Vous êtes sur la page 1sur 19

Pengertian Hubungan Internasional

Hubungan internasional adalah hubungan yang diadakan oleh suatu bangsa atau negara yang satu
dengan yang lainnya. Sedangkan menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI
( Renstra ), hubungan internasional adalah hubungan antarbangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan
oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut.

Hubungan ini di dalam Encyclopedia Americana dilihat sebagai hubungan antarnegara atau antarindividu
dari negara yang berbeda-beda, baik berupa hubungan politis, budaya, ekonomi ataupun hankam.
Konsep ini berhubungan erat dengan subjek-subjek, seperti organisasi internasional, diplomasi, hukum
internasional dan politik internasional.

Hubungan Internasional dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 disebut dengan hubungan luar
negeri. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa hubungan luar negeri adalah setiap kegiatan
yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan
daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.

Pengertian hubungan internasional juga dikemukakan oleh para ahli, antara lain:

a. Charles A. MC. Clelland

Hubungan internasional adalah studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi.

b. Warsito Sunaryo

Hubungan internasional merupakan studi tentang interaksi antara jenis kesatuan – kesatuan social
tertentu, termasuk studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. Adapun yang dimaksud
dengan kesatuan-kesatuan social tertentu, bisa diartikan sebagai negara, bangsa maupun organisasi
negara sepanjang hubungan bersifat internasional.

c. Tygve Nathiessen

Hubungan internasional merupakan bagian dari ilmu politik dan karena itu komponen-komponen
hubungan internasional meliputi politik internasional, organisasi dan administrasi internasional dan
hukum internasional.

Konsep hubungan internasional berhubungan erat dengan subjek-subjek internasional, seperti organisasi
internasional, hukum internasional, politik internasional termasuk diplomasi.

Jika dilihat dari subyeknya, hubungan internasional dapat berupa:

a. hubungan individual, yaitu hubungan antarpribadi atau perorangan (interpersonal) antara warga
negara suatu negara dengan warga negara dari negara lain. Individu-individu tersebut saling mengadakan
kontak-kontak pribadi sehingga timbul kepentingan timbal balik diantara keduanya. Misalnya: turis,
pelajar, mahasiswa.
b. hubungan antar kelompok, yaitu hubungan antara kelompok-kelompok tertentu dari suatu negara
dengan kelompok – kelompok tertentu dari negara lain. Kelompok-kelompok tersebut dapat
mengadakan hubungan secara periodik, insidental maupun permanen. Misalnya hubungan
antarlembaga sosial, antarlembaga agama, antarorganisasi sosial politik.

c. hubungan antarnegara, yaitu hubungan antarbadan publik/pemerintah/lembaga negara yang


dengan negara lainnya dalam pergaulan internasional. Dalam hubungan ini negara bertindak sebagai
institusi.

Jika dilihat dari sifatnya, hubungan internasional dapat berupa;

a. Hubungan bilateral, yaitu hubungan yang melibatkan dua negara.

b. Hubungan multilateral, yaitu hubungan yang melibatkan banyak negara

c. Hubungan regional, yaitu hubungan yang dilakukan oleh beberapa negara dalam satu kawasan
(region)

d. Hubungan internasional, yaitu hubungan yang melibatkan lebih dari dua negara dan tidak terikat
pada suatu kawasan.

2. Asas-asas hubungan internasional

Dalam hubungan internasional, dikenal beberapa asas yang didasarkan pada daerah dan ruang lingkup
berlakunya ketentuan hukum bagi daerah dan warga negara masing-masing.

Ada tiga asas dalam hubungan internasional yang saling mempengaruhi, yaitu:

a. Asas Teritorial

Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara melaksanakan
hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi terhadap semua barang atau
orang yang berada di luar wilayah tersebut berlaku hukum asing ( internasional sepenuhnya)

b. Asas Kebangsaan

Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara terhadap warga negaranya. Menurut asas ini, setiap warga
negara dimanapun ia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya.Asas ini mempunyai
kekuatan extraterritorial, artinya hukum dari negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya,
walaupun di negara asing.

c. Asas Kepentingan Umum

Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam
kehidupan masyarakat. Dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan
peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi hukum tidak tidak terikat pada batas-
batas wilayah suatu negara.
3. Pentingnya hubungan internasional bagi Suatu Negara

Hubungan Internasioal menjadi penting bagi suatu negara, karena di masa sekarang diyakini bahwa tidak
ada negara yang dapat berdiri sendiri. Dengan adanya hubungan internasional, pencapaian tujuan
negara akan lebih mudah dilakukan dan perdamaian dunia lebih mudah diciptakan.

Dengan demikian tak satu bangsa pun di dunia ini dapat membebaskan diri dari keterlibatan dengan
bangsa dan negara lain. Bagi suatu negara hubungan dan kerjasama internasional sangat penting.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja (1982), hubungan dan kerja sama tersebut timbul karena adanya
kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan alam dan perkembangan industri yang
tidak merata di dunia.

