Vous êtes sur la page 1sur 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengertian sehat dapat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental
dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan
melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan
dan pekerjaannya (perry, potter. 2005: 5).
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat
tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan
kesehatan atau penyakit. Oleh karena iu, perhatian utama dibidang kesehatan lebih
ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta
pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat
faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik/
anorganik, logam berat, debu), biologik (virus,
bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,
pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi.
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi


sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan
pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat
mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan
tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang
terganggu kesehatannya.
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas, beban,
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (Undang-undang kesehatan tahun
1992).
Adanya undang-undang kesehatan kerja di setiap negara mempunyai
dampak yang begitu besar untuk kondisi kesehatan di tempat kerja. Tujuan dari
hukum ini adalah untuk menciptakan kondisi kerja yang lebih aman dan lebih
sehat bagi para pekerja (suddarth. 2002: 27).
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada
upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health
of all at work). Sebenarnya hal ini merupakan keuntungan bagi pemilik lapangan
pekerjaan atau para pengusaha untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman
karena hasilnya adalah pengurangan biaya yang berhubungan dengan absennya
pekerja, perawatan pekerja di rumah sakit dan kecacatan (suddarth. 2002: 27).
Menurut Suma’mur (1976), Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu
kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik,
mental maupun sosial dengan usaha preventif terhadap penyakit/ gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta
terhadap penyakit umum.
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari
sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil
budaya dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta
benda atau kerugian terhadap proses (DepKes RI, no. 3, 1998).
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan
semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan
pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi
beban, bukan kebutuhan. Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero),
Djoko Sungkono menyatakan bahwa Data angka kecelakaan kerja tahun 2011 lalu
mencapai, 99.491 kasus. Jumlah tersebut kian meningkat dibanding tahun
sebelumnya. Pada tahun 2007 terjadi sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008
sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010
sebanyak 98.711 kasus. Untuk pada 2011 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414
kasus kecelakaan kerja per hari.
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1
juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat
hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan
dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana
diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap
tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada
upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health
of all at work).
Sebagai suatu usaha dalam pencegahan kecelakaan kerja di bidang
keperawatan dikembangkan suatu spesialisasi perawatan yang disebut dengan
perawatan kesehatan kerja (occupational health nursing).
Perawat okupasional dapat bekerja di unit tunggal dalam lingkungan
industri, menjadi konsultan paruh waktu atau dengan waktu yang terbatas, atau
menjadi anggota dari tim indisiplener yang terdiri dari pekerja kesehatan yang
bervariasi seperti perawat, dokter, fisiolog pelatih, pendidik kesehatan, konsulen,
ahli gizi, ahli teknik keselamatan, dan hygine industri (suddarth. 2002: 27).
Perawat kesehatan okupasional mempunyai fungsi dalam beberapa cara
yang dapat memberikan perawatan langsung pada pekerja yang sakit, melakukan
program pendidikan kesehatan untuk anggota staf perusahaan, aau menyususn
program kesehatan yang ditujukan untuk mengembangkan perilaku kesehatan
tertentu, seperti makan dengan benar dan olah raga yang cukup, serta bagaimana
menggunakan alat-alat perlindungan dan pentingnya penggunaan alat-alat tersebut
bagi keselamatan kerja, serta hygine pada setiap pekerja (suddarth. 2002: 27).
Maka dari itu, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang peraturan
pemerintah yang menyangkut kesehatan kerja dan memahami legalsasi yang
berhubungan, serta semua hal yang bersangkutan tentang kesehatan kerja,
keselamatan kerja serta kecelakaan kerja (K3) (Suddarth. 2002: 27).
Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang semua yang
berhubungan dengan K3 disertai dengan contoh asuhan keperawatan kesehatan
kerja. Diharapkan dengan makalah ini nantinya dapat dijadikan acuan bagi
mahasiswa keperawatan lain untuk dapat membantu meningkatkan kesehatan
kerja dengan menerapkan asuhan keperawatan kesehatan kerja yang komprehensif
dan kompeten.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja pada di
komunitas pekerja di ruangan sector A7 di perusahaan rokok PT. NOJORONO di
kabupaten kudus jawa tengah?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian kesehatan kerja dan keselamatan kerja
2. Menjelaskan tentang prinsip dasar kesehatan kerja
3. Menjelaskan tentang Factor resiko di tempat kerja
4. Menjelaskan tentang ruang lingkup kesehatan kerja
5. Menjelaskan tentang tujuan keselamatan kerja
6. Menjelaskan tentang dasar hokum kesehatan dan keselamatan kerja
7. Menjelaskan tentang kecelakaan kerja
8. Menjelaskan tentang penyakit akibat kerja
9. Menjelaskan tentang ergonomi
10. Menjelaskan tentang alat pelindung kerja (PEE)
11. Menjelaskan tentang tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja
12. Menjelaskan tentang fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan
kesehatan kerja
13. Menjelaskan tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
14. Menjelaskan tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit pada penyakit akibat kerja
15. Menjelaskan tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan keselamatan
kerja
16. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja
di komunitas pekerja di ruangan sector A7 di perusahaan rokok PT.
NOJORONO di kabupaten kudus jawa tengah.
1.4 Manfaat
1. Untuk Mengetahui tentang pengertian kesehatan kerja dan keselamatan
kerja
2. Untuk Mengetahui tentang prinsip dasar kesehatan kerja
3. Untuk Mengetahui tentang Factor resiko di tempat kerja
4. Untuk Mengetahui tentang ruang lingkup kesehatan kerja
5. Untuk Mengetahui tentang tujuan keselamatan kerja
6. Untuk Mengetahui tentang dasar hokum kesehatan dan keselamatan kerja
7. Untuk Mengetahui tentang kecelakaan kerja
8. Untuk Mengetahui tentang penyakit akibat kerja
9. Untuk Mengetahui tentang ergonomi
10. Untuk Mengetahui tentang alat pelindung kerja (PEE)
11. Untuk Mengetahui tentang tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja
12. Untuk Mengetahui tentang fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan
dan kesehatan kerja
13. Untuk Mengetahui tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
14. Untuk Mengetahui tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit pada penyakit akibat kerja
15. Untuk Mengetahui tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan
keselamatan kerja
16. Untuk Mengetahui tentang asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan
kerja di komunitas pekerja di ruangan sector A7 di perusahaan rokok PT.
NOJORONO di kabupaten kudus jawa tengah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja


Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat
pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik,
atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap
penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.

Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :


1. Sasarannya adalah manusia
2. Bersifat medis.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,


pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi distribusi baik barang
maupun jasa (dermawan, deden. 2012: 189).

Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :


1. Sasarannya adalah lingkungan kerja
2. Bersifat teknik.
2.2 Prinsip Dasar Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerjaadalah upaya penyesuaian antara kapasitas, beban,
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU kesehatan tahun 1992).
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi
permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakanpengendalian.
Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi aspek kesehatan dari
pekerjaitu sendiri (effendi, ferry. 2009: 233).
2.3 Faktor Resiko Di Tempat Kerja
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi
bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja,
penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian
yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi
bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko”
tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan
dengan baik.

Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat


dipengaruhi oleh (effendi, Ferry. 2009: 233):
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu
diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang
terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan
atau penyakit akibat kerja.
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas
kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan
pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus
pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat
dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.
3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik,
kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi
lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll)
dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan
tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan
atau penyakit akibat kerja.
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal (effendi,
Ferry. 2009: 233).
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat
pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat kerja dan
lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata kerja, perilaku
kerja, serta faktor lainnya (effendi, Ferry. 2009: 233).

2.4 Ruang lingkup kesehatan kerja


Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis, dalam hal
cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan untuk (effendi,
Ferry. 2009: 233):

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja


disemua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun
kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungannya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
2.5 Tujuan keselamatan kerja
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakuakn
pekerjaan atau kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktivitas
nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
2.6 Dasar Hukum
Dasar hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja adalah Undang-
undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 86 (dermawan,
deden. 2012: 190):
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)


dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.7 Kecelakaan kerja


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud
dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan
yang terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak terduga, oleh karena
dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesenjangan, lebih-lebih dalam
bentuk perencanaan (dermawan, deden. 2012: 189).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program
yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan
(preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam
lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila
terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi
biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja. Namun, patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti
pentingnya K3 dan bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan.

