Vous êtes sur la page 1sur 20

AMDAL,dan UKL/ UPL

Senin, 18 Juni 2012


AMDAL: Hilangnya Hak Lingkungan Hidup

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar
dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.

Dalam sebuah lokakarya regional koordinasi tata lingkungan wilayah Kalimantan, Ir


Hermien Roosita MM, Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa hanya 119 kabupaten/kota yang
memiliki komisi penilai AMDAL dari 474 kabupaten/kota di Indonesia. Dari angka
tersebut, hanya 50% yang berfungsi menilai AMDAL. Sementara 75% dokumen
AMDAL yang dihasilkan berkualitas buruk sampai sangat buruk.

Lebih lanjut disampaikannya bahwa selama ini AMDAL memerlukan waktu proses yang
lama, itdak ada penegakan hukum terhadap pelanggar AMDAL, kontribusi pengelolaan
lingkungan yang masih rendah, menjadi beban biaya, dan dipandang sebagai komodias
ekonomi oleh (oknum) aparatur pemerintah, pemrakarsa atau konsultan. Lebih
rusaknya, ketika AMDAL justru hanya sebagai alat retribusi, bukan sebagai bagian dari
sebuah studi kelayakan, sehingga sering kali ditemui banyak AMDAL yang justru
melanggar tata ruang.

Ruh AMDAL ketika pertama kali dikeluarkan kebijakan mengenainya, adalah


merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil
analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan
pembangunan wilayah. Namun dikarenakan minimnya pengetahuan dari pemerintah
dan rakyat dalam memahami AMDAL, menjadikan pemrakarsa dan konsultan
menggunakan AMDAL sebagai sebuah dokumen asal jadi, dan kecenderungan
mengutip dokumen AMDAL lainnya sangat tinggi. Sehingga AMDAL tidak dapat
menjadi sebuah acuan kelayakan sebuah kegiatan berjalan.

Dalam sebuah rencana proyek jalan LADIA-GALASKA di Nanggroe Aceh Darussalam,


sangat terlihat jelas bahwa proyek jalan dilaksanakan jauh sebelum dokumen AMDAL
disetujui oleh Komisi Penilai AMDAL. Hal serupa ditemui dalam proyek jalan yang
melalui Pulau Balang di Teluk Balikpapan, dimana saat ini proyek telah dilaksanakan,
sementara AMDAL belum selesai direvisi.
Pasal 15 (1) UU No. 23/1997 menyatakan bahwa setiap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Hal ini
kemudian ditegaskan dalam pasal 3 PP No. 27/1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan
yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup meliputi:
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
2. Eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui.
3. Proses dan kajian yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumberdaya alam
dalam pemanfaatannya.
4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sumberdaya.
5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumberdaya alam dan/atau perlindungan cagar budaya.
6. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik.
7. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati.
8. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
9. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan dapat mempengaruhi pertahanan
negara.

Dalam proses penyusunan dokumen AMDAL, sangat sering ditemui konsultan (tim
penyusun) AMDAL meninggalkan berbagai prinsip dalam AMDAL. Terutama posisi
rakyat dalam proses penyusunan dokumen AMDAL. Proses keterbukaan informasi
dijamin oleh kebijakan, di mana pasal 33 PP No. 27/1999 menegaskan kewajiban
pemrakarsa untuk mengumunkan kepada publik dan saran, pendapat, masukan publik
wajib untuk dikaji dan dipertimbangkan dalam AMDAL. Dan pasal 34 menegaskan bagi
kelompok rakyat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan
kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

Maksud dan tujuan dilaksanakannya ketertibatan masyarakat dalam keterbukaan


informasi dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) ini
adalah untuk :
1) Melindungi kepentingan masyarakat;
2) Memberdayakan masyarakat dalam pengambilan keputusan atas rencana usaha
dan/atau kegiatan pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap Lingkungan;
3) Memastikan adanya transparansi dalam keseluruhan proses AMDAl dari rencana
usaha dan/atau kegiatan; dan
4) Menciptakan suasana kemitraan yang setara antara semua pihak yang
berkepentingan, yaitu dengan menghormati hak-hak semua pihak untuk mendapatkan
informasi dan mewajibkan semua pihak untuk menyampaikan informasi yang harus
diketahui pihak lain yang terpengaruh.
Di mana prinsip dasar pelaksanaannya menganuti: 1) Kesetaraan posisi di antara
pihak-pihak yang terlibat; 2) Transparansi dalam pengambilan keputusan; 3)
Penyelesaian masalah yang bersifat adil dan bijaksana; dan 4) Koordinasi, komunikasi,
dan kerjasama dikalangan pihak-pihak yang terkait.

Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan


rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup
kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan,
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan Gubernur.

Dokumen AMDAL (kelayakan lingkungan hidup) yang merupakan bagian dari


kelayakan teknis finansial-ekonomi (pasal 2 PP No. 27/1999) selanjutnya merupakan
syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan/atau kegiatan
yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang (pasal 7 PP No. 27/1999). Dokumen
AMDAL merupakan dokumen publik yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat lintas sektoral, lintas disiplin, dan
dimungkinkan lintas teritorial administratif.

Namun, dari sisi proses, bila menilik Pasal 20 PP No. 27/1999, maka terbuka
kemungkinan terjadinya kolusi dalam persetujuan AMDAL. Dalam ayat (1) pasal
tersebut dinyatakan bahwa instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan
kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan, dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup,
dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Dan dalam ayat (2) disebutkan apabila
instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud, maka rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan
dianggap layak lingkungan. Kolusi kemudian bisa terjadi disaat tidak adanya keputusan
tentang persetujuan AMDAL dalam jangka waktu 75 hari, maka secara otomatis suatu
kegiatan dan/atau usaha dianggap layak secara lingkungan.

Sejak dibubarkannya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, maka kemudian


Kementerian Lingkungan Hidup semakin mengecil perannya dalam upaya
pengendalian dampak lingkungan, termasuk dalam pengawasan AMDAL di berbagai
tingkatan. Terlebih lagi, pasca dikeluarkannya PP No. 25 tahun 2000, menjadikan
hilangnya mekanisme koordinasi antar wilayah, yang pada akhirnya menjadikan
lingkungan hidup sebagai bagian yang menjadi tidak begitu penting.

Empat kelompok parameter yang terdapat di studi AMDAL , meliputi Fisik ? kimia (Iklim,
kualitas udara dan kebisingan; Demografi; Fisiografi; Hidro-Oceanografi; Ruang; Lahan
dan Tanah; dan Hidrologi), Biologi (Flora; Fauna), Sosial (Budaya; Ekonomi;
Pertahanan/keamanan), dan Kesehatan masyarakat, ternyata juga masih sangat
menekankan pada kepentingan formal saja. Lalu kemudian, permasalahan sosial-
budaya dan posisi rakyat menjadi bagian yang dilupakan.
Satu hal dari proses di Komisi Penilai AMDAL, ketika ternyata terjadi pembohongan
dalam dokumen AMDAL (dalam hal ini saat penilaian dokumen AMDAL Pembangunan
Bandara Udara Sungai Siring ), hanya dianggap sebagai kesalahan ketik. Permakluman
kemudian terjadi dikarenakan kuatnya kepentingan politis dibalik sebuah rencana
kegiatan. Hal ini bukan hanya terjadi sekali. Dalam beberapa kali diskusi dengan para
pihak yang dilibatkan dalam Komisi Penilai AMDAL, sangat jelas terlihat kerancuan
dalam proses penilaian AMDAL. Tidak adanya kriteria dan indikator penilaian, telah
menjadikan proses penilaian AMDAL menjadi sangat subyektif. Dan kemudian,
penilaian yang sepotong-sepotong pun pada akhirnya menjadikan aspek dampak
lingkungan hidup (sebagai sebuah komponen yang komprehensif) menjadi bagian yang
sengaja untuk dilupakan.

Posisi kelayakan kegiatan dari AMDAL, sebenarnya sangat tergantung pada kelompok
Akademisi atau para ahli yang dilibatkan dalam Komisi Penilai AMDAL. Ketika
kemudian independensi (kebebasan ikatan) dari akademisi dalam menilai dokumen
diikat saat kelompok ini pun menjadi konsultan penyusun AMDAL, telah menjadikan
kelompok akademisi atau para ahli tidak lagi profesional dalam mengambil keputusan.
Bias perkawanan dan keberlanjutan proyek (sustainable project) sangat menjadikan
proses penilaian AMDAL menjadi hanya panggung boneka semata.