Jadi, ada saling ketergantungan dan membutuhkan antarbangsa. Ketergantungan terjadi dipelbagai
bidang kehidupan baik perdagangan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial maupun olah
raga. Disamping itu, hubungan dan kerja sama internasional juga penting untuk :

a. memelihara dan menciptakan hidup berdampingan secara damai dan adil dengan bangsa lain;

b. mencegah dan menyelesaikan konflik, perselisihan, permusuhan atau persengketaan yang


mengancam perdamaian dunia sebagai akibat adanya kepentingan nasional yang berbeda di antara
bangsa dan negara di dunia;

c. mengembangkan cara penyelesaian masalah secara damai melalui perundingan dan diplomasi yang
lazim ditempuh negara-negara beradab, cinta damai dan berpegang kepada nilai-nilai etik dalam
pergaulan antarbangsa;

d. membangun solidaritas dan sikap saling menghormati antarbangsa;

e. membantu bangsa lain yang terancam keberadaannya sebagai akibat pelanggaran atas hak-hak
kemerdekaan yang dimiliki;

f. berpartisipasi dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,


perdamaian abadi, dan keadilan social;

g. menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, kelangsungan keberadaan dan kehadirannya
ditengah bangsa-bangsa lain.

Beberapa faktor yang ikut menentukan dalam proses hubungan internasioanal, baik secara bilateral
maupun multilateral antara lain adalah kekuatan nasional, jumlah penduduk, sumber daya dan letak
geografis.

Suatu negara dapat mengadakan hubungan internasional manakala kemerdekaan nya telah diakui oleh
negara lain, baik secara de facto, maupun de jure. Perlunya kerjasama dalam bentuk hubungan
internasional antara lain karena faktor-faktor berikut:
a. Faktor internal, yaitu adanya kekhawatiran terancam kelangsungan hidupnya baik melaui kudeta
maupun intervensi dari negara lain.

b. Faktor eksternal, yaitu ketentuan hukum alam yang tidak dapat dipungkiri bahwa suatu negara
tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan negara lain. Ketergantungan tersebut
terutama dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi, politik, hukum sosial budaya dan pertahanan
keamanan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pendorong hubungan internasional
adalah sebagai berikut.

a. Faktor kodrat manusia sebagai makhluk social yang harus mengadakan kerjasama dengan sesama.

b. Faktor wilayah yang saling berjauhan akan mengakibatkan timbulnya kerja sama regional dan
internasional

c. Faktor pertumbuhan bangsa dan negara itu sendiri.

d. Faktor kepentingan nasional yang tidak selamanya dapat dipenuhi di dalam negeri sendiri.

e. Faktor tanggung jawab sebagai warga dunia untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tertib serta
damai.

Disamping itu hubungan kerjasama antar negara di dunia diperlukan guna memenuhi kebutuhan hidup
dan eksistensi keberadaan suatu negara dalam tata pergaulan internasional, disamping demi terciptanya
perdamaian dan kesejahteraan hidup yang merupakan dambaan setiap manusia dan negara di dunia.

Kerjasama antarbangsa di dunia didasari atas sikap saling menghormati dan saling menguntungkan.
Kerja sama internasional antara lain bertujuan untuk :

a. Memacu pertumbuhan ekonomi seiap negara.

b. Menciptakan saling pengertian antarbangsa dalam membina dan menegakkan perdamaian dunia.

c. Menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya.

4. Sarana-sarana Hubungan Internasional

a. Pengertian Diplomasi

Kata diplomasi berasal dari bahasa yunani dan Latin, yaitu diploma, yang artinya piagam atau surat
perjanjian. Dalam perkembangannya, diplomasi diartikan kegiatan yang menyangkut hubungan
antarnegara atau hubungan resmi suatu negara dengan negara lain. Segala hal ihwal yang berkenaan
dengan diplomasi disebut dengan diplomatic, sedangkan petugas-petugas yang melaksanakantugas
diplomatic atau kegiatan disebut diplomat.

Seorang diplomat mempunyai tiga fungsi dalam mewakilim negaranya, yaitu:


i. Sebagai lambang; maksudnya diplomat merupakan lambang
prestisen nasional di luar negeri, sedangkan di lain pihak proses penerimaan diplomat di negara
penerima merupakan ujian penghargaan negara penerima terhadap negara pengirim, misalnya dalam
upacara resmi dan upacara kebesaran lainnya.

ii. Sebagai wakil yuridis yang sah menurut hukum dalam hubungan
internasional; maksudnya diplomat mebuat dan menandatangani perjanjian yang mengikat menurut
hukum, mengumumkan pernyataan, dan mempunyai wewenang untuk meratifikasi dokumen yang telah
disahkan oleh negara pengirim

iii. Sebagai perwakilan politik; maksudnya seorang diplomat


meneruskan semua keinginan negara pengirim sesuai dengan garis yang telah digariskan.

