Vous êtes sur la page 1sur 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Diabetes Militus

Diabetes mellitus adalah penyakit multifaktorial, yang ditandai dengan

sindroma hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak serta

protein yang disebabkan insufisiensi sekresi insulin ataupun aktivitas endogen

insulin atau keduanya (Price, S dan Wilson, 2005). Hiperglikemia yang tidak

terkontrol juga dapat menimbulkan banyak penyakit komplikasi seperti neuropati,

stroke dan penyakit pembuluh darah perifer (Cade W.T, 2008).

DM bisa disebabkan oleh destruksi sel beta pankreas karena proses

autoimun atau idiopatik yang umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut,

resistensi insulin, defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, dan

sindrom genetik lainnya (Purnamasari, 2011).

Tanda diabetes adalah kelainan glikemia sewaktu puasa, intoleransi glukosa

atau keduanya. Dalam semua bentuk diabetes, mungkin ada remisi pada tingkat

hiperglikemia. Pasien dapat menjadi normal regulasi glukosa, jika diabetesnya baru

mulai (Lindarto D, 2014).

Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi

disebabkan oleh berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh

diabetes melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga

gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin

3
4

jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin merupakan hormon yang

membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).

2.2. Etiologi Diabetes Militus

Bukti menunjukkan bahwa diabetes mellitus memiliki berbagai penyebab,

termasuk :

1. Hereditas

2. Lingkungan (infeksi, makanan, toksin, stres)

3. Perubahan gaya hidup pada orang yang secara genetik rentan

4. Kehamilan (Kowalak, 2014)

Klasifikasi etiologi diabetes mellitus saat ini telah direkomendasikan oleh

WHO dan ADA. Klasifikasi ini sangat berbeda dari klasifikasi sebelumnya yang

menggunakan istilah diabetes tergantung insulin dan diabetes tidak tergantung

insulin. Istilah tipe I dan tipe II diabetes (dengan angka Arab) telah diadopsi untuk

bentuk yang paling umum dari diabetes mellitus (Lindarto D, 2014).

2.3. Epidemiologi Diabetes Militus

Data dari berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM adalah

masalah kesehatan yang besar. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah

penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 menyebutkan sekitar 415

juta orang dewasa memiliki diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di tahun

1980an. Apabila tidak ada tindakan pencegahan maka jumlah ini akan terus
5

meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 meningkat menjadi

642 juta penderita (IDF, 2015).

Insidensi DM terbukti meningkat dalam berbagai penelitian. Penelitian di

Indonesia termasuk Jakarta dan kota lainnya menunjukkan adanya peningkatan.

Peningkatan insidensi DM akan memengaruhi peningkatan kejadian komplikasi

kronik. Komplikasi kronik dapat terjadi khususnya pada penderita DM tipe 2

(Waspadji, 2009).

Penyandang DM memiliki risiko timbulnya penyakit. Penyakit yang timbul

pada penderita DM misalnya penyakit jantung koroner. Orang dengan DM

memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami jantung koroner, lebih rentan

menderita gangrene sebesar lima kali, tujuh kali lebih rentan mengidap gagal ginjal,

dan 25 kali lebih rentan mengalami kerusakan retina yang mengakibatkan kebutaan

pada penyandang DM tipe 2 daripada pasien non DM (Waspadji, 2009).

Komplikasi yang terjadi pada penderita DM mengakibatkan terjadinya angka

kematian dan angka kesakitan bukan hiperglikemi (Pernama, 2013).

Diabetes melitus biasa disebut dengan penyakit yang mematikan karena

menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan keluhan.Keluhan pada penderita

DM disebabkan oleh banyak hal diantaranya karakteristik individu meliputi jenis

kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota

keluarga, riwayat penyakit dan dapat dipengaruhi juga dengan faktor penanganan

yang meliputi diet, aktivitas fisik, terapi obat, dan pemantauan glukosa darah

(Trisnawati, 2013).

5
6

Penyandang DM memiliki risiko terkena penyakit jantung 2-4 daripada

orang yang non DM. Kemenkes RI (2013) menyebutkan bahwa Provinsi Jawa

Timur mengalami peningkatan prevalensi 1,1 bila dibandingkan dengan hasil

Riskesdas tahun 2007 (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi diabetes se-Indonesia

diduduki oleh provinsi Jawa Timur karena diabetes merupakan 10 besar penyakit

terbanyak. Jumlah penderita DM menurut Riskesdas mengalami peningkatan dari

tahun 2007 sampai tahun 2013 sebesar 330.512 penderita (Kemenkes RI, 2014).

2.4. Patofisiologi Diabetes Militus

Patologi DM dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan

insulin (Guyton & Hall, 2006). Pada DM tipe Iterdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses

autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur

oleh hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial

(sesudah makan) (Brunner & Suddarth, 2012).

Menurut Brunner & Suddarth (2012), jika konsentrasi glukosa dalam darah

cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring

keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa

yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran

cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.

