Vous êtes sur la page 1sur 11

ANALISIS ASURANSI SYARIAH DAN BAITUL MAAL

Disusun oleh :

Achnad Ja’far Saifulloh (1519237)

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI) TAZKIA Bogor

Kode Pos 16680, Website : www.tazkia.ac.id

2017/2018

1|Page
PEMBAHASAN

1. Asuransi Syariah
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Asuransi Syariah
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penangung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
pergantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.1 dapat
disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi minimal terlibat pihak pertama yang sanggup
menanggung atau menjamin bahwa pihak lain mendapatkan pergantian dari suatu kerugian yang
mungkin akan di derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau
belum di tentukan saat akan terjadinya.
Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap menjadi milik
pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak terjadi.
Dalam Asuransi paling tidak ada tiga unsure yang terlibat. Pertama,pihak tertanggung
yang berjanji membayarkan uang premi kepada pihak penangung secara sekaligus atau secara
angsur. Kedua, pihak pihak penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada
pihak tertanggung secara sekaligus atau secara angsur apabila ada unsure ketiga. Ketiga, suatu
peristiwa yang belum jelas terjadi.
B. Sejarah Berdirinya Asuransi Syariah
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang
menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional banyak mengandung
unsur : gharar, maisir, riba.2
a. Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu
pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika baru sekali seorang tertanggung
membayar premi ditakirkan meninggal, perusahaan asuransi akan rugi sementara pihak
tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan
asuransi akan untung dan pihak tertaggung merasarugi secara financial.3

1
UU No. 2 thn 1992 pasal 1
2
Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul Hakim: Jakarta)hal 97
3 www.wikimu.com

2|Page
b. Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama
dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode
akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima
sejumlah uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara
perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang
karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko oleh persahaan yang
bersangkutan. Yang disebut maisir disinijika perusahaan asuransi mengandalkan banyak
sedikitnya klaim yang dibayarkannya.4
c. Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua dananya dengan
bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat
perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia. Jawatan kuasa
kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah Insurance secara Islami”
di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan dari Barat dan sebagian
operasinya tidak sesuai dengan ajaran islam[6]. Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk
asuransi yang terhindar dari ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di Negara-negara
yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi yang prinsip opersionalnya
mengacu pada nilai-nilai islam dan terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic Insurance Co. Ltd
di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal al-Islami di Genewa dan Takaful Islam di
Luxumburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di
Negara tetangga yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah berdiri Syarikat
Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan
diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful umum pada tahun 1995.

4
ibid

3|Page
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah muncul sejak
lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat diresmikannya Bank Muamalat Indonesia
pada tahun 1991.
C. Permasalahan
a. Human Capital
Yakni belum timbulnya industri penunjang asuransi syariah yang unggul dan profesional
seperti di lembaga konvensional, seperti broker-broker asuransi syariah, agen, dan adjuster.
Sehingga, masalah SDM ini harus terus menerus mendapat perhatian prioritas
b. Product Innovation
Yakni menambah nilai manfaat, serta dapat menjangkau segala lapisan masyarakat,
sehingga harus terus dikembangkan.
c. Service Quality
Yakni pelayanan dengan service maksimal dan berkualitas adalah mutlak, kedua
pelayanan ini dapat dilakukan di seluruh kantor yang dimiliki oleh perusahaan asuransi.
d. Product Awareness
Yakni terlihat dari masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang produk asuransi
syariah, diperlukan gerakan sosialisasi dan edukasi publik.
e. ASEAN Free Market
OJK juga membuka selebar-lebarnya peluang bagi perusahaan asuransi asing untuk
membuka cabang nyadi Indonesia, namun semua itu tidak terlepas dengan syarat perusahaan
asuransi tersebut yang harus bisa mengikuti peraturan yang ada yaitu joint venture serta
kesepakatan bersama dengan para anggota negara ASEAN. Bila ingin membuka kantor cabang,
maka harus ada aturan-aturan yang perlu disepakati bersama dulu oleh regulator ASEAN lainnya.
f. Regulasi pemerintah masih belum maksimal membangun industri asuransi
syariah yang kuat.

2. Baitul Maal Negara

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Baitul Maal

4|Page
Secara harfiah/lughowi, baitul maal berarti rumah dana. Baitul mal ini sudah ada sejak
pada zaman rasulullah, berkembang pesat pada abad pertengahan. Baitul mal berfungsi sebagai
pengumpulan dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial.

