tentang pemilihan alat kontrasepsi, nutrisi, dan
pengobatan yang sesuai dengan masalah Post Seksio Sesarea Indikasi Pre-
eklamsia Berat (PEB). dengan Post Sectio Caesarea Indikasi Preeklamsia
Berat (PEB).
3. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan tentang proses keperawatan tentang
Asuhan keperawatan dengan tentang pemilihan alat kontrasepsi, nutrisi,
dan pengobatan yang sesuai dengan masalah Post Sectio Caesarea Indikasi
Preeklamsia Berat (PEB).
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal yang digunakan dalam pembuatan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Bab I.Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, sistematika penulisan
2. Bab II. Tinjauan teori
Berisi tentang post SC PEB yang meliputi definisi, etiologi,
manifestasi klinis, fisiologisways dan pathway, penalaksanaan medis,
dan penatalaksanaan keperawatan berupa pengkajian, dan fokus
intervensi
3. Bab III. Metodologi Penulisan KTI
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Teori
1. Pengertian
a. Sectio Caesarea
Sectio Caesarea di definisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi
pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (Sumelung,
2014). Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan abdomen
(Sofian, 2011). Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan,
dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan
6
dinding syaraf rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram (Winkjosastro, 2010)
b. Post Partum
Postpartum adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Nugroho, 2014).
Postpartum adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
yang berlangsung kira-kira selam 6 minggu (Wilis, 2014). Postpartum
adalah 1 jam setelah plasenta lahir hingga 6 minggu (42 hari)
setelahnya, masa ini juga dikenal sebagai masa involusi dimana
system reproduksi perempuan setelah melahirkan akan kembali ke
kondisi seperti sebelum hamil (Tanto, 2014).
c. Pre-eklamsia
Preeklampsia berat adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil
dengan usia kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan di tandai
dengan meningkatnya tekanan darah menjadi ≥ 140/90 mmHg dan di
sertai dengan kadar proteinuria 300 mg protein dalam urin selama 24
jam (Lombo, 2017). Preeklampsia berat adalah kumpulan gejala yang
timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel,
yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, edema, dan
proteinuria (Aprina, 2016). Preeklampsia berat adalah suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya PEB 160/110
mmHg atau lebih disertai proteinuria, dan edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih (Cunningham, 2012).
Jadi masa nifas dengan post SC PEB adalah masa setelah seorang
ibu melahirkan bayi beserta plasenta dengan cara melalui insisi di
dinding abdomen dan dinding uterus (SC) akibat adanya komplikasi
kehamilan berupa preeklamsia berat yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan darah, edema, dan proteinuria.
2. Klasifikasi
Berikut 2 klasifikasi Pre-eklamsia
a. Preeklampsia ringan menurut Wijayarini (2011) bila disertai keadaan
sebagai berikut:
7
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring telentang, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih;
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
2) Tidak adanya edema, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri
epigastrium, oliguria.
3) Menurunnya gerakan janin.
4) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1 +
atau 2 + pada kateter atau midstream.
b. Preeklampsia berat menurur Cuningham (2012):
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau meningkat >20mmHg.
2) Proteinuia 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium.
5) Terdapatnya edema paru dan sianosa.
6) Sindrom HELLP.
7) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
8) Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan
trombosit dengan cepat.
9) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
10) Edema paru dan sianosis.
11) Hemolisis mikroangiopatik.
3. Etiologi
a. Preeklamsia
Penyebab preeklamsia dalam kehamilan hingga kini belum
diketahui dengan jelas, banyak teori yang dikemukakan tentang
terjadinya hipertensi pada kehamilan. Teori-teori yang sekarang banyak
dianut menurut Prawirohardjo (2010) adalah:
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadinya invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatife mengalami vasokontriksi dan terjadi kegagalan
“remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah ke
8
1) Usia
Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Umur
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh
sehingga mempengaruhi status kesehatan seseorang. Salah satu
penelitian menyatakan bahwa wanita usia remaja yang hamil untuk
pertama kali dan wanita yang hamil pada usia 30 – 35 tahun
mempunyai resiko yang sangat tinggi untuk mengalami
preeklampsia. Pada usia 30 – 35 tahun atau lebih akan terjadi
perubahan pada jaringan dan alat reproduksi serta jalan lahir tidak
lentur lagi. Pada usia tersebut cenderung didapatkan penyakit lain
dalam tubuh ibu, salah satunya hipertensi. Usia ibu yang terlalu tua
saat hamil mengakibatkan gangguan fungsi organ karena proses
degenerasi. Proses degenerasi organ reproduksi akan berdampak
langsung pada kondisi ibu saat menjalani proses kehamilan dan
persalinan yang salah satunya adalah preeklampsia.