Kehilangan cairan yang berlebihan menyebabkan pasien akan mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan peningkatan rasa haus (polidipsia).


7

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Jika terjadi defisiensi insulin, protein yang

berlebihan di dalam sirkulasi darahtidak dapat disimpan dalam jaringan. Semua

aspek metabolisme lemak sangat meningkat bila tidakada insulin. Normalnya ini

terjadi antara waktu makan sewaktu sekresi insulin minimum, tetapi metabolisme

lemak meningkat hebat pada DM sewaktu sekresi insulin hampir nol (Guyton &

Hall, 2006).

Peningkatan jumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas

diperlukan untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa

dalam darah. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat

sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat

yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa

akan meningkat dan terjadi Diabetes Tipe II (Brunner & Suddarth, 2012).

2.5. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi etiologi DM menurut American Diabetes Mellitus 2010, dibagi

dalam 4 jenis yaitu (ADA, 2010) (Lindarto D, 2014) :

1. Diabetes Mellitus Tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM

DM tipe I terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab

autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin

dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak

terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah

ketoasidosis (ADA, 2010). Kerusakan sel beta pankreas dapat dideteksi lebih dini

7
8

dengan pemeriksaan autoantibodi tertentu. Biasanya tanda autoimun DM tipe

1adalah antibodi : anti-GAD, anti-islet cell, atau anti insulin, yang menyebabkan

kerusakan sel beta pankreas (Lindarto D, 2014).

2. Diabetes Mellitus Tipe II atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/ NIDDM

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa

membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang

merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa

oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh

karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah aktif karena dianggap

kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin.

Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya

glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan

mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi

perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi

perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang.

DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (ADA, 2010).

Kebanyakan DM tipe 2 mengalami obesitas, hal ini memperburuk resistensi insulin.

DM tipe 2 sering baru terdiagnosa selama bertahun-tahun karena hiperglikemia

berkembang secara bertahap dan tidak jelas gejala klasiknya (Lindarto D, 2014).

3. Diabetes Mellitus Tipe Lain


9

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi

sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit

metabolik endokrin lain, iatrogenic, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan

genetik lain (ADA, 2010). DM ini adalah berhubungan dengan kecacatan, penyakit

atau sindrome tertentu. Dalam kelompok ini termasuk cacat genetik fungsi sel beta.

Sebagian besar tanda klinisnya adalah hiperglikemia pada usia dini. Mereka sering

disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY) (Lindarto D, 2014).

4. Diabetes Mellitus Gestasional

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa

didapati pertama kali pada masa kehamilan , biasanya pada trimester kedua dan

ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal.

Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang

menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. (ADA, 2010).

Kemungkinan bahwa intoleransi glukosa atau diabetes telah mendahului

kehamilan. Pada awal kehamilan, glukosa puasa dan postprandial biasanya lebih

rendah dari pada wanita yang tidak hamil. Risiko tinggi GDM terdapat pada

perempuan yang lebih tua, memiliki riwayat intoleransi glukosa, riwayat bayi besar

untuk usia kehamilan, dan perempuan hamil dengan hiperglikemia. Akibat GDM

dapat merugikan terhadap kedua janin dan ibu. Diabetes yang terjadi sebelum atau

selama kehamilan berhubungan dengan peningkatan risiko kematian janin

intrauterine dan komplikasi lain termasuk kelainan bawaan (Lindarto D, 2014)

Tabel 2.1 Klasifikasi DM

Jenis Etiologi

9
10

Tipe 1 Tipe diabetes dengan defisiensi insulin

absolut akibat kerusakan sel beta

pankreas. Umumnya disebabkan :

1. Proses autoimun

2. Idiopatik

Tipe 2 Mulai dari yang predominan resistensi

insulin dengan defisiensi insulin relatif

sampai yang dominan defek sekresi

insulin dengan resistensi insulin.

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta

1. Defek genetik kerja insulin

2. Penyakit eksokrin pankreas

3. Endokrinopati

4. Karena obatan atau zat kimia

5. Infeksi

6. Imunologi

7. Sindroma genetik lain yang

berhubungan dengan DM

Diabetes mellitus gestasional Diabetes selama kehamilan

2.6. Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Tabel 2.2 Faktor risiko bagi penyandang

pra-diabetes mellitus dan DM tipe 2


11

Usia Insidens DM tipe 2 bertambah sejalan dengan

pertambahan usia (jumlah sel beta yang produktif

berkurang seiring pertambahan usia). Upayakan

memeriksa glukosa darah puasa jika usia telah diatas 45

tahun, atau segera jika ada faktor lain.

Berat badan BB berlebih: BMI > 25. Kelebihan BB 20%

meningkatkan risiko dua kali. Prevalensi obesitas dan

diabetes berkolerasi positif, terutama obesitas sentral.