Hal yang kemudian menjadi sangat lemah adalah proses pengawasan pelaksanaan
(implementasi) dari dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL), dimana tidak ada perangkat hukum yang menyatakan
sanksi terhadap pelanggar dokumen ini. Ketika kemudian terjadi pencemaran
lingkungan ataupun terjadi konflik sosial, barulah digunakan perangkat hukum lainnya
(semisal UU No. 23/1997, UU No. 41/1999 jo UU No. 19/2004 ataupun Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana/Perdata).

AMDAL yang pada awalnya ingin menaikkan posisi tawar lingkungan hidup dalam
berkehidupan, kemudian malah berkontribusi terhadap hilangnya hak lingkungan hidup.
Setiap kali sebuah kegiatan dan/atau usaha sangat terlihat jelas berdampak terhadap
lingkungan hidup maupun komunitas rakyat, maka AMDAL berada di barisan terdepan
untuk mengeliminir gejolak yang terjadi. Dengan melihat kondisi ini, maka bukan tidak
mungkin AMDAL akan berkontribusi terhadap terjadinya ekosida/ecocide (tindakan
pengrusakan seluruh atau sebagian dari sebuah ekosistem). Pemusnahan ekosistem
semakin cepat terjadi dikarenakan tidak adanya perangkat penyaring (filter) dari
kegiatan pengrusakan lingkungan hidup.

Dalam mendorong perbaikan kualitas lingkungan hidup (dan kualita manusia


didalamnya), maka aparat pemerintah sudah selayaknya memahami ulang tentang Hak
Menguasai Negara. Juga menjadi penting adanya undang-undang payung dalam
rangka menjamin pemenuhan kewajiban negara terhadap hak konstitusional rakyat
untuk: (1) melaksanakan reforma agraria (land reform); (2) pengelolaan agraria atau
kekayaan alam dengan mengacu pada asas kehati-hatian (precautionary principle),
serta; (3) perlindungan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat.
Di sisi penataan kelembagaan, menjadi penting dilakukannya reformasi kelembagaan,
meliputi: (1) kelembagaan yang terkait kebijakan makro pengelolaan lingkungan hidup;
(2) kelembagaan dengan fungsi perlindungan dan konservasi lingkungan, dan; (3)
intergrasi kelembagaan yang memiliki fungsi menjamin akses terhadap permanfaatan
lingkungan secara adil dan berkelanjutan. Selain menjadi penting menganut prinsi
desentralisasi kewenangan berdasarkan fungsi, di mana diharapkan dapat
mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok penerima dampak.
Bentuk yang ditawarkan adalah kepemerintahan rakyat (community governance),
dimana kelembagaan bersifat ad-hoc, informal, mewakili kepentingan, pendekatan
berdasarkan isu dan kepentinga, serta dikelola dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Kelembagaan formal pemerintah menjadi bagian dari kepemerintahan rakyat ini.

Untuk kondisi sistem pemerintahan yang ada saat ini, dalam hal ini terhadap AMDAL,
penting untuk meletakkan ruh (filosofi) lingkungan hidup dalam setiap pelatihan
mengenai AMDAL, sehingga tidak menjadikan penyusun, penilai dan pemantau AMDAL
kehilangan ruh dari lingkungan hidup itu sendiri.

Menjadi penting juga bagi pemerintah di tingkat lokal hingga nasional untuk
membangun clearing house lingkungan hidup, termasuk dokumen AMDAL didalamnya
yang aksesable (mudah diakses) oleh rakyat. Juga untuk segera hadir mekanisme yang
sederhana dan terbuka untuk mengelola respon publik terhadap proses AMDAL yang
akan dan sedang berlangsung. Selain pula pemerintah mulai membangun perangkat
sanksi terhadap pengelola kegiatan yang tidak melaksanakan RKL/RPL yang telah
dibuatnya.

Dari sisi akademisi ataupun para ahli yang terlibat dalam penyusun maupun penilai
AMDAL, sangat penting untuk kembali membuka ulang pemikiran agar tidak terjebak
pada kepentingan kehidupan saat ini semata. Silaunya keping mata uang terkadang
membutakan hati, namun bisa jadi suatu saat keping mata uang itu akan membutakan
keturunan anda.

Sementara dari komunitas lokal, sudah saatnya berani bersuara tentang ketidakadilan
dan penipuan yang berlangsung secara berkelanjutan hingga saat ini. Karena suatu
saat, penerima dampak pertama dari kegiatan dan/atau usaha yang seolah-olah telah
lulus AMDAL adalah komunitas lokal. Sangat penting juga membangun kapasitas
melalui pemahaman tentang AMDAL KIJANG (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Kaki Telanjang), yang sebenarnya bisa menjadi sebuah perangkat pemantauan
lingkungan hidup oleh rakyat dengan sederhana dan berdasarkan parameter yang
tersedia di lingkungan itu sendiri.

