Vous êtes sur la page 1sur 37

MAKALAH

EVIDENCE BASED PRACTICE UNTUK PENINGKATAN


PATIENT SAFETY

NAMA KELOMPOK
1. FARIDA AYU 151.0014
2. CAHYANI TRI FAJARWATI 151.0007
3. IGNATIUS ERINO 151.0020
4. IKE FARADILAH 151.0022
5. IRWAN BAHARI 151.0025
6. MARTHA AYU AGUSTIN 151.0031
7. RISKA ELDYANI AP. 151.0046
8. YOHANA NOVITASARI S. 151.0056
9. NOVINDA ANDI ANI 151.0061P

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini yang berkenaan tentang Makalah “Evidence Based
Practice Untuk Peningkatan Patient Safety”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua


pihak yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyusun makalah ini baik dari segi moril dan materil.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya
konstruktif dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi yang


membaca dan bagi pengembangan ilmu keperawatan.

Surabaya, 5 Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB 1PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB 2 LANDASAN TEORI .................................................................................. 3
2.1 Definisi Evidence Based Practice .................................................................. 3
2.2 Sejarah Evidence Based Practice................................................................... 4
2.3 Langkah-Langkah Evidence Based Practice ................................................. 5
2.4 Tingkat Evidence Based Practice .................................................................. 5
2.5 Evidence Based Practice Dalam Praktik Keperawatan ................................. 6
BAB 3 KASUS ....................................................................................................... 8
3.1 Kasus ............................................................................................................. 8
3.2 Pengkajian ..................................................................................................... 8
3.3 Analisa Data ................................................................................................ 12
3.4 Diagnosa Keperawatan (Nanda, 2015-2017) .............................................. 13
3.5 Rencana Asuhan Keperawatan .................................................................... 14
3.6 Implementasi Keperawatan ......................................................................... 21
3.7 Evaluasi ....................................................................................................... 24
BAB 4 EVIDENCE BASED PRACTICE UNTUK PENINGKATANPATIENT
SAFETY………………………………………………………………………….27
4.1 Angka Kejadian Jatuh pada Lansia dengan Osteoporosis ........................... 27
4.2 Evidance Based Resiko Jatuh pada Lansia .................................................. 29
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 30
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 30
5.2 Saran ............................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evidence-Based Nursing Practice adalah suatu kerangka kerja bagi
perawat yang mengintegrasikan hasil penelitian terbaik dengan pengalaman
klinik dan keyakinan serta nilai-nilai yang dianut oleh pasien untuk
memutuskan suatu asuhan keperawatan bagi pasien (Panagiari, 2008).Sebelum
membuat keputusan klinik yang terbaik bagi pasien, perawat harus
mempertimbangkan dan mengacu pada hasil-hasil penelitian terkini dan
terbaik.Menurut Sackettt, Rosenberg, Gray, Haynes, & Richardson (1996,
dalam Ligita, 2014) hasil-hasil penelitian tidak dapat berdiri sendiri sebagai
bukti ilmiah tunggal, namun harus disertai dengan pengalaman praktik terbaik
yang dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan Hasil Lokakarya Nasional Keperawatan (1983, dalam
Asmadi, 2008), seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu
(innovator) dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif,
cepat tanggap terhadap rangsangan dari lingkungannya. Kegiatan ini dapat
diperoleh melalui kegiatan riset atau penelitian.Hasil yang diperoleh dari
penelitian keperawatan mampu mendukung keefektifan kualitas dan biaya dari
tindakan-tindakan keperawatan. Sehingga penerima layanan kesehatan,
terutama layanan keperawatan, akan mendapat keuntungan apabila perawat
memanfaatkan hasil penelitian dalam melakukan praktek keperawatannya
(Burns & Grove, 2007).
Di Indonesia, kebijakan penggunaan hasil penelitian terdapat pada
perumusan kompetensi dalam SK No. 045/U/2002 Kepmendiknas Tentang
Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi Tahun 2002 pasal 2 yang menyebutkan
bahwa kompetensi hasil didik suatu program studi terdiri atas kompetensi
utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lainnya yang bersifat khusus
dan gayut dengan kompetensi utama. Dalam penjelasannya, kompetensi utama
mahasiswa setelah menyelesaikan pendidikan Ners adalah mampu melakukan
praktek keperawatan individu, keluarga, kelompok, dan komunitas yang
berfokus pada keselamatan pasien berbasis pada bukti-bukti ilmiah (Nursing

1
Practice Focused on Patient Safety and Evidence Based).Selain itu juga
terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan Pasal 2 huruf B yang menyatakan bahwa Praktik
Keperawatan berasaskan nilai ilmiah. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa
praktik keperawatan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan tehnologi
yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman
praktik.
Pengetahuan akan konsep Evidence-Based Practice serta pengalaman
klinik merupakan hal penting yang harus dimiliki perawat. Hal ini disebabkan
karena pengalaman dan pengetahuan professional merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien (Adib
Hajbaghery, 2007). Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai
mengenai evidence-based practice bila akan menerapkan Evidence-Based
Practicedengan tepat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Evidence Based Practice?
2. Bagaimana sejarah Evidence Based Practice?
3. Bagaimana langkah-langkah Evidence Based Practice?
4. Bagaimana tingkatan Evidence Based Practice?
5. Bagaimana Evidence Based Practice dalam praktik keperawatan?

1.3 Tujuan
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan
menerapkan Evidence Based Practice dalam praktik keperawatan.

1.4 Manfaat
1. Mengetahuui apa itu Evidence Based Practice?
2. Mengetahui bagaimana sejarah Evidence Based Practice?
3. Mengetahui bagaimana langkah-langkah Evidence Based Practice?
4. Mengetahui bagaimana tingkatan Evidence Based Practice?
5. Mengetahui bagaimana Evidence Based Practice dalam praktik
keperawatan?