Riwayat keluarga Orangtua atau saudara kandung mengidap diabetes

mellitus. Sekitar 40% diabetes terbukti terlahir dari

keluarga yang juga mengidap DM, dan + 60-90%

kembar identik merupakan penyandang DM.

Tekanan darah Lebih dari 140/90 mmHg (atau riwayat hipertensi).

Kolesterol HDL <40 mg/dL (laki-laki) dan <50 mg/dL (perempuan).

Trigliserida >250 mg/Dl

DM kehamilan Riwayat DM kehamilan atau pernah melahirkan anak

(gestasional) dengan BB>4 kg. Kehamilan, trauma fisik dan stress

psikologis menurunkan sekresi serta kepekaan insulin.

Gaya hidup Olahraga kurang dari 3 kali seminggu. Olahraga bagi

diabetes merupakan potent protective factor yang

meningkatkan kepekaan jaringan terhadap insulin

hingga 6%.

11
12

Kelainan lain Riwayat penyakit pembuluh darah dan sindrom ovarium

polisiklik.

Sumber : Arisman, 2011

2.7. Gejala Klinis Diabetes Militus

Gejala adalah hal-hal yang dirasakan dan dikeluhkan oleh penderita,

sedangkan tanda-tanda berarti keadaan yang dapat dilihat dari pemeriksaan badan.

Ada bermacam-macam gejala DM, yaitu:

a. Sering buang air kecil dengan volume yang banyak, yaitu lebih sering dari

pada biasanya, apalagi pada malam hari (poliuri), hal ini terjadi karena kadar gula

darah melebihi nilai ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga gula akan keluar

bersama urine. Untuk menjaga agar urine yang keluar tidak terlalu pekat, tubuh

akan menarik air sebanyak mungkin kedalam urine sehingga urine keluar dalam

volume yang banyak dan buang air kecil pun menjadi sering. dalam keadaan

normal, urine akan keluar sekitar 1,5 liter perhari, tetapi pada penderita DM yang

tidak terkontrol dapat memproduksi lima kali dari jumlah itu.

b. Sering merasa haus dan ingin minum sebanyak-banyaknya (polidipsi).

Dengan banyaknya urine yang keluar, badan akan kekurangan air atau dehidrasi.

Untuk mengatasi hal tersebut tubuh akan menimbulkan rasa haus sehingga

penderita selalu ingin minum terutama yang dingin, manis, segar, dan banyak.

c. Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin


13

menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel

tubuh kurang dan energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini adalah penyebab

mengapa penderita merasa kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula

sehingga otak juga berfikir bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka

tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan

alarm rasa lapar.

d. Berat badan turun dan menjadi kurus.ketika tubuh tidak bisa mendapatkan

energi yang cukup dari gula karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas

mengolah lemak dan protein yang ada didalam tubuh untuk diubah menjadi energi.

Dalam sistem pembuangan urine, penderita DM yang tidak terkendalibisa

kehilangan sebanyak 500 gram glukosa dalam urine per 24 jam (setara dengan 2000

kalori perhari hilang dari tubuh).

e. Gejala lain. gejala lain yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan

karena komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung

sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva)

dan pada pria ujung penis terasa sakit (balanitis) (Kurniadi; Nurrahmani, 2014).

2.8. Diagnosis Diabetes Militus

13
14

Pada dewasa dan wanita tidak hamil, penegak diabetes militus dilakukan

berdasarkan dua dari sejumlah kriteria berikut ini, yang diperoleh dengan selang

waktu lebih dari 24 jam dengan menggunakan tes yang sama sebanyak dua kali atau

kombinasi tes-tes ini:

 Kadar glukosa plasma sebesar 126 mg/dl atau lebih sedikitnya pada dua kali

pemeriksaan

 Gejala khas yang menunjukkan diabetes tak-terkontrol dan kadar gula darah

sewaktu 200 mg/dl atau lebih

 Kadar glukosa darah 200 mg/dl atau lebih dua jam sesudah mengkonsumsi

75 gram dekstrosa per oral

Diagnosis diabetes melitus dapat pula didasarkan pada:

 Retinopatik diabetik pada pemeriksaan oftalmologi

 Tes diagnostik serta pemantauan lain, termasuk urinalisis untuk mendeteksi

aseton, dan pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi/HbA1c (yang

mencerminkan konrol glikemia selama 2 hingga 3 bulan terakhir).

Tabel 2.3 Diagnosis DM

GDP GDS GD2PP/TTGO HbA1C

DM > 126 >200 >200 >6,5

Pre-DM 100-126 140-199 140-199 5,7-6,4

Non-DM <100 <140 <140 <5,7

2.9. Komplikasi Diabetes Militus


15

Komplikasi diabetik meliputi :

a. Penyakit mikrovaskuler, termasuk retinopati, nefropati, dan

neuropati.

b. Dislipedemia.

c. Penyakit makrovaskular, termasuk penyakit arteri koroner, arteri

perifer, dan arteri serebri.

d. Ketoasidosis diabetik.

e. Sindrom hiperosmoler hiperglikemik nonketotik.

f. Kenaikan berat badan yang berlebihan.

g. Ulserasi kulit.

h. Gagal ginjal kronis.

