Vous êtes sur la page 1sur 7

Analisis Model yang digunakan di Indonesia

UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah

Secara hukum positif, termaktub dalam pasal 7 yang memiliki ketentuan : “ Daerah
berhak, berwewenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku”. Berdasarkan
hal tersebut, bahwa jelaslah lah Konsep UU ini menggunakan model Relatif, tetapi
secara pelaksanaan tidak sesuai dengan konsep UU itu sendiri. Hal tersebut
dikarenakan pada era orde baru dimana kekuasaan pemerintah pusat sangat
dominan yang mengaggap pemerintah daerah sebagai pemerintah pusat yang ada
didaerah dan menjalankan fungsi perwakilan pemerintah pusat sehingga
memunculkan kesan atau memang “sentralistik” dalam penyelenggaraannya. Artinya
secara pelaksanaan pada era ini, menggunakan model “Agensi”.

UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

Pembuat UU ingin menghilangkan sistem “Sentralistik” pada penyelenggaraan


pemerintahaan di Indonesia, dimana terlihat jelas eksistensi Pemerintah Daerah
(bukan pemerintah di daerah) yang dimasukan dalam Pasal 1 huruf (d) ketentuan
umum yang memiliki ketentuan : “Pemerintah Daerah adalah Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
Disentralisasi”. Mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah termaktub dalam pasal 7 yang memiliki ketentuan :

“ Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidangpemerintahan,


kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, sertakewenangan bidang lain”.

Berdasarkan hal tersebut, maka jelaslah model yang digunakan UU ini lebih condong
kepada model Relatif, karena Pemerintah Daerah diberikan kewenangan tetapi ada
batasan yang diberikan oleh UU karena merupakan urusan pemerintah pusat yang
berdampat nasional dan dapat mengganggu stabilitas negara.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.


Pada UU Ini, definisi Pemerintahan Daerah memiliki perbedaan dengan UU
sebelumnya. “Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnyadalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
RepublikIndonesia Tahun 1945.”. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat terlihat
penyelenggaraan urusan pemerintahan pusat oleh pemerintahan daerah dilakukan
menurut Asas Otonomi yang sebelumnya asas disentralisasi. Hal tersebut menurut
penafsiran penulis, asas otonomi mengandung prinsip disentralisasi dan
dekonsentrasi, sehingga hal tersebut mengakibatkan disatu sisi Model hubungan
kewenangan Pemenrintah Pusat dengan daerah itu adalah “Model Relatif”
(Disentralisasi), tetapi disatu menggunakan “Model Agensi” (dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan) hanya sebatas bidang ambtelijk recht ( Hukum Kepegawaian ) dan
Program-Program pemerintah pusat.

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Model hubungan yang digunakan pada UU ini itu Identik sama seperti UU sebelumnya
mengenai definisi Pemerintahan Daerah, tetapi sedikit ingin mengkritisi mengenai
perubahan makna “Dekonsentrasi” . Secara teori dekonsentrasi diartikan sebagai
disentralisasi dalam ranah ambtelijk (kepegawaian), tetapi secara hukum positif pada
UU ini, tidak menghendaki hal tersebut. Dimana dekonsentrasi pada UU ini sangatlah
luas tidak hanya dalam hal kepegawaian saja, melainkan Urusan Pemerintah Umum
yaitu urusan presiden juga termasuk kedalamnya.

Berdasarkan pembasan diatas, sejarah model hubungan kewenangan pemerintah


pusat dengan daerah memiliki suatu perubahan yang kemudian disertai dengan
perkembangan. Artinya mulai dari model agensi, menjadi model relative dengan
pelaksaan agensi, menjadi lagi model relative kembali dan terakhir penggabungan
model relative dengan model agensi .
2.4.2. Analisis Model yang digunakan di Indonesia
1) UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah.
Secara hukum positif, termaktub dalam pasal 7 yang memiliki ketentuan : “Daerah
berhak, berwewenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku”.
Berdasarkan hal tersebut, bahwa jelaslah lah Konsep UU ini menggunakan model
Relatif, tetapi secara pelaksanaan tidak sesuai dengan konsep UU itu sendiri. Hal
tersebut dikarenakan pada era orde baru dimana kekuasaan pemerintah pusat
sangat dominan yang mengaggap pemerintah daerah sebagai pemerintah pusat
yang ada didaerah dan menjalankan fungsi perwakilan pemerintah pusat sehingga
memunculkan kesan atau memang “sentralistik” dalam penyelenggaraannya. Artinya
secara pelaksanaan pada era ini, menggunakan model “Agensi”.
21
2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Pembuat UU ingin menghilangkan sistem “Sentralistik” pada penyelenggaraan
pemerintahaan di Indonesia, dimana terlihat jelas eksistensi Pemerintah Daerah
(bukan pemerintah di daerah) yang dimasukan dalam Pasal 1 huruf (d) ketentuan
umum yang memiliki ketentuan : “Pemerintah Daerah adalah Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
Disentralisasi”. Mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah termaktub dalam pasal 7 yang memiliki ketentuan :
“Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidangpemerintahan,
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, sertakewenangan bidang lain”.
Berdasarkan hal tersebut, maka jelaslah model yang digunakan UU ini lebih
condong kepada model Relatif, karena Pemerintah Daerah diberikan kewenangan
tetapi ada batasan yang diberikan oleh UU karena merupakan urusan pemerintah
pusat yang berdampat nasional dan dapat mengganggu stabilitas negara.
2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Pada UU Ini, definisi Pemerintahan Daerah memiliki perbedaan dengan UU


