Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHLUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut National Cancer Institute (2010), kandung kemih adalah
organ berongga di abdomen bagian bawah. Kandung kemih menyimpan urin;
cairan limbah yang dihasilkan oleh ginjal. Kandung kemih adalah bagian dari
saluran kencing. Urin lewat dari setiap ginjal menuju ke kandung kemih
melalui selang panjang yang disebut ureter. Urin meninggalkan kandung
kemih melalui uretra untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh. Dinding
kandung kemih memiliki tiga lapisan jaringan, yakni inner, middle, dan outer.
Sel- sel lapisan kandung kemih dapat berkembang abnormal dan
menyebabkan kanker kandung kemih. Kanker dimulai dari sel dan
menghambat penyusunan jaringan, dimana jaringan menyusun kandung kemih
dan organ lain di dalam tubuh. Sel-sel normal tumbuh dan terbagi untuk
membentuk sel-sel baru sebagaimana diperlukan tubuh. Saat sel normal
menua atau rusak lalu mati, sel-sel baru akan menggantikan. Saat terjadi
tumor, sel-sel baru terbentuk saat tubuh tidak membutuhkannya dan sel-sel tua
atau rusak tidak akan mati. Tumor pada kandung kemih dapat berupa tumor
jinak dan tumor ganas (kanker). Kanker inilah yang dapat menjadi ancaman
untuk hidup, biasanya dapat dihilangkan tetapi dapat tumbuh kembali, dapat
menjalar atau merusak jaringan atau organ di sekitarnya, dan dapat menyebar
ke bagian tubuh yang lain.
Diperkirakan sekitar 386.300 kasus baru dan 150.200 kematian akibat
kanker kandung kemih muncul di tahun 2008 di seluruh dunia (Jema, et
al.2011 dalam Rouissi, et al. 2011). Terdapat sekitar 70.530 baru terdiagnosa
kasus kanker kandung kemih (5.760 pada pria dan 17.770 pada wanita) dan
sekitar 14.680 terkait kematian (10.410 pada pria dan 4.270 pada wanita) di
USA di 2010 (Jemal, et al. 2010 dalam Rouissi, et al. 2011). Angka kejadian
paling tinggi rata-rata terjadi di Eropa, Amerika Utara, dan Afrika Utara.
Sedangkan angka yang tererndah ditemukan di Melanesia dan Afrika Tengah
(Jemal, et al. 2011 dalam Rouissi, et al. 2011).
1
Dari National Cancer Institute (2010), baik tumor jinak maupun tumor
ganas dapat terbentuk di permukaan dinding kandung kemih atau di dalam
dindingnya sendiri dan dengan cepat menyebar ke otot di bawahnya. Sekitar
90% kanker kandung kemih merupakan transisi dari sel karsinoma yang
muncul dari transisi epithelium dari membran mukosa. Kanker ini terkadang
juga merupakan transisi dari tumor jinak. Dalam jumlah yang lebih sedikit,
kanker kandung kemih melingkupi adenokarsinoma dan karsinona sel
skuamosa. Pasien dengan kanker kandung kemih dapat ditangani dengan jalan
operasi, kemoterapi, terapi biologi, dan terapi radiasi. Terkadang seroang
pasien dapat menerima lebih dari satu penanganan, tergantung dari lokasi dari
kanker kandung kemihnya, apakah kanker telah menyebar ke lapisan otot atau
lapisan luar kandung kemih, apakah kanker telah menyebar ke organ tubuh
lain, stadium dari kanker, dan usia dan kondisi umum pasien.
Setiap pasien sebaiknya memiliki tim atau spesialis yang mampu
membantu perencanaan penyembuhan, termasuk melibatkan seorang perawat
onkologi. Perawat disini akan membantu pasien yang mendapatkan
penanganan dalam bentuk operasi untuk melakukan perawatan luka, ostonomi,
kontinensia. Seorang pasien juga berhak mendapatkan penjelasan dari pilihan
penanganan, hasil yang diharapkan dan efek samping yang ditimbulkan dari
penanganan.
Setelah mendapatkan penanganan, pasien akan lebih baik jika
melakukan follow up misalnya setiap tiga atau enam bulan sekali. Follow up
dan checkup ini akan membantu memastikan bahwa tidak ada perubahan
kondisi kesehatan dan akan dapat segera dilakukan penanganan jika terdapat
masalah kesehatan, karena pada dasarnya kanker kandung kemih memiliki
kemungkinan untuk muncul kembali. Tenanga kesehatan akan melakukan
pemeriksaan fisik, tes darah, sitoskopi, atau CT scans untuk memastikan
munculnya kembali kanker kandung kemih.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi Kanker Kandung Kemih?
