Vous êtes sur la page 1sur 35

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

GANGGUAN
GLUMEL0NEFRITIS DAN URETRITIS

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

ANGGOTO KELOMPOK:

 NI NYOMAN JANRIAS PURMADEWI


 WANDA PUTRI MANTIKA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

MATARAM

2018

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ………………………………………………………………………i


Daftar isi………………………………………………………………………………ii
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………..1
A. Latar belakang………………………………………………………………2
B. Tujuan ………………………………………………………………………2
C. Rumusan masalah…………………………………………………………. 2
BAB II ………………………………………………………………………………3
TINJAUAN TEORI………………………………………………………………..3
A. Definisi………………………………………………………………………3
- Glumerulonefritis……………………………………………………….4
B. Etiologi ………………………………………………………………………4
C. Klasofikasi …………………………………………………………………..4
D. Patofisiologi …………………………………………………………………5
E. Manefestasi klinis……………………………………………………………5
F. Pemeriksaan diognostik…………………………………………………….6
G. Komplikasi ………………………………………………………………….6

ASKEP URETRITIS
A. Definisi…………………………………………………………………….12
B. Etiologi …………………………………………………………………….12
C. Manefestasi klinis…………………………………………………………13
D. Patofisiologis ……………………………………………………………...13
BAB III ……………………………………………………………………………15
ASUHAN KEPERAWATAN ……………………………………………………18
BAB IV……………………………………………………………………………..20
PENUTUP …………………………………………………………………………21
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….22

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan nikmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “GLUMERULONEFRITIS DAN URETRITIS” ini
dengan baik dan tepat waktu.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati kami berharap makalah ini berguna dan bermanfaat bagi yang
memerlukannya.

Mataram, April 2018

Penulis

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif


dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus
eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener.
Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus
(glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit
ginjal kronik

Uretritis gonokokus (UG) ialah peradangan uretra disebabkan oleh


bakteri Gram negatif Neisseria gonorrhoeae dengan keluhan gatal, panas, nyeri
saat berkemih, dapat disertai keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung uretra
yang kadang mengeluarkan darah, dan polakisuria. Uretritis non gonokokus
(UNG) ialah peradangan uretra disebabkan oleh bakteri Gram negatif
Chlamydia trachomatis yang ditularkan melalui kontak seksual.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari glumerulonefritis dan uretritis?
2. Bagaimana penyebab penyakit glumerulonefritis dan uretritis?
3. .Apa gejala-gejala seseorang menderita glumerulonefritis dan uretritis?
5. Bagaimana cara penanggulangan/pencegahan glumerulonefritis dan uretritis?
6. Bagaimana cara pengobatan kepada penderita glumerulonefritis dan uretritis?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari glumerulonefritis dan uretritis.
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit glumerulonefritis dan uretritis.
3. Untuk mengetahui gejala-gejala glumerulonefritis.
5. Untuk mengetahui cara penanggulangan/pencegahan gumerulonefritis dan uretritis.
6. Untuk mengetahui cara pengobatan kepada penderita glumerulonefritis dan uretritis.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

DEFINISI

Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan


berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus
akibat suatu proses imunologis.

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus


yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan
dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis
nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan
dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir
dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois
sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra,
osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma). (Sukandar, 2006).

A. ETIOLOGI

Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul
secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan
proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes
mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan
parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi
ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik.

Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :


1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus
group A).
2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
4. Trombosis vena renalis.

3
5. Hipertensi Kronis
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.

B. KLASIFIKASI
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 :
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat
gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
- Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali
oleh
infeksi stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada
membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif
seluler.
- Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai
dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak
glomerulus sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat
uremia.
- Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju
perubahan sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal
mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.
2. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
3. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.

Klasifikasi menurut sumber yang lain :

1. Congenital (herediter)
1.1.Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus
anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan
gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok

4
ginjal.Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya
tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh
tahunan.
1.2.Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum
lahir.Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia,
hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom
nefrotik jenis lainnya.
Klasifikasisindromnefrotikkonenital
- Idiopatik : sindrom nefrotik congenital tipe finlandia, sklerosis
mesangal difus, jenis lain
- sekunder : sifilis kongenital, infeksi perinatal, intoksikasi merkuri
- sindrom : sindrom drash dan sindrom malformasi lain

2. Glomerulonefritis Primer
2.1.Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala
yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik
dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut
dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan
gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai
riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2.2.Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau
setelah pengobatan dengan obat tertentu.Glomerulopati membranosa paling sering
dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.Tidak ada perbedaan
jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik
merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria
terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
2.3.Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering

5
dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi.
Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan
hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya
didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya
olahraga dan imunisasi.

3. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak
pada masa awal usia sekolah

Berdasarkan derajat penyakitnya :

- Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler- kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonephritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain. ( Corwin, Elizabeth
J, 2000 )
- Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai
oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan,
yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya
fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan,
memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. ( Corwin,
Elizabeth, J. 2000 )

6
C. PATOFISIOLOGI

7
D. MANIFESTASI KLINIS
Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi,
sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat
membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih
sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.
- Hematuria
- Silinder sel darah merah didalam urin
- Proteinuria lebih dari 3-5 mg/hari
- Penurunan GFR
- Penurunan volume urin
- Retensi cairan
- Apabila keadaan tersebut disebabkan oleh glomerulonefritis pasca streptococcus
akut, akan dijumpai enzim-enzim streptococcus, misalnya antistreptolisin-O dan
antistreptokinase.
-
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
- Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
- Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
- Leukosituria serta torak selulet
- Granular
- Eritrosit(++)
- Albumin (+)
- Silinder lekosit (+).
- Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
- Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma
nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3
rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau
hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.

8
Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik
(PGK) mempunyai sasaran berikut:

 Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)


 Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
 Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible
factors) 4. Menentukan strategi terapi rasional
 Menentukan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila


dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan
khusus (Sukandar, 2006).

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK, perjalanan
penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG).
Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium)
mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari
derajat penurunan faal ginjal (Sukandar, 2006).
2. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit
termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal (Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai
sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan
radionuklida (gamma camera imaging) hampir mendekati faal ginjal yang sebenarnya
(Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG)
(Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:

9
a. Diagnosis etiologi PGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos abdomen ,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan
Micturating Cysto Urography (MCU) (Sukandar, 2006).
b. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG)

F. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh
darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.
5. Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
6. Malnutrisi
7. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani
komplikasi dengan tepat.
- Medis

10
a. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50
mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin,
diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10
jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat,
0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena
memberi efek toksis.
c. Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
d. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

- Keperawatan
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4
minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan
penyakitnya.
b. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
c. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan
d. Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut
(Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

11
- Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
- Kualitas hidup normal kembali
- Masa hidup (survival rate) lebih lama
- Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan.
- Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

URETRITIS

I. DEFINISI

Uretritis adalah peradangan / inflamasi pada uretra atau suatu infeksi yang menyebar
keatas / asending.

II. ETIOLOGI

• Kuman Gonorrhoe (N.Gonorhoe)

• Kuman Non-Gonorrhoe (Klamidia Trakomatik / Urea Plasma Urelytikum)

• Tindakan invasif

• Iritasi batu ginjal

• Trihomonas vaginalis

• Organisme gram negatif :

- Escherichia coli

- Entero bakteri

- Pseudomonas

- Klebsiella dan Proteus

III. KLASIFIKASI

12
1. Uretritis Akut
Biasanya terjadi karena asending infeksi, atau sebaliknya oleh karena prostat mengalami
infeksi. Keadaan ini sering diderita oleh kaum pria.
 Tanda dan gejala
 Mukosa merah dan edema.
 Terdapat cairan eksudat yang purulent.
 Ada ulserasi pada uretra.
 Ada rasa gatal yang menggelitik
 Pada pria pembuluh darah kapiler melebar, kelenjar uretra tersumbat oleh kelompok
nanah
 Pada wanita jarang ditemukan uretritis akut, kecuali bila pasien menderita gonorhoe.
 Pemeriksaan Diagnostik:

Dilakukan pemeriksaan terhadap sekret uretra untuk mengetahui kuman penyebab.