Tabel 2.4 Komplikasi vaskuler pada DM

Komplikasi mikrovaskular Gejala klinis

Retinopati Penurunan atau gangguan penglihatan

Nefropati Ditemukan proteinuria, hipertensi atau sindroma

nefrotik

Neuropati Neuropati perifer, mononeuropati, carpal tunnel

syndrome, amyotrofi atau ulserasi pada kaki

Komplikasi Gambaran klinis

makrovaskular

Koroner Angina atau infark miokard

Cerebral Strok, transient ischemic attack (TIA)

15
16

Vaskularisasi perifer Intermittent claudication, ischaemic leg, ulserasi

dan ganggrene

Sumber : (Meeking, 2011)

Kerusakan pada saraf yang paling umum terjadi yaitu pada saraf perifer. Hal

tersebut menyebabkan ujung kaki tidak dapat merasakan sentuhan, sehingga

apabila terjadi luka maka pasien tidak mengetahui atau menyadari bahwa dia

terluka, dan menyebabkan risiko yang jauh lebih parah lagi, yaitu terjadinya ulkus

pada kaki, yang nantinya akan berujung pada amputasi (Komplikasi Diabetes

Mellitus, 2014).

2.10. Penatalaksanaan Diabetes Militus


Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin

dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi. Tujuan terapi

pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. Farmakologi (obat-obatan)

a. Antidiabetik oral (ADO)

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)

 Sulfonilurea

 Glinid

2. Penambahan sensitivitas terhadap insulin

 Metformin

 Tiazolidinidion

3. Penghambatan absorbsi glukosa


17

 Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)

b. Insulin

Jenis dan lama kerja insulin :

1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)

3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)

5. Insulin campuran tetap, kerja pendek, kerja menengah (premixed

insulin) (Askandar, 2005).

2. Non Farmakologi

a. Diet

Penderita DM sangat dianjurkan untuk menjalankan diet sesuai yang

dianjurkan, yang mendapat pengobatan anti diuretik atau insulin, harus menaati diet

terus menerus baik dalam jumlah kalori, komposisi dan waktu makan harus diatur,

makanan yang mengandung indeks glikemik rendah (55%atau kurang ) antara lain:

roti gandum, nasi merah, jus apel tanpa tanpa pemanis, kacang tanah, wortel,

kacang kedelai. Glikemik sedang (56%-69%) :jagung rebus, anggur, pisang kismis,

talas.(Askandar, 2005).

b. Olahraga

Dengan olahraga teratur sensitivitas sel terhadap insulin menjadi lebih baik,

sehingga insulin yang ada walaupun relatif kurang, dapat dipakai dengan lebih

efektif.Lakukan olahraga 1-2 jam sesudah makan terutama pagi hari selama½ -1

jam perhari minimal 3 kali/ minggu.Penderita DM sebaiknya konsultasi gizi kepada

17
18

dokter setiap 6 bulan sekali untuk mengatur pola diet dan makan guna

mengakomodasi pertumbuhan dan perubahan BB sesuai pola hidup (Askandar,

2005).

2.11. Definisi Ulkus Diabetik

Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit

diabetes melitus. Adanya luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis

yang terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan

neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga pasien tidak

menyadari adanya luka (Waspadji, 2006).

Menurut Tambunan (2006) dalam Hidayah (2012), ulkus diabetik adalah

salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa luka terbuka pada

permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, ulkus diabetika merupakan luka

terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati dari

penyakit diabetes melitus sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang

lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat

berkembang menjadi infeksi.

2.12. Etiopatologi Ulkus Diabetik

Ulkus kaki diabetik terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor, seperti kadar

glukosa darah yang tinggi dan tidak terkontrol, perubahan mekanis dalam kelainan

formasi tulang kaki, tekanan pada area kaki, neuropati perifer, dan penyakit arteri
19

perifer aterosklerotik, yang semuanya terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang

tinggi pada penderita diabetes. Gangguan neuropati dan vaskular merupakan faktor

utama yang berkonstribusi terhadap kejadian luka, luka yang terjadi pada pasien

diabetes berkaitan dengan adanya pengaruh saraf yang terdapat pada kaki yang

dikenal dengan nuropati perifer, selain itu pada pasien diabetes juga mengalami

gangguan sirkulasi, gangguan sirkulasi ini berhubungan dengan peripheral vascular

diseases. Efek dari sirkulasi inilah yang mengakibatkan kerusakan pada saraf-saraf

kaki. Diabetik neuropati berdampak pada sistem saraf autonomi yang mengontrol

otot-otot halus, kelenjar dan organ viseral. Dengan adanya gangguan pada saraf

autonomi berpengaruh pada perubahan tonus otot yang menyebabkan gangguan

sirkulasi darah sehingga kebutuhan nutrisi dan metabolisme di area tersebut tidak

tercukupi dan tidak dapat 17 mencapai daerah tepi atau perifer. Efek ini

mengakibatkan gangguan pada kulit yang menjadi kering dan mudah rusak

sehingga mudah untuk terjadi luka dan infeksi. Dampak lain dari neuropati perifer

adalah hilangnya sensasi terhadap nyeri, tekanan dan perubahan temperatur (Chuan,

et al., 2015; Frykberg, et al., 2006; Rowe, 2015; Syabariyah, 2015).

