Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
Preseptor:
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
2.2 Patogenesis…………………………………………………………… 7
2.3 Diagnosis………………………………………………………..... 11
2.4 Tatalaksana……...………………………………………………. 17
2.5 Komplikasi….…...………………………………………………. 22
2.6 Prognosis………..……...…………………………………….... 23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia sekaligus penyebab
signifikan jumlah perawatan di rumah sakit. Prevalensi gagal jantung pada dewasa di negara
berkembang berkisar antara 1 – 2%, dan meningkat hingga > 10% pada usia >70 tahun. Pada
negara Eropa insidensi gagal jantung mencapai 5 – 10 per 1000 orang per tahun, dan lebih
banyak pada negara berkembang.Sebuah penelitian menunjukkan bahwa angka kematian kasar
pasien dengan gagal jantung dari tahun ke tahun terjadi fluktuasi, berkisar dari 89 hingga 103
dari 2000 pasien gagal jantung. Di Amerika angka kematian setiap tahun sekitar 277.00 jiwa
Gagal jantung akut adalah sekumpulan gejala gagal jantung yang datang secara tiba tiba,
berbahaya, mengancam nyawa, dan membutuhkan penanaganan segera. Gagal jantung akut bisa
muncul dari pasien yang sebelumnya tidak ada gejala, atau perburukan dari gagal jantung
sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, atau bahkan
keduanya.3
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab gagal jantung akut pada 60 – 70% pasien
terutama pada pasien usia lanjut, sedangkan pada usia muda gagal jantung akut disebabkan oleh
kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital atau valvular dan miokarditis.4 Dapat
dikatakan bahwa gagal jantung merupakan fase akhir pada setiap penyakit jantung.3 Hal ini
3
menyebabkan di satu sisi penyakit gagal jantung dapat mudah dipahami sebagai suatu sindrom
klinis, namun di sisi lain gagal jantung merupakan kondisi dengan patofisiologi yang bervariasi
dan kompleks. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang komprehensif mengenai gagal jantung
akut ini demi terlaksananya penatalaksanaan yang baik pada setiap kasus gagal jantung.
Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko, patogenesis dan
Tujuan Penulisan referat ini adalah mengembangkan wawasan dan pemahaman penulis
Referat ini diharapkan menjadi salah satu sumber keilmuan yang terstruktur bagi calon
dokter maupun tenaga kesehatan sehingga dapat melakukan tatalaksana yang baik dan
Penulisan referat ini menggunakan pustaka yang merujuk pada beberapa buku, guideline,
maupun jurnal.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Edema paru akut: pasien biasanya datang dengan distress pernafasan, takipneu
dan ortopneu, ronki basah halus sering ditemukan di seluruh lapang paru. Saturasi
5
oksigen arterial biasanya <90% dengan udara ruangan sebelum diberkan terapi
oksigen.
Gagal jantung akut hipertensif: tanda dan gejala dari gagal jantung yang disertai
peningkatan tekanan darah dan biasanya memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang
masih baik. Terdapat bukti dari peningkatan tonus simpatis dan vasokonstriksi.
Pasien mungkin dalam kondisi euvolemik atau hanya sedikit hipervolemik, dan
datang dengan tanda-tanda kongestif paru tanpa disertaikongesti sistemik.
Respons terhadap terapi medis biasanya cepat, dan tingkat kematian dirumah sakit
biasanya rendah.
Gagal jantung kanan teisolasi: ditandai dengan sindroma penurunan curah jantung
(low output syndrome) tanpa adanya kongesti paru dengan peningkatan tekanan
vena juguler, dengan atau tanpa hepatomegali dan tekanan pengisian ventrikel kiri
yang rendah.
Gagal jantung akut pada sindroma koroner akut: banyak pasien datang dengan
gambaran klinis gagal jantung akut namun diserai bukti-bukti laboratorium dari
sindroma koroner akut. Sekitar 15% pasien dengan sindroma koroner akut
memiliki tanda dan gejala gagal jantung akut, dan episode gagal jantung akut
tersebut biasanya berhubungan atau dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia,
fibrilasi atrium atau takikardi venrikel).