sebelumnya. “Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnyadalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
RepublikIndonesia Tahun 1945.”. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat terlihat
penyelenggaraan urusan pemerintahan pusat oleh pemerintahan daerah dilakukan
menurut Asas Otonomi yang sebelumnya asas disentralisasi. Hal tersebut menurut
penafsiran penulis, asas otonomi mengandung prinsip disentralisasi dan
dekonsentrasi, sehingga hal tersebut mengakibatkan disatu sisi Model hubungan
kewenangan Pemenrintah Pusat dengan daerah itu adalah “Model Relatif”
(Disentralisasi), tetapi disatu menggunakan “Model Agensi” (dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan) hanya sebatas bidang ambtelijk recht ( Hukum Kepegawaian )
dan Program-Program pemerintah pusat.
3) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
22
Model hubungan yang digunakan pada UU ini itu Identik sama seperti UU
sebelumnya mengenai definisi Pemerintahan Daerah, tetapi sedikit ingin mengkritisi
mengenai perubahan makna “Dekonsentrasi” . Secara teori dekonsentrasi diartikan
sebagai disentralisasi dalam ranah ambtelijk (kepegawaian), tetapi secara hukum
positif pada UU ini, tidak menghendaki hal tersebut. Dimana dekonsentrasi pada UU
ini sangatlah luas tidak hanya dalam hal kepegawaian saja, melainkan Urusan
Pemerintah Umum yaitu urusan presiden juga termasuk kedalamnya.
Berdasarkan pembasan diatas, sejarah model hubungan kewenangan pemerintah
pusat dengan daerah memiliki suatu perubahan yang kemudian disertai dengan
perkembangan. Artinya mulai dari model agensi, menjadi model relative dengan
pelaksaan agensi, menjadi lagi model relative kembali dan terakhir penggabungan
model relative dengan model agensi .
2.4.3. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Otonomi Daerah

Hubungan antara pusat dan daerah merupakan sesuatu yang banyak


diperbincangkan, karena masalah tersebut dalam prakteknya sering menimbulkan
upaya tarik-menarik kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan
pemerintahan . Terlebih dalam negara kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk
selalu memegang kendali atas berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali.
Alasan menjaga kesatuan dan integritas negara merupakan salah satu alasan
pemerintah pusat untuk senantiasa mendominasi pelaksanaan urusan pemerintahan
dengan mengesampingkan peran dan hak pemerintah daerah untuk ikut terlibat
langsung dan mandiri dalam rangka mengelola serta memperjuangkan kepentingan
daerahnya.
Dominasi pemerintah pusat atas urusan-urusan pemerintahan telah mengakibatkan
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam negara kesatuan
(eenheidstaat) menjadi tidak harmonis atau bahkan berada pada titik yang
mengkhawatirkan sehingga timbul gagasan untuk mengubah negara kesatuan
menjadi negara federal. Dengan perktaan lain, gagasan negara federal atau negara
serikat dapat dipicu oleh sentralisasi pemerintahan yang dianggap berlebihan (a
highly centralized government), di samping terdapat sebab lain seperti hubungan
keuangan antara pusat dan daerah yang dianggap kurang adil (soal prosentase) yng
merugikan daerah.
Di dalam hubungan antara pusat dan daerah paling tidak ada empat faktor yang
menentukan hubungan pusat dan daerah dalam otonomi yaitu hubungan
kewenangan, hubungan
23
keuangan,hubungan pengawasan,dan hubungan yang timbul dari susunan
organisasi pemerintahan di daerah.
a. Urusan pemerintah pusat

Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi


kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang
ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Sebagaimana yang telah ditetapkan
pada pasal 10 UU no 23 tahun 2014 yaitu:
1. Politik luar negeri;

2. Pertahanan;

3. Keamanan;

4. Yustisi;

5. Moneter dan fiskal nasional;

6. Agama

b. Urusan pemerintah daerah

Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas,


akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar
susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas
urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan
urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan
provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada
dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Seperti yang
telah diatur dalam UU no 32 tahun 2004 pasal 13 yaitu:
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum.

5. Penanganan bidang kesehatan.

6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.

7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota.


24
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota.

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas


kabupaten/kota.

10. Pengendalian lingkungan hidup.

11. Pelayaran pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota. pelayanan


kependudukan, dan catatan sipil.

12. Pelayanan administrasi umum pemerintahan.

13. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota.

14. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota.

15. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Vous aimerez peut-être aussi