Vous êtes sur la page 1sur 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang
dokter ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud
pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain agar mengerti bahwa penggunaan
obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit.
Antibiotika atau dikenal juga sebagai obat anti bakteri adalah obat yg digunakan
untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.Alexander flening pada tahun
1927 menmukan antibiotika yang pertama yaitu penisilin.Setelah mulai digunakan secara
umum pada tahun 1940, maka antibiotika biasa dibilang merubah dunia pengobatan, serta
mengurangi angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit infeksi secara
dramatis.
Arti Antibiotika sendiri pada awalnya merujuk pada senyawa yang dihasilkan oleh
jamur atau mikroorganisme yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit pada hewan
dan manusia. Saat ini beberapa jnis antibiotika merupakan senyawa sintetis ( tidak dihasilkan
dari mikroorganisme) tetapi juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.
Secara teknis, zat yang dpat membunuh bakteri baik berupa senyawa sintetis, atau alami
disebut dengan zat anti mikroba, akan tetapi banyak orang menyebutnya dengan antibiotika.
Meskipun antibiotika mempunyai manfaat yang sangat banyak, penggunaan antibiotika
secara berlebihan juga dapat memicu terjadinya resistensi antibiotika.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan antibiotik?
2. Bagaimana cara kerja antibiotik?
3. Sebutkan manfaat antibiotik?
4. Kapan waktu penggunaan antibiotik?
5. Sebutkan efek samping penggunaan antibiotik?
6. Jelaskan golongan antibiotik?
7. Jelaskan bahaya jika terlalu sering menggunakan antibiotik?
8. Berapa lama penggunaan antibiotik?
9. Apa yang dimaksud dengan resistensi?
10. Sebutkan penyebab resistensi antibiotik?

1
11. Jelaskan mekanisme resistensi antibiotik?
12. Jelaskan konsekuensi akibat resistensi antibiotik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa/i dapat mengetahui pengertian antibiotik
2. Mahasiswa/i dapat mengetahui cara kerja antibiotik
3. Mahasiswa/i dapat mengetahui manfaat antibiotik
4. Mahasiswa/i dapat mengetahui waktu penggunaan antibiotik
5. Mahasiswa/i dapat mengetahui efek samping penggunaan antibiotik
6. Mahasiswa/i dapat mengetahui golongan antibiotik
7. Mahasiswa/I dapat mengetahui bahaya jika terlalu sering menggunakan antibiotik
8. Mahasiswa/I dapat mengetahui lama penggunaan antibiotik
9. Mahasiswa/i dapat mengetahui pengertian resistensi
10. Mahasiswa/i dapat mengetahui penyebab resistensi antibiotik
11. Mahasiswa/i dapat mengetahui mekanisme resistensi antibiotik
12. Mahasiswa/i dapat mengetahui konsekuensi akibat resistensi antibiotik

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Antibiotik


Antibiotik berasal dari kata anti yang berarti lawan dan bios berarti hidup. Antibiotik
adalah zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan
atau menghambat pertumbuhan kuman.

2.2 Cara Kerja Antibiotik


Untuk memahami cara kerja antibiotik, perlu diketahui dahulu dua jenis kuman yang
banyak menimbulkan penyakit, yaitu bakteri dan virus. Meskipun ada beberapa bakteri dan
virus tertentu yang dapat menyebabkan penyakit dengan gejala yang mirip, tetapi baik bakteri
dan virus mempunyai cara reproduksi serta penyebaran penyakit yang berbeda.
 Bakteri
Bakteri merupakan organisme hidup bersel satu. Bakteri dapat ditemukan
dimana saja dan sebagian besar tidak menimbulkan bahaya atau malah
menguntungkan seperti misalnya lactobacillus, yaitu bakteri yang hidup di usus
halus dan membantu untuk mencerna makanan. Tetapi ada juga bakteri yang
berbahaya dan menimbulkan penyakit karena menyerang tubuh, berkembang biak
dan menggangu fungsi normal tubuh. Antibiotika efektif untuk melawan bakteri
karena dapat membunuh organisme tersebut serta menghambat pertumbuhan
ataupun reproduksi bakteri.
 Virus
Virus bukan merupakan makhluk hidup dan tidak dapat berdiri
sendiri.Virus merupakan partikel yang berisi materi genetic yang dibungkus oleh
lapisan protein. Virus hanya dapat hidup,tumbuh dan bereproduksi hanya setelah
mereka masuk ke dalam sel hidup. Sebagian virus dapat dimusnahkan oleh system
kekebalan tubuh sebelum mereka menimbulkan penyakit akan tetapi ada juga virus
jenis lain (seperti virus flu) yang menimbulkan penyakit tetapi dapat hilang dengan
sendirinya. Virus tidak bereaksi terhadap antibiotika sama sekali.

Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosforin) atau
membran sel (kleompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja yang terpenting adalah

3
perintangan selektif metabolisme protein bakteri sehingga sintesis protein bakteri, sehingga
sintesis protein dapat terhambat dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi misalnya
kloramfenikol dan tetrasiklin.
Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat gizi
tambahan guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi penisilin,
tetrasiklin erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari harinya,
bertumbuh lebih besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.

2.3 Manfaat Antibiotik


Antibiotika adalah senyawa kimia yang dibuat untuk melawan bibit penyakit,
khususnya kuman. Ada beragam jenis kuman, ada kuman yang besar, ada yang kecil, dengan
sifat yang beragam pula.
Kuman cenderung bersarang di organ tertentu di tubuh yang ditumpanginya. Ada
yang suka di otak, di paru-paru, di usus, saraf, ginjal, lambung, kulit, atau tenggorok, dan
lainnya. Di organ-organ tempat bersarangnya itu, kuman tertentu menimbulkan infeksi.
Kuman tipus menimbulkan penyakit tipus di usus, kuman TBC di paru-paru, selain bisa juga
di tulang, ginjal, otak, dan kulit. Kuman lepra di saraf dan kulit, kuman difteria di
tenggorokan, tetanus di saraf, dan banyak lagi.
Selain itu, ada pula jenis antibiotika yang sempit pemakaiannya, spesifik hanya
untuk kuman-kuman tertentu saja. Misalnya, antibiotika untuk kuman TBC (mycobacterium
tuberculosis), untuk lepra atau kusta (mycobaterium leprae), atau untuk tipus (salmonella
tyhphi).

2.4 Waktu Penggunaan Antibiotik


Antibiotika digunakan jika ada infeksi oleh kuman. Infeksi terjadi jika kuman
memasuki tubuh. Kuman memasuki tubuh melalui pintu masuknya sendiri-sendiri. Ada yang
lewat mulut bersama makanan dan minuman, lewat udara napas memasuki paru-paru, lewat
luka renik di kulit, melalui hubungan kelamin, atau masuk melalui aliran darah, lalu kuman
menuju organ yang disukainya untuk bersarang.
Gejala umum tubuh terinfeksi biasanya disertai suhu badan meninggi, demam, nyeri
kepala, dan nyeri. Infeksi di kulit menimbulkan reaksi merah meradang, bengkak, panas, dan
nyeri. Contohnya bisul. Di usus, bergejala mulas, mencret. Di saluran napas, batuk, nyeri
tenggorok, atau sesak napas. Di otak, nyeri kepala. Di ginjal, banyak berkemih, kencing
merah atau seperti susu.

4
Penyakit yang disebabkan bukan oleh kuman tidak mempan diobati dengan
antibiotika. Untuk virus diberi antivirus, dan untuk parasit diberi antinya, seperti antimalaria,
antijamur, dan anticacing. Jika infeksi oleh jenis kuman yang spesifik, biasanya dokter
langsung memberikan antibiotika yang sesuai dengan kuman penyebabnya. Misal bisul di
kulit, tetanus, difteria, tipus, atau infeksi mata merah.
Untuk infeksi yang meragukan, diperlukan pemeriksaan khusus untuk memastikan
jenis kuman penyebabnya. Caranya dengan melakukan pembiakan (kultur) kuman. Bahan
biakannya diambil dari darah atau air liur, dahak, urine, tinja, cairan otak, nanah kemaluan,
atau kerokan kulit.
Dengan biakan kuman, selain menemukan jenis kumannya, dapat langsung diperiksa
pula jenis antibiotika yang cocok untuk menumpasnya (tes resistensi). Dengan demikian,
pengobatan infeksinya lebih tepat. Jika tidak dilakukan tes resistensi, bisa jadi antibiotika
yang dianggap mampu sudah tidak mempan, sebab kumannya sudah kebal terhadap jenis
antibiotika yang dianggap ampuh tersebut.