6
2..2 Patogenesis Gagal Jantung Akut
7
capillary wedge pressure (PCWP), yang akan berkontribusi pada terjadinya
sindroma kardio renal (SKR) 8
Cedera miokard. Pelepasan troponin sering terjadi pada kondisi gagal jantung
akut, terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner 9 Hal ini nampaknya
merefleksikan adanya cedera miokard, yang berhubungan dengan abnormalitas
hemodinamik dan / atau neurohormonal atau sebagai akibat dari kejadian iskemia.
Cedera juga bisa terjadi sebagai akibat tingginya tekanan diastolik ventrikel kiri,
yang kemudian akan mengaktivasi stimulasi neurohormonal dan inotropik
sehingga berakibat kepada ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen 10.
Efek tidak langsung obat. Loop diuretik intravena merupakan agen lini pertama
untuk meringankan gejala kongestif. Bagaimanapun, efek menguntungkan
tersebut behubungan dengan abnormalitas elektrolit, aktivasi neurohormonal yang
8
lebih lanjut dan perburukan fungsi ginjal. Pemberian loop diuretik intravena
dengan dosis besar berhubungan dengan keluaran yang buruk pada pasien dengan
gagal jantung. Namun, hal ini mungkin suatu penanda dari keparahan dari gagal
jantung itu sendiri, dibandingkan dianggap sebagao penyebab peningkatan
mortalitas. Dobutamin, milrinon dan levosimendan akan meningkatkan profil
hemodinamik, namun efek ini berhubungan dengan peningkatan tingkat konsumsi
oksigen miokard (takikardia dan peningkatan kontraktilitas) dan hipotensi yang
berhubungan dengan efek vasodilatasi. Penurunan perfusi koroner yang
berhubungan dengan hipotensi dalam kondisi peningkatan kebutuhan akibat akan
mengakibatkan cedera miokard, terutama pada pasien dengan penyakit jantung
koroner (PJK) yang sering memiliki miokardium yang mengalami hibernasi atau
iskemia . Hipotensi yang berhubungan dengan penggunaan vasodilator mungkin
juga mengakibatkan hipoperfusi miokardium dan ginjal dan kemungkinan dapat
mengakibatkan cedera5.
9
Berbeda dengan gagal jantung kronik, pasien dengan gagal jantung akut
menunjukkan tanda dan gejala yang seringkali lebih mengancam jiwa. Gagal
jantung akut bisa ditemukan pada pasien yang sebelumnya tidak diketahui
mengalami gagal jantung, misalnya pada pasien dengan sindroma koroner akut,
hipertensi berat, atau regurgitasi katup akut, atau bisa juga merupakan komplikasi
dari gagal jantung kronik terkompensasi yang dipicu oleh adanya faktor
presipitasi. Penatalaksanaan dari gagal jantung akut biasanya membutuhkan
hospitalisasi dan intervensi segera.
Klasifikasi pasien dengan gagal jantung akut serta pendekatan terapi, dapat dibagi
berdasarkan ada atau tidaknya 2 temuan penting pada pasien:
10
1. Volume overload (dibagi atas "wet" dan "dry") sebagai tanda dari peningkatan
tekanan pengisian ventrikel kiri
2. Low cardiac output dengan penurunan perfusi jaringan (dibagi atas "cold" dan
"warm"). Pada pasien dengan gambaran klinis "wet", hal ini menandakan adanya
volume overload, dan klinis yang dapat ditemukan pada pasien berupa ronkhi
paru, pelebaran vena ugularis, dan edema pada ekstremitas bawah. Pasien dengan
gagal jantung akut dapat dibagi menjadi 4 profil berdasarkan dari parameter
parameter diatas.
Profil C menunjukkan keadaan yang lebih serius, dimana selain adanya gejala
kongestif paru, juga terdapat adanya penurunan cardiac output yang tampak dari
adanya vasokonstriksi sistemik, sebagai akibat dari aktivasi sistem saraf simpatis,
sehingga menunjukkan "cold extremities". Pasien dengan profil C memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan profil B, dan pasien
dengan profil B lebih buruk dari profilA.