Seorang diplomat mengemban tugas penting dan sangat menentukan bagai Negara yang diwakilinya.
Menurut Sir H. Nicolson dalam bukunya Diplomacy, seorang diplomat harus memenuhi persyaratan
tertentu, yaitu:

a) Kejujuran ( aruthulness)

b) Ketelitian (precision)

c) Ketenangan (calm)

d) Temperamen yang baik(good temperate)

e) Kesabaran dan kesederhanaan (patience and medesty)

f) Kesetiaan (loyalty)

2. Pengertian Perjanjian Internasional

Secara umum perjanjian internasional dapat diartikan sebagai suatu persetujuan yang dinyatakan secara
formal antara dua atau lebih negara mengenai penetapan, penentuan, atau syarat timbal balik tentang
hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Dalam perjanjian internasional, pihak-pihak dinyatakan secara sukarela dan didasarkan pada persamaan
kedudukan, serta kepentingan bersama, baik di masa damai maupun perang. Pada umumnya perjanjian
ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian karena adanya adagium “Pacta Sunt Servanda”
(persetujuan antarnegara harus ditaati.

Pengertian perjanjian internasional juga dikemukakan oleh beberapa tokoh atau ahli, antara lain:

a. Oppenheimer - Lauterpacht

Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di
antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
b. G. Schwarzenberger

Perjanian internasional sebagai suatu persetujuan antara obyek-obyek hukum internasional yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral
maupun multilateral. Subyek-subyek hukum dalam hal ini selain lembaga-lembaga internasional juga
negara-negara.

c. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M.

Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan
bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, yang termasuk perjanjian internasional antara lain:

1) Perjanjian anta Negara-negara;

2) Perjanjian antara Negara dengan organisasi internasional, misalnya antara Negara Amerika dengan
PBB mengenai status hukum tempat kedudukan tetap PBB di New York;

3) Perjanjian aantara organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya;

d. Konferensi Wina 1969

Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih, yang bertujuan
untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu. Tegasnya perjanjian internasional mengatur perjanjian
antar negara saja selaku subyek hukum internasional

e. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000

Perjanjian internasional yaitu perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum
internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.

3. Penggolongan Perjanjian Internasional

a. Penggolongan Menurut Subyeknya

1) Perjanjian antarnegara, misalnya antara negara Indonesia dengan negara Malaysia

2) Perjanjian antarnegara dengan subyek hukum internasional lainnya, misalnya antara negara
Indonesia dengan ASEAN

3) Perjanjian antara sesame subyek hukum internasional lain selain negara, misalnya antara ASEAN
dengan MEE

b. Penggolongan Menurut Isinya

Perjanjian internasional dapat mencakup berbagai bidang sebagai berikut.


1) Politis, misalnya pakta pertahanan, pakta perdamaian;

2) Ekonomi, misalnya bantuan ekonomi, bantuan keuangan dan perjanjian perdagangan

3) Hukum, misalnya perjanjian ekstradisi;

4) Batas wilayah, misalnya batas ZEE, landas kontinen;

5) Kesehata, misalnya karantina dan Sars

c. Penggolongan Menurut Fungsinya

1) Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties) yaitu suatu perjanjian yang meletakkan
kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Perjanjian ini bersifat
multilateral dan terbuka bagi pihak ketiga. Contoh: Konvensi Wina Tahun 1958 tentang hubungan
diplomatik

2) Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan
kewajiban bagi pihk-pihak yang mengadakan perjanjian saja. Biasanya bersifat bilateral. Contoh:
Perjanjian republik Indonesia dengan RRC mengenai dwikewarganegaraan

d. Penggolongan Menurut Jumlah Pihak Pihak yang Mengadakan Perjanjian

1) Perjanjian Bilateral, yaitu perjanjian yang dilakukan oleh dua negara

2) Perjanjian Multilateral, yaitu perjanjian yang dilakukan oleh lebih dua negara/ banyak negara.

e. Penggolongan Menurut Bentuknya

1) Perjanjian antar kepala negara (head of state form)

2) Perjanjian antar pemerintah (intergovernmental form)

3) Perjanjian antar menteri (interdepartemental form)

f. Penggolongan Menurut Proses/ Tahapan Pembentukannya

1) Perjanjian yang bersifat penting yang dibuat melalui tiga tahap,yaitu proses perundingan,
penandatanganan. dan ratifikasi.

2) Perjanjian yang bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan
penandatanganan.Biasanya digunakan kata persetujuan atau agreement.

4. Tahap-tahap (Proses) Pembuatan Perjanjian Internasional

Proses pembuatan perjanjian internasional biasanya diatur oleh konstitusi/ undang-undang dasar atau
hukum kebiasaan masing-masing negara. Oleh karena itu dengan sendirinya tidak ada keseragaman
antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Berdasarkan praktek dari berbagai negara terdapat
dua macam proses pembuatan perjanjian internasional, yaitu

a. Proses yang melaui dua tahap

1) Perundingan (negotiation)

2) Penandatanganan (signature)

b. Proses yang melalui tiga tahap

1) Perundingan (negotiation)

2) Penandatanganan (signature)

3) Pengesahan (ratification)

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 pasal 6, pembuatan perjanjian
internasional dilaksanakan melalui tahap-tahap :

a. Penjajakan

b. Perundingan

c. Perumusan naskah

d. Penerimaan

e. Penandatanganan

Dalam Konvensi Wina tahun 1969, tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan bahwa dalam
pembuatan perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melakukan
tahap-tahap:

a. Perundingan (negotiation)

Perundingan merupakan tahap awal proses pembuatan perjanjian internasional, yang dimaksudkan
untuk mencapai suatu kesepakatan antara pihak-pihak melalui wakil-wakilnya yang ditunjuk untuk
m,engadakan perundingan.