 Tindakan Pengobatan :
 Pemberian antibiotika
 Bila terjadi striktura, dilakukan dilatasi uretra dengan menggunakan bougie.
 Komplikasi :
 Prostatitis
 Peri uretral abses yang dapat sembuh, kemudian menimbulkan striktura atau Fistul
uretra.
2. Uretritis Kronis
 Penyebab:
 Pengobatan yang tidak sempurna pada masa akut.
 Prostatitis kronis.
 Striktura uretra.
 Tanda dan gejala
 Mukosa terlihat granuler dan merah
 Getah uretra (+), dapat dilihat pada pagi hari sebelum miksi pertama.
 Prognosa :
Bila tidak diobati dengan baik, infeksi dapat menjalar ke kandung kemih, ureter & ginjal.
 Tindakan pengobatan :
 Pemberian antibiotic

13
 Banyak minum untuk melarutkan bakteri (+ 3000 cc/ hari).
 Komplikasi :
 Radang dapat menjalar ke prostate
 Prostatitis

Prostatitis bakterial akut terjadi dengan gejala-gejala infeksi saluran kemih bagian bawah,
nyeri di perineum atau obstruksi. Hasil pemeriksaanmenunjukkan prostat yang
membengkak dan lunak. Urinalisis biasanya menunjukkan piuria dan bakteriuria dengan
hasil kultur uropatogen yang khas.

IV. MANIFESTASI KLINIK UMUM


1. Mukosa memerah dan edema
2. Terdapat cairan exudat yang purulent
3. Ada ulserasi pada uretra
4. Adanya rasa gatal yang menggelitik
5. Adanya pus pada awal miksi
6. Nyeri pada saat miksi
7. Kesulitan untuk memulai miksi
8. Nyeri pada abdomen bagian bawah

V. PATOFISIOLOGI
 Invasi kuman (gonorrhoe, trihomonas vaginalis gram negatif) uretritis
 Iritasi (iritasi batu ginjal, iritasi karena tindakan invasif menyebabkan retak dan
permukaan mukosa pintu masuknya kuman proses peradangan uretritis).

Pada kebanyakan kasus organisme penyebab dapat mencapai kandung kemih melalui
uretra. Infeksi ini sebagai sistitis, dapat terbatas di kandung kemih saja / dapat merambat ke
atas melalui uretra ke ginjal. Organisme juga dapat sampai ke ginjal atau melalui darah /
getah bening, tetapi ini jarang terjadi. Tekanan dari kandung kemih menyebabkan saluran
kemih normal dapat mengeluarkan bakteri yang ada sebelum bakteri tersebut sampai
menyerang mukosa.

Obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih mengakibakan penimbunan


cairan, bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini dapat menyebabkan atrofi hebat
pada parenkim ginjal / hidronefrosis. Disamping itu obstruksi yan6g terjadi di bawah

14
kandung kemih sering disertai refluk vesiko ureter dan infeksi pada ginjal. Penyebab umum
obstruksi adalah jaringa parut ginjal dan uretra, batu saluran kemih, neoplasma, hipertrofi
prostat, kelainan kongenital pada leher kandung kemih dan uretra serta penyempitan uretra

15
PATHWAY URETRITIS

SEXUAL TRANSMITED INFEKSI NON SEXUAL TRANSMITTED INFEKSI


=

REAKSI ALERGI HYGINE TIDAK


INFEKSI INFEKSI CHIAMYDIA LATEKS DAN ADEKUAT
NEISSERIA TRACHOMALIS, LOTION
GONORRHOE UREAPLASMA HOMINIS,
GENETALIUM
MYCOPLASMA DAN
TRICHOMONAS VAGINALIS
URETRITIS
GONOKOKAL URETRITIS
GONOKAKUS

INVASI MIKROORGANISME KE URETRA

KOLONISASI BAKTERI PADA AREA PERIURETRAL

INFLAMASI URETRA
MK:
URETRITIS
HIPERTERMI

PERADANGAN URETRA
FREKUENSI
DAN URENSI
ERITEMA DAN MUKOSA
MUDAH BERDARAH

NYERI SAAT MK:


HEMATURIA
BERKEMIH
GANGGAUN
ELIMINASI URINE

MK: NYERI AKUT 16


VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Kultur urine : Mengidentifikasi organisme penyebab
 Urine analisis/urinalisa : Memperlihatkan bakteriuria, sel darah putih, dan endapan sel
darah merah dengan keterlibatan ginjal
 Darah lengkap
 Sinar-X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomali struktur nyata.
 Pielogram intravena (IVP) : Mengidentifikasi perubahan atau abnormalitas struktur.

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A.GLUMERULONEFRITIS

Pengkajian
 Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif
lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung
timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium
yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian
ditemukannya klien yang mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental
pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan
kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
 Identitas
sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
 Riwayat penyakit
 Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritematosus (penyakit autoimun lain).
 Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata
dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare yang dialami
klien.
 Pemeriksaan Fisik
 Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
 Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
 Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
 Makanan atau cairan

18
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine

 Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul)
 Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
 Pengkajian berpola
 Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan
beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar
mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
 Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat
diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang
tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri,
hematuria.
 Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam
perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan
tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila
tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu.
 Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
 Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.