2. Bagaimana Klasifikasi Kanker Kandung Kemih?
3. Apa Etiologi Kanker Kandung Kemih?
4. Bagaimana Patofisiologi Kanker Kendung Kemih?
5. Apa Saja Manifestasi Klinis Kanker Kandung Kemih?
6. Apa Saja Pemeriksaan Diagnostik Untuk Klien Kanker Kandung Kemih?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Klien Kanker Kandung Kemih?
8. Apa Saja Komplikasi Dari Kanker Kandung Kemih?
9. Bagaimana Prognosis Dari Kanker Kandung Kemih?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Kandung
Kemih?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Membantu mahasiswa dalam memahami secara umum konsep dari
kanker kandung kemih.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
T2 Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli
T3 Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular yang bergerak
bebas dapat diraba di buli-buli
T3a Invasi otot yang lebih dalam
T3b Perluasan lewat dinding buli-buli
T4 Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina T4b
Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen
N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe, pemeriksaan
kinis, lympgraphy, urography, operative
NX Minimal yang ditetapkan kel.Lymfe regional tidak dapat ditemukan
N0 Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar lymfe regional
N1 Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral
N2 Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang
multiple
N3 Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebas antaranya
dan tumor
N4 Pembesaran kelenjar lymfe juxta regional
M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh,
Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia
MX Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase
jauh, tak dapat dilaksanakan
M1 Adanya metastase jauh
M1a Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
M1b Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c Metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple
M1d Metastase dalam organ yang multiple
Sedangkan untuk tipe dan lokasinya adalah sebagai berikut: (Jiang &
Lizhong 2008) Tipe tumor didasarkan pada tipe selnya, tingkat anaplasia dan
invasi.
1. Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli squamosa cell
anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya.
2. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus
3. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent),
infiltasi, metastase cepat dan biasanya fatal.
4. Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma,
dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing.
5. Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin
mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis
dapat terjadi.
5
2.3 Etiologi Ca Kandung Kemih
Menurut Coleman, et al, (1997), proses penyakit dari kanker kandung
kemih memiliki beberapa kemungkinan penyebab. Diperkirakan terdapat
korelasi yang sangat kuat antara merokok dengan kejadian kanker kandung
kemih. Paparan industri terhadap zat-zat dan kondisi tertentu juga dapat
menyebabkan kanker kandung kemih. Periode laten dari paparan industri
dapat terjadi hingga 20 – 45 tahun. Percobaan untuk menghubungkan
konsumsi kopi dan kanker kandung kemih menghasilkan penemuan yang
berlawanan. Kontroversi lain menghubungkan pemanis buatan dengan
kejadian kanker kandung kemih meskipun penelitian terbaru tidak
menemukan peningkatan secara signifikan. Sebagian ahli percaya bahwa klien
yang mengalami kekambuhan kanker kandung kemih harus menghindari
pemanis buatan karena dapat memicu agen penyebab kanker.
Kanker kandung kemih memiliki beberapa faktor etiologi termasuk
interaksi antara latar belakang genetik dan faktor lingkungan dan merokok
adalah faktor resiko utama pemicu kanker kandung kemih (Cohen, et al.2000
dalam Rouissi, et al. 2011), dan bertanggung jawab atas 50% kasus pada pria
dan 35% pada wanita (Zeegers, et al. 2000 dalam Rouissi, et al.2011). Asap
rokok mengandung sejumlah xenobiotics termasuk oksidan dan radikal bebas,
sehingga asap rokok dapat menurunkan serum dan folat sel darah merah dalam
darah dan antioksidan vitamin B12 (Maninno, et al.2003; Tungtrongchitr, et
al. 2003 dalam Rouissi, et al. 2011). Sebagai tambahan laporan
mengindikasikan bahwa konsentrasi total plasma homocysteine lebih tinggi
pada perokok daripada non perokok (Lwin, et al.2002; Saw, et al. 2001 dalam
Rouissi. et al. 2011). Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa fungsi
polimorfisme pada gen terlibat dalam metabolisme folat dan tingkat serum
dari vitamin B12 memiliki peranan penting dalam perkembangan
karsinogenesis kanker.
6
Bagaimana pun juga, peneliti yakin bahwa orang-orang dengan faktor
resiko tertentu akan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk terpapar kanker
kandung kemih. Penelitian menemukan bahwa faktor-faktor berikut beresiko
terhadap munculnya kaner kandung kemih (National Cancer Institute 2010):
1. Merokok
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk kanker kandung
kemih. Merokok merupakan penyebab utama dari beberapa kasus kanker
kandung kemih. Orang yang merokok selama bertahun-tahun memiliki
resiko lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok atau orang yang
merokok dalam jangka waktu yang pendek.
2. Bahan-bahan kimia di tempat kerja
Orang-orang tertentu memiliki resiko lebih tinggi karena bahan
kimia penyebab kanker di tempat mereka bekerja. Pekerja di industri
pewarnaan, karet, kimia, logam, tekstil, dan bulu, akan memiliki resiko
terkena kanker kandung kemih. Resiko lain juga muncul pada piñata
rambut, masinis, pekerja printer, pengecat, dan supir truk.