Menurut tatacara yang berlaku yang dapat mewakili perundingan adalah kepala negara, menteri luar
negeri atau wakil diplomatiknya. Dapat juga diwakili orang lain yang mendapat surat kuasa penuh (full
power). Perundingan ini dapat dilakukan dalam acara resmi maupun tidak resmi. Cara ini sering disebut
dengan istilah “corridor talk” atau “lobbying” misalnya secara informal di waktu-waktu istirahat saling
bertukar pikiran, saling mempengaruhi dan lain-lain.

b. Penandatanganan (Signature)
Bagi traktat yang harus diratifikasi( melalui tiga tahap), penandatanganan hanya memberikan arti bahwa
utusan-utusan telah menyetujui teks dan bersedia menerima, serta akan meneruskannya kepada
pemerintah yang berhak menolak atau menerima traktat itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa
penandatanganan ini masih bersifat sementara dan masih harus disahkan oleh badan yang berwenang di
negaranya.

Namun bagi perjanjian yang melalui dua tahap, setelah penandatanganan dilakukan, perjanjian itu telah
berlaku sehingga memiliki kekuatan mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian.

Untuk perjanjian yang bersifat multilateral, penandatangan teks perjanjian sudah dianggap sah jika 2/3
suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali ditentukan lain.

c. Pengesahan (ratification)

Perkataan ratifikasi berasal dari bahasa latin ratificare (pengesahan), sedangkan dalam bahasa Inggris
sama dengan confirmation ( penegasan /pengesahan). Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969 ratifikasi
adakah perbuatan negara yang dalam taraf internasional menetapkan persetujuannya untuk terikat pada
suatu perjanjian internasional yang sudah ditandatangani perutusannya. Pelaksanaannya tergantung
pada hukum nasional negara yang bersangkutan. Undang-Undang No 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
internasional membedakan pengertian antara ratifikasi dan pengesahan. Pengesahan adalah perbuatan
hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi(ratification),
aksesi(accession), penerimaan(acceptance), dan penyetujuan(approval). Jadi menurut UU ini, ratifikasi
merupakan bagian dari pengesahan. Pemerintah Indonesia akan mengesahkan suatu perjanjian
internasional sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut. Ratifikasi mempunyai dua
arti pokok, yaitu:

1) Persetujuan secara formal terhadap perjanjian yang melahirkan kewajiban-kewajiban internasional


setelah ditandatangani.

2) Persetujuan terhadap rencana perjanjian itu agar supaya menjadi suatu perjanjian yang berlaku
bagi masing-masing negara peserta.

Tujuan ratifikasi adalah memberikan kesempatan kepada negara-negara guna mengadakan peninjauan
serta pengamatan yang seksama apakah negaranya dapat diikat oleh perjanjian tersebut.

Adapun dasar pembenaran adanya ratifikasi antara lain:

1) Bahwa negara berhak meninjau kembali hasil perundingan perutusannya sebelum menerima
kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian internasional yang bersangkutan.

2) Negara tersebut mungkin memerlukan penyesuaian hukum nasionalnya terhadap ketentuan-


ketentuan yang diperjanjikan.
Namun demikian hukum internasional tidak mewajibkan negara yang perutusannya telah
menandatangani hasil perundingan, baik menurut hukum maupun moral untuk meratifikasi perjanjian
tersebut. Tidak adanya kewajiban tersebut karena setiap negara adalah berdaulat.

Dalam pelaksanaannya, ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi 3 sistem, yaitu;

1) Sistem ratifikasi yang semata-mata dilakukan oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh
raja-raja absolute dan pemerintahan otoriter.

2) Sistem ratifikasi yang semata-mata dilakukan oleh badan legislative. Cara ini jarang digunakan.

3) Sistem campuran yang dilakukan oleh badan eksekutif dan legislative (Pemerintah dan DPR). Sistem
ini paling banyak digunakan karena peranan legislative dan eksekutif sama-sama menentukan dalam
proses ratifikasi suatu perjanjian internasional.

Berikut ini beberapa contoh yang dapat dikemukakan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

1) Persetujuan Indonesia dengan Belanda mengenai penyerahan Irian Barat (sekarang Irian Jaya).
Karena pentingnya materi yang diatur dalam agreement tersebut maka dianggap sama dengan treaty.
Sebagai konsekuensinya, presiden memerlukan persetujuan DPR dalam bentuk pernyataan pendapat.

