Vous êtes sur la page 1sur 34

Bagian Ilmu Bedah Laporan Kasus

Kedokteran April 2018


Universitas Halu Oleo

Anterior Dislocation of Hip Joint

Disusun Oleh:
Moh. Suriyawal
K1A1 11 043

Pembimbing:
dr. Benny Murtaza, Sp.OT

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Bedah RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
Kendari
2018

1
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. R

Umur : 24 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Konawe Selatan

Tanggal masuk : 23 Februari 2018

No. Rekam Medik : 52 27 46

B. Anamnesis

Autoanamnesis 24 Februari 2018 pukul di Laika Waraka Bedah

Keluhan utama : Berjalan pincang

Anamnesis terpimpin

Pasien rujukan Rumah Sakit Konawe Selatan datang dengan keluhan berjalan

pincang sejak 1 bulan yang lalu setelah jatuh dari atap rumah.

Mekanisme trauma

Pasien sedang memperbaiki atap rumah kemudian tejatuh dari atap dengan

ketinggian sekitar 5 meter ke tanah. Pasien terjatuh dengan posisi terududuk.

Riwayat:

Riwayat pingsan (-), riwayat mual (-), muntah (-)

2
Riwayat konsumsi alkohol dan obat-obatan (-)

Riwayat pengobatan dari RS Konawe Selatan (+) dicoba reduksi tertutup

tetapi gagal.

Riwayat pengobatan non medis (+) diurut

Pemeriksaan Fisik

Primary survey :

 Airway : Tidak ada obstruksi

 Breathing : RR: 20 kali/menit, tipe torakoabdominal

 Circulation : TD: 130/80 mmHg,

Nadi: 80x/menit, reguler dan kuat angkat

 Disability : GCS: 15 (E4 M6 V5)

Pupil bulat isokor, diameter 2,5mm / 2,5 mm

Refleks cahaya langsung dan tak langsung +/+

 Enviroment : T: 37oC (Aksila)

Secondary Survey:

1. Status Generalis

Kepala Normocephal, deformitas (-)

Wajah Simetris kiri = kanan

Mata Sklera ikterus (-), konjungtiva anemis (-), edema

palpebra (-)

Telinga Otorrhea (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tarik

tragus (-), tophi (-)

3
Hidung Rinorrhea (-), deformitas (-)

Mulut Bibir kering (-), lidah kotor (-), mukosa ikterik (-),

perdarahan gusi (-), hiperemis faring/tonsil (-)

Leher Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-), massa

tumor (-).

Thorax Inspeksi : Pergerakan dinding dada spontan,

simetris kiri dengan kanan, retraksi (-),

sela iga lebar (-).

Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan

Nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru (kiri

dan kanan), batas paru hepar pada ICS

VI linea midclavicula dextra, batas paru

lambung pada ICS VIII linea axilaris

anterior sinistra

Auskultasi : Bunyi pernapasan: vesikuler (+/+)

normal. Bunyi tambahan: ronkhi -/-,

wheezing -/-

Jantung Inspeksi : IC tidak tampak

Palpasi : IC tidak teraba

Perkusi : Pekak, batas kanan normal jantung

Batas jantung kanan atas: ICS 2 linea

4
parasternal dextra.

Batas jantung kanan bawah: ICS 4 linea

parasternal dextra

Batas jantung kiri atas: ICS 2 linea

parasternal sinistra

Batas jantung kiri bawah: ICS 4 linea

midclavicularis sinistra

Auskultasi : BJ I/II murni reguler, S3 gallop (-),

murmur (-)

Abdomen Inspeksi : Datar, simetris ka=ki, ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), pembesaran

organ (-)

Perkusi : Tympani (+), pekak hepar (+)

Genitalia Tidak ada kelaian

Ekstremitas Superior : Akral dingin (-), sianosis (-).

Sinistra

2. Status Lokalis

Pelvis Inspeksi : Deformitas (+): eksorotasi dari hip joint;

swelling (+), edema (-), hematom (-), wound (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+)

Ekstremitas Inspeksi : Deformitas (+): Abduksi dan fleksi dari knee

5
Inferior joint ,kaki memanjang, swelling (-), edema (-),

Sinistra hematom (-), wound (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

ROM : Aktif pasif hip joint dan knee joint sulit dinilai

karena nyeri

NVD : CRT < 2 detik, palpasi arteri dorsalis pedis (+),

sensitivitas baik.