2) Status gizi (IMT)
Status gizi (IMT) menunjukkan indeks masa tubuh (IMT) kategori
obesitas lebih dominan yang menunjukkan bahwa resiko
preeklampsia terjadi 3 kali lipat lebih besar pada wanita dengan
obesitas. Salah satu penelitian menyatakan kegemukan disamping
menyebabkan kolestrol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja
jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam
tubuh sekitar 15% dari berat badan, semakin gemuk seseorang
makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh
yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga
hal ini dapat memicu terjadinya preeklampsia.
10
3) Pekerjaan
Pekerjaan ibu rumah tangga lebih dominan. Karena pekerjaan
dikaitkan dengan adanya aktifitas fisik dan stress yang merupakan
faktor resiko terjadinya preeklampsia.
4) Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple,
diabetes militus, hidrops fetalis, dan bayi besar.
5) Riwayat keluarga pernah mengalami preeklamsia/eklamsia.
b. Sectio Caesarea (SC)
Beberapa penyebab dilakukannya SC pada terminasi kehamilan
menurut Sofian (2011) adalah:
1) Plasenta preveria, dan lateralis
2) Panggul sempit
3) Disproporsi sefalopelfik
4) Partus lama (prolonged labor)
5) Partus tak maju (obstructed labor)
6) Distosia pelvic
7) Preeklamsia dan eklamsia
4. Manifestasi Klinik
Dalam PEB menurut Angsar (2008) diagnosis preeklamsia ditegakkan
berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :
a. Edema
b. Hipertensi
c. Proteinurin
Tanda gejalanya PEB menurut Cuningham (2012) yaitu :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg
(PEB berat)
b. Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
c. Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).
d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
e. Nyeri epigastrum dan ikterus.
f. Trombositopenia.
g. Pertumbuhan janin terhambat.
h. Mual muntah
i. Nyeri epigastrium
j. Pusing
k. Penurunan visus
5. Perubahan fisiologi dan psikologi pada periode postpartum
11
Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari wanita
tersebut. Jika hemaktokrit pada hari pertama atau hari kedua lebih
rendah dari titik 2% atau lebih tinggi daripada saat memasuki
persalinan awal, maka pasie dianggap telah kehilangan darah
yang cukup banyak. Titik 2% ± sama dengan kehilangan darah
500ml darah.
b. Perubahan psikologis pada pasien postpartum:
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan,
menjelang proses persalinan, maupun setelah proses persalinan. Pada
periode tersebut, kecemasan seorang wanita dapat bertambah.
Pengalaman yang unik yang dialami oelh ibu setelah persalinan. Masa
nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan dan
pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi.
Tanggung jawab ibu mulai bertambah. Fase-fase yang akan dialami
oleh ibu pada masa nifas antara lain:
1) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
persalinan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri, sehingga cenderung
pasif terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami
antara lain rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, dan
kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah
istirahat yang cukup, komunikasi yang baik, dan asupan nutrisi.
Gangguan psikologis yang dialami oleh ibu pada fase ini adalah:
a) Kekecewaan pada bayinya
b) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang
dialami
c) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
d) Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya
6. Fisiologisways
Berasal dari beberapa faktor yang dapat menyebabkan PEB yaitu
diantaranya riwayat keluarga dengan pre-eklamsia dan eklamsi, pre-
eklamsia pada kehamilan sebelumnya, usia, pekerjaan, satatus gizi ibu dan
masih banyak lagi (Indriani, 2012). Banyak teori yang mengemukakan
tentang terjadinya hipertensi pada kehamilan. Seperti teori kelainan
vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi
endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi
kardiovaskularori genetik, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi. PEB
21
dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan apnue yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar(Wilis, 2014). Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu
jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus. Selain itu motilitas yang
menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi
(Sofian, 2011).