2) Persetujuan Indonesia dengan Australia mengenai garis batas wilayah antara Indonesia dengan
Papua New Guinea yang ditandatangani di Jakarta 12 Februari 1973 dalam bentuk agreement. Namun
karena pentingnya materi yang diatur dalam agreement tersebut maka pemgesahannya memerlukan
persetujuan DPR dan dituangkan dalam bentuk undang-undang

3) Persetujua garis batas landas kontinen antara Indonesia dengan Singapura tentang selat Singapura,
25 Mei 1973. Sebenarnya materi persetujuan ini cukup penting, namun dalam pengesahannya tidak
meminta persetujuan DPR melainkan dituangkan dalam bentuk keputusan presiden.

5. Berlakunya Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional mulai berlaku pada saat peristiwa berikut :

a. Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara-negara
perunding.

b. Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah perjanjian diikat
dan dinyatakan oleh semua negara perunding.

c. Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku,
maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan
lain.

d. Ketentuan-ketentuan yang mengatur pengesahan teks, pernyataan persetujuan,suatu negara untuk


diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan
masalah-masalah lain yang timbul sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks
perjanjian itu.

6. Pembatalan Perjanjian Internasional

Berdasrkan Konvensi Wina 1969 karena berbagai alasan suatu perjanjian dapat batal, antara lain :

a. Negara peserta atau wakil kuasa penuh melanggar ketentuan hukum nasionalnya

b. Adanya unsur kesalahan (error) pada saat perjanjian itu dibuat.

c. Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain pada waktu
pembentukan perjanjian.

d. Adanya unsur penyalahgunaan/kecurangan(corruption) melalui kelicikan atau penyuapan.

e. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta.

f. Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.

7. Berakhirnya Perjanjian Internasional

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional mengatakan
bahwa suatu perjanjian berakhir apabila:

1) Telah tercapainya tujuan perjanjian.

2) Masa berlakunya perjanjian internasional sudah habis.

3) Salah satu pihak peserta perjanjian internasional menghilang, atau punahnya obyek perjanjian
internasional.

4) Adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri perjanjian.

5) Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu

6) Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian sudah terpenuhi.

7) Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima pihak lain.

Berdasarkan pasal 18 UU No 24 Tahun 2000, perjanjian internasional berakhir apabila:

a. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian;

b. Tujuan perjanjian tersebut telah selesai

c. Terdapat perubahan yang mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;

d. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar perjanjian internasional;


e. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;

f. Muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;

g. Obyek perjanjian hilang;

h. Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.

8. Fungsi Perwakilan Diplomatik

Perwakilan diplomatik adalah lembaga kenegaraan di luar negeri yang bertugas dalam membina
hubungan politik dengan negara lain. Tugas dan wewenang ini dilakukan oleh perangkat korps
diplomatik, yaitu duta besar, kuasa usaha dan atase-atase. Ketentuan mengenai perwakilan diplomatik
diatur dalam UUD 1945, pasal 13 sebagai berikut :

a. Presiden mengangkat duta dan konsul.

b. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

c. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.

Kekuasaan Presiden untuk mengangkat dan menerima duta dari negara lain ada dalam kedudukannya
sebagai Kepala Negara. Sedangkan prosedur maupun teknis pelaksanaannya, diatur oleh Menteri Luar
Negeri.

Untuk lebih jelasnya mengenai perwakilan diplomatik akan diuraikan sebagai berikut :

1. Perwakilan Diplomatik

Pada masa sekarang ini hampir setiap negara memiliki perwakilan diplomatik di negara-negara lain
karena perwakilan ini merupakan jalan atau cara yang paling baik dalam mengadakan pembicaraan atau
perundingan mengenai permasalahan nasional masing-masing negara, baik masalah politik,
perdagangan, ekonomi, kebudayaan maupun bidang-bidang lain yang menyangkut masalah masyarakat
internasional.

Menurut Sir H.. Nicolson, penetapan tingkat kepala perwakilan diplomatic suatu negara ditentukan oleh
beberapa pertimbangan, seperti:

a. Penting tidaknya kedudukan negara pengutus dan penerima perwakilan itu.

b. Erat tidaknya hubungan antara negara yang mengadakan perhubungan

c. Besar kecilnya kepentingan antara negara yang saling berhubungan.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembukaan atau pertukaran perwakilan diplomatik adalah
sebagai berikut:
a. Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak yang akan mengadakan pembukaan atau
pertukaran diplomatik. Kesepakatan tersebut berdasarkan Pasal 2 Konvensi Wina 1961, dituangkan
dalam bentuk persetujuan bersama (joint agreement) dan komunikasi bersama (joint declaration)

b. Prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku, yaitu setiap negara dapat melakukan hubungan
atau pertukaran perwakilan diplomatik berdasarkan prinsip-prinsip hubungan yang berlaku dan prinsip
timbal balik (resiprositas).