2.5 Efek Samping Antibiotik


Seperti obat umumnya, antibiotika juga punya efek samping masing-masing. Ada
yang berefek buruk terhadap ginjal, hati, ada pula yang mengganggu keseimbangan tubuh.
Pasien dengan gangguan hati, misalnya, tidak boleh diberikan antibiotika yang efek
sampingnya merusak hati, sekalipun ampuh membasmi kuman yang sedang pasien idap.
Dokter perlu memilihkan antibiotika lain, mungkin kurang ampuh, namun tidak berefek pada
hati.
Namun, jika suatu antibiotika tidak ada penggantinya, antibiotika tetap dipakai,
dengan catatan, bahaya efek samping pada seorang pasien memerlukan monitoring oleh
dokter, jika dipakai untuk jangka waktu yang lama. Antibiotika untuk TBC, misalnya, yang
diminum sedikitnya 6 bulan, perlu pemeriksaan fungsi hati secara berkala, agar jika sudah
merusak hati, obat dipertimbangkan untuk diganti.

2.6 Golongan Antibiotik


Penggolongan antibiotik secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Berdasarkan struktur kimia antibiotik (Tjay & Rahardja, 2007)
 Penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam
mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja,
5
farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan
sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga
merupakan senyawa β-laktam.Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan
:
 Penisilin natural (misalnya, penisilin G)
Golongan ini sangat poten terhadap organisme gram-positif, coccus
gram negatif, dan bakteri anaerob penghasil non-β-laktamase. Namun,
mereka memiliki potensi yang rendah terhadap batang gram negatif.
 Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin)
Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. golongan
ini aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap
enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram
negatif.
 Penisilin dengan spektrum yang diperluas (Ampisilin dan
Penisilinantipseudomonas)
Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan
mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negatif (Katzung,
2007).
 Sefalosforin
Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan
toksisitas. Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase
bakteri sehingga memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif
terhadap bakteri enterokokus dan L.monocytogenes. Sefalosporin terbagi dalam
beberapa generasi, yaitu:
 Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama termasuk di dalamnya sefadroxil,
sefazolin, sefalexin, sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat
aktif terhadap kokus gram positif seperti pnumokokus, streptokokus, dan
stafilokokus.
 Sefalosporin generasi kedua
Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor,
sefamandol, sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara
umum, obat – obat generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama

6
dengan generasi pertama. Hanya saja obat generasi kedua mempunyai
spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif.
 Sefalosporin generasi ketiga
Obat–obat sefalosporin generasi ketiga adalah sefeperazone,
sefotaxime, seftazidime, seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten,
moxalactam, dll. Obat generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih
diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat menembus sawar darah otak.
 Sefalosporin generasi keempat
Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan
memiliki spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan
neisseria dan dapat dengan mudah menembus CSS (Katzung, 2007).
 Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati
infeksi dari M.pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari
spirokaeta. Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang
disebabkan oleh H.pylori. Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi
melalui ASI dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi
pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui
urin dan cairan empedu (Katzung, 2007).
 Aminoglikosida
Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin,
neomisin, kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain – lain. Golongan
aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri
gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi
dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan
tuberkulosis (Katzung, 2007).
 Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein
mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan
aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob
maupun anaerob (Katzung, 2007).
 Makrolid

7
Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida
yang disintesis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif
terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan korinebakterium.
Aktifitas antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH
basa (Katzung, 2007).
 Polipeptida
Antibiotic polipeptida mempunyai struktur sangat kompleks,
mengandung polipeptida yang biasa membentuk suatu siklik. Sumber utama
turunan antibiotika ini adalah Bacillus sp. dan Strptomyces sp.Polipeptida berasal
dari Bacillus polymixa. Bersifat bakterisid berdasarkan kemampuannya
melekatkan diri pada membran sel bakteri sehingga permeabilitas meningkat dan
akhirnya sel meletus. Meliputi: polimiksin B dan polimiksin E (colistin),
basitrasin dan gramisidin. Spektrumnya sempit polimiksin hanya aktif terhadap
bakteri gram negatif. Sebaliknya basitrasin dan gramisidin aktif terhadap kuman
gram positif. Penggunaan: karena sangat toksis pada ginjal dan organ
pendengaran, maka penggunaan secara sistemik sudah digantikan lebih banyak
digunakan sebagai sediaan topikal (sebagai tetes telinga yang berisi polimiksin
sulfat, neomisin sulfat, salep mata, tetes mata yang berisi basitrasin, neomisin.
b. Berdasarkan sifat toksisitas selektif
Ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid
(Anonim, 2008). Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan
agen bakterisida membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara
klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi akhir patogen
bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien immunocompromised
dimana menggunakan agen-agen bakterisida (Neal, 2006).
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba
atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM)
dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat
dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan
melebihi KHM (Anonim, 2008).
c. Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai
berikut (Stringer, 2006)