3. Foto Klinis

Gambar 1.Foto klinis pasien

6
C. Pemeriksaan Penunjang

 Foto Radiologi

Gambar 2. X-Ray Pelvis posisi AP ( caput femoris keluar dari

acetabulum; centon line menghilang;)

F. Resume

Tn. R 24 tahun, pasien rujukan Rumah Sakit Konawe Selatan datang

dengan keluhan kaki yang tidak sama panjang sejak 1 bulan yang lalu setelah

jatuh dari atap rumah dengan posisi terduduk.

Keadaan umum : pemeriksaan fisik status lokalis pelvis dan ekstremitas

bawah kiri didapatkan tanda dan gejala dislokasi anteriror dari hip joint

Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan X-Ray Pelvis posisi AP,

didapatkan dislokasi anteriro hip joint.

7
G. Diagnosa Kerja

1. Anterior dislocation of Hip Joint Dextra.

Diagnosis Banding:

1. Posterior dislocation of hip joint

2. Fraktur neck femur

H. Rencana Terapi

Non Farmakalogi:

1. Istirahatkan anggota gerak yang mengalami cedera

2. Konsul bedah ortopedi

Farmakologi:

1. IVFD

2. Analgesik|

3. H2R antagonis

I. Dokumentasi

Open reduction

Gambar 3.

8
Gambar 4.

Gambar 5.

X-Ray Post Open Reduction

Gambar 6

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Trauma adalah kata lain untuk cedera atau rudapaksa yang dapat

mencederai fisik maupun psikis. Trauma jaringan lunak musculoskeletal

dapat berupa vulnus (luka), memar (kontusio), regangan atau robek parsial

(sprain), putus atau robek (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah.1

Cedera pada tulang menimbulkan patah tulang (fraktur), dan dislokasi.

Fraktur juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang

sekaligus menimbulkan dislokasi sendi. Fraktur ini disebut sebagai fraktur

dislokasi. Prinsip penanganan cedera musculoskeletal adalah rekognisi

(mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan) dan

rehabilitasi. Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja

yang terjadi, baik pada jaringan lunak maupun tulangnya. Mekanisme trauma

juga mesti diketahui, apakah akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau

tak langsung.1

Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula

(reposisi). Dengan kembali ke bentuk semula diharapkan bagian yang sakit

dapat berfungsi kembali dengan maksimal. Retaining adalah tindakan

mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan

menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih

10
nyaman dan sembuh lebih cepat. Rehabilitasi berarti mengembalikan

kemampuan anggota yang sakit agar dapat berfungsi kembali.1

Dislokasi adalah keadaan terpisahnya dua permukaan sendi secara

keseluruhan. Cedera pada sendi dapat mengenai bagian permukaan tulang

yang membuat persendian dan tulang rawannya, ligamen dan kapsul sendi

rusak. Darah dapat mengumpul di dalam sampai sendi yang disebut

hemartrosis.1

Dislokasi harus ditangani segera karena penundaan tindakan dapat

menimbulkan nekrosis avaskular tulang persendian serta kekuan sendi.

Dalam fase syok lokal (antara 5-20 menit setelah kejadian) terjadi relaksasi

otot sekitar sendi dan rasa baal (hipestesia)). Karena itu reposisi dapat

dilakukan tanpa narkosis. Setelah fase syok lokal terlewati, reposisi harus

dilakukan dengan anastesi. Prinsip reposisi tertutup adalah melakukan

gerakan yang berlawanan dengan gaya trauma, kontraksi, atau tonus otot.

Reposisi tidak boleh dilakukan dengan kekerasan. Mobilisasi segera

dilakukan setelah waktu penyembuhan jaringan lunak selesai, yaitu sekitar 2-

3 minggu pascabedah.1

Dislokasi panggul traumatik hampir selalu disebabkan oleh trauma

berenergi tinggi. Mekanisme klasik untuk dislokasi posterior adalah pada

cedera dashboard, yaitu terjadi gaya yang menekan kepala femur melewati

posterior acetabular rim saat lutut yang terfleksi dan panggul terbentur

dashboard pada kecelakaan. Dislokasi anterior terjadi disebabkan oleh rotasi

eksternal dan abduksi panggul.3

11
B. Epidemiologi dan Klasifikasi

Kasus dislokasi posterior mencapai 90% dari seluruh kasus sementara

dislokasi anterior hanya sebanyak 10% kasus. cedera nervus skiatika mungkin

terjadi pada 10-20% kasus dan lebih dari setengah pasien juga mengalami

fraktur lain.3

Epstein Classification of Anterior Hip Dislocation


Type I Superior dislocations, including pubic & subspinous
Type IA No associated features
Type IB Associated fracture or impaction of the femoral head
Type IC Associated fracture of the acetabulum
Type II Inferior dislocation, including obturator and perineal
Type IIA No associated fracture
Type IIB Associated fracture or impaction of the femoral head
Type IIC Associated fracture of the acetabulum
Tabel 1. Klasifikasi Dislokasi Tulang Panggul Anterior 4