Alur pengangkatan perwakilan diplomatic dapat digambarkan melalui bagan berikut:

a. Tugas dan Fungsi Perwakilan Doplomatik

1) Tugas Pokok Perwakilan Diplomatik, meliputi :

(a) Menyelenggarakan hubungan dengan negara lain atau hubungan kepala negara dengan pemerintah
asing (membawa surat resmi negaranya).

(b) Mengadakan perundingan masalah-masalah yang dihadapi kedua negara itu dan berusaha untuk
menyelesaikannya.

(c) Mengurus kepentingan negara serta warga negaranya di negara lain.

(d) Apabila dianggap perlu, dapat bertindak sebagai tempat pencatatan sipil, pemberian paspor, dan
sebagainya.

Tugas perwakilan diplomatik, menurut Wirjono Projodikoro, SH dalam bukunya Asas-asas Hukum Publik
Internasional mencakup hal-hal berikut:

a. Representasi, artinya seorang wakil diplomatik tidak hanya bertindak di dalam kesempatan
ceremonial saja, ia juga dapat melakukan protes atau mengadakan penyelidikan atau pertanyaan dengan
negara penerima. Ia mewakili kepentingan politik pemerintah negaranya

b. Negosiasi, merupakan bentuk hubungan antarnegara berupa perundingan atau pembicaraan, baik
dengan negara tempat ia diakreditasi maupun dengan negara-negara lainnya. Perundingan atau
pembicaraan merupakan satu tugas diplomatik dalam mewakili negaranya. Dalam perundingan, seorang
diplomatik harus mengemukakan sikap negaranya kepada negara penerima menyangkut kepentingan
dari kedua negara. Selain itu menyangkut juga sikap yang diambil oleh negaranya mengenai
perkembangan internasional

c. Observasi, dimaksudkan untuk menelaah dengan sangat teliti setiap kejadian atau peristiwa yang
terjadi di negara penerima yang mungkin dapat mempengauhi kepentingan negaranya. Selanjutnya, jika
dianggap penting maka pejabat diplomatik mengirimkan laporan kepada pemerintahnya.

d. Proteksi, yaitu melindungi pribadi, harta benda dan kepentingan warga negaranya yang berada di
luar negeri.
e. Relationship, yaitu untuk meningkatkan hubungan persahabatan, mengembangkan hubungan
ekonomi, kebudayaan serta ilmu pengetahuan di antara negara pengirim dan negara penerima.

2) Fungsi Perwakilan Diplomatik Berdasarkan Konggres Wina 1961

Dalam keputusan Kongres Wina 1961 disebutkan bahwa fungsi perwakilan diplomatik mencakup hal-hal
berikut.

(a) Mewakili negara pengirim di negara penerima

(b) Melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima di dalam batas –
batas yang diperkenankan oleh hukum internasional

(c) Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima

(d) Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima, sesuai dengan
undang-undang dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.

(e) Memelihara hubungan persahabatan antara kedua negara.

3) Peranan Perwakilan Diplomatik

Dalam arti luas, diplomasi meliputi seluruh kegiatan politik luar negeri yang berperan sebagai berikut :

(a) Menentukan tujuan dengan menggunakan semua daya dan tenaga dalam mencapai tujuan
tersebut.

(b) Menyesuaikan kepentingan bangsa lain dengan kepentingan nasional sesuai dengan tenaga dan
daya yang ada.

(c) Menentukan apakah tujuan nasional sejalan atau berbeda dengan kepentingan negara lain.

(d) Menggunakan sarana dan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Pada umumnya dalam
menjalankan tugas diplomasi antar bangsa, setiap negara menggunakan sarana diplomasi ajakan,
konferensi, dan menunjukkan kekuatan militer dan ekonomi.

4) Tujuan Diadakannya Perwakilan Diplomatik

Tujuan diadakan perwakilan di negara lain adalah sebagai berikut:

(a) Memelihara kepentingan negaranya di negara penerima, sehingga jika terjadi sesuatu utusan
perwakilan tersebut dapat mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikannya.

(b) Melindungi warga negara sendiri yang bertempat tinggal di negara penerima

(c) Menerima pengaduan-pengaduan untuk diteruskan kepada negara penerima.

5) Perangkat Perwakilan Diplomatik


Menurut ketetapan Konggres Wina 1815 dan Konggres Aux La Chapella 1818 (konggres Achen),
pelaksanaan peranan perwakilan diplomatik guna membina hubungan dengan negara lain dilakukan oleh
perangkat-perangkat berikut.

a. Duta Besar Berkuasa Penuh (ambassador), adalah tingkat tertinggi dalam perwakilan diplomatik yang
mempunyai kekuasaan penuh dan luar biasa. Ambassador ditempatkan pada negara yang banyak
menjalin hubungan timbale balik.

b. Duta (gerzant), adalah wakil diplomatik yang pangkatnya lebih rendah dari duta besar, Dalam
menyelesaikn segala persoalan kedua negara dia harus berkonsultasi dengan pemerintah negaranya.