Menurut Ensiklopedia hukum Islam, baitul mal adalah lembaga keuangan negara yang
bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat.
Sedangkan menurut Harun Nasution, baitul mal bisa diartikan sebagai pembendaharan (umum atau
negara). Suhrawardi K.Lubis, menyatakan baitul mal dilihat dari segi istilah fikih adalah “suatu
lembaga atau badan yang bertugas mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang
berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah
pengeluaran dan lain-lain.”5

Secara terminologis (ma’na ishtilah) sebagaimana uraian Abdul Qadim Zallum (1983)
dalam kitabnya al-Amwaal fi Daulah Al-khilafah, Baitul Maal adalah suatu lembaga atau pihak
(Arab: A-Jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa
pendapatan maupun pengeluaran negara. Jadi setiap harta baik berupa tanah, bangunan, barang
tambang, uang, komoditas perdagangan, maupun harta benda lainnya dimana kaum muslimin
berhak memilikinya sesuai hukum syara’.

Jadi Baitul Maal yaitu sebagai sebuah lembaga atau pihak (al-Jihat) yang menangani harta
negara, baik pendapatan maupun pengeluaran. Atau tempat (al-makan) untuk menyimpan dan
mengelola pendapatan negara atau lebih dikenal dengan PAD. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Baitul Maal adalah titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta
menjalankannya yang sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

Berdasarkan literature klasik ekonomi islam, baitul mal (treasury house) merupakan
institusi sentral dari negara. Ia menjadi institusi konkrit dari negara itu sendiri. Bersama khalifah,
baitul mal menjalankan fungsi-fungsi negara bukan saja pada aspek ekonomi tapi pada semua
aspek kehidupan dalam negara. Ialah yang menjalankan kebijakan-kebijakan ekonomi melalui
divisi-divisi pembangunan, menciptakan mata uang, membangun prasarana dan infrastruktur
perekonomian, menerima, mengelola dan menyalurkan dana-dana pembangunan, dan lain-lain.

5
Abdul maman,. Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012). h.353

5|Page
a. Institusi Baitul Mal

Baitul mal merupakan institusi yang dominan dalam perekonomian islam. Institusi ini
secara jelas merupakan entitas yang berbeda dengan penguasa atau pemimpin negara. Namun,
keterkaitannya sangatlah kuat, karena institusi baitul mal merupakan institusi yang menjalankan
fungsi-fungsi ekonomi dan sosial dari sebuah negara islam. Dalam banyak literatur sejarah
peradaban dan ekonomi islam klasik, mekanisme baitul mal selalu tidak dilepaskan dari fungsi
khalifah sebagai kepala negara. Artinya berbagai keputusan yang menyangkut baitul mal dan
segala kebijakan institusi tersebut secara dominan dilakukan oleh khalifah.

Fungsi dan eksitensi baitul mal secara jelas telah banyak diungkapkan baik pada masa
Rasulullah saw maupun pada masa kekhalifahan setelah beliau wafat. Namun, secara konkrit
pelembagaan baitul mal baru dilakukan pada masa Umar Bin Khattab, ketika kebijakan
pendistribusian dana yang terkumpul mengalami perubahan. Lembaga baitul mal itu berpusat di
ibu kota Madinah dan memiliki cabang di provinsi-provinsi wilayah islam.

Seperti yang telah diketahui, pada masa Rasulullah saw hingga kepemimpinan Abu
Bakar, pengumpulan dan pendistribusian dana zakat serta pungutan-pungutan lainnya dilakukan
secara serentak. Artinya pendistribusian dana tersebut langsung dilakukan setelah pengumpulan,
sehingga para petugas Baitul Mal selesai melaksanakan tugasnya tidak membawa sisa dana untuk
di simpan. Sedangkan pada masa Umar Bin Khattab, pengumpulan dana ternyata begitu besar
sehingga di ambil keputusan menyimpan untuk keperluan darurat. Dengan keputusan tersebut,
maka Baitul Mal secara resmi dilembagakan, dengan maksud awal untuk pengelolaan dana
tersebut.

b. Hirarki organisasi dan operasionalnya

Pada masa Umar bin Abdul Azis, dalam operasionalnya institusi baitul mal dibagi
menjadi beberapa departemen. Pembagian departemen dilakukan berdasarkan pos-pos penerimaan
yang dimiliki oleh Baitul mal sebagai bendahara negara. Sehingga departmenen yang menangani
zakat berbeda dengan yang mengelola Khumz, jizyah, Kharaj dan seterusnya.