23
7. Pemeriksaan penunjang
a. Uji laboratorium
1) Fungsi urinaria seperti pemeriksaan proteinuria yang ≥+3
Pada Test urine (mikroalbumin) menjadi sebuah pertanda awal
kerusakan ginjal (Imad, 2014)
2) Hitung darah lengkap:
a) Untuk mengevaluasi trombosit untuk mengetahui peningkatan
trombositopenia pada pre-eklamsia dan hematokrit untuk
mengetahui adanya perdarahan pada post partum
b) Peningkatan LDH untuk mengetahui hemolisis mikroangiopati
c) ALT atau AST untuk mengetahui peningkatan kadar transminase
serum atau untuk mengetahui tes fungsi hati
d) Panel elektrolit, karena PEB mengalami hipokia dan
menimbulkan gangguan asam basa.
24
B. Konsep Perawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah metode yang sistematis untuk memperoleh data dan
informasi yang penting tentang keadaan dan status kesehatan pasien
dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Pengkajian yang perlu dikaji
pada ibu post sc PEB menurut Ratnawati (2012) dan Fauziah (2012)
meliputi:
26
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan tertulis yang tegas dan
jelas tentang masalah kesehatan pasien, penyebabnya dan faktor yang
menunjang. Kegiatan yang dilakukan meliputi memilih data,
mengelompokkan data, mengenal masalah, menyusun daftar masalah,
menyusun referensi dan kesimpulan serta menegakkan diagnosa
(Nursalam, 2013). Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan
post SC PEB adalah sebagai berikut:
a. Resiko kejang berhubungan dengan spasme pembuluh darah
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan ditandai dengan dispnea
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipertensi
ditandai dengan edema, pengisian kapiler >3 detik
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen obat (anastesi)
ditandai dengan kesulitan membolak-balikkan posisi
e. Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi pasca bedah
f. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
g. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
h. Kesiapan meningkatkan menjadi orang tua ditandai dengan keinginan
mengepresikan untuk meningkatkan peran menjadi oranng tua
i. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan sesak nafas, kelemahan,
dan keletihan
j. Ketidak efektifan pemberian ASI berhubungan dengan kontraindikasi
terhadap menyusui ditandai dengan ketidakadekuatan suplai ASI
k. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif ditandai dengan peningkatan frekuwensi nadi, peningkatan
hematokrit.
3. Fokus Intervensi
Intervensi keperawatan menurut menurut Indriani (2012), Sofian (2011),
Wilis (2014), Robson ( 2011), dan Prawirohardjo (2010) adalah sebagai
berikut:
32
e. Resiko konstipasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x… jam
diharapkan pasien menunjukkan resiko konstipasi tidak terjadi
dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Tabel 2.6 Surgical Recovery: Post-Operative
Indikator IR ER
1. Suara bising usus
2. Mual
3. Muntah
Keterangan :
1) Ekstrim
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada
Internvensi : Bowel Management, Exercise Therapy: Ambulation
1) Monitor suara bising usus
2) Monitor tanda dan gejala konstipasi
3) Masukkan obat supositoria jika diperlukan
4) Berikan minuman hangat setelah makan
5) Evaluasi efek samping penggunaan obat untuk pengobatan
gastrointestinal
6) Perhatikan kapan terakhir kali pasien bab
7) Menganjurkan pasien untuk duduk di kasur, duduk di
pinggir kasur (dengan menggelantungkan kaki), dan duduk
dikursi
8) Membantu pasien dalam perpindahan
9) Gunakan sabuk pengaman untuk membantu pasien
berpindah dan ambulasi
10) Gunakan alat bantu dalam ambulasi seperti kursi roda dan
lain-lain
11) Menganjurkan ambulasi dalam batas aman
f. Resiko infeksi berhubungan dengan dengan trauma jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x… jam
diharapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil sebagai
berikut :
Tabel 2.7 Maternal Status:Postpartum
Indikator IR ER
1. Nyeri luka insisi
2. Perdarahan vagina
36
3. Infeksi
Keterangan :
1) Ekstrim
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada
Internvensi : Wound Care
1) Monitor karakteristik dari luka termasuk warna, ukuran, bau,
dan pengeluaran cairan
2) Memberikan perawatan luka insisi
3) Pertahankan tehnik ganti balut steril ketika dalam perawatan
luka
4) Singkirkan benda-benda yang tertanam pada lika seperti
serpishan kassa dll
5) Mengganti balutan dan plester perekat