3. Riwayat kanker kandung kemih
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih memiliki
kemungkinan untuk kembali memiliki penyakit yang sama.
4. Pengobatan kanker tertentu
Orang yang pernah mendapatkan pengobatan kanker dengan obat-
obatan tertentu seperti cyclophosphamide akan meningkatkan resiko
kanker kandung kemih. Juga orang yang pernah mendapatkan terapi
hadradiasi di abdomen atau panggul akan memiliki resiko
5. Arsenik
Arsenik merupakan suatu racun yang mampu meningkatkan
resiko kanker kandung kemih. Di beberapa bagian dunia, kadar arsenic
mungkin ditemukan tinggi pada air minum.
6. Riwayat keluarga dengan kanker kandung kemih
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun
kanker lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan
menimbulkan resiko kanker kandung kemih.
7
7. Infeksi
Infeksi kronis saluran kencing dan infeksi dari parasit S.
haematobium juga dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker kandung
kemih, seringnya pada karsinoma sel skuamosa. Inflamasi kronis juga
diperkirakan memainkan peran penting pada proses karsinogenesis pada
kasus ini.
Faktor resiko lain yang menyebabkan kanker kandung kemih
menurut Wein, AJ (2012):
1. Pada karsinoma urothelial kandung kemih :
a. Merokok
b. Paparan industry
c. Paparan zat kimia
d. Paparan cyclophosphamide
2. Pada karsinoma sel skuamosa kandung kemih:
a. Schistosomiasis, merupakan sebuah infeksi dari Schistosoma
haematobium
b. Batu pada saluran kemih, jika terjadi bertahun-tahun
c. Penggunaan kateter selama bertahun-tahun
d. Divertikula kandung kemih
3. Pada adenokarsinoma kandung kemih:
a. Sisa dari tindakan urachal
b. Neurogenic bladder
c. Metastasis dari malignansi primer
d. Ekstropi kandung kemih
e. Invasi tumor/kanker dari organ lain seperti kolon dan ginjal
4. Penyebab lain yang jarang terjadi: Penggunaan analgesik yang
mengandung phenacetin.
8
2.4 Manifestasi Klinis Ca Kandung Kemih
Kanker kandung kemih dapat menyebabkan beberapa gejala seperti
berikut: (National Cancer Institute 2010)
1. Terdapat darah dalam urin (urine terlihat seperti berkarat atau merah
gelap).
2. Adanya dorongan mendesak untuk mengosongkan kandung kemih.
3. Harus mengosongkan kandung kemih lebih sering dari biasanya.
4. Adanya dorongan untuk mengosongkan kandung kemih tanpa ada hasil.
5. Merasa perlu berusaha keras saat mengosongkan kandung kemih.
6. Merasa nyeri saat mengosongkan kandung kemih.
9
2.6 Pemeriksaan Penunjang Ca Kandung Kemih
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis
Pemeriksaan ini meliputi:
1) Maskroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine.
2) Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/pH, protein, dan
gula dalam urine.
3) Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder),
atau bentukan lain di dalam urine.
4) Pada analisis mikoskopik urine, ditemukannya sel – sel darah
merah secara signifikan (lebih dari 2 per lapang pandang)
menunjukkan adanya cedera pada sistem saluran kemih dan
didapatkannya leukositoria (>5/lpb) menunjukkan adanya proses
inflamasi pada saluran kemih.
b. Pemeriksaan Darah
1) Darah rutin : pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan
kadar hemoglo bin, leukosit, laju endap darah, hitung jenis
leukosit, dan hitung trombosit.
2) Faal ginjal : Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah
pemeriksaan kadar kreatinin, kadar ureum atau BUN (Blood Urea
Nitrogen), dan klirens kreatinin. Sayangnya kedua uji ini baru
menunjukkan kelainan, pada saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari
fungsinya. Pemeriksaan klirens kreatinin untuk menguji rerata laju
filtrasi glomerulus atau glomurular filtration rate (GFR).
3) Faal Hepar : Pemeriksaan faal hepar ditujukan untuk mencari
adanya metastasis suatu keganasan atau untuk melihat fungsi hepar
secara umum.