2.13. Klasifikasi Ulkus Diabetik

Klasifikasi ulkus kaki diabetik diperlukan untuk berbagai tujuan,

diantaranya yaitu untuk mengetahui gambaran lesi agar dapat dipelajari lebih dalam

tentang bagaimana gambaran dan kondisi luka yang terjadi. Terdapat beberapa

klasifikasi luka yang sering dipakai untuk mengklasifikasikan luka diabetes dalam

penelitian-penelitian terbaru, diantaranya termasuk klasifikasi Kings College

19
20

Hospital, University of Texas klasifikasi, klasifikasi PEDIS, dll. Tetapi tedapat dua

sistem klasifikasi yang paling sering digunakan, dianggap paling cocok dan mudah

digunakan yaitu klasifikasi menurut Wagner-Meggitt dan University of Texas.

Tabel 2.5 Klasifikasi Ulkus Kaki Diabetik WagnerMeggitt

Klasifikasi ini [Tabel 2.5] telah dikembangkan pada tahun 1970-an, dan

telah menjadi sistem penilaian yang paling banyak diterima secara universal dan

digunakan untuk ulkus kaki diabetic.

Tabel 2.6 Klasifikasi Ulkus Kaki Menurut University Of Texas


21

Klasifikasi University of Texas merupakan kemajuan dalam pengkajian

kaki diabetes. Sistem ini menggunakan empat nilai, masing-masing yang

dimodifikasi oleh adanya infeksi (Stage B), iskemia (Stage C), atau keduanya

(Stage D). Sistem ini telah divalidasi dan digunakan pada umumnya untuk

mengetahui tahapan luka dan memprediksi hasil dari luka yang bisa cepat sembuh

atau luka yang berkembang kearah amputasi.

2.14. Faktor Resiko Ulkus Diabetik

Ferawati (2014), menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus dapat

mengalami ulkus diabetik apabila memiliki faktor resiko antara lain:

1. Umur ≥ 60 tahun

Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada

usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi

penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh

terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.

2. Obesitas

Pada pasien obesitas dengan indeks masa tubuh atau IMT ≥ 23 kg/m2

(wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan relatif (BBR) lebih dari 120

% akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10

µU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan

aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan

sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah

terjadi ulkus diabetik.

21
22

3. Neuropati

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan

mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf

yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi

neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,

sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat

menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.

4. Hipertensi

Hipertensi (tekanan darah (TD) > 130/80 mmHg) pada penderita diabetes

mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya

aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan

darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada 12

endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati

melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi

sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya

ulkus diabetik.

5. Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali.

Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi

sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah.

Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan

pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan

yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar

glukosa darah tidak terkontrol ( gula darah puasa (GDP) > 100 mg/dl dan GD2JPP
23

> 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik

makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.

Penelitian Kurniasari, 2007, menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang

bermakna terhadap kejadian ulkus diabetik antara pasien DM yang rutin melakukan

kontrol gula darah dengan yang tidak rutin melakukan kontrol gula darah dengan

nila p=0,018, α=0,05.

6. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan

dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi

trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan

memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.

7. Kolesterol Total, High Density Lipoprotein (HDL), Trigliserida tidak terkendali.

Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar

trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL

(highdensitylipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl).

Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl

akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan

menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan

terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan

lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan

sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau

berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki

23
24

menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis

jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

8. Kurangnya aktivitas Fisik

Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi

darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,

sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah yang

terkendali dapat mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus.

2.15. Gejala Klinis Ulkus Diabetik

Menurut Maryunani (2013), tanda dan gejala ulkus diabetik dapat dilihat

berdasarkan stadium antara lain;

a. Stadium I menunjukkan tanda asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan

gringgingen).

b. Stadium II menunjukkan klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi pendek).

c. Stadium III menunjukkan nyeri saat istirahat. d. Stadium IV menunjukkan

kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis, ulkus).

2.16. Prinsip Penatalaksanaan Ulkus Diabetik

Tujuan utama pengelolaan UKD yaitu untuk mengakses proses kearah

penyembuhan luka secepat mungkin karena perbaikan dari ulkus kaki dapat

menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi dan kematian pasien diabetes.

Secara umum pengelolaan UKD meliputi penanganan iskemia, debridemen,

penanganan luka, menurunkan tekanan plantar pedis (off-loading), penanganan


25

bedah, penanganan komorbiditas dan menurunkan risiko kekambuhan serta

pengelolaan infeksi.