C. Anatomi

Gambar 8. Articulatio coxae

12
Ligamentum pubofemoral berbentuk segitiga. Dasar ligamentum

melekat pada ramus superior ossis pubis dan apeks melekat di bawah pada

bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamentum ini membatasi gerakan

ekstensi dan abduksi.

Gambar 9. Persendian pada panggul sudut anterior dan posterior

Dibelakang simpai diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale yang

berbentuk spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo acetabuli.

Ligamentum ini mencegah terjadinya hiperekstensi dengan cara memutar

caput femoris ke arah medial ke dalam acetubulum sewaktu diadakan ekstensi

pada articulatio coxae.

Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini

melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris dan

melalui dasarnya melalui ligamentum transversum dan pinggir inscisura

13
acetabuli. Ligamentum ini terletak pada sendi dan dibungkus membrana

sinovial.

Batas-batas articulatio coxae adalah m.iliopsoas, m. pectinus, m. rectus

femoris pada bagian anterior. M. iliopsoas dan m. pectinus memisahkan a. v.

femoralis dan sendi. M. obturatorius internus mm. gemelli dan m. quadratus

femoris pada bagian posterior yang memisahkan sendi dari n. Ischiadicus.

Batas articulatio coxae pada bagian superior adalah m. Piriformis dan m.

Gluteus minimus dan batasnya pada bagian inferior adalah tendo m.

Obturatorius eksternus.

Gambar 10. Persendian pada panggul sudut lateral

Nervus

Nervus femoralis yang bercabang ke m. Rectus femoralis, nervus

obturatorius (bagian anterior), nervus ischiadicus (nervus ke musculus

quadratus femoris), dan nervus gluteus superior.

14
Gambar 11. Nervus pada panggul

Gambar 12. Nervus pada panggul

Vaskuler

Cabang-cabang arteria circumflexia femoris medialis serta arteri untuk

caput femoris, cabang arteria obturatoria.