c. Menteri Residen, seorang menteri residen dianggap bukan wakil pribadi kepala negara. Dia hanya
mengurus urusan negara dan pada dasarnya tidak berhak mengadakan pertemuan dengan kepala negara
dimana dia berugas.

d. Kuasa Usaha (charge d’Affair). Dia tidak ditempatkan oleh kepala negara kepada kepala negara tetapi
ditempatkan oleh menteri luar negeri kepada menteri luar negeri.

e. Atase-atase, adalah pejabat pembantu dari duta besar berkuasa penuh. Atase terdiri atas dua bagian,
yaitu:

1.) Atase Pertahanan

Atase ini dijabat oleh seorang perwira militer yang diperbantukan departemen Luar negeri dan
ditempatkan di kedutaan besar negara bersangkutan, serta diberi kedudukan sebagai seorang diplomat.
Tugasnya adalah memberikan nasehat di bidang militer dan pertahanan keamanan kepada duta besar
berkuasa penuh.

2.) Atase Teknis

Atase ini dijabat oleh seorang pegawai negeri sipil tertentu yang tidak berasal dari lingkungan
Departemen Luar Negeri dan ditempatkan di salah satu kedutaan besar untuk membantu duta besar. Dia
berkuasa penuh dalam melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan tugas pokok dari departemennya
sendiri. Misalnya Atase Perdagangan, Perindustrian, Pendidikan Kebudayaan.

6) Kekebalan dan keistimewaan perwakilan diplomatic.

Istilah yang sering digunakan berkenaan dengan asas kekebalan dan keistimewaan diplomatic adalah
“exteritoriallity” atau “extra teritoriallity”. Istilah ini mencerminkan bahwa para diplomat hampir dalam
segala hal harus diperlakukan sebagaimana mereka berada di luar wilayah negara penerima. Para
diplomat beserta stafnya tidak tunduk pada kekuasaan peradilan pidana dan sipil dari negara penerima.

Menurut Konvensi Wina 1961, para perwakilan diplomatic diberikan kekebalan dan keistimewaan,
dengan maksud :

(a) Menjamin pelaksanaan tugas negara perwakilan diplomatic sebagai wakil negara.
(b) Menjamin pelaksanaan fungsi perwakilan diplomatik secara efisien.

Kekebalan perwakilan diplomatik atau inviolability (tidak dapat diganggu gugat), yaitu kekebalan
terhadap alat-alat kekuasaan negara penerima dan kekebalan dari segala gangguan yang merugikan para
pejabat diplomatik. Kekebalan diplomatik (immunity), antara lain mencakup :

(a) Pribadi pejabat diplomatik, yaitu mencakup kekebalan terhadap alat kekuasaan negara penerima,
hak mendapat perlindungan terhadap gangguan dari serangan atas kebebasan dan kehormatannya, dan
kekebalan dari kewajiban menjadi saksi.

(b) Kantor perwakilan (rumah kediaman), yaitu mencakup kekebalan gedung kedutaan, halaman, rumah
kediaman yang ditandai dengan lambing bendera. Daerah itu sering disebut daerah ekstrateritorial
(dianggap negara dari yang mewakilinya). Bila penjahat atau pencari suaka politik yang masuk ke dalam
kedutaan, maka ia dapat diserahkan atas permintaan pemerintah sebab para diplomat tidak memiliki
hak asylum. Hak asylum adalah hak untuk memberi kesempatan kepada suatu negara dalam
memberikan perlindungan kepada warga negara asing yang melarikan diri.

(c) Korespondesi diplomatik, yaitu kekebalan yang mencakup surat menyurat, arsip, dokumen termasuk
kantor diplomatik dan sebagainya (semua kebal dari pemeriksaan isinya).

Sedangkan keistimewaan perwakilan diplomatik dilaksanakan atas dasar timbal balik sebagaibana diatur
di dalam Konvensi Wina 1961 dan 1963. Keistimewaan tersebut mencakup :

(a) Pembebasan dari membayar pajak yaitu antara lain pajak penghasilan, kekayaan, kendaraan
bermotor, radio, televise, bumi dan bangunan, rumah tangga, dan sebagainya.

(b) Pembebasan dari kwajiban pabean yaitu antara lain bea masuk, bea keluar, bea cukai terhadap
barang-barang keperluan dinas, misi perwakilan, barang keperluan sendiri, keperluan rumah tangga, dan
sebagainya.

7) Berakhirnya Perwakilan Diplomatik

Perwakilan diplomatik dapat berakhir karena hal-hal berikut:

(a) Negara pengirim berinisiatif memanggil kembali (recall) pejabat perwakilan diplomatiknya.Dalam
hal ini pejabat perwakilan diplomatik itu meminta ijin kepada negara penerima dan menyerahkan surat
pemanggilan (letter de rappel) Negara penerima menjawab surat panggilan itu dengan menerbitkan
surat kepercayaan .