8
 Inhibitor sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal dengan cara
memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel.
Contohnya antara lain golongan β-Laktam seperti penisilin, sefalosporin,
karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti
vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.
 Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik
dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan
menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat yang aktivitasnya
menginhibitor sintesis protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida,
tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol.
 Mengubah permeabilitas membran sel memiliki efek bakteriostatik dan
bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena
hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat- obat yang
memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin,
kolistin.
 Menghambat sintesa folat mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi
harus membuat asam folat dari PABA (asam para amino benzoat), dan glutamat.
Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat
menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk
senyawa-senyawa antimikroba.
 Mengganggu sintesis DNA mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat asam
deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA
girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya
dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA.
d. Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut (Kee, 1996)
 Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) contohnya seperti tetrasiklin dan
sefalosporin efektif terhadap organism baik gram positif maupun gram negatif.
Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi
yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
 Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) golongan ini terutama efektif
untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai

9
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena
antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif
dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.
e. Berdasarkan daya hambat antibiotik, terdapat 2 pola hambat antibiotik terhadap
kuman yaitu (Anonim, 2008)
 Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh
maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat
Minimal kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid, dan
eritromisin.
 Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan
daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi
tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama. Contohnya pada
antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid.

2.7 Bahaya Jika Terlalu Sering Menggunakan Antibiotik


Pemakaian antibiotika yang terlalu sering tidak dianjurkan. Di negara kita, orang
bebas membeli antibiotika dan memakainya kapan dianggap perlu. Sedikit batuk pilek,
langsung minum antibiotika. Baru mencret sekali, langsung antibiotika. Padahal belum tentu
perlu. Kenapa?
Belum tentu batuk pilek disebabkan oleh kuman. Awalnya oleh virus. Jika kondisi
badan kuat, penyakit virus umumnya sembuh sendiri. Yang perlu dilakukan pada penyakit
yang disebabkan oleh virus adalah memperkuat daya tahan tubuh dengan cukup makan,
istirahat, dan makanan bergizi. Pemberian antibiotika pada batuk pilek yang disebabkan oleh
virus hanya merupakan penghamburan dan merugikan badan, sebab memikul efek samping
antibiotika yang sebetulnya tak perlu terjadi.
Kasus batuk pilek virus yang sudah lama, yang biasanya sudah ditunggangi oleh
kuman, baru membutuhkan antibiotika untuk membasmi kumannya, bukan untuk virus
flunya. Tanda batuk pilek membutuhkan antibiotika adalah dengan melihat ingusnya. Yang
tadinya encer bening sudah berubah menjadi kental berwarna kuning-hijau. Selama ingusnya
masih encer bening, antibiotika tak diperlukan.
Minum antibiotika kelewat sering juga mengganggu keseimbangan flora usus. Kita
tahu, dalam usus normal tumbuh kuman yang membantu pencernaan dan pembentukan
vitamin K. Selain itu, di bagian-bagian tertentu tubuh kita juga hidup kuman-kuman jinak

10
yang hidup berdampingan dengan damai dengan tubuh kita. Di kemaluan wanita, di kulit, di
mulut, dan di mana-mana bagian tubuh ada kuman yang tidak mengganggu namun
bermanfaat (simbiosis).
Terlalu sering minum antibiotika berarti membunuh seluruh kuman jinak yang
bermanfaat bagi tubuh. Jika populasi kuman jinak yang bermanfat bagi tubuh terbasmi,
keseimbangan mikroorganisme tubuh bisa terganggu, sehingga jamur yang tadinya takut oleh
kuman-kuman yang ada di tubuh kita berkesempatan lebih mudah menyerang.
Itu maka, banyak orang yang setelah minum antibiotika yang kelewat lama,
kemudian terserang penyakit jamur. Bisa jamur di kulit, usus, seriawan di mulut, atau di
mana saja. Keputihan sebab jamur pada wanita, antara lain lantaran vagina kelewat bersih
oleh antisepsis yang membunuh kuman bermanfaat di sekitar vagina (Doderlein).