15
Gambar 13. Vaskularisasi pada panggul
Gerakan

1. Fleksi dilakukan oleh m. Iliopsoas, m. Rectus femoris, m. Sartorius, dan

juga mm. Adductores

2. Ekstensi dilakukan oleh m. Gluteus maksimus, dan otot-otot hamstring

3. Abduksi dilakukan oleh m. Gluteus medius dan minimus, dan dibantu

oleh m. Sartorius, m. Tensor fascia latea, dan m. Piriformis

4. Adduksi dilakukan oleh m. Adductor longus dan m. Adductor brevis serta

serabut-serabut adductor dari m. Adductor magnus. Otot-otot ini dibantu

oleh m. Pectineus dan m. Gracilis

5. Rotasi lateral

6. Rotasi medial

7. Circumduction merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan tersebut.

16
Gambar 14. Otot-otot pada panggul
D. Mekanisme Trauma

Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari

ketinggian atau trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi

penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan, leher femur menabrak

acetabulum dan terjungkir keluar, melalui robekan pada kapsul anterior. Bila

sendi panggul dalam keadaan fleksi maka akan terjadi dislokasi tipe obturator

(inferior) dan jika sendi panggul dalam posisi ekstensi akan terjadi dislokasi

tipe pubik atau iliaka (superior). Inferior anterior dislokasi berhubungan

dengan abduksi paksa, external rotasi, dan fleksi pada pinggul. Pada kasus

ini, caput femoral keluar melalui kapsul anterior dibawah ligamentum

pubofemoralis. Inferior dislokasi mudah dikenali dari gambaran radiografi

oleh posisi caput femoris diatas foramen obturator dan posisi femur abduksi

dan external fiksasi1

17
Pada dislokasi posterior, caput femur keluar ke belakang acetabulum

melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi

panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi karena

kecelekaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan

menbrak dengan keras benda yang ada di depan lutut.1

Gambar 14. Dislokasi posterior dan anterior.1


Sendi panggul dapat terdislokasi ke posterior atau anterior dengan atau

tanpa fraktur pinggir asetabulum. Dapat pula terjadi dislokasi sentral dengan

fraktur asetabulum. Asetabulum merupakan mangkuk yang agak dalam

dengan bibir dorsal dan ventral serta atap agak tinggi sehingga dapat patah

sewaktu kaput femur dikeluarkan dengan paksa.1

18
Gambar 15. Dislokasi panggul
Keterangan gambar 15:1

A. Dislokasi posterior jenis luksasi iliaka. Kedudukan tungkai fleksi,

endorotasi, adduksi, dan tungkai bawah memendek.

B. Dislokasi posterior jenis luksasi iskiadikus dengan fleksi, endorotasi dan

adduksi lebih jelas dari pada luksasi iliaka

C. Dislokasi anterior suprapubik jarang ditemukan. Kedudukan tungkai

bawah fleksi ringan, eksorotasi, abduksi, dan pemendekan tungkai yang

bersangkutan

D. Dislokasi anterior obturatoria juga jarang didapatkan. Kedudukan tungkai

bawah seperti pada luksasi suprapubik tetapi jauh lebih jelas.

E. Gambaran Klinis

Pada dislokasi anterior, kaki berada dalam posisi external rotasi,

abduksi dan sedikit fleksi. Tidak terjadi pemendekan kaki pada kasus ini.,

dikarenakan perlekatan rectus femoris mencegah pemendekan caput bergeser

19
ke atas. Jika dilihat dari samping tonjolan anterior pada caput yang

berdislokasi sangat jelas. Caput yang menonjol mudah diraba dan gerakan

pinggul tidak dapat dilakukan.

Secara khas, pasien dengan dislokasi panggul posterior traumatik,

tampak dengan pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi

panggul, adduksi dan rotasi internal. Adanya kaput femoris kadang-kadang

dapat dipalpasi pada bokong ipsilateral. Hal ini dapat diandalkan pada pasien

dengan dislokasi panggul sederhana. Adanya fraktur pada femur ipsilateral

atau pelvis dapat mengubah posisi yang ditunjukan pasien.

Pada kasus yang jelas pada pasien dengan dislokasi posterior, diagnosis

dapat ditegakkan yaitu kaki pendek, dan sendi panggul teraba dengan jelas

dalam posisi adduksi, rotasi internal dan fleksi. Namun pada fraktur tulang

panjang, keadaan klinis ini dapat terlewat.

Pada dislokasi sentral, didapatkan perdarahan dan pembengkakan di

daerah tungkai bagian proksimal tetapi posisi tetap normal, hanya sedikit di

bagian lateral. Pada perabaan, nyeri dirasakan pada daerah trokanter. Gerakan

sendi panggul sangat terbatas.

F. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologi konvensional AP dari pelvis biasanya digunakan

untuk mendiagnosis dislokasi pada panggul. Pada foto anteroposterior caput

femoris terlihat di luar mangkuknya dan diatas acetabulum, segmen atap

acetabulum mingkin caput femoris mungkin telah patah atau bergeser.

Gambaran radiologis pada dislokasi anterior hampir mirip dengan dislokasi

20
posterior pada posisi anteroposterior. Keadaan yang membedakannya adalah

letak trochanter yang lebih rendah. Pada sisi superior anterior, dislokasi

panggul pada keadaan external rotasi dan letak trochanter yang lebih rendah

sangat menonjol sedang pada dislokasi posterior femur dalam keadaan rotasi

interna dan letak trochanter yang lebih rendah tidaklah menonjol. Pada foto

anteroposterior biasanya jelas, namun tak jarang caput hampir berada di

depan posisi normalnya, dan diperjelas dengan posisi lateral. Pada dislokasi

sentral, terdapat adanya pergeseran dan caput femur menembus panggul.

G. Penatalaksanaan

Penanganan pada dislokasi caput femur adalah dengan melakukan

reposisi, sesuai dengan tipe dan derajat severitasnya.

