Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar
dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
Lebih lanjut disampaikannya bahwa selama ini AMDAL memerlukan waktu proses yang
lama, itdak ada penegakan hukum terhadap pelanggar AMDAL, kontribusi pengelolaan
lingkungan yang masih rendah, menjadi beban biaya, dan dipandang sebagai komodias
ekonomi oleh (oknum) aparatur pemerintah, pemrakarsa atau konsultan. Lebih
rusaknya, ketika AMDAL justru hanya sebagai alat retribusi, bukan sebagai bagian dari
sebuah studi kelayakan, sehingga sering kali ditemui banyak AMDAL yang justru
melanggar tata ruang.
Dalam proses penyusunan dokumen AMDAL, sangat sering ditemui konsultan (tim
penyusun) AMDAL meninggalkan berbagai prinsip dalam AMDAL. Terutama posisi
rakyat dalam proses penyusunan dokumen AMDAL. Proses keterbukaan informasi
dijamin oleh kebijakan, di mana pasal 33 PP No. 27/1999 menegaskan kewajiban
pemrakarsa untuk mengumunkan kepada publik dan saran, pendapat, masukan publik
wajib untuk dikaji dan dipertimbangkan dalam AMDAL. Dan pasal 34 menegaskan bagi
kelompok rakyat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan
kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
Namun, dari sisi proses, bila menilik Pasal 20 PP No. 27/1999, maka terbuka
kemungkinan terjadinya kolusi dalam persetujuan AMDAL. Dalam ayat (1) pasal
tersebut dinyatakan bahwa instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan
kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan, dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup,
dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Dan dalam ayat (2) disebutkan apabila
instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud, maka rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan
dianggap layak lingkungan. Kolusi kemudian bisa terjadi disaat tidak adanya keputusan
tentang persetujuan AMDAL dalam jangka waktu 75 hari, maka secara otomatis suatu
kegiatan dan/atau usaha dianggap layak secara lingkungan.
Empat kelompok parameter yang terdapat di studi AMDAL , meliputi Fisik ? kimia (Iklim,
kualitas udara dan kebisingan; Demografi; Fisiografi; Hidro-Oceanografi; Ruang; Lahan
dan Tanah; dan Hidrologi), Biologi (Flora; Fauna), Sosial (Budaya; Ekonomi;
Pertahanan/keamanan), dan Kesehatan masyarakat, ternyata juga masih sangat
menekankan pada kepentingan formal saja. Lalu kemudian, permasalahan sosial-
budaya dan posisi rakyat menjadi bagian yang dilupakan.
Satu hal dari proses di Komisi Penilai AMDAL, ketika ternyata terjadi pembohongan
dalam dokumen AMDAL (dalam hal ini saat penilaian dokumen AMDAL Pembangunan
Bandara Udara Sungai Siring ), hanya dianggap sebagai kesalahan ketik. Permakluman
kemudian terjadi dikarenakan kuatnya kepentingan politis dibalik sebuah rencana
kegiatan. Hal ini bukan hanya terjadi sekali. Dalam beberapa kali diskusi dengan para
pihak yang dilibatkan dalam Komisi Penilai AMDAL, sangat jelas terlihat kerancuan
dalam proses penilaian AMDAL. Tidak adanya kriteria dan indikator penilaian, telah
menjadikan proses penilaian AMDAL menjadi sangat subyektif. Dan kemudian,
penilaian yang sepotong-sepotong pun pada akhirnya menjadikan aspek dampak
lingkungan hidup (sebagai sebuah komponen yang komprehensif) menjadi bagian yang
sengaja untuk dilupakan.
Posisi kelayakan kegiatan dari AMDAL, sebenarnya sangat tergantung pada kelompok
Akademisi atau para ahli yang dilibatkan dalam Komisi Penilai AMDAL. Ketika
kemudian independensi (kebebasan ikatan) dari akademisi dalam menilai dokumen
diikat saat kelompok ini pun menjadi konsultan penyusun AMDAL, telah menjadikan
kelompok akademisi atau para ahli tidak lagi profesional dalam mengambil keputusan.
