Vous êtes sur la page 1sur 38

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

A. DEFINISI

Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
“diarroi” yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja
yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).

Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat
menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare
yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat
(Yayasan Spiritia, 2011)

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie,
2010).

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu
hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat
tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada
anak dan orang tua (USAID, 2009)

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi


lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi
air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500
juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak
yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan
diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon
(colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare
akut dan kronis (Wong, 2009).

1
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates
definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja,
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja
mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare
adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)
(Sinthamurniwaty, 2006).

Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih
dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.
Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama
kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang,
2004).

Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar
yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali,
sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali
(Simatupang, 2004)

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang
dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal,
dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi
menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan
diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan mengenai
diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau
200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih

2
dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah
(Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)

Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada
bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang
volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut
diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.

B. KLASIFIKASI

1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :


a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari
normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya
sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak
terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.

4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.


5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.

3
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai
dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-
lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih
dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas
sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata
berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin
yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya
pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah,
hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-
ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum
dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler
sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

4
C. ETIOLOGI
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut:
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)

a. Infeksi :

1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,


Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
Sparidium)
b) Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
c) Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
b. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Alergi: alergi makanan
d. Keracunan :
1) Keracunan bahan-bahan kimia
2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a) Jazad renik, Algae
b) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas

5
D. EPIDEMIOLOGI

1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare


Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar
dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat juga
lebih besar.
b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh
Kuman , karena botol susah dibersihkan
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam
pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau
tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada
saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
e . Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak,
f . Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan
bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi
pada manusia.
2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan
lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v
cholerae
b Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.

6
c. Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang berlangsung
lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome ) pada anak
imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen dan mungkin
juga berlangsung lama,
e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )

3. Faktor lingkungan dan perilaku :


Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan
berinteraksi bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula.
Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)

E. PATOFISIOLOGI

Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang
tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid,
1999 citSinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir
usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.

7
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan


menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-
80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional
transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya
yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri
dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas
serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar
menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.

Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu


dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan
akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu
sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain
akan mengalami gangguan.

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare,
misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah
empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang
keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan
sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam
kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada
permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan
dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga

8
juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah:
gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga.
dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger
Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan yang
cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa
usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus
kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih
dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat.
Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan local
mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme
berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang kemudian
dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang
kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon
prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung
sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif
o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan
antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus
merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.

3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).


Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari
pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat
arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik
intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi
hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi
enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna
mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri
dalam usus besar memecah laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya
menjadi gugusan asam organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang

9
terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan
air dalam lumen kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam
pengertian yang lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase,
isomaltase dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus.
Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel
mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya
tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.

10
Pathway

11
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering
2. Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau


demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.
Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi
nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis
metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal
dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien

12
mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena
kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul
anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus
ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan
pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena
dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena
tanpa alkali.

3. Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:


Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng,
suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna
tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak
dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah
diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih
dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang muntah,
terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai
menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik
dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung
tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit

13
berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan
masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada
keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan
tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar
menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya
mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥
3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
4. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI,
2001cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam basa
Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan asam basa
disebabkan oleh:
1) Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi
cairan.
2) Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
3) Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.

4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena anoreksia atau
muntah.
Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
1) Pengeluaran usus yang berlebihan
a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea)karena,
gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
b) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh berkurangnya
kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus maupun
kerusakan mukosa usus.
c) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan dalam
lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya substansi reduksi
dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota)
2) Masukan cairan yang kurang karena :
a) Anoreksia

14
b) Muntah
c) Pembatasan makan (minuman)
d) Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
b. Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran berlebihan)
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:
1) Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala penyakit) atau
dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena ketidaktahuan. Muntah
juga merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya masukan makanan.
2) Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro
maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak yang
kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga kadang-
kadang akan terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air maupun yang larut
dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
a) Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktase.
b) Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
(1) Fermentasi karbohidrat
(2) Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan
kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan
berkurangnya permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi karbohidrat, lemak
dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak akan dapat memperbaiki
aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan walaupun diarenya sendiri
bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen hanya akan mencapai 76% dan
absorpsi lemak hanya 50%.

3) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi endokrin,
pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak
peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta aldosteron,

15
hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi peningkatan
jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat memberi peningkatan
kebutuhan energy dari penderita dan akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit
intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan tinja.
4) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan diare
karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare
mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
c. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus keadaan ini
dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut
adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat menimbulkan
peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya.
Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan
keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi usus. Bakteri
tumbuh lampau akan memberi kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu
sehingga terjadi peningkatan asam empedu yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa
usus lebih lanjut. Keadaan tersebut dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme
ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun
perubaban ekologi isi usus.

G. KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia
lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak
sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses
potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et
al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada
ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila

16
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni
12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C.
jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C.
jejunibeberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan
memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana
infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.Artritis pasca
infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter,
Shigella, Salmonella, atau Yersinia sppMenurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan
SPM Kesehatan Anak RSUD Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
1.Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
2.Syok
3. Kejang
4.Sepsis
5. Gagal Ginjal Akut
6. Ileus Paralitik
7. Malnutrisi
8. Gangguan tumbuh kembang

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG LAINNYA


Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik.
Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan
pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam
keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti
Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat
antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.