Yusuf Qardhawy (1988) membagi baitul mal menjadi empat bagian (divisi) kerja
berdasarkan pos penerimaanya, merujuk pada aplikasi masa islam klasik:

6|Page
2. Departemen khusus untuk sedekah (zakat)

3. Departemen khusus untuk menyimpan pajak dan upeti

4. Departemen khusus untuk ghanimah dan rikaz

5. Departemen khusus untuk harta yang tidak diketahui warisannya atau yang terputus hak
warisnya (misalnya karena pembunuhan)

Ibn Taimiyah mengungkapkan bahwa dalam administrasi keuangan negara, dalam Baitul
mal telah dibentuk beberapa departemen yang dikenal dengan Diwan (dewan). Dewan-dewan
tersebut diantaranya:

1. Diwan al-Rawatib yang berfungsi mengadministrasikan gaji dan honor bagi pegawai
negeri tentara.

2. Diwa al Jawali wal Mawarist al Hasyriyah yang berfungsi mengelola poll takes (jizyah)
dan harta tanpa waris.

3. Diwan al Kharaj yang berfungsi untuk memungut kharaj.

4. Diwan al Hilali yang berfungsi mengeloksi pajak buah-buahan.

Pada hakikatnya pengembangan institusi dan kebijakan dalam ekonomi Islam tidak
memiliki ketentuan baku kecuali apa yang telah digariskan dalam syariat. Khususnya dalam
pembentukan departemen dan kebijakan strategi pengoleksian dan pendapatan Negara, sebenarnya
juga tergantung pada perkembangan atau kondisi perekonomian Negara pada waktu tertentu.

Merujuk pada apa yang telah dijelaskan oleh Qardhawi tentang institusi Baitul Mal,
dalam operasionalnya, salah satu kebijakan pengelolaan pendapatan Negara adalah ketika dana
yang dimiliki departemen sedekah (zakat) yang fungsinya memenuhi kebutuhan dasar warga
negara kurang, maka dapat menggunakan dana dari departemen lain yaitu departemen pajak atau
upeti. Tahapan penggunaan keuangan negara ini sesuai dengan yang dijelaskan sebelumnya,
dimana sumber keuangan negara utama adalah zakat, kemudian fay’ dan pajak. Jika masih juga
kekurangan maka negara akan melakukan skema tafakul, dimana semua harta dikumpulkan negara
dan dibagikan sama rata.

7|Page
Pada masa Ali Bin Abi Thalib, baitul mal juga berfungsi mencetak uang beredar (dinar
dan dirham), berarti Baitul Mal bisa berfungsi sebagai otoritas moneter yang menentukan jumlah
uang beredar. Atau bahkan dengan kompleksitas sektor moneter masa modern ini, pengaturan
sektor moneter oleh Baitul Mal tidak hanya terbatas pada jumlah uang beredar tapi juga melakukan
pengawasan dan pengaturan pada arus uang di aktivitas investasi dan jual beli yang dilakukan
lembaga-lembaga keuangan syariah dalam perekonomian. Dengan begitu divisi khusus yang
mengurangi sektor moneter diperlukan juga dalam struktur organisasi Baitul Maal.

Struktur organisasi Baitul Maal mengikuti kompleksitas perekonomian modern dapat


mempertimbangkan peran Baitul Maal dalam membuat kebijakan-kebijakan ekonomi disektor riil
dan moneter, disamping perannya yang secara alami membuat kebijakan disektor sosial. Pengaruh
kebijakan disektor riil seperti menentukan tingkat pajak dan pendistribusiannya menentukan
hirarki organisasi Baitul Maal, begitu juga kebijakan meneter seperti menciptakan uang dan
mengelola uang beredar.