Bias perkawanan dan keberlanjutan proyek (sustainable project) sangat menjadikan
proses penilaian AMDAL menjadi hanya panggung boneka semata.
Hal yang kemudian menjadi sangat lemah adalah proses pengawasan pelaksanaan
(implementasi) dari dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL), dimana tidak ada perangkat hukum yang menyatakan
sanksi terhadap pelanggar dokumen ini. Ketika kemudian terjadi pencemaran
lingkungan ataupun terjadi konflik sosial, barulah digunakan perangkat hukum lainnya
(semisal UU No. 23/1997, UU No. 41/1999 jo UU No. 19/2004 ataupun Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana/Perdata).
AMDAL yang pada awalnya ingin menaikkan posisi tawar lingkungan hidup dalam
berkehidupan, kemudian malah berkontribusi terhadap hilangnya hak lingkungan hidup.
Setiap kali sebuah kegiatan dan/atau usaha sangat terlihat jelas berdampak terhadap
lingkungan hidup maupun komunitas rakyat, maka AMDAL berada di barisan terdepan
untuk mengeliminir gejolak yang terjadi. Dengan melihat kondisi ini, maka bukan tidak
mungkin AMDAL akan berkontribusi terhadap terjadinya ekosida/ecocide (tindakan
pengrusakan seluruh atau sebagian dari sebuah ekosistem). Pemusnahan ekosistem
semakin cepat terjadi dikarenakan tidak adanya perangkat penyaring (filter) dari
kegiatan pengrusakan lingkungan hidup.
Untuk kondisi sistem pemerintahan yang ada saat ini, dalam hal ini terhadap AMDAL,
penting untuk meletakkan ruh (filosofi) lingkungan hidup dalam setiap pelatihan
mengenai AMDAL, sehingga tidak menjadikan penyusun, penilai dan pemantau AMDAL
kehilangan ruh dari lingkungan hidup itu sendiri.
Menjadi penting juga bagi pemerintah di tingkat lokal hingga nasional untuk
membangun clearing house lingkungan hidup, termasuk dokumen AMDAL didalamnya
yang aksesable (mudah diakses) oleh rakyat. Juga untuk segera hadir mekanisme yang
sederhana dan terbuka untuk mengelola respon publik terhadap proses AMDAL yang
akan dan sedang berlangsung. Selain pula pemerintah mulai membangun perangkat
sanksi terhadap pengelola kegiatan yang tidak melaksanakan RKL/RPL yang telah
dibuatnya.
Dari sisi akademisi ataupun para ahli yang terlibat dalam penyusun maupun penilai
AMDAL, sangat penting untuk kembali membuka ulang pemikiran agar tidak terjebak
pada kepentingan kehidupan saat ini semata. Silaunya keping mata uang terkadang
membutakan hati, namun bisa jadi suatu saat keping mata uang itu akan membutakan
keturunan anda.
Sementara dari komunitas lokal, sudah saatnya berani bersuara tentang ketidakadilan
dan penipuan yang berlangsung secara berkelanjutan hingga saat ini. Karena suatu
saat, penerima dampak pertama dari kegiatan dan/atau usaha yang seolah-olah telah
lulus AMDAL adalah komunitas lokal. Sangat penting juga membangun kapasitas
melalui pemahaman tentang AMDAL KIJANG (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Kaki Telanjang), yang sebenarnya bisa menjadi sebuah perangkat pemantauan
lingkungan hidup oleh rakyat dengan sederhana dan berdasarkan parameter yang
tersedia di lingkungan itu sendiri.
Sumber :
http://timpakul.web.id/amdal.html
Diposkan oleh Totok Indarto di 21.05 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-
budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan.