 Persepsi diri :

19
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang lama.
 Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh serta anak
mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
 Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
 Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
 Hb menurun ( 8-11 )
 Ureum dan serum kreatinin meningkat.
o Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
o Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
 Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
 Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
 Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit ,
leukosit )
 Pemeriksaan darah
o LED meningkat.
o Kadar HB menurun.
o Albumin serum menurun (++).
o Ureum & kreatinin meningkat.
o Titer anti streptolisin meningkat.

A. Analisa Data

Data Etiologi Masalah keperawatan


DS : Faktor resiko dan etiologi Gangguan Keseimbangan

20
- klien mengeluh jarang Reaksi implamasi pada Cairan
glomerulus
berkemih
- klien mengeluh bagian Glomerulonefritis
kaki terasa bengkak
Penurunan GFR
DO :
Penurunan volume urine
- klien tampak edema
- hipernatremia Retensi air dan Na
- hipoalbuminemia Edema

Glomerulonefritis

Permeabilitas membrane
filtrasi turun

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik membrane


sel turun

Ekstravasasi cairan ke
intertisial

Edema

Kelebihan volume cairan

DS : Faktor resiko dan etiologi Ketidakseimbangan nutrisi


: kurang dari kebutuhan
- klien mengeluh mual
Reaksi implamasi pada tubuh
dan muntah glomerulus
- klien mengeluh tidak
Glomerulonefritis
nafsu makan
Respon GIT
DO :
- hipoalbuminemia Fetoruremia
- terjadi fluktuasi berat Peradangan mukosa
badan saluran pencernaan
- klien tampak lemah Anoreksia

21
Intek nutrisi tidak adekuat

Ketidakseimbangan nutrisi
: kurang dari kebutuhan
tubuh

DS : Faktor resiko dan etiologi Resiko infeksi


- klien mengeluh gatal-
Reaksi implamasi pada
gatal pada kulit glomerulus
DO :
Glomerulonefritis
- klien tampak edema
Penurunan GFR
- hiperuremia
- klien tampak lemah Penurunan volume urine

Retensi air dan Na

Edema

Retensi ureum pada darah


dn menyebar di jaringan
kulit

Gatal- gatal pada kulit

Tindakan klien untuk


mengatasi gatal pada kulit

Resiko terjadi luka pada


kulit

Resiko infeksi

B. Daftar Prioritas
Nama Klien :X
No. Reg :
No Tgl Diagnosa Keperawatan TTD
Muncul

22
1. Gangguan Keseimbangan Cairan
berhubungandengangangguanmekanismeregulasi
yang ditandaidengan :
- Klien mengeluh jarang berkemih
- Klien tampak edema
- Hipoalbuminemia
- Hipernatremia
2.

Ketidakseimbangannutrisi:
kurangdarikebutuhantubuhberhubungandenganfakt
orbiologis yang ditandaidengan
- Klien mengeluh tidak nafsu makan
- Klien mengeluh mual dan muntah
- Klien tampak lemah
- Terjadi fluktuasi berat badan
- Hipoalbuminemia
3.
Resikoinfeksiberhubungandenganpenyakitkronis

C. Rencana Asuhan Keperawatan


 Diagnosa Keperawatan No. 1
Gangguan Keseimbangan Cairan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama …x24 jam edema pasien dapat
berkurang
Kriteria Hasil :
NOC : Fluid overload severity, Kidney function
No Indikator 1 2 3 4 5

23
1 Tidakada edema

2 24 jam intake dan output seimbang

3 Elektroliturindalambatas normal
(Na : 40-220 mEq /hari)

Intervensi NIC : Fluid management, Electrolytemanagement: hypernatremia

1. Monitor posisi edema klien


2. Monitor kadar albumin darah klien
3. Perbaiki status albumin darah klien
4. Kolaborasi pemberian deuritik
5. Monitor intake dan output urin 24
6. Monitor status hemodinamik

 Diagnosa Keperawatan No. 2


Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan :Setelah dilakukan intervensi selama …x24 jam status nutrisi klien
teratasi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Nutritional status, Nutritional status : biochemical measure