4) β - Human Chorionic Gonadotropin : β – HCG digunakan untuk
menunjukkan adanya peningkatan metastase tumor kandung kemih
(Oliver, et.al. 1989)
10
5) Cell survey antigen study : Pemeriksaan laboratorium untuk
mencari sel antigen terhadap kanker, bahan yang digunakan adalah
darah vena (Nursalam & Batticaca 2009).
a. Kultur Urine
Digunakan untuk memeriksa adanya infeksi saluran kemih.
b. Histopatologi
Pemeriksaan patologi anatomik adalah pemeriksaan histopatologis
yang diambil melalui biopsi jaringan ataupun melalui operasi. Pada
pemeriksaan ini dapat ditentukan suatu jaringan normal,
mengalami proses inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi
maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan stadium
patologik serta derajat diferensiasi suatu keganasan.
c. Sitologi
Pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama urine
(biasanya nilai negative palsu tinggi). Sample urine sebaiknya
diambil setelah pasien melakukan aktivitas (loncat-loncat atau lari
di tempat) dengan harapan lebih banyak sel urotelium yang terlepas
di urine. Derajat perubahan sel diklasifikasikan dalam lima kelas
mulai dari; normal, sel yang mengalam i peradangan, sel atipik,
disuga menjadi sel ganas, dan sel yang sudah mengalami
perubahan morfologi menjadi sel ganas.
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto Polos Abdomen (BOF. BNO. KUB)
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrining untuk pemeriksaan kelainan urologi (Purnomo 2011).
11
b. USG
Sebelum pemeriksaan, pasien dipuasakan untuk meminimalkan gas di
usus yang dapat menghalangi pemeriksaan. Pemeriksaan USG
merupakan pemeriksaan yang tidak invasive yang dapat menilai
bentuk dan kelainan dari buli (Muttaqin 2011)
c. Sitoskopi
Prosedur pemeriksaan ini merupakan inspeksi langsung uretra dan
kandung kemih dengan mengunakan alat sitiskopi (merupakan suat
alat yang mempunyai lensa optic pada ujungnya sehingga dapat
dengan leluasa melihat langsung). Sitoskopi juga memungkinkan ahli
urologi untuk mendapatkan specimen urine dari etiap ginjal guna
mengevaluasi fungsi ginjal (Muttaqin 20011).
3. Biopsy
Jika pada test pencitraan dicurigai kanker telah menyebar, biopsi
dapat digunakan untuk memastikan penyebaran kanker ke luar kandung
kemih seperti jaringan sekitar kandung kemih, kelenjar limfa, atau organ
tubuh lain (American Cancer Society 2012). Secara umum peran perawat
dalam menjalakan pengkajian diagnostik meliputi: (Muttaqin 2011)
a. Memenuhi informasi umum tentang prosedur diagnostik yang akan
dilaksankan.
b. Memberikan informasi waktu dan jadwal yang tepat kapan prosedur
diagnostic akan dilaksanakan.
c. Memberikan informasi tentang aktivitas yang diperlukan pasien
memberikan instruksi tentang perawatan pascaprosedur, pembatasan
diet, dan aktivitas.
d. Memberikan informasi tentang nutrient khusus yang diberikan setelah
diagnosis.
e. Memberikan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat
kecemasan.
12
f. Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi untuk menurunkan
ketidaknyamanan.
g. Mendorong anggota keluarga dan orang terdekat, untuk memberikan
dukungan emosi pada pasien selama tes diagnostic.
13
mengalir keluar dari tubuh , dapat menumpuk di kandung kemih, ureter,
dan ginjal. Akibatnya, limbah tubuh dan air tambahan tidak kosong dari
tubuh, berpotensi mengakibatkan rasa sakit, infeksi saluran kemih, gagal
ginjal, atau jika tidak diobati dapat menimbulkan kematian. Diversi urin
dapat bersifat sementara atau permanen, tergantung pada alasan untuk
prosedur ini.
Diversi urin sementara mengalirkan urine selama beberapa hari atau
minggu. Diversi urin sementara mengalirkan urin hingga penyebab
penyumbatan diatasi atau setelah operasi saluran kemih dilakukan. Jenis
diversi urin sementara ini termasuk nefrostomi dan kateterisasi urin.
14
d. Infeksi
Bisa terjadi akibat penatalaksanaan divers urin, dimana terdapat lubang
stoma yang rentan terhadap kuman yang dapat menyebabkan infeksi. selain itu
perawatan yang kurang tepat setelah pembedahan juga dapat beresiko
terjadinya infeksi
e. Sedangkan komplikasi lain dikaitkan dengan daerah metastase penyakit.
Penyebaran dapat terjadi secara limfogen menuju kelenjar limfe, obturator,
iliaka eksterna dan iliaka komunis serta penyebaran secara hematogen
paling sering terjadi di hepar, paru dan tulang.
15
BAB III
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Identitas pasien (data demografi)
Data demografi pasien meliputi: nama, alamat, jenis kelamin, usia,
pekerjaan, dst. Pajanan okupasional dengan zat – zat karsinogen
khususnya bahan pewarna dan pelarut yang digunakan dalam indutri
dapat menjadi faktor resiko.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling lazim didapatkan adalah adanya darah pada
urin (hematuria). Hematuria mungkin dapat dilihat dengan mata
telanjang (gross), tetapi mungkin pula hanya terlihat dengan bantuan
mikroskop (mikroskopis). Hematuria biasanya tidak menimbulkan rasa
sakit. Keluhan lainnya meliputi sering BAK dan nyeri saat BAK
(diuria).