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) harus dimintakan persetujuan kepada
instansi yang berwenang dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam hai ini dalah komisi penilai
AMDAL yang ada di tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi, Tingkat Pusat tergantung dari
paparan dampak yang akan diakibatkan oleh kegiatan usaha tersebut. Tiga dokumen (ANDAL,
RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian
inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara
lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Prosedur AMDAL terdiri dari :
4. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga
disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana
kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi
kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola
dengan teknologi yang tersedia.
1. Identitas pemrakarsa
Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan
menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL
dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan
hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di
bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban
AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup
Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang
Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.
Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana
kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali
terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri
Negara Lingkungan Hidup.
Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun
Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk
meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit
lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang
bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan
umum pelaksanaan Audit Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang
wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban
penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat
didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu
efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki”
ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL.
Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat
berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan
dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan
Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang
dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.
Kewajiban pemegang izin lingkungan juga adalah menaati persyaratan dan kewajiban
yang akan tercantum dalam izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Izin
PPLH). Izin PPLH diterbitkan pada tahap operasional sedangkan Izin Lingkungan
adalah pada tahap perencanaan. IZIN PPLH antara lain adalah: izin pembuangan
limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin dalam pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) dan izin pembuangan air limbah ke
laut (Penjelasan Pasal 48 ayat (2) PP 27/2012).
Salah satu hal yang juga penting dalam PP ini adalah semakin besarnya ruang bagi
keterlibatan masyarakat khususnya masyarakat terkena dampak dalam hal penentuan
keputusan mengenai layak tidaknya rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut.
Permohonan izin lingkungan dan penerbitan izin lingkungan harus diumumkan 3 kali
dalam tahap perencanaan (sebelumnya dalam PP 27/1999hanya mewajibkan satu kali
pengumuman saja yaitu pada tahap sebelum menyusun kerangka acuan (KA) Andal).
Dengan begitu, masyarakat akan mampu berpartisipasi aktif dan memberikan saran
atas setiap rencana usaha dan/atau kegiatan di daerahnya.
Hal positif lainnya dalam PP 27 Tahun 2012 ini adalah dengan diberikannya pengaturan
yang tegas, bahwa PNS di instansi lingkungan hidup, dilarang menyusun amdal
maupun UKL-UPL. Ketentuan ini dirancang sebagai upaya untuk menjaga akuntabilitas
amdal maupun UKL-UPL sebagai kajian ilmiah yang harus bersih dari segala bentuk
intervensi kepentingan kelompok atau golongan.
Pada akhir pernyataannya, Menteri Negara Lingkungan Hidup mengatakan,”PP ini akan
mengubah secara dramatis tatanan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Akan terjadi perubahan mindset dari seluruh pemangku kepentingan.” Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Lebih Cepat, Lebih Tegas
dan Aspiratif melibatkan banyak pihak.
1. Pasal 6 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dokumen Amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatur dengan Peraturan Menteri.
2. Pasal 9 (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat
dalam penyusunan Amdal diatur dengan Peraturan Menteri.
3. Pasal 10 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan untuk
mendirikan lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.
4. Pasal 13 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian untuk Usaha dan/atau
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan
Menteri.
5. Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan UKL-UPL diatur
dengan Peraturan Menteri.
6. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Kerangka Acuan diatur
dengan Peraturan Menteri.
7. Pasal 35 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Andal dan RKL-RPL
diatur dengan Peraturan Menteri.
8. Pasal 50 (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria perubahan Usaha dan/atau
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara perubahan Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup, perubahan Rekomendasi UKL-UPL, dan penerbitan
perubahan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
diatur dengan Peraturan Menteri.
9. Pasal 52 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Izin Lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 51 diatur dengan
Peraturan Menteri.
10. Pasal 58 (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara lisensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
11. Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan evaluasi kinerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan
Peraturan Menteri.