6) Bersihkan dengan luka dengan normal saline
7) Inspeksi luka setiap dalam perawatan luka
8) Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
9) Pemberian antibiotik pada pasien
10) Dokumentasi lokasi luka, ukuran dan tampilan
11) Periksa luka setiap kali ganti balutan
12) Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
1. Pemasukan makanan
2. Pemasukan cairan oral
3. Cairan intravena
Keterangan :
1) Tidak adekuat
2) Sedikit adekuat
3) Sedang adekuat
4) Banyak adekuat
5) Sangat adekuat
Intervensi : Fluid/Electrolyte Management, Bleeding Reducton:
Postpartum uterus
1) Monitor intake dan output
2) Monitor tekanan darah, nadi, frekuwensi pernafasan
3) Monitor tanda dan gejala perburukan dari dehidrasi seperti
poliuria/oliguria, mata cekung, dan nafas pendek yang cepat
4) Monitor hasil specimen laborat untuk memonitoring pada
perubahan tingkatan elektrolit/cairan seperti BUN, hematokrit,
protein, albumin, urin
5) Berikan cairan intravena yang sesuai
6) Monitor tanda-tanda vital
7) Monitor respon pasien setelah pemberian cairan intravena
8) Meninjau kembali sejarah obstetri dan catatan persalinan dari
faktor resiko perdarahan postpartum
9) Menerapkan es ke fundus
10) Menaikkan kaki
BAB III
METODOLOGI PENULISAN KTI
b. Observasi
Observasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui
pengamatan langsung terhadap aktivitas responden atau partisipan
yang terencana dilakukan secara aktif dan sistematis.Unsur
terpenting dalam observasi adalah mempertahankan penilaian yang
obyektif (Kelana, 2011). Observasi yang dilakukan pada saat
metode pengumpulan data yaitu dilakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik adalah proses inspeksi tubuh dan system
tubuh guna menentukan ada/tidaknya penyakit. Pemeriksaan fisik
berfokus pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang
dialaminya (Asmadi, 2008).
Dalam melakukan pengkajian pemeriksaan fisik penulis
menggunakan pendekatan secara head to toe. Head to toe yaitu
observasi dari kepala secara berurutan sampai ke kaki (keadaan
umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, telinga, hidung, mulut,
leher, punggung, dada, paru, jantung, abdomen, genetalia dan
kaki). Alasan penggunaan pemeriksaan fisik secara head to toe
adalah hasil pengkajian lebih spesifik dan memiliki urutan yang
runtut dari bagian atas sampai ujung kaki.
Dalam melakukan pemeriksaan head to toe penulis
menggunakan beberapa teknik yaitu inspeksi merupakan proses
observasi secara sistematik menggunakan indera penglihatan
sebagai alat untuk mengumpulkan data. Inspeksi dilakukan untuk
mendeteksi bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari
tubuh pasien.
Palpasi dalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui
perabaan terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami
kelainan.Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan
melalui pendengaran, biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Perkusi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan
dengan mengetuk bagian tubuh menggunakan tangan atau alat
bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang,
43
d. Pengelolaan data
Pengelolaan data yang digunakan perawat meliputi dengan
beberapa cara yaitu :
1) reduksi data yaitu merangkum, memilih yang pokok,
memfokuskan pada hal yang penting lalu dicari pola dan
temanya yaitu perumusan analisa data.
2) Penyajian data
Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam
pembuatan laporan study kasus yang telah dilakukan agar
dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Data yang disajikan harus sederhana, dan jelas agar
mudah dibaca. Penyajian data juga dimaksudkan agar para
pengamat dapat dengan mudah memahami apa yang kita
sajikan untuk selanjutnya dilakukan penilaian atau
perbandingan dan lain lain.
3) Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan yaitu melakukan verifikasi secara terus-
menerus sepanjang proses studi kasus berlangsung, yaitu
selama proses pengumpulan data (Sugiyono, 2013). Penulis
akan membandingkan antara indikator pada outcome
dibandingkan dengan indikator pada saat evaluasi pada hari
ketiga apakah masalah keperawatan tersebut teratasi atau
belum teratasi.
e. Intepretasi data
Interpretasi data bertujuan untuk menentukan masalah pada klient
yang pernah dialami dan menentukan keputusan.
6. Tempat dan Waktu
Penulis mengambil kasus di RSUD Banyumas, penulis melakukan
asuhan keperawatan selama 3 hari.
46