2
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Evidence Based Practice


Evidence-Based Practice (EBP), salah satunya adalah Evidence-Based
Nursing (EBN), merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik
perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta (Gerrish & Clayton,
1998)
Menggunakan hasil penelitian yang diperoleh dari uji RCT (random
control trial) atau desain eksperimen lain untuk menilai atau aplikasikan
intervensi. (Gerrish & Clayton, 1998)

Menurut (Goode & Piedalue, 1999)Praktik klinis berdasarkan bukti


melibatkan temuan pengetahuan dari penelitian, review atau tinjauan kritis.

EBP didefinisikan sebagai intervensi dalam perawatan kesehatan yang


berdasarkan pada fakta terbaik yang didapatkan. EBP merupakan proses yang
panjang, adanya fakta dan produk hasil yang membutuhkan evaluasi berdasarkan
hasil penerapan pada praktek lapangan.

EBP menyebabkan terjadinya perubahan besar pada literatur, merupakan


proses yang panjang dan merupakan aplikasi berdasarkan fakta terbaik untuk
pengembangan dan peningkatan pada praktek lapangan.Pencetus dalam
penggunaan fakta menjadi pedoman pelaksanaan praktek dalam memutuskan
untuk mengintegrasikan keahlian klinikal individu dengan fakta yang terbaik
berdasarkan penelitian sistematik.

Evidence based practice atau EBP adalah salah satu komponen penting
dalam praktek keperawatan dewasa ini. EBP membantu menggeser paradigma
keperawatan dari praktik berbasis tradisi atau kebiasaan menjadi berbasis bukti
ilmiah. Dalam penerapan EBP diperlukan komitmen,kritical thingking,kreatifitas
dan keinginan untuk berubah.Evidence yang digunakan pada EBP dapat dari
penelitian kuantitatif atau kualitatif atau bahkan dari laporan kasus,namun
masing-masing memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Penelitian tentang pasien
hemodialisis talah banyak dilakukan namun penerapan hasil-hasil penelitan

3
tersebut di Indonesia masih terbilang rendah. Pasien hemodialisis mengalami
berbagai masalah kesehatan yang komplek dan perlu penanganan yang tepat dan
terpadu dari perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Perlu usaha dan kerja keras
serta komitmen dari perawat dan komunitas keperawatan untuk menjadikan EBP
sebagai pendekatan dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan.

2.2 Sejarah Evidence Based Practice


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia kesehatan
yang pesat harus dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan untuk peningkatan
kualitas pelayanan yang diberikan. Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan terutama keperawat yang berkualitas tinggi semakin meningkat.Perawat
sebagai bagian dari pelayanan kesehatan harus mampu memanfaatkan
perkembangan ilmu dan teknologi dalam meningkatkan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien. Berbagai riset atau penelitian terus dilakukan untuk
mengembangkan,menemukan atau memperbaruiilmu pengetahuan yang
ada,termasuk ilmu keperawatan.Hasil-hasil penelitian yang telah perlu
dimanfaatkan oleh perawat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.Perlu
cara untuk menerapkan hasil penelitian yang bersifat akedemik ke dalam dunia
praktik yang bersifat dinamis. Evidence Based Practice kemudian menjadi cara
yang tepat dan diakui sebagai profesi untuk merjemahkan ilmu pengetahuan dari
penelitian ke dalam praktik,termasuk dalam praktek keperawatan.EBP juga
digunakan oleh berbagai profesi lainnya seperti dokter,apoteker,psikologi,dan
profesi lainnya.

Menurut Newhouse (2014) Evidence Based Practice (EBP) adalah suatu


pendekatan penyelesaian masalah dalam pengambilan keputusan klinis yang
mengintegrasikan best scientific evidence,clinikal expertise,dan patient preference
and values. Tujuan utama penerapan EBP adalah untuk meningkatkan patient
outcomes. Menuruk Academy of Medical Surgical Nurses (AMSN) (2013),EBP
sangat relevan dengan praktik keperawatan karena :

4
1. Ada gap antara apa yang perawat ketahui dan apa yang perawat lakukan.Apa
yang diketahui dari hasil riset tidak diaplikasikan dalam praktik klinis.Ini
yang dinamakan research-pratice gap.
2. Praktik keperawatan dapat dan harus diubah dari berbasis tradisi menjadi
berbasis bukti.
3. Praktik keperawatan yang efektif memerlukan informasi,keputusan, dan
ketrampilan
4. EBP memberdayakan dan memperluas keterampilan perawat

2.3 Langkah-Langkah Evidence Based Practice


Langkah-langkah melakukan EBP menurut AMSN (2013) dan
Melnyk&Overholt (2005) adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji kondisi praktik dan merumuskan pertanyaan yang berasal dari
masalah yang ditemukan dari hasil pengkajian.
2. Mencari dan mengumpulkan most relevance and best evidence untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan. Evidence yang dicari adalah hasil
penelitian yang tersedia dan dapat dipercaya dan relevan dengan masalah
yang ditemukan.
3. Menilai dan mengkritisi evidence yang sudah ditemukan.
4. Membuat perencanaanpenerapan evidence yang ditemukan diintegrasikan
dengan keahlian klinis dan disesuaikan dengan nilai-nilai dan kesukaan
pasien.
5. Mengimplemasikan perencanaan yang telah dibuat.
6. Mengevaluasikan keefektifan / dampak / outcome dari hasil implementasikan.

2.4 Tingkat Evidence Based Practice


Ada 6 level evidence menurut Melnyk &Overholt (2005) yaitu:
1. Level I,atau level tertinggi,berupa Systematic reviews atau meta analysis of
multiple RCT’s.
2. Level II,berupa oe well designed RCT.
3. Level III,yaitu Quasi-experimental studies.
4. Level IV,yaitu non experimental studies,dapat berupa deskriptif atau
kualitatif.

5
5. Level V,yaitu dapat berupa case reports,program evaluation,narrative
literature review.
6. Level VI,yaitu opinion of respected authorities.

Level I merupakan level tertinggi dimana hasil dari evidence tersebut


dapat dianggap paling kuat,sedangkan level VI merupakan level terendah tingkat
dimana evidence di level inidianggap paling lemah untuk digunakan dalam EBP.

