Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I

PENDAHULUAN

Abses hepar merupakan kavitas supurasi yang disebabkan oleh invasi dan
multiplikasi mikroorganisme di dalam parenkim hepar yang sehat maupun paren-
kim yang sakit. Mikroba dapat menginvasi parenkim hepar melalui saluran empe-
du, aliran darah (hematogenik, paling sering portal), atau melalui penyebaran oleh
organ yang berdekatan, terutama melalui kandung empedu. Insiden abses hepar
sangat jarang karena sulit ditetapkan dan bervariasi dari satu negara dan negara la-
innya. Insiden abses hepar meningkat dengan seiring meningkatnya usia dan ko-
morbiditas seperti diabetes, kurangnya nutrisi, dan imunosupresi.
Etiologi abses hepar dapat berupa bakteri, parasit (amoeba), campuran (su-
perinfeksi piogenik dari abses parasit) atau yang lebih jarang fungal. Frekuensi
penyebab abses hepar tergantung pada regio geografis. Di Asia Tenggara dan A-
frika, kontaminasi amoeba merupakan penyebab tersering. Pada Negara Barat, 80-
% abses hepar disebabkan oleh bakteri. Abses hepar dapat muncul pada perjalan-
an penyakit infeksi kandung empedu intraabdominal yang mengkontaminasi kan-
dung empedu pada waktu yang bersamaan atau dapat secara sekunder melalui sis-
tem vena portal dari infeksi non-bilier (appendicitis atau sigmoiditis). Abses hepar
dapat juga terjadi akibat dari komplikasi prosedur bedah (pancreatoduodenectomy
atau transplantasi hepar) atau prosedur hepatobilier (radio-frequency ablation atau
intra-arterial chemo-embolization). Beberapa abses hepar terjadi sekunder dari in-
feksi ekstra abdominal yang mengkontaminasi parenkim atau lesi hepar yang telah
ada sebelumnya (biliary cysts, hydatid cysts or necrotic metastases), lebih sering
melalui penyebaran hematogen.1,2
Abses hepar yang disebabkan oleh bakteri sangat jarang, namun secara eks-
trim angka mortalitasnya mencapai 15% pada 431 pasien. Hal tersebut berhubung-
an dengan onset, beratnya penyakit berhubungan dengan komorbiditas, adanya pe-
nyakit kandung empedu yang mendasari dan tertundanya penanganan merupakan
beberapa hal yang menjelaskan mengapa mortalitas pada pasien abses hepar cu-
kup tinggi. Manifestasi klinis abses hepar tidak spesifik dan dapat berupa nyeri
perut, demam dan sindrom inflamasi. Tes fungsi hati dapat meningkat atau menu-

1
run tergantung luasnya abses, penyebabnya dan adanya sepsis. Diagnosis bergan-
tung pada imaging.1,3 Oleh karena itu, pada tinjauan pustaka ini akan dibahas le-
bih lanjut terkait dengan abses hepar, mulai dari anatomi dan fisiologi hepar, defi-
nisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis, diagnosis banding, penatalak-
sanaan, komplikasi serta prognosis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hepar


Hati adalah organ intestinal terbesar yang menempati sebagian besar kua-
dran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolism tubuh dengan fungsi
yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V
kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Per-
mukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang
5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta
yang mengandung arteri hepatika, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta
terletak di depan vena kava dan di balik kandung empedu.2
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya per-
lekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran ki-
ra-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung
empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadratus dam se-
buah daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena
kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati terbagi
dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya garis Cantlie yang
terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati men-
jadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relatif se-
dikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih lanjut menjadi 8
segmen didasarkan pada aliran cabang pembuluh darah dan saluran empedu yang
dimiliki oleh masing-masing segmen.2
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli,
setiap lobules berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus
yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati terda-
pat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri
hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer) yang merupakan sistem
retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing lain di
dalam tubuh, jadi hati merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh terha-
dap serangan bakteri dan organ toksik.2

3
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagi-
an perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler em-
pedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel ha-
ti.2

Gambar 2.1.
Anatomi Hepar.