Sumber :
http://timpakul.web.id/amdal.html
Diposkan oleh Totok Indarto di 21.05 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Sekilas Tentang AMDAL


Dalam dunia bisnis dewasa ini, persaingan usaha yang semakin ketat memaksa setiap
perusahaan untuk selalu melakukan perbaikan mutu dan inovasi terhadap setiap hasil
produksinya. Akibatnya perhatian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan hidup semakin
berkurang, bahkan bila perlu menjadi perhatian nomor kesekian dari keseluruhan program
perusahaan. Terlepas dari keadaan demikian, ada sebuah fakta yang tidak perlu dipungkiri lagi
bahwa setiap perusahaan mempunyai peran strategis dalam mempertahankan daya dukung
lingkungan bagi kelanjutan hidup manusia. Untuk itu telah jauh-jauh hari negara mengatur
kewajiban perusahaan untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah
dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No.23 tahun 1997.
Setiap kegiatan industri harus berupaya untuk secara konsisten melaksanakan setiap
kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dipersyaratkan dalam setiap
izin yang dimilikinya, maupun persyaratan lainnya yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sebagai bentuk upaya pengelolaan lingkungan sebelum melakukan kegiatan usaha setiap
industri wajib untuk mambuat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau
UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan)
berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.17 thn
2001 ttg Jenis Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan yg Wajib Dilengkapi AMDAL, jo. PP No.27
tahun 1999 dan Kepmen LH No.12/MENLH/3/1994 ttg Pedoman Umum Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Dokumen AMDAL terdiri dari :

1. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)

2. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

3. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)


4. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-
budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan.
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) harus dimintakan persetujuan kepada
instansi yang berwenang dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam hai ini dalah komisi penilai
AMDAL yang ada di tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi, Tingkat Pusat tergantung dari
paparan dampak yang akan diakibatkan oleh kegiatan usaha tersebut. Tiga dokumen (ANDAL,
RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian
inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara
lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Prosedur AMDAL terdiri dari :

1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL

2. Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat

3. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)

4. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga
disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana
kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.

Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL


Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang
ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian
melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan
lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).
Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-
ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu
maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh
penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan
dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan
dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan
peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar
waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali
dokumennya.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL:
1. Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat
pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota
berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur
pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak
diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi
Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara
anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh
Gubernur dan Bupati/Walikota.
2. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
3. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut:
kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi,
faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh
nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat
dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.
Pada prinsipnya semua kegiatan yang berdampak pada lingkungan wajib memiliki dokumen
pengelolaan lingkungan semabaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No.17 thn 2001 ttg Jenis Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan yg Wajib Dilengkapi
AMDAL, jo. PP No.27 tahun 1999 .
Bila kegiatan tersebut tidak wajib AMDAL maka harus membuat dokumen pengelolaan
lingkungan yaitu UKL-UPL(Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan) berdasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.17 thn 2001 ttg Jenis
Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan yg Wajib Dilengkapi AMDAL, jo. PP No.27 tahun 1999 dan
Kepmen LH No.12/MENLH/3/1994 ttg Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh
penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).

Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi
kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola
dengan teknologi yang tersedia.

UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan


dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan
formulir isian yang berisi :

1. Identitas pemrakarsa

2. Rencana Usaha dan/atau kegiatan


3. Dampak Lingkungan yang akan terjadi

4. Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup

5. Tanda tangan dan cap

Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :

1. Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup


Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota

2. Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk


kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota

3. Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan


pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi
atau lintas batas negara

Diposkan oleh Totok Indarto di 00.39 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Minggu, 17 Juni 2012


Kaitan AMDAL dan UKL/ UPL

Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan
menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL
dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan
hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di
bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban
AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup
Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang
Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.
Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana
kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali
terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri
Negara Lingkungan Hidup.
Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun
Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk
meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit
lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang
bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan
umum pelaksanaan Audit Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang
wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban
penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat
didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu
efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki”
ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL.
Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat
berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan
dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan
Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang
dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.

Diposkan oleh Totok Indarto di 23.45 1 komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Apa itu UKL/ UPL?