Pasien dengan penyakit lanjut dapat hadir dengan nyeri panggul
atau tulang, edema ekstremitas bawah dari kompresi korpus iliaka, atau
nyeri panggul dari obstruksi saluran kemih. Superfisial kanker
kandung kemih jarang ditemukan selama pemeriksaan fisik. Kadang –
kadang, massa abdomen atau pelvis dapat teraba. Periksa untuk
limfadenopati.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mendiskripsikan secara kronologis tentang perjalanan penyakit
pasien mulai dari awal mula sakit sampai dibawa ke rumah sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat kesehatan seperti infeksi atau iritasi
saluran kemih atau gangguan berkemih seperti hematuria dan disuria.
e. Riwayat penyakit keluarga
Berhunbungan dengan riwayat kanker dalam keluarga seperti
kanker prostat, kanker ginjal, dan lain-lain.
16
f. Riwayat penggunaan obat-obatan
Pasien mungkin mengkonsumsi obat-obatan seperti siklofosfamid
(cytoxan) yang menjadi faktor penyebab.
g. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
Misalnya kebiasaan merokok. Panjanan lingkungan dengan zat
karsinogen seperti 2-naftilamin, senyawa nitrat.
17
b. Pemeriksaan Darah
1) Darah rutin (Purnomo 2011) : Pemeriksaan darah rutin terdiri
atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit, laju endap darah,
hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.
2) Faal ginjal (Purnomo 2011) : Beberapa uji faal ginjal yang
sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar kreatinin, kadar
ureum atau BUN (Blood Urea Nitrogen), dan klirens kreatinin.
3) Faal Hepar (Purnomo 2011) : Pemeriksaan faal hepar ditujukan
untuk mencari adanya metastasis suatu keganasan atau untuk
melihat fungsi hepar secara umum.
4) Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) : Pemeriksaan
penanda tumor antara lain adalah : PAP (Prostatic Acid
Phosphate) dan PSA (Prostat Spesific Antigen) yang berguna
untuk menegakkan diagnosis karsinoma. PSA ini dapat
digunakan sebagai deteksi awal tumor yang tidak invasif (Luo
2004).
5) Cell survey antigen study (Nursalam 2009) : Pemeriksaan
laboratorium untuk mencari sel antigen terhadap kanker, bahan
yang digunakan adalah darah vena.
6) Kultur urine : Digunakan untuk memeriksa adanya infeksi
saluran kemih.
7) Histopatologi : Pemeriksaan ini dapat menentukan suatu
jaringan normal, mengalami proses inflamasi, pertumbuhan
benigna, atau terjadi maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat
menentukan stadium patologik serta derajat diferensiasi suatu
keganasan.
8) Sitologi : Pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama
urine (biasanya nilai negative palsu tinggi). Derajat perubahan
sel diklasifikasikan dalam lima kelas mulai dari; normal, sel
yang mengalami peradangan, sel atipik, disuga menjadi sel
ganas, dan sel yang sudah mengalami perubahan morfologi
menjadi sel ganas.
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto Polos Abdomen (BOF; BNO; KUB) (Purnomo 2011) : Foto
polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrining untuk pemeriksaan kelainan urologi. h. USG (Muttaqin
2011). Sebelum pemeriksaan, pasien dipuasakan untuk
meminimalkan gas di usus yang dapat menghalangi pemeriksaan.
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang tidak invasive
yang dapat menilai bentuk dan kelainan dari buli.
18
b. Sitoskopi (Muttaqin 2011) : Prosedur pemeriksaan ini merupakan
inspeksi langsung uretra dan kandung kemih dengan menggunakan
alat sitoskopi (meruapakan suat alat yang mempunyai lensa optik
pada ujungnya sehingga dapat dengan leluasa melihat langsung).
Sitoskop juga memungkinkan ahli urologi untuk mendapatkan
spesimen urine dari setiap ginjal guna mengevaluasi fungsi ginjal.
Alat forceps dapat dimasukkan melalui sitokop untuk keperluan
biopsi pada kandunng kemih.
c. Flow Cytometri (Nursalam 2009) : Mendeteksi adanya kelaian
kromosom sel-sel urotelim.
d. Pielogram Intravena / IVP (Price dan Wilson 2005) : Prosedur
yang lazim pada IVP adalah foto polos radiografi abdomen yang
kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan media kontras
intravena. IVP dapat memastikan keberadaan posisi ginjal, serta
menilai ukuran dan bentuk ginjal. Efek berbagai pemyakit terhadap
kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengekskresi zat warna
juga dapat dinilai.
e. Arteriogram ginjal (Price dan Wilson 2005) : Tindakan
memasukkan kateter melalui arteri femoralis dan aorta abdominlis
sampai setinggi arteri renalis selanjutnya media kontas disuntikkan.