2.5 Evidence Based Practice Dalam Praktik Keperawatan


Dalam praktik keperawatan yang mendasari praktiknya sesuai dengan ilmu
pengetahuan, konsep Evidence Based Practice sangat diperlukan untuk dapat
mencapai patient outcomes, menghindari intervensi yang tidak perlu dan tidak
sesuai dan tentu saja mengurangi/menghindari komplikasi hasil dari perawatan
dan juga pengobatan.

6
Keterangan :

Mengkonversi kebutuhan informasi menjadi pertanyaanklinik


1. ASK
yang bisa dipertanggungjawabkan
2. ACQUIRE Lacak bukti terbaik untuk menjawab pertanyaan
3. APPRAISE Secara kritis menilai bukti validitas, dampak, dan penerapan
Mengintegrasikan bukti ke dalam pengambilan keputusan klinis
4. APPLY
anda
Evaluasi langkah 1-4 dan cari cara untuk meningkatkan waktu
5. AUDIT
berikutnya

7
BAB 3
KASUS

3.1 KASUS
Tn. T umur 60 tahun, datang ke IGD menggunakan tongkat alat bantu
untuk berjalan pada tanggal 09 Mei 2017 pukul 19.00 dengan keluhan nyeri
seperti di tusuk-tusuk pada sendi lutut kanan dan kiri. Lutut bengkak, memerah
dan sulit untuk digerakkan. Pasien mengatakan nyeri bertambah jika sedang
berjalan dan terasa kaku bila bangun di pagi hari. Tn. T di diagnosa oleh dokter
mengalami Osteoporosis. Pasien sering keluar masuk RS.

3.2 PENGKAJIAN
A. Anamnesa
1) Nama : Tn. T
2) Umur : 60 tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Diagnosa Masuk : Osteoporosis
5) Tanggal/Jam MRS : 09-05-2017/19.00
6) Tanggal Pengkajian : 10-05-2017
B. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada seluruh sendi, bengkak dan sulit untuk
digerakkan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 09 Mei 2017 pasien datang ke IGD pukul 19.00 dengan
keluhan nyeri seperti di tusuk-tusuk pada sendi lutut kanan dan kiri.
Lutut bengkak, memerah dan sulit untuk digerakkan. Pasien
mengatakan nyeri bertambah jika sedang berjalan dan terasa kaku bila
bangun di pagi hari
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Selama setahun pasien sering mengeluhkan nyeri pada sendi lutut
kanan dan kiri. Pasien merasa terganggu dalam beraktifitas. Pasien
juga mengatakan memiliki darah tinggi.

8
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
penyakit yang sama
C. Pemeriksaan Fisik (Review of System)
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital : TD: 140/80
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 36,5oC
RR : 20 kali/menit
Antopometri : TB: 168 cm
BB sebelum sakit : 65 kg
BB sesudah sakit : 63 kg
D. Pemeriksaan Fisik Gordon
1) Penafasan (Breath)
Inspeksi: frekuensi pernafasan 17 kali/menit (reguler).
Auskultasi: suara nafas vesikuler
2) Kardiovaskuler dan limfatik (Blood)
a) Inspeksi: ictus cordis tampak di intercostal ke 5 garis
midklavikula sinistra, pulsasi katup tidak tampak.
b) Palpasi: frekuensi heart rate 80 kali/menit, ciri denyutan teratur,
irama teratur, nadi kuat.
c) Perkusi: batas jantung normal.
d) Auskultasi: bunyi jantung I, II teratur, tidak ada murmur maupun
gallop.
3) Persarafan (Brain)
Pasien mengatakan pernah merasakan sakit kepala dan tengkuk terasa
berat.
4) Perkemihan (Bladder)
Frekuensi BAK sekitar 6 – 7 kali setiap hari dengan warna
jernih.Terdapat nyeri saat berkemih
5) Pencernaan (Bowel)

9
Pasien BAB sehari 1 kali dengan konsisten, jarang sekali diare.
Pola makan dan minum 3 kali sehari 1 porsi
Frekuensi minum 8 gelas air putih per hari
6) Muskuloskeletal (Bone)
Inspeksi : bengkak di semua persendian, tidak tampak eritema.
Palpasi : tidak ada krepitasi, nyeri tekan (-), nodus Herbeden (-)
Pasien mengeluhkan nyeri pada sendi lutut kanan dan kiri. Lutut
bengkak dan memerah. Aktivitas terganggu dan memerlukan tongkat
untuk membantu dalam berjalan. Kedua kaki pasien pada bagian lutut
membesar (edema) dan memerah. Pasien tidak bisa maksimal ketika
mengangkat kaki.
7) Integumen
Pada tubuh pasien tidak ada lesi dan luka.Untuk rambut sudah
mengalami perubahan yaitu memutih sebagian.Kuku pasien bersih dan
terpotong rapi.
E. Pengkajian Pola Fungsional
1) Endokrin
Pasien mengatakan masih bisa membedakan antara panas dan dingin,
serta masih bisa merasakan. Pasien tidak mengalami kebiasaan makan
yang berlebihan atau minum yang berlebihan.
2) Seksual Reproduksi
Pasien sudah menikah dan mempunyai anak 3 serta 2 cucu,
hubungannya dengan keluarganya harmonis, pola seksual seolah
terbenam karena faktor usia
3) Pola Nutrisi dan Metabolik
Antropometri : BB : 63 kg, TB : 168 cm
Clinical sign : Kulit sawo matang,
Diet : Pasien makan 2-3 kali sehari, teratur, dengan komposisi sayur,
lauk-pauk, minum air putih 8 gelas sehari.
Pasien membatasi makanan seperti bayam, sawi, melinjo, jerohan,
karena menganggap makanan ini dapat menyebabkan linu-linu