Pasien dengan profil L tidak menunjukkan adanya gejala kongestif, namun pasien
ini memiliki gambaran "cold extremities" karena rendahnya cardiac output. Profil
ini banyak ditemukan pada pasien dengan penurunan volume darah sistemik atau
pada pasien dengan penurunan fungsi jantung yang signifikan, meskipun tidak
ada volume overload (misalnya pada pasien dengan dilatasi ventrikel kiri dan
regurgitasi mitral) yang menjadi sesak dengan aktivitas karena ketidakmampuan
untuk menghasilkan cardiac output yang adekuat.
Banyak tanda-tanda gagal jantung yang terjadi akibat retensi air dan
natrium yang biasanya akan membaik dengan cepat dengan pemberisan terapi
diuretik. Riwayat medis pasien juga pentning bagi penegakan diagnosis, dan
gagal jantung tidak lazim terjadi pada pasien tanpa adanya riwayat medis yang
relevan, misalkan riwayat infark miokard yang akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya gagal jantung pada pasien dengan tanda dan gejala yang khas 4.
12
Kriteria Framingham dapat menegakkan diagnosis gagal jantung, jika
ditemukan minimal 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria
minor.
Kriteria mayor :
3. Orthopnea
6. Hepatojugular reflux
7. S3 Gallop
8. Radiographic Cardiomegaly
Kriteria minor:
2. Efusi pleura
3. Takikardi (>120x/menit)
5. Dispnea on Effort
6. Hepatomegali
13
7. Penurunan kapasitas vital paru 1/3 dari nilai maksimum (menggunakan
spirometri)
14
pencitraan perfusi atau angiografi pada pasien dengan kecurigaan PJK atau
endomiokardial biopsi pada beberapa penyakit miokard) 4.
Karena tanda dan gejala gagal jantung kadang tidak spesifik, banyak
pasien yang dicurigai mengalami gagal jantung yang dikirim menjalani
pemeriksaan ekhokardiografi, namun ternyata tidak memiliki abnormalitas dalam
struktur jantung. Ketka kemampuan ekhokardiografi menjadi terbatas, pendekatan
lain untuk mendiagnosis adalah dengan memeriksa konsentrasi peptida natriuretik
darah, keluarga hormon yang disekresikan berlebih bila terjadi jejas pada jantung
atau beban pada salah satu ruang jantung mengalami
peningkatan (misal pada fibrilasi atrium, emboli paru dan beberapa kondisi non-
kardiak termasuk gagal ginjal). Kadar peptida natriuretik juga akan meningkat
seiring dengan usia, namun dapat menurun pada pasien dengan obesitas. Kadar
peptida natriuretik yang normal pada pasien yang belum tertangani secara nyata
mengeksklusi adanya penyakit jantung, yang akan menyebabkan pemeriksaan
15
ekhokardiografi tidak diperlukan lagi (investigasi penyebab non-kardiak mungkin
lebih produktif pada pasien ini) 13.
16
2.3.5. Pemeriksaan Rutin Laboratorium
2.4 Tatalaksana
Terapi awal gagal jantung akut bertujuan untuk memperbaiki gejala dan
Oksigenasi dengan sungkup masker atau CPAP (continuous positive airway pressure),
Terapi diuretik dengan furosemid atau diuretik dengan bolus IV dan bila perlu diteruskan
Berikan infus IV bila dicurigai ada tekanan pengisian yang rendah (low filling pressure).
Antiaritmia atau elektroversi jika terjadi kelainan denyut dan irama jantung.15
Terapi spesifik lebih lanjut harus diberikan berdasarkan karakteristik klinis dan
hemodinamik pasien yang tidak respon terhadap terapi awal.
18
Gambar Penilaian dini pasien dengan kecurigaan Gagal Jantung Akut14
19
Gambar Algoritma tatalaksana gja berdasarkan perfusi dan tekanan pengisian15
20
Gambar Algoritma Tatalaksana Gagal jantung
Beberapa ketentuan penggunaan farmakoterapi pada guideline ESC, antara lain:
Diuretik
Loop diuretic IV atau diuretik kuat secara intravena direkomendasikan untuk seluruh pasien
dengan AHF dengan gejala-tanda kelebihan cairan.