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan


Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib
melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun
2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup).
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya
pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan.
Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun
AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan
keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan
menggunakan formulir isian yang berisi :
 Identitas pemrakarsa
 Rencana Usaha dan/atau kegiatan
 Dampak Lingkungan yang akan terjadi
 Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
 Tanda tangan dan cap
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :

 Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup


Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah
kabupaten/kota
 Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup
Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
 Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan
pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu
propinsi atau lintas batas negara
Diposkan oleh Totok Indarto di 23.44 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

PP No 27 Tahun 2012 Tentang izin lingkungan

Pada 23 Februari 2012, ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah nomor 27


Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP 27/2012). PP ini diundangkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48 dan Tambahan Lembaran
Negara Tahun 2012 Nomor 5285. PP 27/2012 disusun sebagai pelaksanaan ketentuan
dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UU 32/2009), khususnya ketentuan dalam Pasal 33 dan Pasal 41.
PP 27/2012 mengatur dua instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
yaitu instrumen kajian lingkungan hidup (dalam bentuk amdal dan UKL-UPL) serta
instrumen Izin Lingkungan. Penggabungan substansi tentang amdal dan izin lingkungan
dalam PP ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa AMDAL/UKL-UPL dan izin
lingkungan merupakan satu kesatuan. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr.
Balthasar Kambuaya, MBA menegaskan, “PP ini pertanda bahwa implementasi UU
32/2009 akan semakin terlaksana dengan lebih baik. Walaupun baru satu PP turunan
UU 32/2009 yang dapat diterbitkan, namun PP ini sangat berkekuatan (Powerful) untuk
menjaga lingkungan hidup kita. PP ini meletakkan kelayakan lingkungan sebagai dasar
izin lingkungan sehingga enforceable dengan sanksi yang jelas dan tegas”.

Dalam PP 27/2012 mengatur hubungan (interface) antara izin lingkungan dengan


proses pengawasan dan penegakan hukum. Pasal 71 dalam PP 27 Tahun 2012
memberikan ruang yang jelas mengenai pengenaan sanksi atas pemegang izin
lingkungan yang melanggar kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa sasaran dari terbitnya PP 27 Tahun 2012 ini
adalah terlindungi dan terkelolanya lingkungan hidup sedangkan sasaran mikro dari
terbitnya peraturan ini adalah memberi dasar hukum yang jelas atas penerapan
instrument izin lingkungan dan memberikan beberapa perbaikan atas penerapan
instrument amdal dan UKL-UPL (kajian lingkungan hidup) di Indonesia.

Kewajiban pemegang izin lingkungan juga adalah menaati persyaratan dan kewajiban
yang akan tercantum dalam izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Izin
PPLH). Izin PPLH diterbitkan pada tahap operasional sedangkan Izin Lingkungan
adalah pada tahap perencanaan. IZIN PPLH antara lain adalah: izin pembuangan
limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin dalam pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) dan izin pembuangan air limbah ke
laut (Penjelasan Pasal 48 ayat (2) PP 27/2012).

PP 27/2012 merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 Tentang Amdal dengan


penambahan berbagai pengaturan dan ketentuan perihal izin lingkungan. Ada dua
prinsip dalam upaya penyusunan PP Izin Lingkungan ini, yaitu lebih sederhana yang
tidak menciptakan proses birokrasi baru dan implementatif. Balthasar Kambuaya
menambahkan, “PP 27/2012 ini juga mengamanatkan proses penilaian amdal yang
lebih cepat, yaitu 125 hari dari 180 hari. Dengan begitu akan terjadi efisiensi sumber
daya, baik waktu, biaya dan tenaga, yang tentunya tanpa mengurangi kualitasnya.”
Langkah maju ini adalah pengaturan bahwa total jangka waktu penilaian amdal sejak
diterimanya dokumen amdal dalam status telah lengkap secara administrasi adalah
sekitar 125 hari kerja, tidak termasuk lama waktu perbaikan dokumen. Jangka waktu
125 hari kerja tersebut adalah langkah maju karena di PP 27 Tahun 1999, total jangka
waktu penilaian amdal adalah sekitar 180 hari kerja.

Salah satu hal yang juga penting dalam PP ini adalah semakin besarnya ruang bagi
keterlibatan masyarakat khususnya masyarakat terkena dampak dalam hal penentuan
keputusan mengenai layak tidaknya rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut.
Permohonan izin lingkungan dan penerbitan izin lingkungan harus diumumkan 3 kali
dalam tahap perencanaan (sebelumnya dalam PP 27/1999hanya mewajibkan satu kali
pengumuman saja yaitu pada tahap sebelum menyusun kerangka acuan (KA) Andal).
Dengan begitu, masyarakat akan mampu berpartisipasi aktif dan memberikan saran
atas setiap rencana usaha dan/atau kegiatan di daerahnya.