1) Penanganan iskemia
Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus

dinilai awal pada pasien UKD. Penilaian kompetensi vaskular pedis pada UKD

seringkali memerlukan bantuan pemeriksaan penunjang seperti MRI angiogram,

doppler maupun angiografi. Pemeriksaan sederhana seperti perabaan pulsasi arteri

poplitea, tibialis posterior dan dorsalis pedis dapat dilakukan pada kasus UKD kecil

yang tidak disertai edema ataupun selulitis yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak

akan sembuh bahkan dapat menyerang tempat lain di kemudian hari bila

penyempitan pembuluh darah kaki tidak diatasi. Bila pemeriksaan kompetensi

vaskular menunjukkan adanya penyumbatan, bedah vaskular rekonstruktif dapat

meningkatkan prognosis dan selayaknya diperlukan sebelum dilakukan debridemen

luas atau amputasi parsial. Beberapa tindakan bedah vaskular yang dapat dilakukan

antara lain angioplasti transluminal perkutaneus (ATP), tromboarterektomi dan

bedah pintas terbuka (by pass). Berdasarkan penelitian, revaskularisasi agresif pada

tungkai yang mengalami iskemia dapat menghindarkan amputasi dalam periode

tiga tahun sebesar 98%. Bedah bypass dilaporkan efektif untuk jangka panjang.

Kesintasan (survival rate) dari ekstremitas bawah dalam 10 tahun pada mereka yang

memakai prosedur bedah bypass lebih dari 90%. Penggunaan antiplatelet ditujukan

terhadap keadaan insufisiensi arteri perifer untuk memperlambat progresifitas

sumbatan dan kebutuhan rekonstruksi pembuluh darah.

2) Debridemen

25
26

Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan

nekrotik, karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable,

debris dan fistula. Tindakan debridemen juga dapat menghilangkan koloni bakteri

pada luka. Saat ini terdapat beberapa jenis debridemen yaitu autolitik, enzimatik,

mekanik, biologik dan tajam. Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan lunak

dan tulang yang nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk mengevakuasi jaringan

yang terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat

mempercepat penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi risiko

infeksi lokal. Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal akan

memelihara ulkus tetap bersih dan merangsang terbentuknya jaringan granulasi

sehat sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus.

3) Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing

atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Bila ulkus memproduksi

sekret banyak maka untuk pembalut (dressing) digunakan yang bersifat absorben.

Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan

ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat

mempertahankan kelembaban. Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban,

penggunaan pembalut juga selayaknya mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan

lokasi ulkus. Untuk pembalut ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu

kasa steril yang dilembabkan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang

tersedia saat ini. Pemilihan pembalut yang akan digunakan hendaknya senantiasa

mempertimbangkan cost effective dan kemampuan ekonomi pasien.

4) Menurunkan tekanan pada plantar pedis (off-loading)


27

Tindakan off-loading merupakan salah satu prinsip utama dalam

penatalaksanaan ulkus kronik dengan dasar neuropati. Tindakan ini bertujuan untuk

mengurangi tekanan pada telapak kaki. Tindakan offloading dapat dilakukan secara

parsial maupun total. Mengurangi tekanan pada ulkus neuropati dapat mengurangi

trauma dan mempercepat proses penyembuhan luka. Kaki yang mengalami ulkus

harus sedapat mungkin dibebaskan dari penekanan. Sepatu pasien harus

dimodifikasi sesuai dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus. Metode yang dipilih untuk

off-loading tergantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat keparahan

dan ketaatan pasien. Beberapa metode off loading antara lain: total non-weight

bearing, total contact cast, foot cast dan boots, sepatu yang dimodifikasi (half shoe,

wedge shoe), serta alat penyanggah tubuh seperti cruthes dan walker.

5) Penanganan bedah

Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya UKD. Tindakan elektif

ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti pada kelainan spur

tulang, hammertoes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk

mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami

neuropati dengan melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Bedah

kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif,

misalnya angioplasti atau bedah vaskular. Osteomielitis kronis merupakan indikasi

bedah kuratif. Bedah emergensi adalah tindakan yang paling sering dilakukan, dan

diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi, misalnya ulkus

dengan daerah infeksi yang luas atau adanya gangren gas. Tindakan bedah

emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik.

27
28

6) Penanganan komorbiditas

Diabetes merupakan penyakit sistemik multiorgan sehingga komorbiditas

lain harus dinilai dan dikelola melalui pendekatan tim multidisiplin untuk

mendapatkan hasil yang optimal. Komplikasi kronik lain baik mikro maupun

makroangiopati yang menyertai harus diidentifikasi dan dikelola secara holistik.

Kepatuhan pasien juga merupakan hal yang penting dalam menentukan hasil

pengobatan.