2.2 Fisiologi
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena porta
yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peranan penting dalam fisio-
logi hati, terutama dalam hal metabolism karbohidrat, protein dan asam lemak.
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresi-
kan empedu sebanyak satu liter per hari ke dalam usus halus. Unsur utama empe-
du adalah air (97%), elektrolit, garam empedu. Walaupun bilirubin (pigmen empe-
du) merupakan hasil akhir metabolism dan secara fisiologis tidak mempunyai pe-
ran aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena
bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan de-
ngannya.2
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen
dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai glukosa seca-

4
ra konstan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian
glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya di-
ubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan da-
lam jaringan subkutan).2
Fungsi hati dalam metabolism protein adalah menghasilkan protein plasma
berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotic kolo-
id), protrombin, fibrinogen dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabo-
lisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam ase-
toasetat. Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel Kupffer merupakan
sel yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh
dan mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit.2

2.3 Definisi
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastro-
intestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus
yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam
parenkim hati.2
Abses hepar terbagi 2 secara umum, yaitu abses hepar amoebik dan abses
hati piogenik. Abses hepar amoebik merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/ subtropik, termasuk
Indonesia. Abses hepar piogenik dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial
liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. Abses he-
par piogenik merupakan kasus yang relatif jarang.2

2.4 Epidemiologi
Di negara-negara berkembang, abses hepar amoebik didapatkan secara en-
demik dan jauh lebih sering dibandingkan abses hepar piogenik. Abses hepar pio-
genik tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hy-
giene/ sanitasi yang kurang. Sedangkan penyakit abses hepar amoebik masih men-
jadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba his-
tolytica yang tinggi.2,3
Abses hepar piogenik merupakan kondisi yang jarang dengan variasi geo-
grafi yang signifikan, dengan insiden tahunan yang dilaporkan sebanyak 3,6 kasus

5
tiap 100.000 penduduk di Amerika Serikat, namun sebanyak 17,6 kasus tiap 100.-
000 penduduk di Taiwan. Terdapat insiden yang lebih tinggi pada laki-laki. Aki-
bat perubahan etiologi, abses hepar piogenik lebih banyak mengenai individu usia
tua, dengan insiden tertinggi pada usia 50-60 tahun. Di Negara Barat, terdapat pe-
ningkatan trend pada abses hepar piogenik yang mungkin disebabkan oleh me-
ningkatnya insiden gangguan hepatobilier. Faktor resiko antara lain diabetes me-
llitus, penyakit yang mendasari hepatobilier atau pankreas, dan keganasan gastro-
intestinal. Sebanyak 15% kasus, abses hepar piogenik merupakan manifestasi a-
wal pada keganasan intra-abdominal.4
Abses hepar amoebik mengalami peningkatan insiden di Negara Barat yang
disebabkan oleh meningkatnya travel internasional dan imigrasi ke Negara Barat
oleh ras Timur. Secara tradisional, insiden yang tinggi terjadi di India, Meksiko,
Amerika Tengah dan Selatan, serta negara-negara di Afrika Selatan. Hal ini dise-
babkan oleh rendahnya kebersihan dan sanitasi, kurangnya air minum bersih dan
tidak adanya edukasi kesehatan. Pada beberapa penelitian, terdapat insiden yang
lebih besar pada laki-laki dengan rasio laki-laki: perempuan adalah sebesar 10:1.
Insiden tertinggi pada usia dewasa muda kurang dari 40 tahun. Alasan mengapa
predisposisi laki-laki dewasa lebih tinggi dibanding perempuan masih belum jelas.
Abses hepar amoebik juga meningkat pada pasien dengan imunitas yang menurun
seperti pada infeksi HIV, meningkatkan kemungkinan E. histolytica menjadi pe-
nyakit hepar.5

2.5 Etiopatogenesis
2.5.1 Etiopatogenesis Abses Hepar Piogenik
Penyakit saluran kandung empedu, termasuk choledocholithiasis, tumor ob-
struktif, striktur, dan anomali saluran kandung empedu congenital, telah menggan-
tikan appendicitis sebagai penyebab yang teridentifikasi dari abses hepar pioge-
nik.4 Pada era pre-antibiotik, abses hepar piogenik terjadi akibat komplikasi ap-
pendicitis. Bakteri pathogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena
portal masuk ke dalam hati, sehingga terjadi bakteremia sistemik, ataupun menye-
babkan komplikasi infeksi intra abdominal seperti diverticulitis, peritonitis dan in-
feksi post operasi, Pada saat ini, karena pemakaian antibiotik yang adekuat se-
hingga abses hepar piogenik oleh karena appendicitis sudah hampir tidak ada lagi.