Hal positif lainnya dalam PP 27 Tahun 2012 ini adalah dengan diberikannya pengaturan
yang tegas, bahwa PNS di instansi lingkungan hidup, dilarang menyusun amdal
maupun UKL-UPL. Ketentuan ini dirancang sebagai upaya untuk menjaga akuntabilitas
amdal maupun UKL-UPL sebagai kajian ilmiah yang harus bersih dari segala bentuk
intervensi kepentingan kelompok atau golongan.

Pada akhir pernyataannya, Menteri Negara Lingkungan Hidup mengatakan,”PP ini akan
mengubah secara dramatis tatanan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Akan terjadi perubahan mindset dari seluruh pemangku kepentingan.” Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Lebih Cepat, Lebih Tegas
dan Aspiratif melibatkan banyak pihak.

PERMEN PELAKSANAAN PP IZIN LINGKUNGAN

No. Pasal Bunyi Pasal

1. Pasal 6 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dokumen Amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatur dengan Peraturan Menteri.

2. Pasal 9 (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat
dalam penyusunan Amdal diatur dengan Peraturan Menteri.

3. Pasal 10 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan untuk
mendirikan lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.

4. Pasal 13 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian untuk Usaha dan/atau
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan
Menteri.

5. Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan UKL-UPL diatur
dengan Peraturan Menteri.

6. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Kerangka Acuan diatur
dengan Peraturan Menteri.

7. Pasal 35 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Andal dan RKL-RPL
diatur dengan Peraturan Menteri.

8. Pasal 50 (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria perubahan Usaha dan/atau
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara perubahan Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup, perubahan Rekomendasi UKL-UPL, dan penerbitan
perubahan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
diatur dengan Peraturan Menteri.

9. Pasal 52 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Izin Lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 51 diatur dengan
Peraturan Menteri.

10. Pasal 58 (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara lisensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

11. Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan evaluasi kinerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan
Peraturan Menteri.
Diposkan oleh Totok Indarto di 23.24 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

TRISIA GROUP melalui group perusahaan PT. LOGOS Konsultan menyelenggarakan Jasa
Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), UKL/UPL, Monitoring Lingkungan
dalam rangka implementasi RKL dan RPL, bidang-bidang Amdal/UKL/UPL yang ditangani
meliputi bidang rencana usaha:
1. Perumahan
2. Perhotelan
3. Rumah Sakit
4. Instalasi Air Minum (PDAM, IPA Perumahan dll)
5. INTAKE IPA
6. Pertambangan
7. Oil and Gas
8. Mall, Kawasan Bisnis dll
Tenaga ahli kami adalah tenaga ahli yang sudah tersertifikasi oleh INTAKINDO sebagai
lembaga Sertifikasi AMDAL di Indonesia

Keterangan lebih lanjut, hubungi Joko Widodo, S.Si, M.Si. HP. 08159491044, atau
081281025977, Email: joko@trisia.net atau jecko.emji@gmail.com

Diposkan oleh Totok Indarto di 22.18 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Pengertian Lingkungan

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya. Komponen lingkungan
terdiri dari faktor abiotik (tanah, air, udara, cuaca, suhu) dan faktor biotik (tumbuhan dan
hewan, termasuk manusia).
Lingkungan hidup balk faktor biotik maupun abiotik berpengaruh dan dipengaruhi
manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk
mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung. Daya
dukung lingkungannya adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.

Dalam kondisi alami, lingkungan dengan segala keragaman interaksi yang ada mampu
untuk menyeimbangkan keadaannya. Namun tidak tertutup kemungkinan, kondisi
demikian dapat berubah oleh campur tangan manusia dengan segala aktivitas
pemenuhan kebutuhan yang terkadang melampaui Batas.