2.7.1 Penyebab kecelakaan kerja


Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah penyebab
dasar (basic causes) dan penyebab langsung (immediate causes)
1. Penyebab dasar
a. Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan
fisik, mental, dan psikologis, kurang atau lemahnya pengetahuan dan
keterampilan (keahlian), stress, dan motivasi yang tidak cukup atau
salah.
b. Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan
kemampuan kepemimpinan dan/ atau pengawasan, rekayasa
(engineering), pembelian atau pengadaan barang, perawatan
(maintenance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-barang atau bahan-
bahan, standart-standart kerja, serta berbagai penyalahgunaan yang
terjadi di lingkungan kerja.
2. Penyebab langsung
a. Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standart/ unsafe condition),
yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan
pengaman, pelindung atau rintangan yang tidak memadai atau tidak
memenuhi syarat, bahan dan peralatan yang rusak, terlalu sesak atau
sempit, sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai, bahaya-
bahaya kebakaran dan ledakan, kerapian atau tata letak (houskeeping)
yang buruk, lingkungan berbahaya atau beracun (gas, debu, asap, uap,
dan lainnya), bising, paparan radiasi, serta ventilasi dan penerangan
yang kurang (B, sugeng. 2003)
b. Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standart/ unsafe act), yaitu
tingkah laku, tindak tanduk atau perbuatan yang dapat menyebabkan
kecelakaan misalnya mengoperasikan alat tanpa wewenang, gagal
untuk memberi peringatan dan pengamanan, bekerja dengan kecepatan
yang salah, menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi,
memindahkan alat-alat keselamatan, menggunakan alat yang rusak,
menggunakan alat dengan cara yang salah, serta kegagalan memakai
alat pelindung atau keselamatan diri secara benar (B, sugeng. 2003).
2.7.2 Kerugian yang disebabkan kecelakaan akibat kerja
Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:

1. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian mesin,


pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja.
2. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah
kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi.
3. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan mengeluh
& menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja akan bersedih.
4. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati, kecelakaan
juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh bahkan cacat.
5. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa orang
& berakibat kematian.

Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang


dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya
langsung & biaya tersembunyi.
Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama kecelakaan,
pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak
mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya
atas kerusakan bahan-bahan. Sedangkan biaya tersembunyi meliputi segala
sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan
terjadi.

2.7.3 Pencegahan kecelakaan akibat kerja


Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi,
perwatan & pemeliharaan, pengwasan, pengujian, & cara kerja peralatan
industri, tugas-tugas pengusaha & buruh, latihan, supervisi medis, PPPK,
& pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak
resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat
keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek
keselamatan & hygiene umum, atau alat-alat perlindungan diri.
3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan
perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan yang
berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat
perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas & debu,
atau penelaahan tentang bahan-bahan & desain paling tepat untuk
tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis
& patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, & keadaan-keadaan
fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
2.8 Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat
kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease (dermawan,
deden. 2012: 193).
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI nomor: PER-01/MEN/1981
tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja bahwa yang dimaksud dengan
penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekrjaan
atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit akibat kerja adalah dipengaruhi oleh
populasi pekerja, disebabkan oleh penyebab yang spesifik, ditentukan oleh
pemajanan ditempat kerja, ada atau tidaknya kompensasi. Contohnya adalah
keracunan timbel (Pb), abestosis, dan silikosis (B, sugeng. 2003).
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan
pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (international Labour Organization) di
Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut penyakit akibat kerja sebagai
berikut :
1. Penyakit akibat kerja-occupational disease
Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi
yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan work related disease
Adalah penyakit yangt mempunyai bebrapa agen penyebab, dimana
dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang
mempunyai etiologi kompleks.
3. Penyakit yang mengenai populasi kerja-disease of fecting working
populations
Adalah penyakit agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat
oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
2.8.1 Jenis penyakit akibat kerja
WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (dermawan,
deden. 2012: 193):

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya


Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
karsinoma bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.

Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Nomor: PER-


01/MEN/1981 dicantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan pada keputusan
Presiden RI Nomor 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja
memuat jenis penyakit yang sama dengan tambahan penyakit yang disebabkan
bahan kimia lainnya termasuk bahan obat. Jenis-jenis penyakit akibat kerja
tersebut adalah sebagai berikut:
 Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan
parut (silikosis, antrakosiliksis, asbestosis) dan silikotuberkulosisyang
silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
 Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras.
 Penykit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) atau byssinosis
yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, hnep (serat yang diperoleh dari
batang tanaman cnnabis sativa), dan sisal (serat yang diperoleh dari
tumbuhan agave sisalana, biasanya dibuat tali).
 Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
 Alveolitis alergica yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik.
 Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya yang
beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau persenyawaannya yang
beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya yang
beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannya yang
beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannya yang
beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh arsenik (As) atau persenyawaannya yang
beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh merkurium/ raksa (Hg) atau
persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh timbel (Pb) atau persenyawaannya yang
beracun.
 Penyakit yang disebabkan flourin (F) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
 Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang bercun.
 Penyakit yang disebabkan oleh benzema atau homolognya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
 Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol, atau keton.
 Penyakit yang disebabkan olehgas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti CO, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya
yang beracun, amoniak, seng, braso, dan nikel.
 Kelainan pendengarayang disebabkan oleh kebisingan.
 Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot,
urat, tulang persendian dan pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
 Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan
tinggi.
 Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang
mengIon.
 Penyakit kulit atau dermatosis yang disebabkan oleh fisik, kimiawi atau
biologis.
 Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh Ter, Pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk dan residu dari zat-
zat tersebut.
 Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
 Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan resiko kontaminsai khusus.
 Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas radiasi, atau
kelembapan udara yang tinggi.
 Penyakit yang disebabkan oleh bahan lainnya termasuk bahan obat.
Menurut (dermawan, deden. 2012: 197-199) penyakit akibat
kerja/penyakit akibat hubungan kerja:
1. Penyakit Saluran Pernapasan
Penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun
kronis.
a. Akut misalnya :
Asma akibat kerja sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut
atau karena virus.
b. Kronis, misalnya :
 Asbestosis
 Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
 Edema paru akut : dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti
nitrogen oksida.
2. Penyakit Kulit
a. Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam
kehidupan, kadang sembuh sendiri.
b. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit
yang berhubungan dengan pekerjaan.
c. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang
merupakan penyeba, membuat peka atau karena faktor lain.
3. Kerusakan Pendengaran
a. Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukkan akibat pajanan
kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
b. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang
dengan gangguan pendengaran.
c. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya
pendengaran.
4. Gejala pada Punggung dan Sendi
a. Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan panyakit pada
punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan.
b. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
c. Atritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang tidak
wajar.
5. Kanker
a. Adanya presentase yag signifikan menunjukkan kasus kanker yang
disebabkan oleh pajanan di tempat kerja.
b. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari
laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi.
c. Pada kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun
sebelum diagnosis.
6. Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau karbon monoksida da bahan kimia lain di tempat
kerja.
7. Penyakit Liver
a. Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus
atau sirosis karena alkohol.
b. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
8. Masalah Neuropsikitarik
a. Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering
diabaikan.
b. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol
atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena
penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri.
c. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres
yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Lebih dari 100 bahan kimia (a.l solven) dapat menyebabkan depresi
Susunan Syaraf Pusat.
e. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl
ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
f. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
9. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
a. Alergi
b. Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan
c. Sick building syndrome
d. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal : parfum derivate
petroleum, rokok.
2.8.2 Faktor penyebab penyakit akibat kerja
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada
bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja,
sehingga tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan :


1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang
sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,
maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap,
gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus, jamur
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan/ddesain tempat
kerja dan cara kerja/beban kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stres psikis,
monotomi kerja, tuntutan pekerjaan dan lain-lain.
2.9 Ergonomi
2.9.1 Pengertian Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi
diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human
(factor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono,
Sugeng, 2003).
2.9.2 Ruang lingkup ergonomi
Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih,
Yuliani, 2002):