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Inteknutrisiklienterpenuhi
2 Energy untukberaktivitasterpenuhi
3 Ada peningkatanberatbadan ( 2 kg)
4 Serum albumin dalambatas normal
(> 3,5 mg/dl)

Intervensi NIC : Nutritional monitoring, Nutritional management

24
1. monitor mual dan muntah pasien
2. Anjurkan klien mengkonsumsi makan tinggi kalori dan protein
3. Monitor berat badan klien secar berkala.
4. kolaborasidenganahligiziuntuk diet TKTP

 Diagnosa Keperawatan No. 3


Resikoinfeksi
Tujuan : Setelah dilakuakan intervensi selama …x24 jam klien terhindar dari
resiko infeksi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Risk control: infectious process
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Pasienmampumengidentifikasipenyebabinfeksi

Pasienmampumengontrollingkungan
2
Pasienmengenalitandadangejalainfeksi
3

Intervensi NIC : Infection protection

1. Ajarkan pasien cara untuk menghindari infeksi


2. anjurkan pasein dan keluarga untuk membatasi pengunjung
3. Ajarkanpasientandadangejalainfeksi
4. Anjurkanklienuntuksegeramelaporkanapabilaadatandainfeksi

25
A. URETRITIS
I. PENGKAJIAN
1. Identitas
 Usia : Semua usia bisa terkena penyakit ini, biasanya lebih sering pada umur
>45 thun.
 Jenis kelamin : Perempuan lebih rentan terkena uretritis dibanding laki-laki.
 TTL : Tempat/daerah yeng sering terjadi/sebagai faktor resiko peyebaran,
seperti daerah lokalisasi, daerah perairan, dsb.
2. Riwayat Penyakit
 Riwayat penyakit sekarang : Masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dan panas pada
daerah kelamin terutama pada saat berkemih, kadang juga disertai darah dan nanah.
 Riwayat penyakit dahulu : Penyebab penyakit biasanya akibat dari penyakit DM,
 Riwayat penyakit sekarang : Penyakit keluarga biasanya seperti : DM
3. Observasi & Pemeriksaan Fisik
Observasi Tanda-tanda Vital
S : Suhu meningkat (biasanya antara 37,5-38,5 C)
N : Nadi meningkat (biasanya >100 x/mnt)
RR : Pernafasan normal (18-20 x/mnt)
TD : Tekanan darah normal (110/70-130/90 mmHg)

Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan S.Pernafasan
Pernafasan pendek, karena menahan nyeri (nyeri daerah simpisis pubis)

b) Pemeriksaan S.Kardiovaskuler
Tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskuler
c) Pemeriksaan S.Persepsi-sensori
Tidak ada gangguan pada sistem persersi-sensori
d) Pemeriksaan S.Muskulus
Tidak ada gangguan pada sisitem muskulus
e) Pemeriksaan S.Pencernaan
Abdomen tegang dan nyeri tekan pada daerah simpisis pubis/perut bagian bawah.
f) Pemeriksaan S.Perkemihan

26
- Nyeri dan panas saat berkemih

- Terjadi disuria, hematuria, & piuria

- Mukosa memerah dan edema

- Terdapat cairan eksudat yang purulent

- Ada ulserasi pada uretra

- Adanya rasa gatal yang menggelitik

- Adanya pus pada awal miksi

- Kesulitan untuk memulai miksi

- Nyeri pada abdomen bagian bawah

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d proses peradangan


2. Hipertermi b/d proses peradangan
3. Resiko infeksi b/d penyebaran patogen secara sistemik
4. Gangguan eliminasi urine b/d obstruksi/edema/proses peradangan pada saluran kemih

III. INTERVENSI
Dx : Nyeri b/d proses peradangan

Tujuan : Rasa nyeri bisa berkurang / hilang

Kriteria Hasil :

1. Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang


2. Tidak ada nyeri abdomen bawah / daerah simpisis pubis
3. Mukosa uretra tidak memerah / edema
4. Tidak ada nyeri saat berkemih
5. Ekspresi wajah tenang

DS : Px biasanya mengeluh nyeri dan panas pada daerah kelamin terutama pada saat
berkemih.

27
DO : - Ekspresi wajah meringis, menahan nyeri

Px sering memegang kelamin, sering memegang perut bagian bawah & sering menggaruk-
2 daerah kelamin

Intervensi

Mandiri :

1. Kaji tingkat nyeri, lokasi & intensitas


R/ : Untuk membantu mengevaluasi tempat obstruksi & penyebab nyeri
2. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan
R/ : Meningkatkan relaksasi & menurunkan tegangan otot
3. Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
R/ : Relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri
4. Pantau pola berkemih secara berkala
R/ : Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan / pengunduran gejala / penyakit.