Dislokasi Posterior

Dislokasi tipe I harus direduksi secara cepat dengan general anestesi. Pada

sebagian besar kasus dilakukam reduksi tertutup. Seorang asisten menahan

pelvis manakala ahli bedah ortopedi memfleksikan pinggul dan lutut pasien

sampai 90 derajat dan menarik paha ke atas secara vertikal. Setelah direposisi,

stabilitas sendi panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan secara

vertikal. Secara umum reduksi stabil namun perlu dipasang traksi dan

mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai setelah

nyeri reda.

Pada dislokasi tipe II, cedera yang terjadi sering diterapi dengan reduksi

terbuka dan fiksasi anatomis pada fragmen yang terkena. Terutama jika sendi

21
tidak stabil atau fragmen besar tidak tereduksi dengan reduksi tertutup,

reduksi terbuka dan fiksasi internal dipertahankan selam 6 minggu.

Dislokasi tipe III umumnya diterapi dengan reduksi tertutup, kecuali jika

ada fragmen yang terjebak dalam acetabulum, maka dilakukan tindakan

reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi dipertahankan

selama 6 minggu.

Dislokasi tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup.

Fragmen caput femoris dapat berada tepat pada tempatnya dan dapat

dibuktikan dengan foto atau ct-scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tidak

tereduksi maka dilakukan reduksi terbuka denga caput femoris yang di

dislokasikan dan fragmen diikat pada posisinya pasca operasi. Traksi

dipertahankan selama 4 minggu, dan pembebatan ditunda selama 12 minggu.

Gambar 16. Reduksi dislokasi panggul posterior. A. Allis; B. Bigelow

22
Dislokasi Anterior

Manuver yang digunakan hampir sama seperti yang digunakan mereduksi

dislokasi posterior, kecuali bahwa sewaku paha yang difleksikan ditarik ke

atas, paha harus diadduksi. Reposisi dislokasi anterior dianjurkan dengan

menggunakan metode Allis dengan metode sebagai berikut :

1. Fleksi lutut untuk mendapatkan relaksasi hamstring

2. Adduksi penuh pada panggul disertai dengan fleksi

3. Melakukan traksi longitudinal sesuai dengan aksis femur

4. Asisten menahan kaput femur dengan telapak tangan

Apabila tidak berhasil dapat dicoba dengan menggunakan metode

Bigellow terbalik. Setelah dilakukan reposisi, dilanjutkan dengan trkasi kulit

menurut cara ekstensi Buck untuk beberapa hari dan setelah itu dipasang

spika panggul selama 4-6 minggu.

Anterolateral approach sendi pinggul (Smith-Petersen)

1. Buat insisi kulit sepanjang 1/3 anterior crista iliaca dan sepanjang tepi

anterior M. tensor fasciae latae, kemudian insisi dibelokkan ke arah

23
posterior melewati insersio otot tersebut di region subtrochanterica

(biasanya 8-10 cm di bawah dasar trochanter major).

2. Insisi fasia sepanjang tepi anterior M. tensor fasciae latae. Kenali dan

lindungi nervus cutaneous femoris lateralis, yang biasanya berada di

bagian medial M. tensor fasciae latae dan lateral dari M. sartorius.

3. Insisi perlekatan otot di aspek lateral ilium sepanjang crista iliaca.

Pisahkan perlekatan otot di antara spina iliaca anterior superior dan

acetabulum labrum, lalu tampak M. tensor fasciae latae, M. gluteus

minimus, dan bagian anterior M.gluteus medius.

4. Insisi fasia kemudian dilanjutkan ke arah insersio M. tensor fasciae latae

ke ikatan iliotibial dan paparkan bagian lateral M. rectus femoris dan

bagian anterior M. vastus lateralis.

5. Mulai insisi kapsular di aspek inferior kapsul, lateral dari acetabulum

labrum; dari titik ini, perluas ke arah proksimal, paralel dengan

acetabulum labrum dan belokkan ke arah lateral.

6. Lakukan traksi longitudinal pada tungkai bawah. Ketika traksi

dipertahankan, tungkai di-endorotasi-kan dan berikan tekanan pada caput

femoris secara langsung untuk menimbulkan efek reduksi.

Setelah reduksi terbuka  skin traction di tungkai bawah. Pinggul dalam

posisi ekstensi dan ekstremitas sedikit abduksi selama 3 minggu. Beberapa

hari setelah reduksi  mulai gerakan aktif + pasif sendi pinggul Akhir

minggu ke-3  jalan menggunakan kruk penopang. Minggu ke 14-16 

24
kerja ringan. Aktivitas penuh  6-10 bulan setelah operasi. Ikuti

perkembangan pasien selama 2 tahun, rekam perkembangan ROM sendi

pinggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk mengetahui

ada tidaknya nekrosis avaskular dari caput femoris.