2.8 Lama Penggunaan Antibiotik


Lama pemakaian antibiotika bervariasi, tergantung jenis infeksi dan kuman
penyebabnya. Paling sedikit 4 -5 hari. Namun, jika infeksinya masih belum tuntas, antibiotika
perlu dilanjutkan sampai keluhan dan gejalanya hilang. Pada tipus, perlu beberapa minggu.
Demikian pula pada difteria, tetanus. Paling lama pada TBC yang memakan waktu berbulan-
bulan.
Pada infeksi tertentu, setelah pemakaian antibiotika satu kir, perlu dilakukan
pemeriksaan biakan kuman ulang untuk memastikan apakah kuman sudah terbasmi tuntas.
Infeksi saluran kemih, misalnya, setelah selesai satu kir antibiotika dan keluhan gejalanya
sudah tiada, biakan kuman dilakukan untuk melihat apa di ginjal masih tersisa kuman. Jika
masih tersisa kuman dan antibiotikanya tidak dilanjutkan, penyakit infeksinya akan kambuh
lagi.
Termasuk pada infeksi gigi. Sakit gigi biasanya disebabkan oleh adanya kuman
yang memasuki gusi dan tulang rahang melalui gigi yang bolong. akibatnya gusi
membengkak dan nyeri. Antibiotika diberikan sampai keluhan nyeri gigi hilang. Jika
antibiotika hanya diminum sehari-dua, kuman di dalam gusi belum mati semua, sehingga
infeksi gusi dan sakit gigi akan kambuh lagi.

2.9 Pengertian Resistensi


Resistensi antimikrobial merupakan resistensi mikroorganisme terhadap
obatantimikroba yang sebelumnya sensitif. Organisme yang resisten (termasuk bakteri, virus,
dan beberapa parasit) mampu menahan serangan obat antimikroba, seperti antibiotik,

11
antivirus, dan lainnya, sehingga standar pengobatan menjadi tidak efektif dan infeksi tetap
persisten dan mungkin menyebar (Goodman Gillman). Resistensi antibiotik merupakan
konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang salah, dan perkembangan dari suatu
mikroorganisme itu sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi atau gen resistensi yang didapat
(WHO 2012).

2.10 Penyebab Resistensi Antibiotik


Menurut WHO (2012), ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaanantibiotik
merupakan penyebab paling utama menyebarnya mikroorganisme resisten. Contohnya, pada
pasien yang tidak mengkonsumsi antibiotik yang telah diresepkan oleh dokternya, atau ketika
kualitas antibiotik yang diberikan buruk. Adapun faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan
adanya resistensi antibiotik adalah:
 Kelemahan atau ketiadaan system monitoring dan surveilans
 Ketidakmampuan system untuk mengontrol kualitas suplai obat
 Ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat
 Buruknya pengontrolan pencegahan infeksi penyakit
 Kesalahan diagnosis dan pengobatan yang diberikan

2.11 Mekanisme Resistensi Antibiotik


Agar efektif, antibiotik harus mencapai target dalam bentuk aktif, mengikattarget,
dan melakukan fungsinya sesuai dengan mekanisme kerja antibiotik tersebut. Resistensi
bakteri terhadap agen antimikroba disebabkan oleh tiga mekanisme umum, yaitu:
a. Kegagalan obat untuk mencapai target.
Membran luar bakteri gram negatif adalah penghalang yang dapat
menghalangi molekul polar besar untuk masuk ke dalam sel bakteri. Molekul polar
kecil, termasuk seperti kebanyakan antimikroba, masuk ke dalam sel melalui saluran
protein yang disebut porin. Ketiadaan, mutasi, atau kehilangan Porin dapat
memperlambat masuknya obat ke dalam sel atau sama sekali mencegah obat untuk
masuk ke dalam sel, yang secara efektif mengurangi konsentrasi obat di situs aktif
obat. Jika target kerja obat terletak di intraseluler dan obat memerlukan transpor aktif
untuk melintasi membran sel, resistensi dapat terjadi dari mutasi yang menghambat
mekanisme transportasi obat tersebut. Sebagai contoh, gentamisin, yang target
kerjanya ribosom, secara aktif diangkut melintasi membran sel dengan menggunakan