17
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau
imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan
untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu
juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses
malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore,
lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet
rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan
pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa
intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau
diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses
normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic
yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat) yang
bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon
kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang
terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas
diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah
biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu
diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E
Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan
modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat
dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein losing
enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan
karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang
larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak
pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.

18
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin
sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat
penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa
seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary
thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid
syndrome).
9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan
NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab
lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4
dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.

Pemeriksaan Penunjang Lain


1. Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat dijelaskan
atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang mungkin
menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c) Osteoporosis idiopatik
yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada usus
halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus mikroskopik,
melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu ayng
terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam memeriksa
keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6 jam
pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus melewati
ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2
liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.

5. Imaging

19
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika
diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi
pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat membantu
dalam mengevaluasi Chron’s disease, Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi
dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam
mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan aspirasi
duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien AIDS, Cryptosporidium,
Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT Abdpminal dapat menolong dalam
mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.
6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
1) The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus
halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah kurang
dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal
insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2) Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat,
dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen Breath
Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien
dengan defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan
insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan Breath hydrogen.

b. Test Menilai Fungsi pancreas


1) Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk pembelahan
B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada insufisiensi pancreas berat
kan menurunkan absorbsi B12. Label yang digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan
isotop yang berbeda. CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi
pancreas CO tidak diabsorbsi.
2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK intravena atau
sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat. Cairan pancreas
diaspirasi melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau enzim pancreas spesifik.
Tidak adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah distimulasi
menunjukkan insufisiensi pancreas.
c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri

20
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum proksimal
kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian ddiaspirasi. Terdapatnya
>105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.

I. PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
(Kementrian Kesehatan RI, 2011)

1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi.
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan
lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan
botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI
Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan
lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-
zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada
bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora
normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu
formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi
buruk.

21
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan
dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang
baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih.
Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua
makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila
mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-
buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut
dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda
yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat
makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai
risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak

22
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang
atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak
terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah
imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

23
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain
adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai
penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut,
penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu
perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan
menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat
penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus
disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan
sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat
pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau
dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian
rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah
yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat
menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat
berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus
dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang
tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

J. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi

24
diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan
diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati
diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:

1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit
yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus.

Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :


a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur > 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang

Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat

25
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.

26
ORALIT

2. Berikan obat Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003).
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap
diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari

Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Cara pemberian tablet zinc:

Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada
anak diare.

27
3. Pemberian ASI / Makanan :

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum
susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.

4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare
dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.

Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak,
bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat
fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba,
giardia).

5. Pemberian Nasehat

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
c. Diare lebih sering
d. Muntah berulang
e. Sangat haus
f. Makan/minum sedikit
g. Timbul demam
h. Tinja berdarah
i. Tidak membaik dalam 3 hari.

28
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
b. Mengatasi diare tanpa dehidrasi
c. Meneruskan terapi diare di rumah
d. Memberikan terapi awal bila anak diare lagi

Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :


1) Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit,
makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus diberikan
hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur

Umur Ddiberikan Setiap Bab Yang Disediakan

< 12 bulan 50-100 ml 400 ml / hari (2 bungkus)

1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml / hari (3-4 bungkus)

> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)

Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml / hari

Cara memberikan oralit :


Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih sedikit (sesendok teh
tiap 1-2 menit)
Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain
atau kembali ke petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.
2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
Teruskan pemberian ASI

29
Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan susu yang
dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-
kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.
- Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
- Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan
setiap hari selama 2 minggu.
- Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak mengalami :
bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan minum sedikit, demam, tinja
berdarah

b Rencana Pengobatan B

Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3 jam


pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan dilapangan,
berikan oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :

Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa

Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml

Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan
pengobatan :
Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan
makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c.Rencana Pengobatan C

Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB cairan
RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa tidak boleh
diberikan).

30
Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB

< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian

> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam kemudian

Rehidrasi parenteral :

RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi


D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B, C untuk
melanjutkan pengobatan.
2. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein, opium),
adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10
menit sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl

31
ASKEP TEORI
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

32
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak
haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2
dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang
ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban / sungai
/ kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ?
b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman
terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan,
alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan
berlebihan, efek samping obat, jumlah cairan yang masuk selama diare, makan /
minum di warung ?
c. Pola eleminasi
a. Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
b. Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
d. Pola aktifitas dan latihan : travelling
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan

33
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola persepsi diri dan konsep diri
k. Pola seksual dan reproduksi

DIARE

34
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional (
keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek samping
obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi,
iritas, parasit)

2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi


3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan
kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi
8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap
diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

35
INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki
defisit
b.Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
c. Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
e. Kolaborasi :
Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum
luas untuk menghambat endotoksin.
2 Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put

36
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria :
Nafsu makan meningkat
BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
a. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak
dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
b. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
c.Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
d. Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
e. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3. Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan
suhu tubuh
Kriteria hasil :
· suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
· Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
a. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
b. Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
c. Kolaborasi pemberian antipirektik

37
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4. Diagnosa 4 : Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan
dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
Kriteria hasil :
Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
a.Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
b. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces
c. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan irirtasi .
5 Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu
beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
a.Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
b.Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
c.Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
d.Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
e.Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

38

Vous aimerez peut-être aussi