1. Pembebanan kerja fisik


Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40%
kemampuan maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk
mengukur kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang
diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum
bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang
dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali
mengangkat atau mengangkut.
2. Sikap tubuh dalam bekerja
Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap
ergonomik. Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak
mungkin dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-
kecilnya. Untuk membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering
diperlukan pula tempat duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan
ukuran anthropometri pekerja.
 Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :
a. Berdiri
b. Tinggi badan berdiri
c. Tinggi bahu
d. Tinggi siku
e. Tinggi pinggul
f. Depa
g. Panjang lengan
h. Duduk
i. Tinggi duduk
j. Panjang lengan atas
k. Panjang lengan bawah dan tangan
l. Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung
m. Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak
 Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria :
a. Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b. Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang
digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.
c. Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja
10-20 cm lebih rendah dari siku.
d. Mengangkat dan mengangkut
Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan
mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus
ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang
digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari
manusia sebagai “alat utama” untuk mengangkat dan mengangkut.
3. Sistem manusia–mesin
Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan
kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal
dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang
digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang
diperhatikan, misalnya :
a. adanya informasi yang komunikatif
b. tombol dan alat pengendali baik
c. perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk
pekerjaannya.
4. Kebutuhan kalori
Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan.
Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang diperlukan.
Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda dari pekerja
wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian kalori
pada pekerja.
a. Pekerja Pria
 Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari
 Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari
 Pekerjaan berat : 3000 kal/hari
b. Pekerja Wanita
 Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari
 Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari
 Pekerjaan berat : 2600 kal/hari
5. Pengorganisasian kerja
Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat,
pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan
dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam.
Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga diperhatikan
waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama
antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang
berulang (repetitive).
6. Lingkungan kerja
Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor
lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang
berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C.
7. Olahraga dan kesegaran jasmani
Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum bekerja/tes
kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi karyawan.
8. Musik dan dekorasi
Musik dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan
mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan pengaturan
warna dapat memberikan kesan jarak, kejiwaan dan suhu. Misalnya :
 biru ; jarak jauh dan sejuk
 hijau ; menyegarkan
 merah ; dekat, hangat, merangsang
 orange ; sangat dekat, merangsang.
9. Kelelahan
Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan
lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan
diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan
kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.

2.10 Alat pelindung diri (PEE)


Persyaratan umum penyediaan alat pelindung diri (personal protective
equipment–PPE) tercantum dalam personal protective equipment at work
regulation 1992. Dalam menyediakan perlindungan terhadap bahaya, prioritas
pertama seorang majikan adalah melindungi pekerjanya secara keseluruhan
daripada individu (Ridley. 2006: 142). Ada prinsip umum yang harus diikuti :

 PPE yang efektif harus :


a) Sesuai dengan bahaya yang dihadapi
b) Terbuat dari material yang akan tahan dengan bahaya tersebut
c) Cocok bagi orang yang akan menggunakannya
d) Tidak mengganggu kerja operator yang bekerja
e) Memiliki konstruksi yang sangat kuat
f) Tidak mengganggu PPE lain yang sedang dipakai secara bersamaan
g) Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya.
 Operator-operator yang menggunakan PPE harus memperoleh :
a) Informasi tentang bahaya yang dihadapi
b) Instruksi tentang tindakan pencegahan yang perlu diambil
c) Pelatihan tentang penggunan peralatan dengan benar
d) Konsultasi dan diizinkan pemilih PPE yang tergantung pada
kecocokannya
e) Pelatihan cara memelihara dan menyimpan PPE
f) Instruksi agar melaporkan setiap kecacatan atau kerusakan.

Contoh-contoh perlindungan PPE (Ridley. 2006: 143-144)


Bagian tubuh PPE
 Kepala  Helm keras , helm empuk, topi,
harnet, atau pemangkasan rambut.
 Telinga  Tutup telinga (ear murf) dan
sumbat telinga (ear plug)
 Mata  Kacamata pelindung (googles),
pelindung wajah, goggles khusus.
 Paru  Masker wajah, respirator, alat
bantu pernafasan.
 Tangan  Sarung tangan pelindung, sarung
tangan tahan bahan kimia, sarung
tangan insulasi.
 Kaki  Sepatu pengaman, selubung kaki
 Kulit (gaiter) dan sepatu pengaman.
 Krim pelindung.
 Pelindung yang kedap seperti
 Torso dan tubuh sarung tangan dan celemek.

 Pakaian bertekanan udara


 Keseluruhan tubuh (pressurized suits)

2.11 Tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja


Secara umum, tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat diperinci sebagai
berikut (Rachman. 1990):

1. Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu
dalam keadaan sehat dan selamat
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.
2.12 Fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) di industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul. 1998):
1. Fungsi perawat
a. Mengkaji masalah kesehatan
b. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
c. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
d. Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan
2. Tugas perawat
a. Mengawasi lingkungan pekerja
b. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
c. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
d. Membantu melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja
e. Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di
rumah kepada pekerja dan keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan
f. Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap pekerja
g. Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja
h. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja dan
keluarganya
i. Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
j. Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
2.13 Diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini (B,
sugeng. 2003):

1. Anamnesis (wawancara) meliputi, identitas, riwayat kesehatan, riwayat


penyakit, dan keluhan yang dialami saat ini.
2. Riwayat pekerjaan
a. Sejak pertama kali bekerja (kapan mulai bekerja di tempat tersebut)
b. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis
bahaya yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat
pelindun diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang
dilakukan, kegemaran (hobi), dan kebiasaan lain (merokok, alkohol)
c. Sesuai tingkat penegtahuan, pemahaman pekerjaan.
3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak
bekerja
a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi
pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau
hilang.
b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.
c. informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesa atau dari data
penyakit di perusahaan.
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan
a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik.
b. Pemeriksaan laboratorium membantu diagnostik klinis.
c. Dugaan adanya penyakit akibat bekerja dilakukan juga melalui
pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis.
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
a. Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis-
pembacaan standart ILO).
b. Pemeriksaan audiometri.
c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah dan urine.
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygine perusahaan
yang memerlukan:
a. Kerjasama dengan tenaga ahli hygine perusahaan.
b. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data
yang ada.
c. Pengenalan secara lengsung sistem kerja dan lama pemakaian.
7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis
klinis, kemudian dicari faktor penyebabnya di tempat kerja, atau
melalui pengamatan (penelitian) yang relatif lebih lama.
b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi, dan dokter penasehat
(kaitannya dengan kompensasi).

Menurut (dermawan, deden. 2012: 194-197) Untuk dapat mendiagnosis


penyakit akibat kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis
untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara
tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan
sebagai pedoman :

1. Tentukan diagnosis klinisnya


Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan
memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan
untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan dapat
dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan
atau tidak.