Luasnya wilayah kerja Baitul Maal juga menjadi pertimbangan dalam membangun
struktur organisasinya. Konsep desentralisasi menjadi mekanisme kerja Baitul Maal dalam
menjalankan perannya sebagai salah satu lembaga ekonomi Negara. Hubungan pusat dan daerah
dalam pemungutan dan pendistribusian akumulasi dana haruslah berdasarkan ketentuan syariah
dan skala prioritas pembangunan ekonomi umat. Misalkan saja, ketika ada akumulasi zakat yang
terkumpul disuatu daerah maka dana tersebut terlebih dahulu digunakan untuk memenuhi
kebutuhan mustahiq didaerah tersebut. Ketika dana yang terkumpul tersebut berlebih, maka akan
didistribusikan pada daerah yang terdekat yang memang sangat membutuhkan dana tadi. Namun
ada juga yang melakukan hal tersebut melalui konsep sentralisasi dimana pelaksanaan atau
pendistribusian akumulasi dana dilakukan oleh Baitul Maal pusat. Misalnya dimana sebagian,
setengah atau seluruh akumulasi dana zakat diserahkan pada Baitul Maal pusat.

c. Pengelola (amil)

Pengelolaan dana yang terhimpun dalam lembaga baitul maal merupakan isu yang cukup
sensitif, sehingga memerlukan pengelola yang memiliki integritas dan profesionalitas tinggi baik
secara moral maupun secara teknis. Ketidakjujuran pengelola atau kesalahan pengelola dana bukan
hanya menurunkan popularitas lembaga baitul maal, tapi juga menjalar pada ketidakpercayaan

8|Page
pada kepemimpinan negara. Karena memang Baitul Maal merupakan institusi konkrit dari sebuah
negara.

Bagian zakat yang diberikan pada pengelola zakat tentu dalam kerangka pemasukan
negara berasal dari zakat ini. Besarnya bagian buat pengelola zakat ini menurut Imam Al-Ghazali
dalam Ihya Ulumuddinnya, sebesar kebutuhannya. Difinisi kebutuhan disini tentu tidak terlepas
pada kebutuhan menjalankan fungsi sebagi pengelola (amil) dan kebutuhan pengelola zakat itu
sendiri. Meskipun harus juga jelas kebutuhan sebesar apa. Annas Zarqa mengklasifikasikan
kebutuhan menjadi dua jenis, yaitu kebutuhan dasar untuk hidup dan kehidupan untuk hidup
layak.6

B. Tujuan dan Fungsi Baitul Maal


Tujuan baitul mal yaitu : terwujudnya layanan penghimpunan ZIZ dan wakaf yang
mengoptimalkan nilai bagi muzaki, munfiq, tatasaddiq, dan muwafit. Kedua terwujudnya layanan
pendayagunaan ZIS dan wakaf yang mengoptimalkan upaya pemberdayaan mustahiq berbasis
pungutan jaringan. Dan juga terwujudnya organisasi sebagai good organization yang
mengoptimalkan nilai bagi stakeholder dan menjadi benchmark bagi lembaga oengelola ZIS dan
wakaf di indonesia.[9]

Selain itu Baitul mal berfungsi sebagai bendahara negara (konteks sekarang dalam
perekonomian modern disebut departemen keuangan). Tapi pada hakikatnya baitul mal berfungsi
untuk mengelola keuangan negara menggunakan akumulasi dana yang berasal dari pos-pos
penerimaan zakat, kharaj, jizyah, Khums, fay’, dan lain-lain, dan dimanfaatkan untuk
melaksanakan program-program pembangunan yang menjadi kebutuhan negara.

Eksitensi lembaga baitul mal pada awalnya merupakan konsekuensi profesionalitas


manajemen yang dilakukan pengelola zakat (Amil). Namun ia juga mereflesikan ruang lingkup
islam, dimana islam didefinisikan juga sebagai agama dan pemerintahan, quran dan kekuasaan,
sehingga baitul mal menjadi salah satu komponen yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan
dan kekuasaan dari negara. Jadi ketika negara harus mengelola penerimaan-penerimaan negara,
baik yang diatur oleh syariah maupun yang di dapat berdasarkan kondisi pada saat itu, negara

6
Ibid. h. 387-391

9|Page
membutuhkan negara yang menghimpun, mengelola dan mendistribusikan akumulasi dana negara
tersebut untuk kepentingan negara, baik penggunaan yang memang diatur oleh syariah atau juga
yang merupakan prioritas pembangunan ketika itu.
C. Permasalahan Baitul Maal Negara
Kedudukan BMT pada Lembaga Keuangan di Indonesia masih terdapat perbedaan
pendapat. Pendapat pertama, menyatakan bahwa BMT tidak termasuk dalam kategori Lembaga
Keuangan. Sementara pendapat kedua, menyatakan bahwa BMT termasuk dalam kategori
Lembaga Keuangan. BMT termasuk dalam kategori Lembaga Keuangan apabila BMT berbadan
hukum koperasi. Sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa BMT termasuk dalam Lembaga
Keuangan Mikro. Karena dalam pelaksanaannya berdasarkan prinsip syari’ah, maka BMT
termasuk dalam Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah.
Perbedaan pendapat di atas disebabkan bahwa BMT sampai saat ini belum mempunyai
payung hukum yang jelas.