10
4) Pola Istirahat dan Tidur
Pola istirahat dapat diatur 7-8 jam / hari, sudah termasuk tidur siang
5) Hubungan / Peran
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan orang lain serta
lingkungan sekitar baik
6) Pola Aktifitas dan Latihan
Pasien dapat beraktivitas sehari-hari tanpa bantuan pasien berjalan
dengan menggunakan bantuan alat bantu jalan yaitu tongkat.Indeks
KATZ : A
7) Pola Kognitif dan Perseptual
Pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan baik dan
lancar, tidak ada gangguan atau penyakit pada penglihatan dan
pendengaran.
Status SPMSO : Baik
8) Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
a) Harga diri : Pasien tidak merasa malu dengan penyakit yang
dideritanya
b) Gambaran diri: Pasien adalah seorang yang baik, dan ramah
c) Identitas: Pasien mengatakan masih dapat mengenali diri sendiri,
keluarga dan tetangganya
d) Ideal diri: Pasien ingin cepat sembuh supaya bisa beraktivitas
secara mandiri dan mudah
F. PENATALAKSANAAN
Tanggal 09 Mei 2017
a) Isorbit Dinitrat 3 x 3 mg
b) Aspilet 3 x 80 mg
c) Captopril 3 x 25 mg
d) Gukosamin 3 x 500 mg

11
3.3 ANALISA DATA
NO DATA-DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1 Data Subyektif: Penuaan Nyeri Kronik
Pasien mengeluhkan nyeri
pada kedua lutut kaki seperti Perubahan fungsi kondrosit
ditusuk-tusuk,
mencengkeram dan kaku. Penurunan sintesis
Pasien mengatakan nyeri proteoglikan dan kolagen
bertambah jika sedang
berjalan dan terasa kaku bila Osteoporosis
bangun pagi hari
Penyempitan rongga sendi
Data Obyektif:
Pasien mengeluhkan nyeri Iskemik
pada kedua kaki pasien pada
bagian lutut membesar Metabolisme anaerob
(edema) dan memerah.
Pasien tidak bisa maksimal Peningkatan asam laktat dan
ketika mengangkat kaki. merangsang reseptor nyeri

Nyeri Kronis
2 Data Subyektif: Osteoporosis Hambatan
Pasien mengatakan lutut Mobilitas Fisik
terasa kaku terutama saat Penyempitan rongga sendi dan
bangun dipagi hari. pembentukan osteofit

Data Obyektif: Elastisitas sendi menurun


Kedua kaki pasien pada
bagian lutut membesar Kekakuan sendi
(edema) dan memerah.
Pasien tidak bisa maksimal Sulit menggerakkan sendi

12
ketika mengangkat kaki.
Hambatan Mobilitas Fisik
3 Data Subyektif: Osteoporosis Resiko Jatuh
Pasien mengatakan berjalan
akan lebih mudah jika Penyempitan rongga sendi dan
menggunakan alat bantu pembentukan osteofit
tongkat.
Elastisitas sendi menurun
Data Obyektif :
Kedua kaki pasien pada Kekakuan sendi
bagian lutut membesar
(edema) dan memerah. Sulit menggerakkan sendi
Pasien tidak bisa maksimal
ketika mengangkat kaki. Resiko Jatuh
Pasien menggunakan alat
bantu tongkat untuk
berjalan. Pasien tidak bisa
maksimal ketika
mengangkat kaki.

3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA, 2015-2017)


Berdasarkan pengkajian dan analisa data di atas, maka diagnosa
keperawatan yang dapat diangkat pada Tn. T, antara lain:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal kronis
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Resiko jatuh berhubungan dengan osteoporosis ditandai dengan
keterbatasan pergerakan sendi dan penggunaan alat bantu jalan.

13
3.5 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DX KEP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri kronis Setelah diberikan NIC Label
berhubungan tindakan selama 3 x Pain Management
dengan gangguan 24 jam diharapkan 1. Lakukan 1. Untuk
muskuloskeletal nyeri pasien pengkajian mendapatkan
kronis berkurang dengan nyeri: data yang
kriteria hasil: P:provokatif akurat tentang
dan paliatif nyeri yang
NOC Label Q:quality dan dirasakan
 Pain Level quantity pasien
1. Pasien R: region dan
melaporkan radiasi 2. Untuk lebih
rasa nyeri S: severity memudahkan
berkurang T: time dalam
2. Pasien tidak mengkaji rasa
mengerang 2. Gunakan nyeri pasien.
atau menangis komunikasi
karena rasa terapeutik agar 3. Memandirikan
sakitnya. pasien pasien dalam
mengatakan usaha
 Pain Control pengalaman mengurangi
1. Pasien dapat nyeri rasa nyeri
mengenal yang
nyeri yang 3. Ajarkan pasien dialaminya
dialaminya. cara
2. Pasien mengurangi 4. Analgesik
mengetahui nyeri dengan dapat
faktor terapi diberikan jika
penyebab nonfarmakologi nyeri tidak

14
nyeri (teknik relaksasi dapat
3. Pasien dapat nafas dalam dan dikontrol.
melaporkan terapi spesifik
keluhannya dalam 5. Untuk
ketika tidak mengurangi mengobserasi
dapat nyeri sendi tingkat nyeri
mengontrol akibat arthritis) pasien
nyeri.
4. Pasien 4. Berikan
melaporkan analgesik untuk
faktor-faktor mengurangi
yang dapat nyeri pasien.
membantu
mengurangi 5. Observasi reaksi
rasa nyerinya non verbal dan
5. Pasien ketidaknyamana
melaporkan n
perubahan
gejala nyeri
2 Hambatan Setelah diberikan Exercise Therapy:
mobilitas fisik tindakan selama 3 x Joint Mobility
berhubungan 24 jam diharapkan 1. Tentukan 1. Memudahkan
dengan gangguan pasienmampu keterbatasan perawat dalam
muskuloskeletal menggerakkan sendi gerak sendi menentukan
dengan kriteria hasil: pasien dan jenis latihan
akibat yang yang akan
NOC Label ditimbulkan. diberikan pada
 Mobility 2. Tentukan pasien
1. Koordinasi seberapa besar 2. Kurangnya
tubuh baik (3) motivasi/kemun motivasi dari
2. Gaya berjalan gkinan pasien pasien akan
baik (3) untuk membuat