2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini


Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja
adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.
Untuk ini perlu dilakukan anamnesa mengenai riwayat pekerjaannya secara
cermat dan teliti, yang mencakup :
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secara kronologis.
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan.
c. Bahan yang diproduksi.
d. Materi (bahan baku) yang digunakan.
e. Jumlah pajanananya.
f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker).
g. Pola waktu terjadinya gejala.
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami
gejala serupa).
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
(MSDS, label, dan sebagainya).
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit
tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung
pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika
dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal
tersebut diatas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika
dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara
khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita
(konsentrasi, jumlah, lama dan sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk
diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk
dapat menetukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat
perkerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanan, misalnya penggunaan
APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga resikonya meningkat.
Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang
mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab
penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan
untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu
keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab
langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjann hanya memperberat suatu
kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan waktu menegakkan
diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit
apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien
tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila
penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat
timbulnya penyakit.
2.14 Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit/ five level and
prevention diseases (leavel and clark) pada penyakit akibat kerja
(effendi, ferry. 2009: 238)
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
Misalnya; pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik,
pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi,
lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan
seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
2. Perlindungan khusu (spesific protection)
Misalnya; imunisasi, hygine perorangan, sanitasi lingkungan, serta
proteksi terhadap bahaya dan kecelakaaan kerja.
3. Deteksi dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment)
Misalnya; diagnosa dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta
pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi kecacatan (disability limitation)
Misalnya; memeriksa dan mengobati tenaga kerja komprehensif,
mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan kesehatan.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Misalnya; rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang
menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan
karyawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai, menyediakan tempat
kerja yang dilindungi, dan terapi kerja di rumah sakit.
2.15 Promosi Kesehatan Dalam Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Promosi kesehatan, pencegahan dan kontrol penyakit, kesejahteraan,
penurunan faktor risiko, dan pelayanan kesehatan preventif adalah beberapa
istilah yang digunakan pada program kesehatan di lahan kerja (anderson. 2007:
451).
Promosi kesehatan digunakan untuk menunjukkan sebuah proses
pembelajaran para pekerja mengenai bagaimana cara meningkatkan kesehatan dan
kualitas hidup mereka dengan mengembangkan gaya hidup yang baru. Proses
promosi kesehatan di lahan kerja biasanya dimulai dari pekerja yang mendapat
pengetahuan mengenai perilaku, risiko kesehatan atau proses penyakit (anderson.
2007: 451).
Perawat kesehatan kerja sering kali bertanggung jawab terhadap program
promosi kesehatan di lahan kerja dan berada pada posisi yang tepat untuk
menciptakan kemitraan dengan komunitas. Apabila suatu organisasi tidak
memiliki perawat kesehatan kerja, program kesehatan menjadi tanggung jawab
staf keamanan kerja atau staf departemen sumber daya manusia atau staf
departemen keuangan. Proses keperawatan untuk meningkatkan kesehatan di
lahan kerja berfokus pada keseluruhan populasi perusahaan dan mungkin meluas
kepada individu yang menjadi tanggungan pekerja (pasangan dan anak)
(anderson. 2007: 451).
Aktivitas promosi kesehatan seluruh pekerja, termasuk manajemen.
Langkah berikutnya adalah menciptakan kesadaran terhadap isu-isu kesehatan
melalui pendidikan internal perusahaan, skrining, dan intervensi yang berfokus
pada gaya hidup.

2.15.1 Jenis aktivitas promosi kesehatan


Aktivitas yang lazim dilakukan dalam upaya mempromosikan kesehatan
atau mencegah cedera dan penyakit di lahan kerja adalah olah raga, penghentian
merokok, perawatan punggung, dan program manajemen stres. Ada tiga jenis
promosi kesehatan di lahan kerja (anderson. 2007: 451), yaitu:

1. Program kesadaran, meningkatkan tingkat pengetahuan dan minat pekerja


(contoh, dengan selebaran, seminar dan surat kabar).
2. Aktivitas perubahan perilaku, membantu para partisipan mengembangkan
perilaku yang lebih sehat (contoh, menghentikan kebiasaan merokok,olah
raga teratur, dan nutrisi sehat).
3. Lingkungan penunjang, menciptakan peluang kerja yang meningkatkan
gaya hidup sehat (contoh, penyediaan makanan rendah lemak di cafetaria,
kelas aerobik di tempat kerja, menyediakan waktu senggang untuk
skrining kesehatan, kudapan sehat di etalase makanan).

Sebelum memutuskan untuk memilih jenis program promosi kesehatan


yang ditawarkan, penting untuk menentukan konsistensi program dengan misi dan
tujuan perusahaan. Perhatikan juga biaya dan manfaat aktivitas, baik bagi
pengusaha maupun para pekerja. Apabila menyadari potensi manfaat finansial
yang akan di dapat dari aktivitas ini, seperti penurunan angka ketidak hadiran atau
meningkatkan hasil kerja, kebanyakan pekerja ikut berpartisipasi dalam program
promosi kesehatan karena alasan pribadi (seperti menurunkan berat badan,
meningkatkan kebugaran fisik). Para pekerja memiliki keinginan untuk merasa
atau terlihat lebih baik atau mengalami peningkatan kualitas hidup. Apabila kedua
kebutuhan, baik kebutuhan organisasi dan para pekerja terpenuhi, program
kesehatan ini akan mendapat dukungan luas dan partisipasi yang tinggi dari
pekerja dan mencapai kesuksesan besar.

2.15.2 Perencanaan program promosi kesehatan (anderson. 2007: 452-458)


1. Pengkajian kebutuhan
Kuesioner dan penilaian risiko kesehatan umumnya digunakan untuk
mengidentifikasi minat pekerja terhadap topik pendidikan dan menggambarkan
kondisi kesehatan saat ini serta perilaku yang aman.
Kesehatan pekerja dan catatan asuransi juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi prevalensi penyakit kronik pekerja yang perlu ditangani. Catatan
keamanan, format kompensasi pekerja atau wawancara dengan manajer dan
pekerja adalah sumber tambahan untuk menentukan kebutuhan promosi kesehatan
pekerja dan perusahaan.
Setelah mengidentifikasi kebutuhan promosi kesehatan, anda dapat
membantu perawat kesehatan kerja atau komite penasehat perencanaan dalam
menjamin dukungan manajemen terhadap program promosi kesehatan. Presentasi
proposal atau catatan eksekutif sering kali merupakan salah satu langkah awal
dalam meyakinkan manajemen mengenai manfaat proyek. Suatu pendekatan
perencanaan bisnis untuk mengomunikasikan program anda dapat digunakan
untuk menciptakan kesamaan persepsi dan pengertian terhadap proyek dari semua
orang yang ada di dalam organisasi. Di bawah ini adalah contoh dari sebuah
perencanaan bisnis:
a. Catatan eksekutif: sebuah kesimpulan singkat mengenai rencana
promosi kesehatan, termasuk di dalamnya tujuan (contoh, untuk
menurunkan strain punggung bagian bawah), metode (contoh,
dilakukan melalui 3 kali pertemuan , masing-masing selama 30 menit),
keuntungan yang dapat diharapkan (contoh, lebih sedikit absen pada
hari kerja, peningkatan produktivitas), biaya (contoh, biaya program,
seperti brosur, selebaran, waktu pengajaran, insentif, ketidak hadiran,
dan biaya tak terduga, seperti biaya akibat penurunan asuransi dan
klaim kompensasi pekerja).
b. Tujuan: secara jelas menggambarkan apa yang ingin dicapai dan
rasional. Termasuk tujuan Masyarakat Sehat 2010 (Healthy People
2010 Objectives) untuk dewasa sehat.
c. Metode: bagaimana, bilamana, dan dimana rencana akan diwujudkan
ke dalam tindakan. Uraikan setiap tugas yang harus diselesaikan
(contoh, rancangan brosur dan selebaran serta diseminasi) dan individu
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas tersebut, beserta
batas waktu penyelesaian program. Jelaskan isi program, termasuk
mengundang pembicara tamu, demonstrasi ulang, dan metode untuk
meningkatkan partisipasi pekerja serta adaptasi dari perilaku yang
diajarkan. Selain itu, tentukan juga tujuan dan objektif program.
Tujuan program dapat berupa: Delapan puluh persen pekerja yang
telah menjalani program perawatan punggung melaporkan penurunan
pengajuan izin sakit yang berhubungan dengan nyeri punggung bawah.
Objektif program dapat berupa: Setelah mengikuti pembelajaran
demonstrasi mengenai prosedur mengangkat yang benar, 90% pekerja
berpartisipasi akan mendemonstrasikan prosedur mengangkat yang
benar.
d. Manfaat yang diharapkan: Tulislah hasil program (contoh, jumlah
absensi pekerja karena nyeri punggung bawah menurun). Ide yang
bagus jika dalam proposal, dicantumkan jumlah absensi pekerja pada
tahun terkahir dan besarnya presentase keberhasila program yang
diajukan dalammenurunkan ketidakhadiran. Selain itu, cantumkan pula
pada laporan Anda, nama perusahaan lain hasil temuan Anda dari
literatur yang mengimplementasikan program serupa, beserta
keberhasila yang dicapai oleh perusahaan tersebut.
e. Biaya: Proyeksi akurat dari biaya program (material, waktu para
pengajar, insentif), dan profit yang diharapkan dari penurunan
ketidakhadiran dan peningkatan produktivitas.
2. Implementasi program promosi kesehatan
Marketing adalah bagian esensial dari keberhasilan implementasi program.
Termasuk di dalam beberapa strategi Marketing adalah:

a. Poster. Harus tampak profesional. Judul dan kata-kata yang menarik


adalah unsur penting (contoh, “Weigh To Go” untuk penurunan
program berat badan). Ganti poster secara teratur untuk tetap menarik
perhatian.
b. Surat elektronik/ e-mail. Hitungan mundur kegiatan; memberikan
pertanyaan kuis berkaitan dengan kesehatan dan memberikan jawaban
serta rasionalnya pada hari berikutnya.
c. Surat kabar kesehatan. Detail mengenai cerita keberhasilan, seperti
cerita mengenai deteksi dini melanoma maligna, program penurunan
berat badan dengan program jalan kaki, individu yang menderita
tekanan darah tinggi sampai ia berpartisipasi dalam skrining kesehatan,
dan bagaimana perubahan sederhana dari gaya hidup dapat membantu
individu mengontrol penyakit (tanpa pengobatan).
d. Surat dari pimpinan perusahaan atau manajer keuangan. Memberikan
kesempatan kepada perusahaan untuk melaksanakan skrining
kesehatan, mengumumkan bahwa perusahaan akan membayar
sebagian atau seluruh biaya dari program penghentian kebiasaan
merokok/tes skrining kesehatan, atau mengizinkan atan jual-beli
kebutuhan kesehatan selama 2 jam dengan kehadiran program
kesejahteraan.
e. Memberikan hadiah insentif kepada pekerja yang ikut berpartisipasi,
seperti kaus oblong, topi, sampel tabir surya, kudapan buah-buahan,
botol minuman.
3. Evaluasi program promosi kesehatan
Proses evaluasi memberikan kesempatan untuk menentukan hasil yang
dicapai dari program promosi kesehatan dan mengarahkan peningkatan pelayanan
kesehatan kepada para pekerja. Evaluasi struktur, program, proses pelaksanaan
program dan hasil program adalah tiga pendekatan yang umum dilakukan dalam
meninjau ulang jaminan mutu.
a. Termasuk dalam evaluasi struktur adalah (1) meninjau ulang
mekanisme pelaporan yang diberikan kepada manajemen beserta
dukungan terhadap program promosi kesehatan; (2) menentukan
keadekuatan fasilitas fisik untuk menunjang program; (3)
mengidentifikasi peralatan dan persediaan yang digunakan; (4)
mengidentifikasi kebutuhan kepegawaian dan kualifikasinya; (5)
menganalisis demografik pekerja dan kebutuhan status kesehatan; (6)
menentukan apakah misi, tujuan, dan objektif program diformulasikan
untuk memenuhi kebutuhan kesehatan para pekerja dan kebutuhan
bisnis pengusaha.
b. Evaluasi proses mencakup (1) apakah aktivitas promosi kesehatan
sesuai dengan kondisi; (2) apakah program promosi kesehatan di
bentuk untuk memenuhi kebutuhan di lahan kerja (saatnya anda
melakukan perbandingan terhadap pengkajian awal kebutuhan), dan
(3) apakah terdapat pendokumentasian dan pencatatan.
c. Evaluasi hasil berfokus pada (1) apakah tujuan dan objektif yang
diharapkan dapat dicapai; (2) apakah program membawa hasil yang
positif; (3) apakah hasil kesehatan menunjukkan pencegahan penyakit/
pengetahuan pekerja tentang perawatan diri, mengembalikan fungsi
atau menurunkan ketidaknyamanan; (4) bagaimana perbandingan
keuntungan yang dicapai program dengan biaya program; dan (5)
kepuasan (dari pekerja, pengusaha, dan orang-orang yang bergantung
pada pekerja) terhadap kualitas pelayanan promosi kesehatan yang
diterima.Metode yang lazim digunakan untuk evaluasi adalah skala
rating pascaprogram, observasi, dan wawancara dengan para pekerja
tentang pendapat,sikap, dan kepuasan mereka terhadap program.
Tinjauan ulang bagan dan catatan dapat dilakukan untuk menentukan
perbedaan singkat morbiditas dan mortalitas.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KESEHATAN KERJA


DENGAN APLIKASI KASUS DI KOMUNITAS PEKERJA
DI RUANGAN SEKTOR A7 DI PERUSAHAAN ROKOK
PT. “ NOJORONO” DI KABUPATEN KUDUS JAWA TENGAH

3.1 Deskripsi Kasus


Sekelompok mahasiswa keperawatan stikes hang tuah surabaya
melakukan kegiatan praktik keperawatan komunitas untuk kesehatan kerja di
komunitas pekerja di perusahaan rokok PT. NOJORONO di kabupaten kudus
jawa tengah selama 1 Bulan mulai dari tanggal 10 November 2012 sampai 10
Desember 2012. Kami melakukan kegiatan pengkajian selama 8 hari (mulai
tanggal 11-19 november) kepada para pekerja di ruangan sektor A7 yang
berjumlah 100 orang, berdasarkan data dari HRD perusahaan ini di dapat data
umum sebagai berikut:

No. Karakteristik Frekuensi/ jumlah


Jenis kelamin
1. a. Laki-laki 40 orang
b. Perempuan 60 orang
Jenis pekerjaan
a. Pengelintingan 55 orang
2.
b. Pengepakan 35 orang
c. Pengawas 10 orang
Usia
a. 25-35 tahun 35 orang
3. b. 36-46 tahun 40 orang
c. 47-57 tahun 20 orang
d. 58-60 tahun 5 orang
Tingkat pendidikan
a. Tamat SD 30 orang
4.
b. Tamat SMP 45 orang
c. Tamat SMA 25 orang
Lama bekerja
a. 5-10 tahun 15 orang
b. 11-15 tahun 35 orang
5.
c. 16-20 tahun 30 orang
d. 21-25 tahun 15 orang
e. > 25 tahun 5 orang

Kemudian kami melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap masing-


masing pekerja dan juga dari HRD perusahaan sehingga didapat hasil pengkajian
sebagai berikut:

3.2 Proses Keperawatan


3.2.1 Pengkajian
A. DATA INTI
1. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
Perusahaan rokok PT. NOJORONO berada di wilayah kabupaten kudus
jawa tengah dengan luas bangunan pabrik keseluruhan sebesar 1 Ha. Pabrik ini
berada di tepi jalan raya yang merupakan akses utama di kota kudus. Terdiri dari
beberapa ruangan sektor yang didalamnya terdapat berbagai macam pekerjaan
industri yang berhubungan dengan tembakau dan rokok diantaranya adalah bagian
penyortiran tembakau, penyimpanan tembakau, produksi tembakau, pelintingan
rokok, pengepakan rokok, ruang laboratorium uji tembakau, dll. Ruangan sektor
A7 merupakan salah satu ruangan di perusahan rokok PT. NOJORONO yang
terbagi menjadi beberapa bagian tugas didalamnya yaitu bagian pelintingan,
pengepakan rokok dan pengawasan. Jumlah pekerja di ruangan sektor A7
sebanyak 100 orang (perincian berdasarkan karakteristik umum ada di tabel yang
tersedia di awal) sebagaian besar bekerja adalah orang jawa 85 orang (85%) dan
berasal dari madura sebanyak 15 orang (15%).
2. Status kesehatan komunitas
Dari pengkajian (anamnesa) dan kuisioner yang dilakukan mahasiswa
langsung kepada para pekerja diruangan sektor A7 didapatkan hasil:
a. Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas
 68 orang pekerja (68%) menegeluhkan sering batuk-batuk
 15 orang (15%) pekerja mengeluhkan sering pusing
 Sisanya 17 orang (17%) tidak ada keluhan
b. Tanda-tanda vital*
 TD:
 < 110/70 mmHg : 5 orang (5%)
 110/70mmHg-130/90mmHg : 75 orang (75%)
 >130/90 mmHg : 20 orang (20%)
 Nadi:
 60-80x/menit : 90 orang (90%)
 80-100x/menit : 10 orang (10%)
 RR:
 16-24x/menit : 90 orang (90%)
 >24x/ menit : 10 orang (10%)
 Suhu tubuh:
 36,5°C-37°C : 100 orang (100%)
c. Kejadian penyakit (dalam satu tahun terakhir) *
 ISPA : 20 orang/ kasus (20%)
 PPOK : 5 orang (5%)
 Diare : 5 orang (5%)
 Batuk : 35 orang (35%)
 Demam : 15 orang (15%)
 Sisanya tidak ada laporan keluhan penyakit 20 orang (20%)
Ket: (*) : data dari klinik perusahaan pada tanggal 12 November 2012
d. Riwayat penyakit komunitas
Data diambil dari 68 orang pekerja (68%) yang mengeluhkan
sering batuk-batuk, kami melakukan pengkajian dengan memberikan
kuisioner kepada 68 pekerja tersebut, dengan hasil:

No. Karakteristik Frekuensi Presentase %


Menderita batuk berdahak minimal 30 kali
1. setahun, sekurang-kurangnya 2 tahun 20 orang 29,4%
beruntun
2. Mempunyai riwayat merokok 40 orang 58,8%
3. Terpajan langsung dengan bahan produk 68 orang 100%
Mempunyai keluarga dengan riwayat
4. 6 orang 8,82%
bronkitis dan emsifema
Sering mengalami sesak nafas saat
5. 10 orang 6,8%
aktivitas sedang (jalan cepat, naik tangga)
Pernah merasa sesak atau nafas sulit
6. 5 orang 7,35%
bahkan pada saaat istirahat
Pernah merasa sesak nafas menetap dan
7. 5 orang 7,35%
makin lama makin berat
8. Saat Batuk selalu berdahak dan beriak 45 orang 66,1%
Pernah memeriksakan ke dokter atau
tempat pelayanan kesehatan baik umum
9. maupun yang ada di perusahaan dan 5 orang 7,35%
positif dinyatakan penderita PPOK
(bronkhitis kronis, emfisema)
Pernah merasa dada terasa berat saat
10. 20 orang 29,4%
bernafas

e. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi komunitas


Para pekerja mendapat istirahat makan siang dari peusahaan,
makan siang rutin dilaksanakan tiap pukul 13.00 WIB di kantin pabrik.
f. Pola pemenuhan cairan dan elektrolit
Selama bekerja kebutuhan cairan pekerja didapat dari minuman
yang dibawa oleh para pekerja dari rumah.
g. Pola istirahat tidur
Para pekerja mengatakan bahwa istirahat tidur mereka biasanya
dilakukan pada malam hari saat pulang bekerja karena waktu bekerja
mereka adalah 9 jam mulai pukul 8 pagi-5 sore.
h. Pola eliminasi
Saat dilakukan anamnesa kepeada para pekerja Sebanyak 35 orang
dari 55 orang (63,6%) pekerja bagian pelintingan rokok mengatakan
pernah sakit “anyang-anyangan”, hal ini ternyata disebabkan oleh 20
orang (57,1%) kurang sering minum air putih saat bekerja, 15 orang
(42,8%) menahan BAK karena jarak kamar mandi dengan ruang
pelintingan agak jauh. Sedangkan pada bagian penegepakan sebanyak
15 orang dari 35 orang pekerja (42,8%) mengeluhkan sakit “anyang-
anyangan” hal ini disebabkan karena 10 orang (66,6%) kurang sering
minum air putih saat bekerja, 5 orang (33,3%) menahan BAK karena
jarak kamar mandi dengan ruangan agak jauh.
i. Pola aktivitas gerak
Saat dilakukan anamnesa kepada para pekerja sebanyak 55 orang
dari 55 orang (100%) jumlah pekerja pelintingan rokok mengeluhkan
sering merasa pegal di daerah leher dan punggungnya. Saat dilakukan
observasi secara langsung ternyata sebanyak 30 orang (54,5%) pekerja
duduk dengan posisi duduk yang salah/ terlalu membungkuk, 25 orang
(43,5%) tidak menggerak-gerakkan badannya untuk merelaksasi
tubuhnya/ berada dalam posisi duduk yang sama dalam waktu yang
lama. Sedangkan dibagian pengepakan dari 35 orang pekerja 25 orang
(71,4%) mengeluhkan sering merasa pegal di daerah leher dan
punggungnya 10 orang (28,6%) tidak ada keluhan. Penyebabnya 15
orang (60%) duduk dengan posisi duduk yang salah, 10 orang (40%)
tidak menggerak-gerakkan badannya untuk merelaksasi tubuhnya atau
berada dalam posisi duduk yang sama dalam waktu yang lama. Untuk
bagaian pengawasan tidak ada keluhan.
j. Pola pemenuhan kebersihan diri
Saat dilakukan observasi didapatkan data sebanyak 25 orang dari
35 orang pekerja dibagian pengepakan (71,4%) tidak mencuci tangan
setelah bekerja sisanya 10 orang (28,6%) mencuci tangan tapi dengan
prosedur yang kurang benar, sedangkan sebanyak 40 orang dari 55
orang pekerja dibagian pelintingan (72,7%) tidak mencuci tangan
setelah bekerja, sisanya 15 orang (27,3%) mencuci tangan tapi dengan
prosedur yang kurang benar.
k. Status psikososial
Antar kelompok pekerja tidak pernah mengalami pertengkaran atau
perselisihan karena mereka menganggap semua pekerja saling
bersaudara karena sudah bekerja bersama dalam waktu yang lama,
antar pekerja saling membantu dan memberikan dukungan bila ada
masalah.
l. Status pertumbuhan dan perkembangan
a) Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan
Berdasarkan data dari klinik perusahaan semua pekerja
mendapatkan asuransi kesehatan, dan bisa periksa atau berobat
secara gratis di klinik tersebut tetapi data klinik perusahaan
menunjukkan:
No. Karakteristik Frekuensi Presentase (%)
Pekerja yang memeriksakan kesehatan
1. 25 orang 25%
secara rutin ke klinik
Pekerja yang memeriksakan
2. 35 orang 35%
kesehatannya saat sakit saja
Pekerja yang tidak pernah/ belum
3. pernah datang ke klinik untuk 40 orang 40%
memeriksakan kesehatannya
b) Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan kesehatan
Setelah dilakukan pengkajian melalui observasi langsung kepada
100 pekerja di ruangan sektor A7 didapatkan hasil:

Jenis
No. Karakteristik Ferekuensi Presentase(%)
pekerjaan
1. Tidak menggunakan a. Pelintingan 55 orang 100%
masker saat bekerja b. Pengepakan 35 orang 100%
c. pengawasan 10 orang 100%
2. Tidak menggunakan a. Pelintingan
55 orang 100%
sarung tangan saat b. Pengepakan
35 orang 100%
bekerja c. Pengawasan
10 orang 100%

c) Pola perilaku tidak sehat dalam komunitas


Saat dilakukan observasi didapatkan data sebanyak 25 orang dari
35 orang pekerja dibagian pengepakan (71,4%) tidak mencuci
tangan setelah bekerja sisanya 10 orang (28,6%) mencuci tangan
tapi dengan prosedur yang kurang benar, sedangkan sebanyak 40
orang dari 55 orang pekerja dibagian pelintingan (72,7%) tidak
mencuci tangan setelah bekerja, sisanya 15 orang (27,3%) mencuci
tangan tapi dengan prosedur yang kurang benar.
B. DATA LINGKUNGAN FISIK
Luas bangunan pabrik rokok ini seluas 1 Ha terdiri dari ruangan sektor
A1-A7 (A1-A4: gudang tembakau, A5: laboratorium, A6: penyortiran A7:
pelintingan, pengepakan rokok), kantin, masjid, klinik, garasi untuk angkutan
perusahaan, aula perusahaan, tempat penyaringan limbah pabrik. Sedangkan
untuk ruangan sektor A7 sendiri memiliki luas bangunan 100x50 meter bentuk
bangunan berupa ruangan luas yang lapang dengan meja-meja tempat pelintingan,
pengepakan dan terdapat 2 kamar mandi di dalamnya. Jenis bangunannya
permanen atap bangunan berupa genting sintesis dengan dinding terbuat dari
tembok dengan lantai dari semen/ plesteran, ventilasi di ruangan ini berasal dari
jendela –jendela kecil di atas tembok yang berjumlah masing-masing 10 buah di
kiri dan kanan sisi bangunan total 20 buah, penerangan ruangan berasal dari pintu
ruangan besar yang di buka saat jam kerja bila menjelang sore terdapat lampu
neon yang memberikan pencahayaan diruangan ini. Kebersihan di dalam ruangan
cukup rapi dan bersih. Kondisi kamar mandi bersih tetapi jumlahnya sangat
terbatas dan jaraknya cukup jauh dari tempat pengolahan.
Pembuangan limbah perusahaan di olah dengan melakukan penyaringan
zat-zat berbahaya dengn alat penyaring yang berada di ruang penyaringan limbah
di sebelah ruangan sektor A7 (di belakang pabrik) dan sisanya di buang disungai
besar yang ada di kota kudus.