6
Saat ini, terdapat peningkatan insidensi abses hepar piogenik akibat komplikasi
dari sistem biliaris, yaitu langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-sa-
luran empedu seperti kolangitis dan kolesistitis. Peningkatan insidensi abses hepar
piogenik akibat komplikasi dari sistem biliaris disebabkan karena semakin tinggi
umur harapan hidup dan semakin banyak orang lanjut usia yang menderita penya-
kit sistem biliaris ini.2 Penyebab yang lebih jarang, abses hepar piogenik muncul
melalui penyebaran langsung infeksi dari empedu, ruang subphrenic atau perine-
phric, atau akibat dari trauma tembus. Sebanyak 18%-66% kasus abses hepar pio-
genik adalah cryptogenic, dimana tidak ada penyebab mendasar yang teridentifi-
kasi.4
Mikrobiologi abses hepar piogenik bervariasi berdasarkan etiologi dan geo-
grafi. Sebagian besar kasus abses hepar piogenik adalah polimikrobial, dengan pa-
thogen yang teridentifikasi adalah spesies enterik fakultatif dan anaerobik. Pada
negara Barat, organisme terisolasi yang paling sering adalah Escherichia coli, di-
ikuti oleh Klebsiella pneumonia, Enterococcus, dan Streptococcus. Staphylococ-
cus aureus dan flora kulit lainnya merupakan organisme akibat trauma tembus dan
chemoembolization hepar.4
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Hal ini dapat
terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya
infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun
melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena
paparan bakteri yang berulang. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi
obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Lobus
kanan hati yang lebih sering terjadi dibanding lobus kiri, hal ini berdasarkan ana-
tomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan
vena portal, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior
dan aliran limfatik.2

2.5.2 Etiopatogenesis Abses Hepar Amoebik


Entamoeba histolytica, organisme penyebab amoebiasis, hidup dalam ben-
tuk vegetatif (trophozite) dan cyst pada manusia. Quadrinucleate cyst yang terte-
lan melalui makanan atau air yang terkontaminasi menjadi resisten terhadap cair-

7
an lambung dan hidup di mukosa usus besar setelah eksistasi. Trophozite masuk
ke dalam mukosa dan membentuk flask-shaped ulkus. Pada host yang lemah, hal
ini akan kemudian menyebabkan feses tipikal disentri amoebik, sedangkan pada
host yang resisten akan menyebabkan diarea atipikal. Trophozite masuk ke hepar
melalui sirkulasi portal dan menyebabkan abses hepar, dan kemudian menyebar
ke sirkulasi sistemik sehingga menyebabkan munculnya abses di tempat lain atau
kembali ke fase cyst yang diekskresikan melalui feses sehingga dapat menginfeksi
host baru melalui rute fekal atau oral. Pada hepar, trophozite secara cepat menye-
babkan nekrosis liquevactive yang kemudian menjadi kavitas abses yang besar de-
ngan lebih banyak mengenai daerah lobus kanan (mungkin disebabkan aliran la-
minar ke lobus kanan). Abses amoebik secara tipikal mengandung “anchovy sau-
ce” pus dan lebih sering tunggal.5

Gambar 2.2.
Siklus Hidup Entamobea histolytica.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan abses hepar piogenik biasanya lebih be-
rat daripada abses hepar amoebik. Kecurigaan akan adanya abses hepar piogenik

8
meningkat apabila terdapat sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan pada perut
kanan atas yang ditandai dengan berjalan membungkuk ke arah depan dan kedua
tangan diletakkan di atasnya.2 Gejala yang ditimbulkan pada abses hepar piogenik
awalnya tidaklah spesifik, di antaranya malaise, mual, anoreksia, penurunan berat
badan, sakit kepala, mialgia dan atralgia.6,7 Gejala-gejala prodromal tersebut dapat
muncul selama beberapa minggu sebelum munculnya gejala-gejala lain yang lebih
spesifik, seperti demam dan nyeri perut yang tidak selalu terlokalisir di kuadran
kanan atas.6
Pada orang dewasa, demam tinggi yang terkadang disertai dengan meng-
gigil merupakan gejala tersering yang dikeluhkan pada hampir 92-99% kasus, dii-
kuti dengan nyeri pada kuadran kanan atas perut pada hampir 67% kasus2,3 se-
dangkan pada anak-anak, hampir 89% kasus datang dengan keluhan nyeri pada
perut.3 Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan
terjadi iritasi diafragma yang menyebabkan terjadinya nyeri pleuritik, batuk atau-
pun dispneu.2,6 Gejala-gejala lainnya adalah kelemahan badan, buang air besar de-
ngan warna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap.2
Pada pemeriksaan fisik terhadap pasien yang dicurigai menderita abses he-
par piogenik dapat dijumpai demam sumer-sumer hingga tinggi, hepatomegali dan
nyeri tekan hepar yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen.Selain itu,
pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai juga adanya asites, ikterus dantanda-tanda
hipertensi porta. Apabila ditemukan adanya splenomegali maka perjalanan penya-
kit telah memasuki fase kronik.2
Perjalanan penyakit abses hepar amoebik dimulai ketika terjadi penetrasi
tropozoit E. histolytica pada mukosa kolon yang kemudian mencapai hati melalui
sirkulasi porta.8 Sebagian besar pasien mengeluhkan nyeri pada kuadran kanan a-
tas perut yang dirasakan kuat dan konstan serta menjalar hingga ke skapula dan
bahu kanan yang diperberat dengan bernapas dalam, batuk atau ketika pasien me-
rebahkan diri ke sisi kanan.3,6 Keluhan tersebut bisa saja muncul dengan atau tan-
pa demam. Awitan demam biasanya mendadak dan bervariasi antara 38 sampai
dengan 40 derajat Celcius yang dapat bertahan hingga beberapa hari serta diikuti
dengan berkeringat banyak.6 Gejala-gejala umum lainnya, seperti malaise, mual,
muntah, anoreksia dan penurunan berat badan juga seringkali ditemukan. 3,6 Pada