Keseimbangan lingkungan secara alami dapat berlangsung karena beberapa hal, yaitu
komponen-komponen yang ada terlibat dalam aksi-reaksi dan berperan sesuai kondisi
keseimbangan, pemindahan energi (arus energi), dan siklus biogeokimia dapat
berlangsung. Keseimbangan lingkungan dapat terganggu bila terjadi perubahan berupa
pengurangan fungsi dari komponen atau hilangnya sebagian komponen yang dapat
menyebabkan putusnya mata rantai dalam ekosistem. Salah satu faktor penyebab
gangguan adalah polusi di samping faktor-faktor yang lain.
Diposkan oleh Totok Indarto di 22.08 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Prosedur AMDAL

Prosedur AMDAL terdiri dari:

1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL


2. Proses pengumuman
3. Proses pelingkupan (scoping)
4. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
5. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
6. Persetujuan Kelayakan Lingkungan

Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses
untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah.
Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak
dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.

1. Proses Pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan
rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan
AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan
pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian
saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor
08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses
AMDAL.

2. Proses Pelingkupan
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup
permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan
rencana kegiatan. Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi,
mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman
studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana
kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL.
Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses
pelingkupan.

3. Proses penyusunan dan penilaian KA-ANDAL


Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada
Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal
penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

4. Proses penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL


penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang
telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa
dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan
peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar
waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali
dokumennya.

5. Dasar pertimbangan suatu kegiatan menjadi wajib AMDAL dalam Kep-MENLH No.
17 tahun 2001

 Kep-BAPEDAL Nomor 056/1994 tentang Pedoman Dampak penting yang


mengulas mengenai ukuran dampak penting suatu kegiatan
 Referensi internasional mengenai kegiatan wajib AMDAL yang diterapkan oleh
beberapa negara
 Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi
dampak negatif penting
 Beberapa studi yang dilakukan oleh perguruan tinggi dalam kaitannya dengan
kegiatan wajib AMDAL
 Masukan dan usulan dari berbagai sektor teknis terkait

6. Kewenangan daerah dalam penentuan daftar kegiatan wajib AMDAL


Terdapat dua mekanisme untuk menetapkan wajib AMDAL oleh Bupati/Walikota dan
Gubernur DKI Jakarta pada diktum kedua Kep-MENLH No. 17/2001, yaitu:

 Apabila skala/besaran suatu jenis rencana usaha dan/atau kegiatan lebih kecil
daripada skala/besaran yang tercantum pada lampiran Kep. Men LH No. 17
tahun 2001 akan tetapi berdasarkan atas pertimbangan ilmiah mengenai daya
dukung, daya tampung lingkungan dan tipologi ekosistem setempat diperkirakan
akan berdampak penting terhadap lingkungan hidup maka Bupati/Walikota atau
Gubernur DKI Jakarta dapat mengusulkan kegiatan tersebut wajib dilengkapi
dengan AMDAL.

 Apabila Bupati/Walikota atau Gubernur DKI Jakarta dan/atau masyarakat perlu


untuk mengusulkan jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang tidak tercantum
dalam lampiran Kep Men LH No. 17 tahun 2001, tetapi jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut dianggap mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan, maka Bupati/Walikota dan Gubernur DKI Jakarta dan/atau
masyarakat wajib mengajukan usulan secara tertulis kepada Menteri Negara
Lingkungan Hidup. Menteri Negara Lingkungan Hidup akan mempertimbangkan
penetapan keputusan terhadap jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan AMDAL.

7. Kep-MENLH No. 17 Tahun 2001


AMDAL adalah salah satu instrumen pengelolaan lingkungan, jadi tidak semua kegiatan
harus melakukan kajian AMDAL. Bila suatu kegiatan berskala kecil tetapi
berulang/banyak, dan telah Rencana Kegiatan dari pemrakarsa Proses penapisan:
Daftar kegiatan wajib AMDAL (KepMenLH No. 17 Tahun 2001) AMDAL dipersyaratkan
AMDAL tidak diperlukan Pemberitahuan rencana studi AMDAL ke Sekretariat Komisi
Penilai AMDAL Pengumuman rencana kegiatan dan konsultasi masyarakat
Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) Penyusunan Kerangka Acuan (KA-ANDAL) Penilaian KA-ANDAL
Penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL Penilaian ANDAL, RKL dan RPL Layak
Lingkungan Tidak Layak Lingkungan (kegiatan Proses Perijinan Surat Keputusan
Kelayakan Lingkungan oleh MenLH/Gubernur/Bupati/Walikota Sumber:
Diinterpretasikan dari Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL
memiliki UKL-UPL, maka diperlukan kebijakan Pemda untuk melihat apakah dampak
keseluruhan dikelola dengan baik, bila tidak maka kebijakan Pemda untuk melakukan
tindakan melalui pendekatan lain seperti misalnya Audit Lingkungan.
Pada dasarnya kegiatan pertambangan memerlukan bahan peledak untuk mengambil
bahan mineral, sehingga kegiatan peledakan, penyimpanan bahan peledak dan cara
pengelolaannya harus telah distudi dalam AMDAL. Oleh sebab itu pembangunan
gudang bahan peledak untuk pertambangan tidak memerlukan AMDAL yang terpisah,
namun harus sudah melekat dengan studi kegiatan pertambangan, yang merupakan
kegiatan pokok.
AMDAL diwajibkan untuk kegiatan dan atau usaha introduksi jenisjenis tanaman, hewan
dan jasad renik produk bioteknologi hasil rekayasa genetika untuk semua besaran.
AMDAL diwajibkan untuk kegiatan dan atau usaha budidaya produk bioteknologi hasil
rekayasa genetika untuk semua besaran. Istilah semua besaran diatas mengandung
arti bahwa AMDAL diwajibkan untuk skala besaran yang membutuhkan ijin melakukan
usaha dan/atau kegiatan.
Diposkan oleh Totok Indarto di 21.57 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Apa itu AMDAL?