Pasien dengan AHF onset baru atau dengan HF kronis atau decompensated HF yang belum
pernah menerima diuretika oral maka dosis inisial yang direkomendasikan adalah 20-40 mg IV
furosemide; bagi yang sudah dalam terapi oral diuretik sebelumnya maka dosis minimal harus
ekuivalen dengan dosis sebelumnya (Beberapa penelitian merekomendasikan penggunaan high
dose yaitu dosis 2,5 kali lipat dari dosis oral sebelumnya).
21
Pemberian diuretik intravena dapat dilakukan secara continuous infusion atau bolus infusion
dan dilakukan titrasi sesuai gejala dan tanda klinis
Kombinasi loop diuretic atau thiazide atau spironolakton dapat dipertimbangkan pada
edema yang resisten.
Vasodilator
Vasodilator intravena adalah agen farmakoterapi kedua yang umumnya digunakan pada
AHF untuk menurunkan gejala simtomatik.
Cara kerjanya adalah mengurangi tonus vena (optimisasi preload) dan tonus arteri
(menurunkan afterload).
Vasodilator umumnya sangat berguna pada kondisi hypertensive AHF, dan harus dihindari
penggunaannya pada tekanan darah sistolik < 90 mmHg (atau symptomatic hypotension).14
Agen Inotropik
Penggunaan agen inotropik hanya diberikan pada kondisi cardiac output yang sangat rendah
dan menyebabkan gejala hipoperfusi organ vital, yang terutama terjadi pada hypotensive AHF.
Agen inotropik tidak direkomendasikan pada kasus hypotensive AHF dengan penyebab
hipotensi-nya adalah hypovolemia atau kondisi lainnya yang dapat dikoreksi sebelumnya. Agen
ini dapat diberikan setelah semua penyebab tersebut dikoreksi dan masih terjadi hypotensive
AHF.
22
Beberapa agen inotropik yang dapat digunakan:
Vasopresor
Obat vasopressor diberikan pada keadaan hipotensi yang prominen untuk meningkatkan
tekanan darah dan menunjang perfusi ke organ-organ vital.
Beberapa obat seperti norepinephrine dan dopamine dosis lebih tinggi memiliki efek
vasokonstriksi arteri yang kuat.
Obat lainnya
Digoksin diberikan pada pasien atrial fibrilasi (AF) dengan rapid ventricular response
(HR >110 kali/menit). Dosis bolus IV 0.25-0.5 mg, apabila tidak diberikan sebelumnya.
Diberikan dosis lebih rendah apabila ada gangguan ginjal sedang-berat.14
2.5 Komplikasi
23
Masuknya cairan kekantung perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium
sampai ukuran maksimal. CPO menurun dan aliran balik vena kejantung menuju
tomponade jantung.15
2.6 Prognosis
Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk, angka kematian
tinggi pada infark miokard yang disertai gagal jantung berat. Sekitar 45% pasien GJA akan
dirawat ulang tidak satu kali, palimg tidak 2 kali dalam 12 bulan pertama setelah serangan.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Mosterd A, Hoes AW. Clinical epidemiology of Heart Failure. Heart 2007:93 :1137-
1146.
students and faculty 5th Ed. : Lippicont Williams &Wikkins, a WolterKhower Business,
2011
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure: The
task force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 of the
5. Gheorghiade M and Pang PS . Acute heart failure syndromes. Journal of the American
6. Flippatos G et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
7. Cotter et al. he pathophysiology of acute heart failure--is it all about fluid accumulation
8. Mullens et al. Sodium nitroprusside for advanced low-output heart failure. J Am Coll
25
10. Collins S, Storrow AB, Albert N, et al. Early Management of Patients with Acute Heart
Failure: State of the Art and Future Directions: A Consensus Document from the SAEM /
HFSA Acute Heart Failure Working Group. Journal of cardiac failure. 2015;21(1):27-43.
11. Matthews JC and McLaughlin V. Acute right ventricular failure in the setting of acute
59..
12. Lily, S. Leonard. 2011.Pathophysiology of The Heart. Fifith Edition. Lippincot William
13. Kalim H, Irmalita, Idham I, Purnomo H, Harsunarti N, Siswanto BB, et al. Pedoman
praktis tatalaksana gagal jantung kronis dan akut. Jakarta: Divisi ‘critical care’ dan
kardiologi klinik departemen kardiologi dan kedokteran vascular FKUI; 2008.p: 35-48.
14. European Society of Cardiology. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute
26