12
energi yang disediakan oleh gradien elektrokimia membran sel bakteri. Gradien ini
dihasilkan oleh enzim–enzim pernapasan aerob bakteri. Sebuah mutasi dalam jalur ini
atau kondisi anaerob dapat memperlambat masuknya gentamisin ke dalam sel,
mengakibatkan resistensi.
b. Inaktivasi obat
Resistensi bakteri terhadap aminoglikosida dan antibiotik beta laktam biasanya
hasil dari produksi enzim yang memodifikasi atau merusak antibiotik. Variasi dari
mekanisme ini adalah kegagalan bakteri untuk mengaktifkan prodrug yang secara
umum merupakan hal yang mendasari resistensi M.tuberculosis terhadap isoniazid.
c. Perubahan target kerja antibiotik
Hal ini mencakup mutasi dari target alami (misalnya, resistensi
fluorokuinolon), modifikasi dari target kerja (misalnya, perlindungan ribosom dari
makrolida dan tetrasiklin), atau akuisisi bentuk resisten dari target yang rentan
(misalnya, resistensi stafilokokus terhadap metisilin yang disebabkan oleh produksi
varian Peniccilin Binding Protein yang berafinitas lemah).

2.12 Konsekuensi Akibat Resistensi Antibiotik


Konsekuensi yang ditimbulkan akibat adanya resistensi antibiotik yang paling utama
adalah peningkatan jumlah bakteri yang mengalami resistensi terhadap pengobatan lini
pertama. Konsekuensi ini akan semakin memberat. Dari konsekuensi tersebut, maka
akibatnya adalah penyakit pasien akan lebih memanjang, sehingga risiko komplikasi dan
kematian juga akan meningkat. Ketidakmampuan antibiotik dalam mengobati infeksi ini akan
terjadi dalam periode waktu yang cukup panjang dimana, selama itu pula, orang yang sedang
mengalami infeksi tersebut dapat menularkan infeksinya ke orang lain, dengan bagitu, bakteri
akan semakin menyebar luas. Karena kegagalan pengobatan lini pertama ini, dokter akan
terpaksa memberikan peresepan terhadap antibiotik yang lebih poten dengan harga yang lebih
tinggi serta efek samping yang lebih banyak. Banyak factor yang seharusnya dapat menjadi
pertimbangan karena resistensi antimicrobial ini. Dapat disimpulkan, resistensi dapat
mengakibatkan banyak hal, termasuk peningkatan biaya terkait dengan lamanya kesembuhan
penyakit, biaya dan waktu yang terbuang untuk menunggu hasil uji laboratorium tambahan,
serta masalah dalam pengobatan dan hospitalisasi (Beuke C.C., 2011).

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Antibiotika berasal dari kata Anti yang berarti lawan dan Bios berarti
hidup.Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki
khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman.Beberapa antibiotika bekerja
terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosforin) atau membran sel (kleompok polimiksin),
tetapi mekanisma kerja yang terpenting adalah perintangan selektif metabolisme protein
bakteri sehingga sintesis protein bakteri, sehingga sintesis protein dapat terhambat dan kuman
musnah atau tidak berkembang lagi misalnya kloramfenikol dan tetrasiklin.
Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan antibiotik yang salah,
dan perkembangan dari suatu mikroorganisme itu sendiri, bisa jadi karena adanya mutasi atau
gen resistensi yang didapat (WHO 2012). Menurut WHO (2012), ketidaktepatan serta
ketidakrasionalan penggunaanantibiotik merupakan penyebab paling utama menyebarnya
mikroorganisme resisten.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa/i kita diharapkan dapat mengetahui penggunaan antibiotik yang
baik dan benar serta resistensi dari obat yang digunakan sehingga memperoleh hasil yang
maksimal.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bab II Tinjauan
Pustaka.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39872/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 23 Februari 2017
Bobone, dkk. 2013. Tugas Kimia Farmasi II Antibiotik.
https://tintusfar.files.wordpress.com/2013/06/antibiotik-poltekes-kemenkes-ri.pdf.
Diakses pada tanggal 23 Februari 2017
Tikoy, Teeka. Resistensi Antibiotik.
https://www.academia.edu/5541728/Resistensi_Antibiotik. Diakses pada tanggal 23
Februari 2017
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. www.eprints.ung.ac.id. Diakses pada tanggal 9 Mei 2017

15

Vous aimerez peut-être aussi