9
sebagian besar kasus, gejala-gejala tersebut muncul pascapasien berkunjung atau
tinggal di wilayah yang endemik selama beberapa bulan atau tahun sebelumnya.8,9
Pada pemeriksaan fisik terhadap pasien yang dicurigai menderita abses he-
par amoebik seringkali didapatkan jaundice ringan.6 Tanda kardinal pada abses
hepar amoebik yaitu adanya nyeri tekan lokal pada palpasi hepar di sekitar wila-
yah abses yang biasanya terdapat di sekitar interkosta kanan bawah. 6,8 Pada bebe-
rapa kasus dapat ditemukan adanya hepatomegali yang terasa nyeri namun hepa-
tomegali bisa saja tidak ditemukan apabila abses berada di subdiafragma.6
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium apabila terdapat leukositosis yang tinggi de-
ngan pergeseran dominan ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, pening-
katan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, ber-
kurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang
menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati akibat abses hepar pioge-
nik.2,3,6,9 Kultur darah yang memperlihatkan bakteri penyebab menjadi standar e-
mas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.2 Apabila terdapat leuko-
sitosis tanpa eosinofilia, anemia ringan, peningkatan konsentrasi alkalin fosfatase
dan laju sedimentasi eritrosit yang tinggi patut dicurigai adanya abses hepar amo-
ebik.3,6,8,9 Pemeriksaaan serologis terhadap antigen E. histoyitica dapat membantu
dalam penegakan diagnosis amoebiasis, khususnya di wilayah-wilayah non-ende-
mik di mana respon antibodi muncul pada 85-95% kasus amoebiasis. Indirect Ha-
emagglutinin Assays (IHA) adalah salah satu jenis pemeriksaan serologis yang pa-
ling sensitif. Respon antibodi bisa saja negatif pada awal fase infeksi sehingga ha-
rus diulang setelah 7 hari kemudian. IHA dapat tetap menunjukkan hasil yang po-
sitif hingga 20 tahun dan hasil yang positif menandakan adanya riwayat infeksi
sebelumnya. Selain itu, Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (EIA) juga meru-
pakan salah satu pemeriksaan serologis yang umum dilakukan untuk kecurigaan
adanya amoebiasis dan biasanya menjadi negatif dalam waktu 6-12 bulan. 2,3,6 Pa-
da pemeriksaan feses pada pasien yang dicurigai menderita abses hepar amoebik
dapat ditemukan adanya tropozoit atau kista E. histolytica di mana waktu terbaik
untuk pengambilan sampel feses yaitu sekitar 30 menit setelah feses dikeluarkan