15
3. Gerakan otot memelihara atau proses latihan
normal (3) memperbaiki menjadi tidak
4. Gerakan sendi pergerakan optimal atau
normal (3) sendinya. hasil yang
3. Bantu pasien diharapkan
 Body Mechanics mengatur posisi dari latihan
Performance tubuh yang tidak
1. Dapat optimal baik maksimal
menggunakan untuk gerakan 3. Latihan dapat
alat bantu sendi yang pasif dilakukan
dengan baik maupun yang secara optimal
(4) aktif dengan posisi
2. Menjaga 4. Lakukan latihan tubuh yang
kekuatan otot pasif (PROM) baik dan benar
(4) atau aktif 4. Membantu
3. Menjaga (AROM), bila pasien dalam
fleksibilitas diindikasikan. mobilisasi dan
sendi (4) 5. Ajarkan mencegah
pasien/keluarga kekakuan
bagaimana sendi lebih
melakukan lanjut/komplik
ROM asi
pasif/ROM aktif 5. Memandirikan
6. Berikan feed pasien dan
back positif keluarga.
karena telah Dukungan
melakukan keluarga
latihan sendi. meningkatkan
7. Kolaborasi rasa percaya
dengan diri pasien
fisioterapi 6. Meningkatkan
dalam rasa percaya

16
membangun dan diri pasien
mengelola 7. Membantu
program latihan. pasien dalam
mobilisasi dan
mencegah
kekakuan
sendi lebih
lanjut/komplik
asi

Exercise Therapy:
Muscle Control 1. Memperlancar
1. Berikan pasien sirkulasi
pakaian yang
tidak ketat. 2. Mencegah
2. Bantu menjaga terjadinya
tubuh dan cedera
kestabilan sendi 3. Latihan yang
selama berlebihan
melakukan dapat
aktivitas gerak. menyebabkan
3. Kenalkan tahap kelelahan bagi
demi tahap pasien
setiap aktivitas 4. Meningkatkan
gerak selama kekuatan,
latihan. ketahanan dan
4. Bantu pasien kelenturan.
mengembangka 5. Melakukan
n protokol ADL dapat
latihan melatih otot
5. Masukkan ADL dan sendi serta

17
dalam protokol mencegah
latihan secara kekakuan
tepat. 6. Untuk
6. Gunakan mengurangi
stimulus taktil spasme otot.
7. Evaluasi 7. Mengevaluasi
kemajuan pasien penting dalam
dalam menentukan
meningkatkan/m apakah perlu
emperbaiki adanya
gerakan tubuh modifikasi
dan fungsinya. atau
perubahan
latihan
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan Teaching: fall
berhubungan asuhan keperawatan prevention
dengan 3 x 24 jam 1. Identifikasi 1. Untuk
osteoporosis diharapkan resiko kognitif dan mengurangi
ditandai dengan jatuh berkurang atau kekurangan potensial jatuh
keterbatasan dapat dicegah fisik dari pasien 2. Untuk
pergerakan sendi dengan kriteria hasil: yang mungkin mengetahui
dan penggunaan meningkatkan penyebab
alat bantu jalan NOC: Knowledge: potensial untuk jatuh
fall prevention jatuh 3. Untuk
1. Benar dalam 2. Identifikasi mengidentifik
menggunakan kebiasaan dan asi riwayat
peralatan faktor risiko genetik
keamanan yang 4. Untuk
2. Benar dalam mempengaruhi mencegah
menggunakan untuk jatuh potensial jatuh
terali yang 3. Cari informasi 5. Untuk
tersedia riwayat jatuh menjaga

18
3. Benar dalam pasien dan kestabilan
menggunakan keluarga tubuh
pintu keamanan 4. Identifikasi 6. Untuk
4. Benar dalam karakteristik meningkatkan
menggunakan lingkungan pengetahuan
penerangan yang bisa persepsi
lingkungan meningkatkan pasien
5. Latihan untuk potensial untuk 7. Untuk
mengurangi jatuh meningkatkan
resiko jatuh 5. Monitor gaya keseimbangan
berjalan, tubuh pasien
keseimbangan, 8. Untuk
dan lvel menstabilkan
kelelahan keseimbangan
6. Tanyakan 9. Untuk
kepada pasien menjaga
tentang persepsi kestabilan
keseimbangan, tubuh pasien
jika 10. Uuntuk
diindikasikan mencegah
7. Menyarankan kekakuan
perubahan sendi
dalam gaya 11. Untuk
berjalan kepada meminimalkan
pasien cedera
8. Latih pasien
untuk
beradaptasi dan
memodifikasi
gaya berjalan
9. Membantu
pasien yang

19
mudah goyah
dengan
berpindah
10. Kunci roda dari
kursi roda,
tempat tidur,
saat
memindahkan
pasien
11. Ajari pasien
bagaimana cara
jatuh yang aman
untuk
meminimalkan
cedera.

20
3.6 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari &
No Tanda
Tanggal Tindakan & respon/hasil
DP tangan
Pukul
1 Selasa, 10  Mengkaji intensitas, letak dan tipe nyeri pada pasien
Mei 2017 Ds :
Jam 07.00 Pasien mengatakan nyeri terutama saat bangun tidur, letak
yang paling sakit adalah lutut.
P : nyeri pada sendi
Q : nyeri seperti tertusuk benda tajam
R : kedua lutut
S : skala nyeri 3, pasien masih dapat berkomunikasi dan
mengikuti perintah dengan baik
T : saat berjalan
Do :
TD : 140/80 mmHg
1 Selasa, 10  Mengukur TD untuk mengetahui tingkat nyeri pasien yang
Mei 2017 bisa menyebabkan peningkatan TD
jam 08.10 Ds :
Pasien mengatakan nyeri bertambah bila untuk tekuk lutut
Do :
TD : 140/80 mmHg
1 Selasa, 10  Mengajarkan tehnik relaksasi pada pasien dengan tehnik
Mei 2017 napas dalam saat terjadi nyeri.
jam 08.15 Ds :
Pasien mengatakan bersedia diajari teknik nafas dalam
Do :
Pasien mengikuti tehnik yang diajarkan perawat
1 Selasa, 10  Menganjurkan pada pasien untuk beraktivitas sesuai
Mei 2017 dengan kemampuan
jam 08.30 Ds :
Pasien mengatakan masih bisa melakukan perawatan diri