Diposkan oleh Totok Indarto di 23.24 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
TRISIA GROUP melalui group perusahaan PT. LOGOS Konsultan menyelenggarakan Jasa
Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), UKL/UPL, Monitoring Lingkungan
dalam rangka implementasi RKL dan RPL, bidang-bidang Amdal/UKL/UPL yang ditangani
meliputi bidang rencana usaha:
1. Perumahan
2. Perhotelan
3. Rumah Sakit
4. Instalasi Air Minum (PDAM, IPA Perumahan dll)
5. INTAKE IPA
6. Pertambangan
7. Oil and Gas
8. Mall, Kawasan Bisnis dll
Tenaga ahli kami adalah tenaga ahli yang sudah tersertifikasi oleh INTAKINDO sebagai
lembaga Sertifikasi AMDAL di Indonesia
Keterangan lebih lanjut, hubungi Joko Widodo, S.Si, M.Si. HP. 08159491044, atau
081281025977, Email: joko@trisia.net atau jecko.emji@gmail.com
Pengertian Lingkungan
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya. Komponen lingkungan
terdiri dari faktor abiotik (tanah, air, udara, cuaca, suhu) dan faktor biotik (tumbuhan dan
hewan, termasuk manusia).
Lingkungan hidup balk faktor biotik maupun abiotik berpengaruh dan dipengaruhi
manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk
mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung. Daya
dukung lingkungannya adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam kondisi alami, lingkungan dengan segala keragaman interaksi yang ada mampu
untuk menyeimbangkan keadaannya. Namun tidak tertutup kemungkinan, kondisi
demikian dapat berubah oleh campur tangan manusia dengan segala aktivitas
pemenuhan kebutuhan yang terkadang melampaui Batas.
Keseimbangan lingkungan secara alami dapat berlangsung karena beberapa hal, yaitu
komponen-komponen yang ada terlibat dalam aksi-reaksi dan berperan sesuai kondisi
keseimbangan, pemindahan energi (arus energi), dan siklus biogeokimia dapat
berlangsung. Keseimbangan lingkungan dapat terganggu bila terjadi perubahan berupa
pengurangan fungsi dari komponen atau hilangnya sebagian komponen yang dapat
menyebabkan putusnya mata rantai dalam ekosistem. Salah satu faktor penyebab
gangguan adalah polusi di samping faktor-faktor yang lain.
Diposkan oleh Totok Indarto di 22.08 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Prosedur AMDAL
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses
untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah.
Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak
dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.
1. Proses Pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan
rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan
AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan
pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian
saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor
08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses
AMDAL.
2. Proses Pelingkupan
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup
permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan
rencana kegiatan. Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi,
mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman
studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana
kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL.
Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses
pelingkupan.
5. Dasar pertimbangan suatu kegiatan menjadi wajib AMDAL dalam Kep-MENLH No.
17 tahun 2001
Apabila skala/besaran suatu jenis rencana usaha dan/atau kegiatan lebih kecil
daripada skala/besaran yang tercantum pada lampiran Kep. Men LH No. 17
tahun 2001 akan tetapi berdasarkan atas pertimbangan ilmiah mengenai daya
dukung, daya tampung lingkungan dan tipologi ekosistem setempat diperkirakan
akan berdampak penting terhadap lingkungan hidup maka Bupati/Walikota atau
Gubernur DKI Jakarta dapat mengusulkan kegiatan tersebut wajib dilengkapi
dengan AMDAL.
AMDAL yaitu singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam Peraturan
Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting
untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL sendiri merupakan suatu kajian
mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan/proyek, yang dipakai
pemerintah dalam memutuskan apakah suatu kegiatan/proyek layak atau tidak layak
lingkungan. Kajian dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun dengan
mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial budaya dan
kesehatan masyarakat. Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak
lingkungan, jika berdasarkan hasil kajian AMDAL, dampak negatif yang timbulkannya
tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga, jika biaya yang
diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif lebih besar daripada manfaat dari
dampak positif yang akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan tersebut dinyatakan
tidak layak lingkungan. Suatu rencana kegiatan yang diputuskan tidak layak lingkungan
tidak dapat dilanjutkan pembangunannya. Bentuk hasil kajian AMDAL berupa dokumen
AMDAL yang terdiri dari 5 (lima) dokumen sebagai berikut.