10
yang kemudian disimpan dalam larutan salin atau salin dengan iodin atau salin de-
ngan metilen biru.6
Abses biasanya berada pada lobus kanan hepar di mana pada sebagian besar
kasus, abses terbentuk secara soliter namun tetap tidak menutup mungkinkan ter-
bentuknya abses multipel.9 Pada pemeriksaan penunjang lainnya, seperti pada pe-
meriksaan foto toraks dapat ditemukandiafragma kanan meninggi, efusi pleura, a-
telektasis basiler, empiema atau abses paru sedangkan pada foto polos abdomen
dapat ditemukan bayangan udara akibat pembentukan gas pada vena porta atau
air fluid level.2,9 Pada foto toraks PA, sudut kardio-frenikus anterior seringkali
tam-pak tertutup di manaabses pada lobus kiri hepar akan mendesak kurvatura
minor paru. Pemeriksaan penunjang lainnya yaitu ultrasonografi abdomen,
Computed Tomography (CT)-Scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
abdomen dan biopsi hati, semuanya saling menunjang antara satu sama lain
sehingga nilai diag-nostik semakin tinggi.2
Pemeriksaan ultrasonografi adalah modalitas pencitraaan yang dapat digu-
nakan dalam evaluasi awal abses hepar. Penampakan abses pada pemeriksaan ul-
trasonografi bervariasi sesuai dengan tahap perkembangan abses. Awalnya abses
akan tampak sebagai gambaran hiperekoik dengan batas yang tidak jelas namun
dengan semakin bertambahnya volume nanah yang terbentuk maka abses akan
tampak sebagai gambaran hipoekoik dengan batas yang jelas. Pemeriksaan ultra-
sonografi memiliki sensitivitas sekitar 75-95% dan sekaligus dapat digunakan un-
tuk mengevaluasi kelainan pada sistem saluran bilier namun sulit untuk menge-
valuasi abses hepar piogenik multipel dengan ukuran kecil. Pemeriksaan CT-Scan
abdomen lebih akurat untuk membedakan abses hepar piogenik dengan lesi-lesi
pada hepar lainnya dan memiliki sensitivitas sekitar 95%.6 Kontras yang ditam-
bahkan secara intravena akan memberikan gambaran terbaik untuk membedakan
parenkim hepar yang normal dan yang mengalami abses di mana abses hepar pio-
genik akan tampak sebagai gambaran hipodens dengan atau tanpa kluster hipo-
dens berukuran kecil lainnya yang disertai dengan lingkaran peningkatan kontras
yang tampak jelas pada bagian tepi dibanding-kan dengan bagian tengah yang ti-
dak mengalami peningkatan kontras.6,3,9 Abses hepar amoebik akan memberikan
gambaran yang hampir serupa dengan abses hepar piogenik pada pemeriksaan C-

11
T-Scan abdomen dengan kontras namun lesi biasanya tampak sebagai gambaran
soliter3 sedangkan pada pemeriksaan histopatologi, abses hepar amoebik tampak
sebagai suatu wilayah kasar sirkuler dengan bagian tengah yang mengalami ne-
krosis (gambaran anchovy) yang dikelilingi oleh cincin sempit yang berisikan sel-
sel inflamasi, fibrosis dan terkadang beberapa tropozoit amoebik. Parenkim hepar
yang berdekatan di sekitarnya biasanya normal.8

2.7 Diagnosis Banding


a. Kolangitis Asendens
Pada kolangitis asendens, gejala dan tanda yang dihasilkan hampir serupa
dan tidak jauh berbeda dengan abses hepar namun pada pemeriksaan ultrasono-
grafi akan tampak dilatasi saluran empedu dengan atau tanpa batu. Pada peme-
riksaan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) atau Magne-
tic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) juga dapat ditemukan adanya
batu yang menghambat saluran empedu atau dilatasi saluran empedu.10
b. Kista Hepar
Pada kista hepar, manifestasi klinis yang dihasilkan biasanya tidak disertai
dengan adanya gejala dan tanda konstitusional ataupun nyeri pada perut seperti
yang biasanya ditemukan pada abses hepar namun pada pemeriksaan ultrasono-
grafi akan tampak sebagai lesi unilokuler yang berisikan cairan. Pada pemeriksaan
CT-Scan abdomen dengan kontras, kista hepar akan tampak sebagai lesi yang ber-
batas tegas dan tidak mengalami peningkatan kontras dengan konsistensi seperti
air.10
c. Kista Echinococcal
Pada kista echinococcal, pasien seringkali tidak menunjukkan adanya gejala
dan tanda (asimptomatik) namun gejala dan tanda tersebut akan mulai timbul se-
iring dengan membesar atau pecahnya kista. Kista Echinococcal seringkali dite-
mukan pada wilayah endemik spesies echinococcus, seperti negara-negara di wi-
layah Mediterania dan Timur Tengah, Amerika Selatan, Cina, Rusia serta Afrika
Utara. Pemeriksaan ultrasonografi dan/ atau CT-Scan abdomen memiliki sensiti-
vitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap kista hidatid di mana akan tampak seba-
gai suatu gambaran yang khas berupa kista seperti cincin yang mengalami kalsi-