21
seperti mandi, makan minum, berpakaian
Do :
-
3 Selasa, 10  Menganjurkan pasien memakai sandal karet
Mei 2017 Ds :
jam 09.00 -
Do :
Pasien memakai sandal jepit.
3 Selasa, 10  Menganjurkan pasien menjaga lantai tetap bersih dan
Mei 2017jam tidak basah
09.30 Ds :
Pasien mengatakan akan menjaga kebersihan lantai
Do :
-
3 Selasa, 10  Menata meja kecil di dekat kamar tidur
Mei 2017 Ds :
jam 10.00 -
Do :
-
2 Selasa, 10  Menganjurkan memakai tongkat bila mau berjalan.
Mei 2017 Ds :
jam 10.30 -
Do :
Pasien memakai tongkat dalam berjalan
1 Rabu, 11 Mei  Mengkaji intensitas, letak dan tipe nyeri pada pasien
2017 Ds :
jam 08.00 Pasien mengatakan nyerinya saat bangun tidur, letak yang
paling sakit adalah lutut
P : nyeri pada sendi
Q : nyeri seperti tertusuk benda tajam
R : kedua lutut
S : skala nyeri 3, pasien masih dapat berkomunikasi dan

22
mengikuti perintah dengan baik
T : saat berjalan
Do :
-
1 Rabu, 11 Mei  Mengukur TD untuk mengetahui tingkat nyeri pasien yang
2017 bisa menyebabkan peningkatan TD
jam 08.05 Ds :
Pasien mengatakan bersedia ditensi.
Do :
TD : 150/80 mmHg
2 Rabu, 11 Mei  Menganjurkan pada pasien untuk beraktivitas sesuai
2017 dengan kemampuan
jam 08.10 Ds :
-
Do :
-
1 Rabu, 11 Mei  Menganjurkan pasien untuk memberikan penghangat pada
2017 sendi yang sakit dengan menggunakan air hangat
08.15 Ds :
Pasien mengatakan sudah memberikan kompres air hangat
pada lututnya
Do :
Pasien mengikuti tehnik yang diajarkan perawat.
Jam 09.00 pasien di rawat di RSUD Ungaran

23
3.7EVALUASI
Hari &
No Tanggal RESPON PERKEMBANGAN
Pukul
1 Selasa, 10 Mei DX: Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan
2017 muskuloskeletal kronis
Jam 13.00 S :Pasien mengatakan nyeri terutama saat bangun tidur, letak yang
paling sakit adalah lutut.
P : nyeri pada sendi
Q : nyeri seperti tertusuk benda tajam
R : kedua lutut
S : skala nyeri 3, pasien masih dapat berkomunikasi dan
mengikuti perintah dengan baik
T : saat berjalan
Pasien mengatakan nyeri bertambah bila untuk tekuk lutut.
Pasien mengatakan bersedia diajari teknik nafas dalam.
Pasien mengatakan masih bisa melakukan perawatan diri seperti
mandi, makan minum, berpakaian.
O :TD : 140/80 mmHg
Pasien mengikuti tehnik yang diajarkan perawat
A :Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi.
DX: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
S: Pasien mengatakan masih bisa melakukan perawatan diri seperti
mandi, makan minum, berpakaian
O: Pasien nampak berhati-hati saat melakukan aktivitas dan terlihat
kaku jika melakukan aktivitas sehari-hari
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

DX: Resiko jatuh berhubungan dengan osteoporosis ditandai

24
dengan keterbatasan pergerakan sendi dan penggunaan alat
bantu jalan
S: Pasien mengatakan pernah mau terjatuh saat ke kamar mandi
O: pasien nampak gemetar saat berjalan dan di bed pasien tidak
tampak alat bantu jalan
A:Masalah belum teratasi
P:Lanjutkan intervensi

3 Rabu, 11 Mei DX: Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan


2017 muskuloskeletal kronis
jam 11.30 S:Pasien mengatakan nyerinya saat bangun tidur, letak yang paling
sakit adalah lutut
P : nyeri pada sendi
Q : nyeri seperti tertusuk benda tajam
R : kedua lutut
S : skala nyeri 3, pasien masih dapat berkomunikasi dan
mengikuti perintah dengan baik
T : saat berjalan
O: Pasien Nampak memegangi lututnya yang sakit saat
aktivitas/jalan
A: Masalah belum teratasi
P:Intervensi dilanjutkan

DX: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan


muskuloskeletal
S: pasien mengatakan masih gemetar kalau jalan ataupun aktivitas
O::pasien nampak kesulitan ketika bangun tidur dan saat melakukan
aktivitas
A:Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

25
DX: Resiko jatuh berhubungan dengan osteoporosis ditandai
dengan keterbatasan pergerakan sendi dan penggunaan alat
bantu jalan
S: Pasien dan keluarga pasien mengatakan sudah menjaga
lingkungan pasien dengan baik
O: nampak paisen memakai sandal karet saat ke kamar mandi dan
pasien memakai tongkat sat berjalan
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

26
BAB 4
EVIDENCE BASED PRACTICE UNTUK PENINGKATANPATIENT
SAFETY

4.1 Angka Kejadian Jatuh pada Lansia dengan Osteoporosis


Jurnal 1

Pada penelitian yang dilakukan oleh Wilson Susilo, Yenni Limyati, dan
Decky Gunawan (2017) dengan judul “The Risk of Falling in Elderly Increased
with Age Growth and Unaffected by Gender”