AMDAL yaitu singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam Peraturan
Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting
untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL sendiri merupakan suatu kajian
mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan/proyek, yang dipakai
pemerintah dalam memutuskan apakah suatu kegiatan/proyek layak atau tidak layak
lingkungan. Kajian dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun dengan
mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial budaya dan
kesehatan masyarakat. Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak
lingkungan, jika berdasarkan hasil kajian AMDAL, dampak negatif yang timbulkannya
tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga, jika biaya yang
diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif lebih besar daripada manfaat dari
dampak positif yang akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan tersebut dinyatakan
tidak layak lingkungan. Suatu rencana kegiatan yang diputuskan tidak layak lingkungan
tidak dapat dilanjutkan pembangunannya. Bentuk hasil kajian AMDAL berupa dokumen
AMDAL yang terdiri dari 5 (lima) dokumen sebagai berikut.

1. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KAANDAL).


2. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL).
3. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL).
4. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
5. Dokumen Ringkasan Eksekutif.

Berikut merupakan penjelasan mengenai bentuk kajian AMDAL.

1. Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) KA-


ANDAL yaitu suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta kedalaman
kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDAL meliputi penentuan dampak-
dampak penting yang akan dikaji secara lebih mendalam dalam ANDAL dan
batas-batas studi ANDAL. Sedangkan kedalaman studi berkaitan dengan
penentuan metodologi yang akan digunakan untuk mengkaji dampak. Penentuan
ruang lingkup dan kedalaman kajian ini merupakan kesepakatan antara
Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai AMDAL melalui proses yang disebut
dengan proses pelingkupan.
2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) ANDAL yaitu dokumen
yang berisi telaahan secara cermat terhadap dampak penting dari suatu rencana
kegiatan. Dampakdampak penting yang telah diindetifikasi di dalam dokumen
KAANDAL kemudian ditelaah secara lebih cermat dengan menggunakan
metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk menentukan
besaran dampak. Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya dilakukan
penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran dampak
terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tahap
kajian selanjutnya yaitu evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak yang satu
dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk menentukan dasar-
dasar pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak
negatif dan memaksimalkan dampak positif.
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) RKL yaitu dokumen yang
memuat upaya-upaya untuk mencegah, mengendalikan dan menanggulangi
dampak penting lingkungan hidup yang bersifat negatif serta memaksimalkan
dampak positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut
dirumuskan berdasarkan hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang
dihasilkan dari kajian ANDAL.
4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) RPL yaitu dokumen yang
memuat program-program pemantauan untuk melihat perubahan lingkungan
yang disebabkan oleh dampak-dampak yang berasal dari rencana kegiatan.
Hasil pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi efektifitas upaya-upaya
pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap
peraturan lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi
prediksi dampak yang digunakan dalam kajian ANDAL.
5. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif yaitu dokumen yang meringkas secara
singkat dan jelas hasil kajian ANDAL. Hal hal yang perlu disampaikan dalam
ringkasan eksekutif biasanya yaitu uraian secara singkat tentang besaran
dampak dan sifat penting dampak yang dikaji di dalam ANDAL dan upaya-upaya
pengelolaan dan pemantuan lingkungan hidup yang akan dilakukan untuk
mengelola dampak-dampak tersebut.

Vous aimerez peut-être aussi