12
fikasi dengan septa di dalamnya dan terkadang dapat ditemukan adanya anak kista
lain di sekitarnya. Pemeriksaan EIA juga dapat digunakan untuk membantu pene-
gakan diagnosis echinococcosis hepar.10
d. Kistadenoma/ Kistadenokarsinoma
Pada kistadenoma/ kistadenokarsinoma seringkali tidak menimbulkan mani-
festasi klinis pada pasien atau pasien biasanya mengalami nyeri perut, sensasi pe-
rut penuh atau anoreksia dengan awitan mendadak yang biasanya tidak disertai
dengan demam ataupun menggigil. Pada pemeriksaan ultrasonografi/ CT-Scan ab-
domen, kistadenoma atau kistadenokarsinoma biasanya tampak sebagai lesi kistik
komplikata dengan dinding tebal ireguler dan septa di dalam kista. Pemeriksaan
histopatologi diperlukan se-bagai baku emas untuk menegakkan diagnosis.10
e. Inflammatory Pseudotumor Liver
Inflammatory pseudotumor liver merupakan suatu lesi jinak pada hepar dan
sangat jarang ditemukan di mana biasanya terjadi pada laki-laki usia muda dengan
riwayat baru saja mengalami infeksi. Pada sebagian besar kasus, penyakit ini ter-
kait dengan kelainan inflamasi dan autoimun. Gejala dan tanda yang dihasilkan ti-
dak jauh berbeda dengan abses hepar walaupun jaundice biasanya tampak lebih
dominan. Pada pemeriksaan histopatologi biasanya ditemukan proliferasi jaringan
fibrosa dengan infiltrasi sel-sel radang di dalamnya.10

2.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan abses hepar piogenik meliputi irigasi nanah, pem-
berian antibiotika yang tepat dan sesuai serta menangani sumber infeksi yang
mendasari.6 Apabila pasien dicurigai menderita abses hepar piogenik, maka peng-
obatan dengan antibiotika spektrum luas harus sesegera mungkin dilakukan sete-
lah pengambilan spesimen mikrobiologi melalui kultur darah ataupun nanah untuk
mengendalikan bakteri gram negatif, positif, aerob ataupun anaerob penyebab
bakteremia dan komplikasi yang berhubungan lainnya.6,9 Pada sebagian besar ka-
sus, abses hepar piogenik saat ini telah resisten terhadap antibiotika golongan am-
pisilin namun antibiotika golongan fluorokuinolon, sefalosporin generasi ke-3 a-
tau 4, piperasilin atau tazobaktam, aminoglikosida dan karbapenem masih efektif
sebagai pilihan terapi. Oleh karena tingkat resistensi terhadap antibiotika golong-

13
an fluorokuinolon sudah meningkat lebih dari 30% pada beberapa jenis bakteri
(E. coli, K. pneumoniae dan enterobacteriaceae lainnya) maka antibiotika
golongan sefalosporin generasi ke-3 (seftriakson atau sefotaksim) dan piperasilin/
tazobak-tam dominan digunakan untuk pengobatan abses hepar piogenik. 9
Regimen anti-biotika yang diberikan untuk pengobatan awal abses hepar piogenik
haruslah me-ngandung salah satu dari aminogkilosida, sefalosporin generasi ke-3,
metronida-zol atau piperasilin/ tazobaktam, dapat berupa monoterapi dengan
aminoglikosida saja atau terapi kombinasi dengan aminoglikosida dan
metronidazol atau sefalos-porin generasi ke-3 dan metronidazol.6,9 Awalnya,
antibiotika diberikan secara pa-renteral selama 2 minggu yang kemudian
dilanjutkan secara oral selama 4 ming-gu. Pada pasien dengan abses hepar
piogenik multipel yang ukurannya terlalu kecil (kurang dari 5 sentimeter),
pengobatan dengan antibiotika merupakan satu-satunya pilihan pengobatan.6
Irigasi perkutan dapat dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi atau CT-
Scan abdomen. Aspirasi nanah yang bertujuan untuk memastikan diagnosis dan
memperoleh spesimen kultur haruslah diikuti dengan aspirasi nanah secara ke-
seluruhan atau pemasangan drain kateter perkutan. Pemasangan drain kateter per-
kutan sebagai pilihan pengobatan dilakukan pada abses hepar piogenik dengan
nanah yang terlalu kental untuk diaspirasi, ukuran lebih dari 10 sentimeter, din-
ding tebal dan multilokuler serta secara klinis pasien masih mengalami demam
yang menetap hingga 24 sampai 72 jam setelah pemberian antibiotika atau aspi-
rasi nanah yang adekuat dan adanya tanda-tanda perforasi. Pada 10% kasus, iriga-
si nanah melalui pemasangan drain kateter perkutan bisa jadi tidak adekuat atau
bahkan mengalami kegagalan yang dapat disebabkan oleh karena beberapa faktor,
di antaranya ukuran drain kateter yang terlalu kecil untuk, posisi drain kateter
yang tidak tepat atau pelepasan drain kateter yang terlalu dini.3,6,9
Indikasi operasi sebagai pilihan pengobatan abses hepar piogenik adalah pa-
sien dengan manifestasi klinis yang menunjukkan terjadinya ruptur intraperitone-
al, gagal dengan pengobatan menggunakan antibiotika, irigasi atau pemasangan
drain kateter perkutan dan pasien yang mengalami komplikasi akibat pemasangan
drain kateter perkutan seperti perdarahan atau bocornya nanah menuju intraperito-
neal. Operasi juga diperlukan apabila terdapat penyakit komorbid yang mengenai