Peneliti melakukan penelitian dengan subjek penelitian adalah 23 orang


lansia dari Panti Jompo Tulus Kasih yang memenuhi kriteria yang telah
ditentukan, antara lain: usia ≥ 60 tahun, dapat berjalan tanpa alat bantu minimal 6
meter, tidak mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran total. Hasil
penelitian menunjukkan 48% lansia dalam kategori Normal, 52% lansia dalam
kategori Cukup. Pada kategori Normal sebanyak 39% dari usia 60-69 tahun dan
sebanyak 9% dari usia 70-79 tahun. Pada kategori Cukup sebanyak 17% dari usia
60-69 tahun, sebanyak 35% dari usia 70-79 tahun. Hal ini menunjukkan usia 60-
69 tahun memiliki persentase terbesar dalam kategori Normal, usia 70-79 tahun
memiliki persentase terbesar dalam kategori Cukup. Tidak didapatkan pada
kategori bermasalah dan usia 80-89 tahun sehingga risiko jatuh dikategorikan
pada Normal dan Cukup, dan usia dikategorikan pada usia 60-69 tahun dan 70-79
tahun. Dari hasil analisis data statistik usia terhadap risiko jatuh diperoleh nilai p
untuk uji chisquare adalah 0,019. Nilai p ≤0,05 menunjukkan hasil pengujian
dinyatakan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa antara usia dan risiko jatuh
memiliki hubungan yang signifikan.

Jurnal 2

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yulinda Permata Sari dan Sugiyanto
(2015) dengan judul “Hubungan Tingkat Kemandirian Aktivitas Sehari-Hari
Dengan Risiko Jatuh Pada Lansia Di PSTW Unit Budhi Luhur Kasongan Bantul
Yogyakarta”

27
Peneliti menuliskan bahwa berdasarkan survei masyarakat di Amerika
Serikat didapatkan sekitar 30% lansia yang berumur lebih dari 65 tahun, setiap
tahunnya mengalami jatuh. Separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang
(Kanne,dkk, 1994, dalam Nugroho, 2012) dan Insiden jatuh di Indonesia tercatat
dari 115 penghuni panti sebanyak 30 lansia atau sekitar 43.47% mengalami jatuh.
Kejadian jatuh pada lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah,dan kekakuan sendi, serta faktor
ekstrinsik seperti lantai yang licin, tersandung oleh benda, penglihatan kurang
karena cahaya kurang terang, dan terbatasnya pegangan untuk berjalan (Darmojo,
2004). Menurut penelitian Khairunnisa, 2013 kejadian jatuh pada lansia di PSTW
unit budhi luhur kasongan Bantul sebesar 38,5% atau 29 dari 75 orang.
Penelitian ini dilakukan di PSTW Unit Budhi Luhur terletak di wilayah
desa Kasongan, kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul DIY. Di PSTW tersebut
terbagi menjadi 8 wisma yaitu A,B,C, H (Semi Isolasi), D,E,F, dan G sebagai
tempat tinggal lansia dan masing-masing dihuni oleh sekitar 5-12 lansia. Seluruh
lansia di PSTW itu sebanyak 88 orang. Dua diantaranya sebagai wisma untuk
tempat tinggal lansia dengan biaya pribadi.Pengambilan data pada penelitian ini
dilakukan pada tanggal 1 Februari – 6 Februari 2015.
Hasil penelitian ini menunjukkan risiko jatuh pada lansia di PSTW Unit
Budhi Luhur Bantul Kasongan Bantul Yogyakarta ditemukan bahwa mayoritas
responden memiliki risiko jatuh sebanyak 36 responden (76,6%), sedangkan
responden yang tidak memiliki risiko jatuh sebanyak 11 responden (23,4%)

Jurnal 3

Pada penelitian yang dilakukan oleh Juhendri Dwi Adi Gunawan dan Agus
Sudaryanto, S.Kep.,Ns.,M.Kes (2016) dengan judul “Hubungan Antara Aktivitas
Fisik Dengan Risiko Jatuh Pada Lanjut Usia Di Desa Pucangan Kecamatan
Kartasura”

Sampel yang akan diteliti atau yang termasuk didalam penelitian ini adalah
lansia berusia lebih dari 65 tahun sampai 75 tahun yang berada di Desa Pucangan
Kecamatan Kartasura dengan jumlah sampel sebanyak 82 lanjut usia yang
diambil.

28
Risiko jatuh pada responden menunjukkan mayoritas tertinggi adalah
risiko sedang yaitu sebanyak 46 responden (56%). Lansia yang sudah memasuki
usia diatas 65 tahun akan cenderung mengalami penurunan keseimbanganya serta
timbulnya rasa kekawatiran tentang jatuh sehingga menyebabkan lansia menjadi
kurang aktif dan berisiko terjadinya jatuh lebih tinggi. Sedangkan lansia yang
mengalami risiko jatuh tinggi sebanyak 24 lansia (29%).

4.2 Evidance Based Resiko Jatuh pada Lansia


Pada angka kejadian jatuh atau beresiko jatuh, dalam peningkatan patient
safety pada lansia dengan resiko jatuh bisa dengan melakukan latihan fisik yang
dapat meningkatkan aktivitas fisik lansia. Latihan fisik adalah suatu bentuk
aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan berkesinambungan dengan
melibatkan gerakan tubuh yang berulang-ulang bertujuan untuk meningkatkan
kebugaran jasmani, misalnya mengalakkan senam lansia dan menganjurkan
kepada lansia untuk aktif melakukan kegiatan olah raga ringan misalnya jalan
santai di pagi hari, sepeda santai dan lain sebagainya.
Peningkatan patient safety juga dapat dengan cara mengaplikasikan
tekhnik pencegahan jatuh tinggi sebagai intervensi keperawatan pada asuhan
keperawatan pada lansia dan tetap mempertahankan kemandiriannya dalam
memfasilitasi kebutuhan sehari-hari dan tetap memperhitungkan keamanan aspek
keamanan lansia agar tidak terjadi jatuh. Penggunaan alat bantu yang tepat seperti
cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan Walker dapat mengurangi risiko jatuh
pada lansia di panti.

29
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, konsep Evidence Based Practice sangat
diperlukan untuk dapat mencapai patient outcomes, menghindari intervensi yang
tidak perlu dan tidak sesuai dan tentu saja mengurangi/menghindari komplikasi
hasil dari perawatan dan juga pengobatan.Namun dalam pelaksanaan dan
penerapan Evidence Based Practice tidaklah mudah, hambatan utama dalam
pelaksanaannya yaitu kurangnya pemahaman dan referensi yang dapat digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan penerapan Evidence Based Practice.