7) Mencegah kambuhnya ulkus


Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi

kaki. Pasien diajarkan untuk memperhatikan kebersihan kaki, memeriksa kaki

setiap hari, menggunakan alas kaki yang tepat, mengobati segera jika terdapat luka,

pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk debridemen pada kapalan dan kuku kaki

yang tumbuh ke dalam. Sepatu dengan sol yang mengurangi tekanan kaki dan kotak

yang melindungi kaki berisiko tinggi merupakan elemen penting dari program

pencegahan.

LAPORAN KASUS

I. Identitas pribadi

Nama pasien : Zamachysari Lukman

Umur : 63 tahun
29

Jenis kelamin : Laki-laki

No RM : 007280

Alamat : Jalan Suka Teguh No 8 LK XIII Medan

Agama/suku : Islam

Tanggal masuk : 30 Maret 2018

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Lemas

K. Tambahan : Denyut pada kaki

Telaah : Pasien laki-laki berusia 63 tahun dibawa keluarganya ke Instalasi


Gawat Darurat (IGD) RS. Putri Hijau Medan dengan keluhan
badan lemas. Badan lemas yang dialami os sudah sejak ± 3 minggu
yang lalu. Istri pasien juga mengeluhkan bahwa mengalami bahwa
kaki os mengalami denyut dan disertai luka. Denyut pada kaki
dialami sudah 2 minggu ini. Os juga mengatakan bahwa kaki
kanan mengalami luka pada ibu jari kaki kanan. Luka pada kaki
ini dialami sudah 4 bulan belakangan ini, namun os mengatakan
lukanya makin lama makin membesar dan menghitam.

Riwayat Penyakit yang Pernah diderita : DM

Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Tidak ada

Riwayat Penggunaan Obat : Metformin

Riwayat Alergi Obat : Tidak ada

Habitualis : merokok

III. Keadaan Umum

Kesan keadaan sakit : Ringan – Sedang

Sensorium : Kualitatif: Compos mentis Kuantitatif: GCS 15

29
30

Tekanan Darah : 150/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 80 x/i √ Regular Irreguler

Frekuensi Pernafasan : 22 x/i √ Reguler Irreguler

Temperatur : 36,7o C

Data antropometri

a. Berat Badan : 80 Kg

b. Tinggi Badan : 160 Cm

IV. Pemeriksaan Fisik

Kulit

a. Sianosis : Tidak dijumpai

b. Ikterus : Tidak dijumpai

c. Pucat : Tidak dijumpai

d. Turgor : (kembali cepat) (n<2)

e. Edema : Tidak dijumpai

Rambut : Hitam, tebal dan tidak ada dijumpai rontok

Kepala : Normal

a. Wajah : Normal , Dismorfik (-)

b. Mata : Palpebra edema (-), konjungtiva pucat (-), sclera ikterik


(-), pupil isokor (+), refleks cahaya (+)

c. Hidung : Sekret (-), septum deviasi (-), epistaksis (-)

d. Mulut :

Bibir : Lembab

Gusi : Tidak ada gusi berdarah


31

Lidah : Bersih

Tonsil : T1-T2

Faring : Tidak hiperemis

e. Telinga : Serumen pump (-)

Daun telinga lengkap

f. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-)

g. Thoraks : normal

Paru

 Inspeksi : Simetris dextra sinistra, tidak ada bagian dada


yang tertinggal saat bernafas

 Palpasi : Vokal taktil fremitus normal


 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Ronki basah dextra (-) , Ronki basah
sinistra (-)

Jantung

 Auskultasi : SISII reguler, murmur (-), gallop (-)

h. Abdomen

 Inspeksi : Datar dan ikuti gerak nafas

 Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-), tidak ada


pembesaran hepar, turgor kembali cepat, ascites (-)

 Perkusi : Timpani

 Auskultasi : Peristaltik normal

i. Ekstremitas : Gangren (+) pada ekstremitas kanan bawah

31
32

V. Diagnosis : DM tipe II + Ganggren diabetikum +


Hipertensi
VI. Terapi Sementara :
- IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/I makro
- Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- IVFD metrodinazole / 8 jam
- Inj Avidra 3 x 12 IU
- Inj Lantus 1 x 8 IU
- Canderin 16 mg 1x1
- Amlodipin 5 mg 1x1
VII. Pemeriksaan Penunjang :
Kadar Gula Darah Sewaktu : 323 mg/dl

VIII. Follow UP

Hari / S O A P
Tanggal
Jumat Batuk (- BB : 80 DM tipe II + a. IVFD NaCl 0,9 %
30/03/2018 ) kg Ganggren 20 gtt/I makro
Demam TD : diabetikum + b. Inj Ceftriaxone 1
(-) 160/80 Hipertensi gr/12 jam
Sesak (- mmHg c. IVFD
) HR : metrodinazole / 8
Lemas 84 x/i jam
(+)
33

RR : 22 d. Inj Avidra 3 x 12
x/i IU
T : e. Inj Lantus 1 x 8 IU
36,5 oC f. Canderin 16 mg
1x1
g. Amlodipin 5 mg
1x1