Dislokasi Sentral

Reduksi dislokasi sentral memerlukan traksi tulang dengan menggunakan

K-wire untuk beberapa minggu karena dislokasi sentral disertai fraktur

asetabulum

25
Bagan 1. Algoritma penanganan dislokasi panggul.4

26
H. Komplikasi

Tahap Dini:

1. Cedera nervus skiatikus

Cedera nervus skiatikus terjadi 10-14% pada kasus dislokasi

posterior selama awal trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat

digunakam sebagai verfikasi sebelum dan sesudah relokasi untuk

mendeteksi terjadinya komplikasi ini. Jika ditemukan adanya disfugsi atau

lesi pada nervus ini setelah reposisi maka pembedahan eksplorasi

dianjurkan untuk mengeluarkam dan memperbaikinya. Penyembuhan

sering membutuhkan waktu yang lama, minimal beberapa bulan dan

sementara proses tersebut, tungkai harus dihindarkan dari cedera dan

pergelangan kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai “foot

drop”.

2. Kerusakan pada kaput femur

Sewaktu terjadi dislokasi, sering terjadi kaput femur menabrak

acetabulum sehingga pecah atau patah seperti pada kasus fraktur dislokasi.

3. Kerusakan pada pembuluh darah

Pada kebiasaannya, pembuluh darah yang mengalami robekan atau

ruptur adalah arteri glutea superior. Kalau keadaan ini dicurigai maka

perlu dilakukan pemeriksaan arteriogram. Pembuluh darah yang robek

atau ruptur mungkin perlu dilakukan ligasi.

27
4. Fraktur diafisis femur

Bila terjadi bersamaan dengan dislokasi sendi panggul, fraktur ini

biasanya terlewatkan. Kecurigaan adanya dislokasi panggul, bila mana

pada fraktur femur ditemukan posisi fraktur proksimal dalam keadaan

adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan di atas dan di bawah

daerah femur. Pemeriksaan CT-Scan dapat memberikan gambaran hasil

yang lebih baik, sekaligus membantu dalam diagnose dan penatalaksanaan

fraktur pada dislokasi.

Tahap Lanjut:

1. Nekrosis avaskular

Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang-

kurangnya 10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda

menjadi beberapa jam maka kejadian meningkat menjadi 40%. Nekrosis

avaskular terlihat dalam pemeriksaan radiologi konvensional sebagai

peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak

ditemukan sekurangkurangnya selama 6 minggu, bahkan ada yang

ditemukan setelah 2 tahun dengan ditemukan adanya fragmentasi atau

sklerosis pada pemeriksaan radiologis.

2. Misositis Osifikans

Komplikasi ini jarang terjadi. Mungkin berhubungan dengan

beratnya cedera. Tetapi gerakan tidak dapat dipaksakan dan pada cedera

yang berat, masa istirahat dan pemulihan dengan pembebanan mungkin

perlu diperpanjang.

28
3. Dislokasi yang tidak dapat direduksi

Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit

dimanipulasi dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka.

Dengan kasus seperti ini, insidens kekakuan dan nekrosis avaskular

sangat meningkat, dimana penatalaksanaan adalah dengan pembedahan

rekonstruktif.

4. Osteoartritis

Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh

kerusakan kartilago saat dislokasi,adanya fragmen yang tertahan dalam

sendi, atau nekrosis iskemik pada caput femoris.

29
BAB III

DISKUSI KASUS

Berdasarkan kasus yang didapat, Tn. R, 24 tahun, dengan keluhan jalan

pincang sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit akibat jatuh dari

atap dengan posisi terduduk. Berdasarkan teori, pasien dengan dislokasi anteriror

dari hip joint datang dengan keluhan nyeri pada panggul karena spasme otot, yang

disebabkan oleh trauma berenergi tinggi.

Nyeri yang terjadi pada dislokasi anterior dari hip joint terjadi karena

adanya spasme otot pada sekitar panngul. Untuk status lokalis, didapatkan hip

joint yang eksrotasi, knee joint tampak abduksi dan fleksi, dan tungkai bawah

memanjang; pada palpasi terdapat nyeri tekan; ROM sulit dinilai karena nyeri;

serta NVD dalam batas normal. Hal ini sesuai dengan gejala dan tanda pada

Dislokasi anterior dari hip joint.