KESIMPULAN

a. Asuransi Syariah

Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta’awaun atau tolong-menolong. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa asuransi ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling
toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang
di alami oleh peserta. Asuransi syariah takaful ada sejak tahun1994, walaupun sekitar 16 tahun
yang lalu berdiri, tetapi perusahaan asuransi tidak kalah dengan asuransi konvensional yang telah
berdiri lebih dahulu. Bisa dilihat perkembangan asuransi syariah dari banyaknya perusahaan
asuransi konvensional yang membuka unit usaha syariah. Dan banyaknya dana premi yang
dihimpun akhir tahun 2007 mencapai10 miliyar. Kini masyarakat telah banyak yang beralih ke
asuransi syariah, bukan karena syariah saat ini sedang naik daun, tetapi karena mereka sudah
mengetahui bahwa yang berdasarkan prinsip syariahlah yang lebih baik. Mengapa syariah
dikatakan lebih baik?? Karena perasuransian yang ada selama ini mengandung unshur gharar,
maisir dan riba, yang mana ketiga unsure itu diharamkan oleh Islam. Keunggulan asuransi syariah
telihat dari segi konsep, sumber hokum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan keuntungan, bila
dibandingkan dengan asuransi konvensional.
b. Baitul Maal

10 | P a g e
Baitul Maal yaitu sebagai sebuah lembaga atau pihak (al-Jihat) yang menangani harta negara,
baik pendapatan maupun pengeluaran.Sumber pendapatan dari baitul maal adalah : Zakat,
Kharaj, Jizyah, Al-‘Usyur , Ghanimah, fai’, ma’din, rikaz, Harta Warisan, Wasiat, Shadaqah
Tatawwu’, Nazar dan Kafarat.Pendistribusian dana baitul maal digunakan untuk : Penyebaran
Islam, Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan, Pengembangan Ilmi Pengetahuan, Pembanguana
Infrastruktur, Pembanguan Armada Perang dan Keamanan, dan Penyediaan Layanan
Kesejahteraan Sosial

SARAN

• Penguatan sektor ekonomi harus dimulai dari bawah. Pondasi-pondasi perekonomian


dibangun sebaik dan sekuat mungkin. Apabila terjadi krisis ekonomi seperti yang sering
terjadi, dampak yang ditimbulkan tidak sampai kepada kalangan menengah ke bawah.
Jadi mereka tidak akan merasakan perbedaan atau kesenjangan yang begitu signifikan.
BMT memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada para wirausahawan untuk
menciptakan lapangan pekerjaan. Salah satunya melalui UKM (Usaha Kecil dan
Menengah). BMT selaku lembaga keuangan mikro menjadi alternatif bagus untuk
kelangsungan usaha kecil terutama yang berada di sektor pedesaan.
• Islam telah memberikan jalan untuk tidak mendekati riba, namun dengan
ketidakpahaman manusia yang akhirnya lebih memilih bank dari pada baitul maal untuk
tempat penyimpanan uang mereka. Perekonomian masyarakat yang menengah ke bawah
yang makin terpuruk malah tidak diberikan kesempatan untuk berusaha meningkatkan
perekenomian mereka. Negara terkesan ‘absen’ dalam mengurusi hal ini, proyek-proyek
besar yang dilakukan namun tidak menguntungkan masyarakat dipentingkan. Baitul
maal yang hakikatnya dapat memeratakan ekonomi masyarakat serta menjadikan
perekonomiannya tidak timpang dilihat oleh masyarakat awam sebagai instansi yang tak
membawa keuntungan. Konsep infaq, zakat dan shodaqoh yang ditawarkan Islam
melalui baitul maaldapat menstabilkan perekonomian masyarakat saat ini.
• Diperlukan sinergi antarlembaga asuransi syariah dan Baitul Maal Negara untuk promosi
bersama, baik melalui media cetak, elektronik, ataupun event-event promosi lainnya.
Dengan sinergi, dapat menekan biaya promosi.

11 | P a g e

Vous aimerez peut-être aussi