Kolaborasi :

Berikan analgetik sesuai kebutuhan & evaluasi keberhasilannya

R/ : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga mengurangi nyeri

Dx : Hipertermi b/d Proses Peradangan

Tujuan : Suhu tubuh normal (36,5-37,2 C)

Kriteria Hasil :

1. Pasien bebas dari demam


2. Pasien mengatakan tubuh tidak terasa panas
3. Mukosa uretra tidak memerah / edema
4. Suhu tubuh dan nadi normal
5. Ekspresi wajah tenang/tidak menyeringai

28
DS : Px biasanya mengeluh tubuh terasa panas

DO :- Ekspresi wajah meringis/menyeringai

- Suhu meningkat (biasanya antara 37,5-38,5 C)

- Nadi meningkat (biasanya >100 x/mnt)

Intervensi :

1. Kaji timbulnya demam

R/ : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien

2. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, & pernafasan)

R/ : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui kaeadaan umum pasien

3. Anjurkan pasien untuk banyak minum

R/ : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga


perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

4. Berikan kompres hangat

R/ : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang dapat mempercepat


penurunan suhu tubuh.

Dx : Resiko infeksi b/d penyebaran patogen secara sistemik

Tujuan : Tidak ada tanda – tanda infeksi

Kriteria Hasil :

1. Urine berwarna orange jernih / normal


2. Urine tidak mengandung / bercampur darah dan nanah

DS : Px biasanya mengeluh waktu berkemih disertai darah dan nanah

DO : - Adanya sekret / lendir / pus pada awal miksi

29
- Mukosa merah dan edema pada uretra / saluran kemih

- Urine berwarna merah

Intervensi

Mandiri :

1. Tingkatkan kebersihan yang baik pada pasien, keluarga dan tenaga kesehatan

R/ : Menurunkan resiko kontaminasi silang

2. Awasi / pantau tanda-tanda vital

R/ : Demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan & tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui kaeadaan umum pasien

3. Dorong peningkatan pemasukan cairan

R/ : Meningkatkan hidrasi untuk membilas bakteri

4. Berikan perawatan parineal

R/ : Dapat mencegah kontaminasi uretra

Kolaborasi :

1. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine (Tingkatkan masukan sari buah beri
dan berikan obat-obat untuk meningkatkan asam urine)

R/ : Asam urine menghalangi, membunuh / mengurangi tumbuhnya kuman,


peningkatan masukan sari buah dapat berpegaruh dalam pengobatan infeksi.

2. Berikan antibiotik sesuai kebutuhan & evaluasi keberhasilannya

R/ : Dapat mencegah/mengurangi kolonisasi periuretra agar tidak terjadi kekambuhan


infeksi.

Dx : Perubahan eliminasi urine b/d obstruksi / edema / proses peradangan pada


saluran kemih

Tujuan : Px dapat mempertahankan pola eliminasi urine / BAK secara adekuat

30
Kriteria Hasil :

1. Klien dapat berkemih / BAK secara lancar


2. Klien tidak kesulitan saat berkemih
3. Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (seperti :
disuria, piuria, & hematuria)

DS : Px biasanya mengeluh kesulitan untuk memulai miksi / berkemih

DO : - Mukosa merah dan edema pada uretra / saluran kemih

Intervensi

Mandiri :

1. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristik urine

R/ : Memberikan dan mengetahui informasi tentang fungsi ginjal dan adanya


komplikasi

2. Dorong peningkatan pemasukan cairan

R/ : Meningkatkan hidrasi untuk membilas bakteri

Kolaburasi :

1. Awasi pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, keratinin)

R/ : Pengawasan terhadap disfungsi ginjal

31
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2008 Askep Pada Pasien Sistem Perkemihan, jakarta : Salemba Medika
Underwood. JCE. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. EGC. Jakarta
Anonim, 1997. Perawatan VB. Akademi Keperawatan Soepraon Malang
Herdman, TH. & Kamitsuru. 2014. Nursing Diagnoses, Definitions and classification 2015-
2017. Oxford : Wiley Blackwell
Wilkinson, Judith M. Dkk. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan, diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC edisi 9. Jakarta : EGC

32

Vous aimerez peut-être aussi