C. PELAYANAN KESEHATAN DAN SOSIAL


Di perusahaan PT. NODJORONO terdapat sebuah klinik kesehatan yang
disediakan untuk seluruh pekerja dan pegawai diperusahaan ini. Sumber daya
yang ada di klinik ini adalah terdapat 1 orang dokter umum, 2 perawat dan 3
petugas nonmedis, fasilitas alat yang dimiliki klinik ini terdiri dari 2 kamar tidur,
obat-obatan yang cukup lengkap dan memiliki 1 ambulance. Sistem rujukan di
perusahaan ini bekerja sama dengan RSUD kabupaten kudus. Selain itu di
perusahaan ini memiliki 1 kantin yang berisi barang-barang keperluan sehari-hari
para pekerja dan pegawai lokasi mini market ini di bagian depan pabrik disamping
klinik.

D. EKONOMI
Rata-rata penghasilan pekerja di ruangan sektor 7 untuk bagian pelintingan
dan pengepakan sekitar 1-1,5 juta rupiah sedangkan untuk bagian pengawas
sekitar 1,5-2 juta rupiah.

E. KEAMANAN DAN TRANSPORTASI


Sistem keamanan perusahaan cukup baik dengan adanya satpam di setiap
sektor ruangan dan juga adanya CCTV di tiap ruang produksi. Untuk
penanggulangan kebakaran terdapat alat pemadam kebakaran manual di setiap
ruangan produksi dan perusahaan ini juga memiliki 1 unit mobil pemadam
kebakaran milik perusahaan selain itu perusahaan juga bekerjasama dengan dinas
pemadam kebakaran kota untuk menanggulangi jika terjadi masalah kebakaran.
Penanggualangan polusi dengan dipasang alat blower untuk ventilasi agar tidak
terjadi polusi di dalam pabrik.

F. POLITIK DAN KEAMANAN


Perusahaan rokok PT. NODJORONO merupakan perusahaan milik swasta
yang dimiliki oleh Tn. HK.

G. SISTEM KOMUNIKASI
Sarana komunikasi yang digunakan oleh pekerja di ruangan sektor A7
sebagaian besar menggunakan alat komunikasi telfon genggam (HP) sebagai alat
komunikasi antara pekerj, keluarga dan masyarakatnya. Sednagkan sistem
komunikasi dalam perusahaan menggunakan telfon yang ada disetiap ruangan
sektor dan apabila ada informasi atau pengumuman dari perusahaan akan
disiarkan melalui pengeras suara yang ada di setiap ruangan di perusahaan ini.
Bahasa yang digunakan untuk komunikasi antar pekerja sehari-hari di ruangan
sektor A7 mayoritas dengan menggunakan bahasa jawa dan sebagaian kecil
menggunakan bahasa madura.

H. PENDIDIKAN
Data yang didapat dari HRD perusahaan rokok PT. NODJORONO
didapatkan data tingkat pendidikan pekerja di ruangan sektor A7 adalah sebagai
berikut:

Tingkat pendidikan
a. Tamat SD 30 orang
b. Tamat SMP 45 orang
c. Tamat SMA 25 orang

Saat dilakukan pengkajian dengan kuisioner tentang pengetahuan pekerja


terhadap pentingnya penggunaan standart keselamatan kerja di perusahaan rokok
terhadap kesehatan pekerja, di dapatkan data:
 70 orang (70%) dari pekerja tidak mengetahui
 30 orang (30%) dari pekerja mengetahui
I. REKREASI
Berdasarkan data yang didapat dari perusahaan, Hari libur untuk pegawai
dan pekerja diperusahaan ini adalah tiap hari minggu, di setiap hari jum’at pagi
biasanya diadakan senam aerobik bersama oleh perusahaan yang dilakukan di
lapangan olah raga yang ada di belakang perusahaan.
Di akhir tahun biasanya juga diadakan rekreasi bersama yang di fasilitasi
oleh perusahaan yang juga dilakukan secara giliran atau gantian di tiap ruangan
sektor/ bagian produksi dalam perusahaan ini.

3.2.2 Pengolahan Data


 Komposisi pekerja berdasarkan jenis kelamin

Menurut Jenis kelamin

Laki-laki
Perempuan 40%
60%

Gambar; Komposisi pekerja berdasarkan jenis kelamin di ruangan sektor A7 di perusahaan rokok
PT. NOJORONO kudus jawa tengah pada tanggal 11-19 november 2012

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa pekerja di ruangan sektor A7


di perusahaan rokok PT. NOJORONO yang terbanyak adalah perempuan
sebanyak 60% (60 orang) dan laki-laki sebanyak 40% (40 orang).
 Proporsi pekerja berdasarkan jenis pekerjaan

Menurut Jenis Pekerjaan


Pengawas
10%

Pengepakan Pengelinting
35% an
55%

Gambar; proporsi pekerja berdasarkan jenis pekerjaan di ruangan sektor A7 di perusahaan rokok
PT. NOJORONO kudus jawa tengah pada tanggal 11-19 november 2012
Berdasarkan proporsi pekerja berdasarkan jenis pekerjaannya, terlihat
bahwa bahwa pekerja di ruangan sektor A7 di perusahaan rokok PT. NOJORONO
bagian yang terbanyak adalah bagian pengelintingan 55% (55 orang), bagian
pengepakan 35% (35 orang), dan bagian pengawasan 10% (10 orang).
 Komposisi pekerja berdasarkan usia

Pekerja Menurut Usia

40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
25-35 th 36-46 th 47-57 th 58-60 th

Gambar; komposisi pekerja berdasarkan usia di ruangan sektor A7 di perusahaan rokok PT.
NOJORONO kudus jawa tengah pada tanggal 11-19 november 2012
Berdasarkan komposisi pekerja berdasarkan usia, terlihat bahwa bahwa
pekerja di ruangan sektor A7 di perusahaan rokok PT. NOJORONO yang
terbanyak berusia 36-46 tahun sebanyak 40 orang (40%).
 Komposisi pekerja berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Pekerja

Tamat SMA;
25% Tamat SD;
30%
Tamat
SMP; 45%

Gambar; komposisi pekerja berdasarkan tingkat pendidikan di ruangan sektor A7 di perusahaan


rokok PT. NOJORONO kudus jawa tengah pada tanggal 11-19 november 2012
Berdasarkan komposisi pekerja berdasarkan tingkat pendidikan, terlihat
bahwa bahwa pekerja di ruangan sektor A7 di perusahaan rokok PT. NOJORONO
yang terbanyak adalah tamat SMP sebanyak 45 orang (45%).
 Komposisi pekerja berdasarkan lama bekerja

Lama Bekerja

40%
30%
20%
10%
0%
5-10 th 11-15 th 16-20 th 21-25 th > 25 th

15 org 35 org 30 org 15 org2 5 org

Gambar; komposisi pekerja berdasarkan lama bekerja di ruangan sektor A7 di perusahaan rokok
PT. NOJORONO kudus jawa tengah pada tanggal 11-19 november 2012
Berdasarkan komposisi pekerja berdasarkan lama bekerja, terlihat bahwa
pekerja di ruangan sektor A7 di perusahaan rokok PT. NOJORONO yang
terbanyak adalah pekerja yang sudah bekerja selama 11-15 tahun sebanyak 35
orang (35%).
GAMBAR DENAH PERUSAHAAN DAN DENAH RUANGAN
SEKTOR A7 DI PERUSAHAAN ROKOK PT. NOJORONO
KUDUS JAWA TENGAH

A1-A2 : Gudang penyimpanan


tembakau 1-2 th
A3-A4 : Gudang penyimpanan
A5 A6 A7
tembakau 3-4 th
A5 : Laboratorium
A6 : Gudang tempat
penyortiran tembakau
A1 A3
A7 : Gudang tempat
A2 A4 pengelintingn dan pengepakan