(b) Negara penerima meminta agar pejabat perwakilan diplomatik meninggalkan negaranya karena
pejabat tersebut dinyatakan sebagai persona nongrata ( orang yang tidak disukai) Peristiwa ini dalam
dunia diplomatik disebut mengembalikan paspor. Menurut kebiasaan, seorang pejabat perwakilan
diplomatiknya menyimpan paspornya pada departemen luar negeri negara penerima. Apabila pejabat
perwakilan diplomatik tersebut meminta kembali paspornya, berarti ia meninggalkan negara penerima.

(c) Tujuan perwakilan diplomatik sudah selesai.


2. Perwakilan Konsuler

Pembukaan hubungan konsuler terjadi dengan persetujuan timbal balik, baik secara sendiri maupun
tercakup dalam persetujuan pembukaan hubungan diplomatic. Walaupun demikian, pemutusan
hubungan diplomatic tidak otomatis berakibat pada putusnya hubungan konsuler.

a. Fungsi Perwakilan konsuler.

Adapun fungsi perwakilan konsuler secara rinci disebut dalam pasal 5 Konvensi Wina mengenai
hubungan Konsuler dan Optimal Protokol tahun 1963 yaitu :

1) melindungi, di dalam negara penerima, kepentingan-kepentingan negara pengirim dan warga


negaranya, individu-individu, dan badan-badan hokum, di dalam batas-batas yang diijinkan oleh hukum
internasional;

2) memajukan pembangunan hubungan dagang,ekonomi,kebudayaan dan ilmiah antar kedua negara;

3) mengeluarkan paspor dan dokumen perjalanan kepada warga negara-negara pengirim, dan visa
atau dokumen-dokumen yang pantas untuk orang yang ingin pergi ke negara pengirim;

4) bertindak sebagai notaries dan panitera sipil dan di dalam kapasitas dari macam yang sama, serta
melakukan fungsi-fungsi tertentu yang bersifat administrasi, dengan syarat tidak bertentangan dengan
hokum dan peraturan dari negara penerima.

Kantor-kantor konsulat tempat bekerjanya korps perwakilan konsuler dapat berupa :

1) Kantor Konsulat jenderal (consulate general),

2) Konsul Konsulat (consulate),

3) Kantor Wakil Konsulat (vice consulate), dan

4) Kantor Perwakilan Konsuler (consuler agency).

Sedangkan golongan kepala-kepala kantor konsuler terdiri atas :

1) Konsul Jenderal. Konsul Jenderal mengepalai kantor Konsulat Jenderal yang dapat membawahi
beberapa konsuler.

2) Konsul. Konsul mengepalai kantor konsulat yang membawahi satu daerah kekonsulan.

1) Dapat saja seorang konsul diperbantukan kepada konsul jenderal atau konsul.

2) Konsul Muda. Konsul Muda mengepalai kantor wakil konsulat yang ada di dalam satu daerah
kekonsulan. Dapat saja seorang konsul muda diperbantukan kepada konsul jenderal atau konsul.
3) Agen Konsul. Agen konsul diangkat oleh Konsul Jenderal atau oleh Konsul dan ditugaskan
menangani beberapa hal tertentu yang berhubungan dengan kekonsulan, biasanya ditempatkan di kota-
kota yang termasuk kekonsulan.

b. Tugas-tugas yang berhubungan dengan kekonsulan.

Hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas kekonsulan antara lain mencakup :

1) Bidang ekonomi, yaitu menciptakan tata ekonomi dunia baru dengan menggalakkan ekspor
komoditas non migas, promosi perdagangan, mengawasi pelayanan pelaksanaan perjanjian perdagangan
dan lain-lain.

2) Bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, seperti tukar menukar pelajar, mahasiswa dan lain-lain.

3) Bidang-bidang lain seperti :

a. Memberikan paspor dan dokumentasi perjalanan kepada warga pengirim dan visa atau dokumen
kepada orang yang ingin mengunjungi daerah pengirim;

b. Bertindak sebagai notaries dan pencatat sipil serta menyelenggarakan fungsi administrasi lainnya;

c. Bertindak sebagai subjek hukum dalam praktek dan prosedur pengadilan atau badan lain di negara
penerima.

Perbedaan diplomatik dan konsuler secara umum dapat dilihat dalam tabel berikut:

No

Korps Diplomatik

Korps Konsuler

Memelihara kepentingan negaranya dengan melakukan hubungan dengan pejabat-pejabat pusat

Berhak mengadakan hubungan yang bersifat politik

Satu negara hanya mempunyai satu perwakilan diplomatik saja dalam satu negara penerima

Mempunyai hak ekstrateritorial (tidak tunduk pada pelaksana kekuasaan peradialan)


Beerkedudukan di ibukota negara

Memelihara kepentingan negaranya dengan melaksanakan hubungan dengan pejabat-pejabat tingakat


daerah (setempat)

Berhak menagadakan hubungan yang bersifat non politik

Satu negara dapat mempunyai lebih dari satu perwakilan konsuler

Tidak mempunyai hak ekstrateritorial (tunduk pada pelaksanan kekuasaan peradilan)

Berkedudukan di kota-kota tertentu

Vous aimerez peut-être aussi