Tindakan ini untuk dapat sipakai untuk melihat pembuluh darah
pada neoplasma.
f. CT-scan (Price dan Wilson 2005) : CT-scan berperan penting
dalam penetapan stadium neoplasma menggantikan IVP dalam
kasus trauma ginjal.
3. Biopsy
Jika pada test pencitraan dicurigai kanker telah menyebar, biopsi
dapat digunakan untuk memastikan penyebaran kanker ke luar
kandung kemih seperti jaringan sekitar kandung kemih, kelenjar linfa,
atau organ tubuh lain.
19
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi
b. Intervensi Keperawatan :
1) Ajarkan cara perawatan nefrostomi tube
R/ Pasca bedah dengan nefrostomi tube yang ada, maka pasien
atau keluarga perlu diajak dala berpartisipasi agar kemandirian
meningkat.
2) Pantau proses penyembuhan luka insisi pada sekitar nefrostomi
tube
R/ mengembangkan intervensi dini terhadap kemungkinan
komplikasi
3) Anjurkan klien mengunjungai seorang yang telah mengalami
nefrostomi tube
R/ menurunkan kecemasan dan ketakutan terhadap kemapuan
beradaptasi
4) Sarankan klien untuk mencegah kontak urine dengan kulit, untuk
mencegah iritasi kulit akibat diversi urine.
R/ menurunkan resiko infeksi
5) Nilai kemampuan partisipasi klien dan keluarga.
R/ sebagai pegangan informasi.
20
2. Nyeri berhubungan dengan supresi sel saraf akibat pembesaran karsinoma
pada kandung kemih
a. Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan nyeri pasien menurun. Dengan kriteria hasil :
- Klien dapat mengenali letak nyeri
- Klien tampak lebih nyaman
b. Intervensi Keperawatan :
1) Perhatikan lokasi, intensitas, durasi nyeri dan skala nyeri
R/ menentukan keparahan nyeri dan menentukan penurunan skala
nyeri
2) Berikan rasa nyaman (perubahan posisi, kompres hangat)
R/ menurunkan ketegangan otot
3) Dorong menggunakan teknik relaksasi (nafas dalam, imaginary
atau visualisasi)
R/ meningkatkan kemapuan koping klien
4) Kolaborasi pemberian obat analgesic, kortikosteroid,
antispasmodic
R/ menurunkan nyeri dan meningkatkan relaksasi otot
21
2) Panta hasil laboratorium yang relevan
R/ mengetahui peningkatan Hb
3) Pantau BUN, elektrolit serum, kreatinin erum, pH, dan kadar
hematocrit
R/ untuk mengetahui faal ginjal
4) Observasi hematuria
R/ memantau pembekuan darah
5) Pertahankan keakuratan pencatatan asupan dan haluaran
R/ mencegah dehidrasi maupun overhidrasi
b. Intervensi Keperawatan :
1) Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan
aktivitas
R/ menjadi data dasar kepatuhan pasien
2) Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu
R/ untuk mencegah kelelahan
3) Penggunaan teknik relaksasi (misal : distraksi, visualisasi) selama
aktivitas
R/untuk mencegah cepat lelah
4) Pantau respon kardiorespiratori (misal : dyspnea, pucat, frekuensi
nafas dan denyut nadi)
R/ menjadi indikasi aktivitas untuk disudahi (istirahat dulu)
5) Pantau asupan nutrisi
R/ untuk memastikan sumber-sumber energi yang adekuat
22
6) Pantau pola tidur dan lamanya waktu tidur
R/ mengetahui pola istirahat klien
b. Intervensi Keperawatan :
1) Pertahankan intake cairan yang adekuat
R/ meningkatkan aliran urine
2) Ajarkan klien cuci tangan
R/ memberikan formasi tentang personal higine
3) Ajarkan klien tentang tanda dan gejala infeksi serta anjurkan untuk
melaporkannya
R/ memberikan informasi untuk meningkatkan kepatuhan
4) Ajarkan klien dan keluarga untuk mengalirkan kantor untuk
mencegah refluks
R/ dapat mencegah infeksi
5) Kaji jenis pembedahan, dan apakah adanya anjuran khusus dari tim
dokter bedah dalam melakukan perawatan luka
R/ mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang
diharapkan
6) Lakukan mobilisasi miring kanan-kiiri tiap 2 jam
R/ mencegah penekanan setempat yang berlanjut pada nekrosis
jaringan lunak
23
BAB IV
24
4.2 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Tn. S
Usia : 62 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta, percetakan sablon
Pendidikan terakhir : SLTP
Tanggal MRS : 18 Febuari 2014
Dx medis : Ca Buli T3 NX M0
Tanggal pengkajian : 18 Febuari 2014
3. Riwayat kesehatan
Klien mengeluh nyeri pada pelvis dan keluar darah saat
berkemih.selama 1 bulan, buang air kecil tidak lancar disertai darah
selama 10 hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit.