14
wilayah hepatobilier di mana operasi dapat dilakukan dengan teknik laparotomi a-
tau reseksi hepar.6,9
Modalitas terapi pada abses hepar amoebik di antaranya hanya dengan obat,
kombinasi aspirasi tertuntun ultrasonografi dan obat, kombinasi drain kateter per-
kutan dan obat serta kombinasi laparotomi, irigasi dan obat. Terapi hanya dengan
obat diperuntukkan pada kasus-kasus yang tidak mengalami komplikasi, tidak ter-
dapat gejala atau tanda ruptur dan tidak terdapat efek kompresi. Pengobatan dapat
diberikan secara monoterapi dengan pemberian obat-obat antiamoebik seperti me-
tronidazol atau klorokuin. Pada sebagian besar (90%) kasus seringkali tidak dibu-
tuhkan modalitas terapi lainnya akibat respon yang dihasilkan tergolong baik di
mana keluhan demam dan nyeri perut pada pasien dapat teratasi sekitar 48-72 jam
setelah pemberian obat-obat antiamoebik. Pemberian obat-obat antiamoebik juga
dapat dikombinasikan dengan agen luminal seperti paromomisin atau diloksanid
furoat untuk mengeliminasi kolonisasi E. histolytica pada usus. Terapi harus di-
lanjutkan selama sekurang-kurangnya 10 hari namun pada beberapa kasus pernah
dilaporkan terjadinya relaps sehingga pemberian obat diberikan hingga jangka
waktu 3 minggu.3,6,9
Aspirasi tertuntun ultrasonografi diindikasikan apabila tidak terjadi perbaik-
an klinis dalam 48-72 jam, perburukan kondisi di tengah pengobatan, abses ter-
letak pada lobus kiri hepar, abses tampak akan pecah atau menunjukkan tanda
kompresi dan terapi secara non-infasif selama 4-5 hari gagal. Sebagaimana pada
abses hepar piogenik, indikasi pemasangan drain kateter perkutan pada abses he-
par amoebik yaitu apabila nanah terlalu kental yang tidak dapat diaspirasi dengan
jarum ataupun melalui aspirasi tertuntun ultrasonografi. Irigasi melalui operasi
terbuka diperlukan pada beberapa kondisi seperti abses besar dengan hasil yang ti-
dak adekuat pada aspirasi dengan jarum ataupun irigasi perkutan, perburukan kon-
disi setelah percobaan dengan aspirasi jarum atauabses hepar amoebik komplikata
seperti abses mengalami ruptur di rongga peritoneal dengan gejala dan tanda peri-
tonitis ataupun di rongga pleura, perkardia atau organ-organ dalam lainnya yang
berdekatan.3,6,9

2.9 Komplikasi

15
Penanganan yang tidak adekuat terhadap abses hepar dapat menimbulkan
terjadinya kondisi yang lebih berat seperti septikemia/ bakteremia dengan morta-
litas mencapai 85%, ruptur abses yang disertai dengan peritonitis generalisata de-
ngan mortalitas mencapai 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan
ke dalam rongga abses, empiema, fistula hepatobronkial ataupun ruptur abses ke
dalam perikardia atau retroperitonium. Adapun setelah mendapatkan penanganan,
abses hepar seringkali menimbulkan terjadinya diatesis hemoragik, perdarahan se-
kunder ataupun rekurensi atau reaktivasi abses.2