Dari hasil pemeriksaan penunjang dilakukan berupa x-ray pelvis posisi AP

dengan hasil: dislokasi anterior hip joint sinistra.

Rencana terapi pada kasus ini berupaterapi non farmakologis dan terapi

farmakologis. Terapi non farmakologis berupa istirahatkan anggota gerak yang

cedera, imobilisasi, edukasi dan konsultasi ke bedah ortopedi. Sementara terapi

farmakologis diberikan IVFD, analgesikk, H2 Reseptor Antagonis. Setelah

dikonsul ke bedah ortopedi, tindakan lanjutan pada kasus ini adalah dilakukan

reduksi tertutup namun tidak berhasil sehingga dilakukan reduksi terbuka dan

pemasangan skin traksi. Berdasarkan teori, penanganan pada kasus dislokasi

30
anterior dari hip joint adalah close reduction, baik dengan cara Allis, Bigelow,

maupun Stimson-Gravity. Pada kasus ini teknik reduksi yang dilakukan adalah

reduksi terbuka. Secara umum, reduksi stabil namun perlu dipasangkan skin traksi

selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai setelah nyeri reda.

31
BAB IV

KESIMPULAN

1. Dislokasi panggul traumatik hampir selalu disebabkan oleh trauma berenergi

tinggi. Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari

ketinggian atau trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi penderita

dalam keadaan abduksi yang dipaksakan, leher femur menabrak acetabulum

dan terjungkir keluar, melalui robekan pada kapsul anterior.

2. Gejala klinis dari dislokasi panggul traumatik, datang dengan keluhan nyeri

pada panggul akibat adanya spasme otot sekitar panggul.

3. Dari pemeriksaan fisik, ciri khas dari dislokasi anterior hip joint, kedudukan

tungkai tampak sedikit fleksi, eksorotasi, abduksi, dan tungkai bawah

memanjang.

4. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis dislokasi anteriordari

hip joint dapat dilakukan x-ray pelvis posisi AP dengan tiga tanda khas, berupa

caput femoris keluar dari acetabulum, centon line menghilang, dan lesser

trochanter menipis.

5. Penanganan dari dislokasi anterior hip joint adalah dengan Manuver yang

digunakan hampir sama seperti yang digunakan mereduksi dislokasi posterior,

kecuali bahwa sewaku paha yang difleksikan ditarik ke atas, paha harus

diadduksi. Walaupun reduksi bersifat stabil, namun perlu dipasangkan skin

traksi selama 3 minggu, dan memulai gerakan atau latihan setelah nyeri reda.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC,

2010.

2. Thompson, Jon C. Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 2nd

Edition.USA: Icon Learning System LLC. 2010.

3. Lochow, SC dan Olson SA. Hip Dislocation and Fractures of the Femoral

Head in Review of Orthopaedic Trauma. 2007.

4. Sanders, S dan Tejwani N. Traumatic Hip Dislocation; A Review. Bull NYU

Hosp. 2010.

5. Henderson, L dan Johnston, A. Posterior Hip Dislocation and Ipsilateral

Isolated Femoral Neck Fracture. Journal of Surgical Reports. 2012.

6. Keel, M J B, Bastian, J D, dan Buchler,L. Surgical Dislocation of The Hip for

a Locked Traumatic Posterior Dislocation With Associated Femoral Neck

and Acetabular Fractures. The Journal of Bone and Joint Surgery. University

of Bern. Switzerland. 2009.

7. Ohtsuru, T, et all. Atraumatic Anterior Dislocation of The Hip Joint. Tokyo

Woman Medical University. Japan.2015.

8. Kanojia, RK, Patra, SR, Gupta, S. Bilateral Asymetric Dislocation of Hip

Joint: An Unusual Mecanism of Injury . Hindawi Publishing. India.2013.

9. Jakobsen, T, et all. The Dislocating Hip Replacement-Revision with -Revision

with a Dual Mobility Cup iin 56 Consecutive Patient . The Open

Orthopaedics Journal. Denmark.2014.

33
10. Judas, F, Maximino, L, Lucas, F. Treatment o of Bilateral Recurent

Dislocation of Hip Prosthesis with Malpositioned Welll-Fixed Shell: A Case

Report. Open Open Joernal of Orthopaedic. Portugal.2013.

34

Vous aimerez peut-être aussi