5.2 Saran
Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan
yang baik, serta mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu
pada SPO (Standart Prosedure Operational) yang dibuat berdasarkan teori-teori
dan penelitian terkini. Evidence Based Practice dapat menjadi panduan dalam
menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori,
penelitian, serta pengalaman klinis yang baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien.

30
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Juhendri. 2016. Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Resiko Jatuh
Pada Lanjut Usia Di Desa Pucangan Kecamatan Kartasura.Surakarta
[Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jolley, Jeremy. 2010. Introducing Research And Evidence-Based Practice For


Nurses. London: Pearson Nursing & Health

Sari, Yullinda. 2015. Hubungan Tingkat Kemandirian Aktivitas Sehari-Hari


Dengan Resiko Jatuh Pada Lansia Di PTSW Unit Budhi Luhur Kasongan
Bantul Yogyakarta [Skripsi]. Yogyakarta (ID). Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan ‘Aisyiyah

Susilo, Wilson. dkk. 2017. The Risk Of Falling In Elderly Increase With Age
Growth And Unaffected By Gender. Journal Of Madicine And Health.
Volume 1 (6)

31
Lampiran

INSTRUMEN PENILAIAN RESIKO JATUH PADA LANSIA


TINETTI BALANCE AND GATE

No. INSTRUKSI PENILAIAN (TINETTI BALANCE) Skor


. 1 Posisi Duduk
a. Belajar atau slide di kursi 0
b. Stabil dan aman 1
2 Berdiri dari kursi
a. Tidak mampu, bila tanpa bantuan 0
b. Mampu, tapi menggunakan kekuatan lengan 1
c. Mampu berdiri spontan, tanpa menggunakan lengan 2
.3 Usaha untuk berdiri
a. Tidak mampu, bila tanpa bantuan 0
b. Mampu, tapi lebih dari 1 upaya 1
c. Mampu dalam satu kali upaya 2
4 Berdiri dari kursi (segera dalam 5 detik pertama)
a. Tidak kokoh (Goyah, terhuyun-huyun, tidak stabil) 0
b. Kokoh, tapi dengan alat bantu (walker atau tongkat, pegangan 1
sesuatu)
c. Berdiri tegak, kaki rapat tanpa alat bantu/pegangan 2
5 Keseimbangan berdiri
a. Tidak kokoh (Goyah, tidak stabil) 0
b. Berdiri dengan kaki melebar (jarak antara kedua kaki > 4 inci) atau 1
menggunakan alat bantu (walker atau tongkat, pegangan sesuatu)
c. Berdiri tegak, jarak kaki berdekatan, tanpa alat bantu/pegangan 2
6 Subyek dalam posisi maksimum dengan kaki sedekat mungkin,
kemudian pemeriksa mendorong perlahan tulang dada subyek 3x
dengan telapak tangan
a. Mulai terjatuh 0
b. Goyah/Sempoyongan, tapi dapat mengendalikan diri 1
c. Kokoh berdiri (stabil) 2
7 Berdiri dengan mata tertutup (dengan posisi seperti no. 6)
a. Tidak kokoh (goyah, sempoyongan) 0
b. Berdiri kokoh (stabil) 1
8 8.1 Berbalik 360°
a. Tidak mampu melanjutkan langkah (berputar) 0
b. Dapat melanjutkan langkah (berputar) 1

8.2 Berbalik 360°


c. Tidak kokoh (goyah, sempoyongan) 0
d. Berdiri kokoh (stabil) 1
9 Duduk ke kursi
a. Tidak aman (kesalahan mempersepsikan jarak, langsung 0
menjatuhkan diri ke kursi)
b. Menggunakan kekuatan lengan atas, tidak secara perlahan 1

1
c. Aman, gerakan perlahan-lahan 2

TOTAL 16

No. INSTRUKSI PENILAIAN (TINETTI GAIT) SKOR


10 Melakukan perintah untuk berjalan
a. Ragu-ragu, mencari objek untuk dukungan 0
b. Tidak ragu-ragu, mantap, aman 1
11 11.1 Ketinggian kaki saat melangkah
a. Kaki kanan:
 Kenaikan tidak konstan, menyeret, atau mengangkat kaki terlalu 0
tinggi > 5 cm
 Konstan dan tinggi langkah normal 1
b. Kaki kiri:
 Kenaikan tidak konstan, menyeret, atau mengangkat kaki terlalu
tinggi > 5 cm 0
 Konstan dan tinggi langkah normal 1

11.2 Panjang langkah kaki:


a. Kaki kanan
 Langkah pendek tidak melewati kaki kiri 0
 Melewati kaki kiri 1
b. Kaki kiri
0
 Langkah pendek tidak melewati kaki kanan
1
 Melewati kaki kanan
12. Kesimetrisan langkah
a. Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri tidak sama 0
b. Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri sama 1
13. Kontinuitas langkah kaki
a. Menghentikan langkah kaki diantara langkah (langkah-behenti- 0
langkah)
b. Langkah terus-menerus/berkesinambungan 1
14. Berjalan pada jalur yang ditentukan atau koridor
a. Penyimpangan jalur yang terlalu jauh 0
b. Penyimpangan jalur ringan/sedang/butuh alat bantu 1
c. Berjalan lurus sesuai jalur tanpa alat bantu 2
15. Sikap tubuh saat berdiri:
a. Terhuyun-huyun, butuh alat bantu 0
b. Tidak terhuyun-huyun, tapi lutut fleksi/kedua tangan dilebarkan 1
c. Tubuh stabil, tanpa lutut fleksi dan meregangkan tangan 2
16. Sikap berjalan
a. Tumit tidak menempel lantai sepenuhnya 0
b. Tumit menyentuh lantai 1

2
TOTAL SKOR 12
Tinetti Balance + Tenetti Gait 28

Keterangan:
≤ 18 = resiko jatuh tinggi
19-23 = resiko jatuh sedang
≥24 = resiko jatuh rendah

Vous aimerez peut-être aussi