Sabtu Batuk (- BB : 80 DM tipe II + a. IVFD NaCl 0,9 %


31/03/2018 ) kg Ganggren 20 gtt/I makro
Demam TD : diabetikum + b. Inj Ceftriaxone 1
(-) 150/80 Hipertensi gr/12 jam
Sesak (- mmHg c. IVFD
) HR : metrodinazole / 8
Lemas 74 x/i jam
(+) RR : 22 d. Inj Avidra 3 x 12
x/i IU
T : e. Inj Lantus 1 x 8 IU
36,5 oC f. Inj Ranitidine / 12
jam
g. Inj Ondansentron /
12 jam
h. Canderin 16 mg
1x1
i. Amlodipin 5 mg
1x1
j. Leptika 2 x 1
k. Alprazolame 0,5
mg 1 x 1
Konsul ke Bedah

33
34

Minggu Batuk (- BB : 80 DM tipe II + a. IVFD


01/04/2018 ) kg Ganggren metrodinazole / 8
Demam TD : diabetikum + jam
(-) 150/80 Hipertensi b. Inj Avidra 3 x 12
Sesak (- mmHg IU
) HR : c. Inj Lantus 1 x 8 IU
Lemas 88 x/i d. Inj Ranitidine / 12
(+) RR : 22 jam
x/i e. Inj Ondansentron /
T : 12 jam
36,5 oC f. Canderin 16 mg
1x1
g. Amlodipin 5 mg
1x1
h. Leptika 2 x 1
i. Alprazolame 0,5
mg 1 x 1
j. Konsul ke bedah
Senin Badan BB : 80 DM tipe II + a. IVFD
02/04/2018 lemas, kg Ganggren metrodinazole / 8
susah TD : diabetikum + jam
tidur 150/80 Hipertensi b. Inj Avidra 3 x 12 IU
mmHg c. Inj Lantus 1 x 8 IU
HR : d. Inj Ranitidine / 12
88 x/i jam
RR : 22 e. Inj Ondansentron /
x/i 12 jam
T : f. Canderin 16 mg 1x1
36,5 oC g. Amlodipin 5 mg 1x1
h. Leptika 2 x 1
35

i. Alprazolame 0,5 mg
1x1
j. Inj Cefepime / 12
jam
Selasa Badan BB : 80 DM tipe II + a. IVFD
03/04/2018 lemas kg Ganggren metrodinazole / 8
TD : diabetikum + jam
150/80 Hipertensi b. Inj Avidra 3 x 12 IU
mmHg c. Inj Lantus 1 x 8 IU
HR : d. Inj Ranitidine / 12
88 x/i jam
RR : 22 e. Inj Ondansentron /
x/i 12 jam
T : f. Canderin 16 mg 1x1
36,5 oC g. Amlodipin 5 mg 1x1
h. Leptika 2 x 1
i. Alprazolame 0,5 mg
1x1
j. Inj Cefepime / 12
jam

Rabu Badan BB : 80 DM tipe II + k. IVFD


04/04/2018 Lemas kg Ganggren metrodinazole / 8
TD : diabetikum + jam
150/80 Hipertensi l. Inj Avidra 3 x 12 IU
mmHg m. Inj Lantus 1 x 8 IU
HR : n. Inj Ranitidine / 12
88 x/i jam
RR : 22 o. Inj Ondansentron /
x/i 12 jam
p. Canderin 16 mg 1x1

35
36

T : q. Amlodipin 5 mg 1x1
36,5 oC r. Leptika 2 x 1
s. Alprazolame 0,5 mg
1x1
t. Inj Cefepime / 12
jam

Kamis Badan BB : 80 DM tipe II + u. IVFD


05/04/2018 Lemas kg Ganggren metrodinazole / 8
TD : diabetikum + jam
150/80 Hipertensi v. Inj Avidra 3 x 12 IU
mmHg w. Inj Lantus 1 x 8 IU
HR : x. Inj Ranitidine / 12
88 x/i jam
RR : 22 y. Inj Ondansentron /
x/i 12 jam
T : z. Canderin 16 mg 1x1
36,5 oC aa. Amlodipin 5 mg
1x1
bb. Leptika 2 x 1
cc. Alprazolame 0,5 mg
1x1
dd. Inj Cefepime / 12
jam

Jumat Badan BB : 80 DM tipe II + ee. IVFD


06/04/2018 Lemas kg Ganggren metrodinazole / 8
TD : diabetikum + jam
150/80 Hipertensi ff. Inj Avidra 3 x 12 IU
mmHg gg. Inj Lantus 1 x 8 IU
HR : hh. Inj Ranitidine / 12
88 x/i jam
37

RR : 22 ii. Inj Ondansentron /


x/i 12 jam
T : jj. Canderin 16 mg 1x1
36,5 oC kk. Amlodipin 5 mg
1x1
ll. Leptika 2 x 1
mm. Alprazolame
0,5 mg 1 x 1
nn. Inj Cefepime / 12
jam

37

Vous aimerez peut-être aussi