6. Riwayat Obat-obatan
Klien mendapatkan terapi asam trasenamat 3x500 gr, merop 3x1
gr, metamizol 3x1 gr, antrain 3x1 gr, dan dulcolax 1x
25
7. Riwayat alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat-obatan
9. Pola persepsi
Klien sering menahan kencing ketika ingin berkemih
26
2) B2 (Blood) : tidak ada nyeri dada. Sura jantung regular
3) B3 (Brain) :
Kesadaran : komposmetis
a) GCS : E = 4, V = 5, M = 6, total = 15
b) Wajah tampak pucat
c) Mata : sklera normal, konjungtiva pucat, pupil isokor
d) Persepsi sensori : normal
4) B4 (Bladder)
Terpasang kateter three way dan irigasi cairan.
Urin tidak keluar secara lancar sehingga perlu dilakukan tindakan
spooling, produksi urin 600cc/3jam, warna merah. Distensi daerah
suprapubik, nyeri tekan (+).
Balance cairan: Intake = Output 750/3jam x 8 =
600/3jam x 8 + IWL
6000 = 4800 (15 x 52)
6000 = 4800 + 780
6000 = 5580
B = +420
5) B5 (Bowel)
Klien mengalami distensi abdomen.
Tidak bisa BAB selama 4 hari, skibala (+).
Frekwensi pristaltik 3x/menit.
Nafsu makan baik, porsi habis, mendapat diet TKTP ekstra putih
telur.
BB sekarang 52 kg, TB: 168 cm
IMT=BB/(TB) 2 = 52/(1,68)2 = 18,44 kategori kurus
Diet TKTP ekstra putih telur.
27
12. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb klien normal (12,5 g/dL). Nilai normalnya 12-16 g/dL.
2) BUN klien normal (8,5 mg/dL) dengan konsentrasi BUN normal
besarnya antara 6-20 mg/dL.
3) Kreatinin klien normal (0,8 mg/dL), dengan konsentrasi kreatinin
plasma normal besarnya 0,5 – 1,3 mg/dL.
4) Albumin rendah (2,7 g/dL). Nilai normalnya 3,0-5,0 g/dL.
5) Nilai SGOT normal (17 IU/L) dan SGPT normal (23 IU/L). Nilai
normalnya untuk SGOT 5-40 IU/L dan SGPT: 0-40 IU/L.
6) CRP tinggi (55,3 mg/L). Nilai normalnya 0-55 mg/L.
7) LED tinggi (13.000 sel/mm3). Nilai normalnya 4.500-10.000
sel/mm3.
8) Natrium normal 135 mEq/L, kalium normal 3,9 mEq/L, dan
kalsium normal 101 mg/L.
9) Pemeriksaan urin: Glukosa(-) eritrosit(+) lebih dari 100/lapang
pandang, leukosit 20/lapang pandang, kristal(+).
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Cystoscopy : Pada kasus ini didapatkan adanya lesi dan masa pada
kandung kemih.
2) Biopsy : Pada biopsi didapatkan adanya penghalang, pertumbuhan
sel ganas. Jenis kanker dapat ditentukan dari sampel biopsi. Tes ini
paling sering dilakukan untuk memeriksa kanker kandung kemih
atau uretra. Normal Hasil : dinding kandung kemih halus. Kandung
kemih ukuran normal, bentuk, dan posisi.
28
4.3 Analisa Data
Data Objektif :
- Skibala (+)
- Distensi abdomen
- Peristaltic menurun, 3x/menit
29
3 Data Subjektif : Resiko Infeksi
Klien mengeluh nyeri suprapubic, BB
menurun, urin merah
Data Objektif :
- BB klien turun 5kg
- Distensi daerah suprapubic, nyeri tekan
(+)
- CRP tinggi (55,3 mg/L)
4 Data Subjektif : Hipoalbumin
Klien mengatakan cepat letih dan lemah.
Data Objektif :
- Klien tampak lelah
- Albumin rendah 2,7 g/dL
- LED tinggi 13.000 sel/mm3
30
4.5 Intervensi Keperawatan
31
2 Konstipasi berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji pola defekasi klien sebelumnya dan 1. Pola defekasi yang normal
dengan penurunan tindakan keperawatan pola diet serta intake cairan klien, dukung harus dipertahankan dengan
peristaltis usus, kegagalan selama 2x24 jam, pola tindakan perbaikan asupan serat setiap hari,
relaksasi sfingter anus defekasi klien kembali intake cairan yang adekuat
akibat penekanan ke kolon normal. 2. Dorong intake cairan harian minimal 2L 2. Intake cairan yang cukup
perhari, anjurkan minum air hangat diperlukan untuk
Dengan kriteria hasil : sebelum sarapan. mempertahankan pola
1. Defekasi minimal 3x defekasi dan konsistensi
seminggu feses yang baik, air hangat
2. Konsistensi feses dapat menstimulus evakuasi
lunak feses.