: Lapangan olahraga

: Penyulingan limbah

: Kantin

: Klinik Kesehatan

: Musholla

: Aula perusahaan

: Sungai

: Jalan raya

: Ventilasi udara

: Tempat pengepakan

: Tempat Pengelintingan

: Pintu masuk

: Toilet
3.2.3 Analisa Data
Data yang telah kami dapat dari hasil pengkajian yang kami lakukan mulai
tanggal 11-19 november 2012, untuk menentukan diagnosa keperawatan maka
kami menyusun analisa data sebagai berikut;

NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM

1. DS: Kurang Resiko terjadinya


 Pekerja mengatakan pengetahuan peningkatan
mengeluhkan sering batuk- pekerja tentang penyakit akibat
batuk. pentingnya K3 partikel
 Pekerja mengatakan tidak bagi kesehatan tembakau
terlalu memeperhatikan dan keselamatan (PPOK,ISPA)
pentingnya penggunaan pekerja pada pekerja
masker dan sarung tangan perusahaan rokok
DO: di ruangan sektor
 68 orang pekerja (68%) dari A7 PT.
100 pekerja di ruangan NOJORONO
sektor A7 menegeluhkan kudus jawa
sering batuk-batuk dengan tengah
perincian:
 68 orang (100%) dari 68
orang pekerja yang
sering batuk terpajan
langsung dengan bahan
produk (tembakau).
 20 orang (29,4%)dari 68
pekerja yang sering
batuk mengalami batuk
menahun sekurang-
kurangnya selama 2
tahun.
 45 orang (66,1%) dari
68 pekeja yang sering
batuk saat batuk selalu
berdahak dan beriak.
 5 orang (7,35%) dari 68
pekerja yang sering
batuk positif didiagnosa
PPOK
 20 orang (29,4%) dari
68 pekerja yang sering
batuk merasa dada berat
saat bernafas.
 Riwayat penyakit pekerja
ruangan sektor A7 dalam
satu tahun terakhir; ISPA: 20
orang/ kasus (20%), PPOK:
5 orang (5%), batuk 35 orang
(35%).
 Pekerja yang tidak
menggunakan masker dan
sarung tangan di ruangan
sektor A7 sebanyak 100
orang dari 100 orang pekerja
(100%).
 70 orang (70%) dari 100
pekerja diruangan sektor A7
tidak mengetahui pentingnya
K3 bagi kesehatan dan
keselamatan mereka
 Hanya 30 orang (30%) dari
100 pekerja diruangan sektor
A7 tidak mengetahui
pentingnya K3 bagi
kesehatan dan keselamatan
mereka

2. DS: Ketidakadekuatan Perilaku


 Pekerja mengatakan jarang hygine perorangan kesehatan
melakukan cuci tangan pada pekerja cenderung
setelah melakukan beresiko pada
pekerjaannya atau sebelum pekerja
makan karena keterbatasan perusahaan rokok
kamar mandi dan fasilitas di ruangan sektor
yang kurang mendukung A7 PT.
(tidak ada sabun cuci tangan NOJORONO
di kamar mandi). kudus jawa
DO: tengah
 25 orang (71,4%) dari 35
orang pekerja dibagian
pengepakan di ruangan
sektor A7 tidak mencuci
tangan setelah bekerja.
 10 orang (28,6%) dari 35
orang pekerja dibagian
pengepakan di ruangan
sektor A7 mencuci tangan
tapi dengan prosedur yang
kurang benar.
 40 orang (72,7%) dari 55
orang pekerja dibagian
pelintingan di ruangan sektor
A7 tidak mencuci tangan
setelah bekerja.
 15 orang (27,3%) dari 55
orang pekerja dibagian
pelintingan di ruangan sektor
A7 mencuci tangan tapi
dengan prosedur yang
kurang benar.

3. DS: Posisi tubuh saat Resiko cidera


 Pekerja mengatakan sering bekerja yang salah pada pekerja
mengalami pegal di daerah pada pekerja perusahaan rokok
punggung dan leher. di ruangan sektor
 Petugas klinik perusahaan A7 PT.
mengatakan telah ada NOJORONO
program senam aerobic tiap kudus jawa
jum’at pagi tetapi antusias tengah
pekerja untuk mengikuti
kurang bahkan digunakan
sebagai ajang datang
terlambat untuk bekerja
DO:
 55 orang dari 55 orang
(100%) jumlah pekerja
dibagian pelintingan rokok
di ruangan sektor A7
mengeluhkan sering merasa
pegal di daerah leher dan
punggungnya.
 30 orang (54,5%) dari
55 orang pekerja
dibagian pelintingan
rokok di ruangan sektor
A7 duduk dengan posisi
duduk yang salah/
terlalu membungkuk.
 25 orang (43,5%) dari
55 orang pekerja
dibagian pelintingan
rokok di ruangan sektor
A7 tidak menggerak-
gerakkan badannya
untuk merelaksasi
tubuhnya/ berada dalam
posisi duduk yang sama
dalam waktu yang lama.
 Pekerja yang mengikuti
senam aerobic pagi pada hari
jum’at (19 november 2012)
di ruangan sektor A7
sebanyak 60 orang (60%)
dari jumlah seluruh pekerja
di ruangan sektor A7

3.2.4 Penapisan Masalah


Dari hasil analisa data, didapatkan data yang kemudian dilakukan
penapisan masalah untuk menentukan perioritas masalah, adapun penapisan
masalah tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

No. Masalah KRITERIA Score Keterangan


Kesehatan 1 2 3 4 5 6 7 8

1. Resiko 5 5 5 5 4 3 4 3 34 Keterangan
terjadinya kriteria:
peningkatan 1.Sesuai dg
penyakit akibat peran perawat
partikel komunitas
tembakau
(PPOK,ISPA) 2.Resiko
pada pekerja terjadi/jumlah
perusahaan yang beresiko
rokok di 3.Resiko parah
ruangan sektor 4.Potensi utk
A7 PT. pend.kesehatan
NOJORONO 5.Interest utk
kudus jawa komunitas
tengah 6.Kemungkinan
berhubungan diatasi
dengan Kurang 7.Relevan dg
pengetahuan program
dan kesadaran 8.Tersedianya
pekerja tentang sumber daya
pentingnya K3
bagi kesehatan Keterangan
dan Pembobotan:
keselamatan 1. Sangat rendah
pekerja 2. Rendah
2. Perilaku 5 4 4 5 4 4 4 3 33 3. Cukup
kesehatan 4. Tinggi
cenderung 5. Sangat tinggi
beresiko pada
pekerja
perusahaan
rokok di
ruangan sektor
A7 PT.
NOJORONO
kudus jawa
tengah
berhubungan
dengan
Ketidakadekuat
an hygine
perorangan
pada pekerja

3. Resiko cidera 4 5 3 4 4 4 3 4 31
kerja pada
pekerja
perusahaan
rokok di
ruangan sektor
A7 PT.
NOJORONO
kudus jawa
tengah
berhubungan
dengan Posisi
tubuh saat
bekerja yang
salah pada
pekerja

3.2.5 Prioritas Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan scoring di atas, maka prioritas diagnosa keperawatan
komunitas pada pekerja perusahaan rokok di ruangan sektor A7 PT. NOJORONO
adalah sebagai berikut:

No. Diagnosa Keperawatan Score


Resiko terjadinya peningkatan penyakit akibat partikel
1. tembakau (PPOK,ISPA) pada pekerja perusahaan rokok di 34
ruangan sektor A7 PT. NOJORONO kudus jawa tengah
berhubungan dengan Kurang pengetahuan pekerja dan
kesadaran tentang pentingnya K3 bagi kesehatan dan
keselamatan pekerja.
Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada pekerja
perusahaan rokok di ruangan sektor A7 PT. NOJORONO
2. 33
kudus jawa tengah berhubungan dengan Ketidakadekuatan
hygine perorangan pada pekerja.
Resiko cidera kerja pada pekerja perusahaan rokok di
ruangan sektor A7 PT. NOJORONO kudus jawa tengah
3. 31
berhubungan dengan Posisi tubuh saat bekerja yang salah
pada pekerja.

Vous aimerez peut-être aussi