3. Skibala (-) 3. Lakukan ambulasi sering pada klien yang 3. Abulansi yang teratur akan
4. Peristaltic usus dalam mengalami hospitalisasi sesuai toleran meningkatkan tonus otot
batas normal klien. yang diperlukan untuk
defekasi
4. Ajarkan latihan fisik yang dapat 4. Kontraksi otot abdomen
meningkatkan tonus otot abdomen dapat membantu
(kecuali jika terdapat kontraindikasi) mengeluarkan feses
5. Kolaborasi pemberian laksatif 5. Laksatif dapat melunakan
konsistesi feses sehingga
mudah keluar
3 Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan 1. Pertahankan teknik aseptif dan cuci 1. Untuk menghindari infeksi
tindakan selama 2x24 tangan yang benar menyebar lebih luas
jam, komplikasi akibat 2. Berikan perawatan kateter dan peritoneal 2. Untuk meminimalkan
infeksi minimal rutin penyebaran infeksi lebih
jauh
Dengan kriteria hasil : 3. Observasi untuk melaporkan nyeri, 3. Diduga kemungkinan
1. LED, CRP dalam peningkatan suhu tubuh terus-menerus penyebaran infeksi ke
32
batas normal dan tidak dan peningkatan jumla leukosit peritoneum
terdapat leukosir pada 4. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai 4. Program antibiotika
urin indikasi profilaksis untuk
menurunkan resiko
kontaminasi peritonitis
4 Hipoalbumin Setelah dilakukan 1. Monitor keadaan umum dan TTV klien 1. Memantau terjadinya
tindakan keperawatan komplikasi
selama 2x24 jam, klien 2. Monitor kadar albumin klien 2. Penurunan albumin
mengalami peningkatan merupakan indicator adanya
kadar albumin noral. gangguan sintesis protein
3. Tingkatkan asupan protein, misalnya 3. Protein merupakan bahan
Dengan kriteria hasil : dengan diet TKTP esktra putih telur dasar pembentukan albumin
1. Albumin serum 4. Kolaborasi pemberian palsbumin infuse 4. Plasbumin infuse
normal 3.0 – 5.0 g/dL merupakan salah satu terapi
2. LED normal 4.500 – untuk meningkatkan kadar
10.000 sel/mm3 albumin
3. Klien tidak lemah 5. Berikan motivasi untuk asupa nutrisi 5. Asupan nutrisi dan cairan
yang bergizi dan masukan cairan yang yang adekuat membantu
adekuat sesuai indikasi meningkatkan kadar
albumin
33
BAB V
5.1 Simpulan
Vesica urinaria terletak tepat di belakang os pubis di dalam rongga
pelvis. Pada orang dewasa, kapasitas maksimum vesika urinaria sekitar 500
ml. Miksi merupakan refleks sederhana dan terjadi bila vesica urinaria
mengalami peregangan. Pada orang dewasa peregangan sederhana ini
dihambat oleh aktivitas cortex cerebri sampai waktu dan tempat untuk miksi
tersedia. Kanker kandung kemih mengacu pada tumor ganas dari mukosa
kandung kemih, merupakan tumor ganas yang paling sering terjadi. Faktor
resiko dari kanker kandung kemih antara lain faktor keturunan, merokok, dan
faktor lingkungan seperti paparan radiasi dan zat kimia. Secara umum,
karsinogenesis dapat terjadi melalui aktivasi proto-onkogen dan rusaknya gen
supresor tumor yang termasuk fosfatase dan tensin homolog (PTEN) dan p53.
Manifestasi yang muncul berupa nyeri saat berkemih dan adanya darah pada
urin. Tindakan pertama adalah reseksi kandung kemih transuretra atau TUR
kandung kemih.Intervensi ini berguna untuk menentukan luas infiltrate tumor.
5.2 Saran
Diharapkan melalui makalah ini pembaca mampu mengerti tentang
definisi, etilologi, patofisiologi, komplikasi serta asuhan keperawatan pada
klien dengan Kanker Kandung Kemih. Berdasarkan materi yang telah
dijelaskan dalam makalah ini, maka perawat seyogyanya mengerti dan
memahami akan medikasi. Sehingga perawat dapat mengimplementasikannya
dalam proses penanganan terhadap pasien. Maka asuhan keperawatan yang
diberikan pada pasien akan berjalan dengan baik dan maksimal.
34
DAFTAR PUSTAKA
35