2.10 Prognosis
Melalui modalitas terapi yang semakin baik, prognosis abses hepar piogenik
lebih tergantung pada penyebab yang mendasari dan faktor komorbid dibanding-
kan dengan abses hepar piogenik itu sendiri walaupun adanya keterlambatan da-
lam penegakan diagnosis dapat memberikan luaran yang buruk. Adapun faktor re-
siko yang berkaitan dengan tingginya angka mortalitas pada abses hepar piogenik
di antaranya shok sepsis, koagulopati, leukositosis, hipoalbuminemia, abses multi-
pel, ruptur intraperitoneal ataupun keganasan.3,6
Faktor yang mempengaruhi waktu penyembuhan pada abses hepar amoebik
di antaranya ukuran rongga dan volume total abses saat terdiagnosis, hipoalbumi-
nemia dan anemia. Adapun faktor resiko yang dapat meningkatkan angka morta-
litas pada abses hepar amoebik di antaranya kadar bilirubin lebih dari 3,5 mg/ dl
dan ensefalopati.3,6

BAB III
KESIMPULAN

16
Abses hepar merupakan bentuk kavitas supurasi yang disebabkan oleh in-
vasi dan multiplikasi mikroorganisme di dalam parenkim hepar yang disebabkan
karena infeksi bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril. Abses hepar terbagi
2 secara umum, yaitu abses hepar amoebik dan abses hati piogenik. Di negara-ne-
gara berkembang, abses hepar amoebik didapatkan secara endemik dan jauh lebih
sering dibandingkan abses hepar piogenik. Abses hepar piogenik tersebar di selu-
ruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene/ sanitasi yang
kurang. Penyakit saluran kandung empedu, termasuk choledocholithiasis, tumor
obstruktif, striktur dan anomali saluran kandung empedu congenital, telah meng-
gantikan appendicitis sebagai penyebab dari abses hepar piogenik. Abses hepar a-
moebik merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal.
Diagnosis abses hepar ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang dia-
wali dengan munculnya gejala prodromal yang kemudian diikuti nyeri pada perut
terutama di kuadran kanan atasdan pemeriksaan penunjang di antaranya pemerik-
saan laboratorium, serologis, feses, foto polos toraks dan abdomen, ultrasonografi,
CT-Scan dan MRI abdomen serta histopatologi. Adapun abses hepar harus dapat
dibedakan dengan beberapa penyakit yang dapat mengasilkan manifestasi klinis
serupa seperti kolangitis asendens, kista hepar, kista echinococcal, kistadenoma a-
tau kistadenokarsinoma dan inflammatory pseudotumor liver. Penatalaksanaan ab-
ses hepar terdiri dari berbagai macam modalitas di antaranya pengobatan dengan
antibiotika, antiamoebik dan agen luminal, aspirasi abses, irigasi perkutan serta o-
perasi yang masing-masing memiliki indikasi, keuntungan dan kelebihannya ter-
sendiri. Komplikasi pada abses hepar dapat timbul baik akibat penanganan yang
tidak adekuatataupun setelah mendapatkan penanganan. Prognosis abses hepar sa-
ngat tergantung pada penyebab yang mendasari, faktor komorbid dan cepat lam-
batnya penegakan diagnosis.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Lardière-Deguelte S, et al. Hepatic abscess: Diagnosis and management. Jo-


urnal of Visceral Surgery. 2015. http://dx.doi.org/10.1016/j.jviscsurg.2015.-
01.013.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Bahan Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta. Interna Publishing. 692-4.
3. Rajagopalan S, Langer V. Hepatic abscesses. Medical Journal Armed Forces
India. 2012;68(3):271-275.
4. Longworth S, Han J. Pyogenic liver abscess. Clinical Liver Disease. 2015;6-
(2):51-54.
5. Anesi J, Gluckman S. Amebic liver abscess. Clinical Liver Disease. 2015;6-
(2):41-43.
6. Dutta A, Bandyopadhyay S. Management of Liver Abscess. Medicine Up-
date. 2012; 22: 469-75.
7. Longo DL, Fauci AS, Langford CA. Harrison’s Gastroenterology and Hepa-
tology. Edisi 1. New York. McGraw-Hill. 249-50.
8. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harri-
son’s Principles of Internal Medicine. Edisi 18. New York. McGraw-Hill. 16-
84-5.
9. Lubbert C, Wiegand J, Karlas T. Therapy of Liver Abscess. Viszeralmedizin.
2014; 30: 334-41.
10. Liver Abscess Differential Diagnosis-Epocrates Online [Internet]. online.epo-
crates.com. 2018 [Tanggal akses 10 Januari 2018]. Tersedia melalui: https://-
online.epocrates.com/diseases/64035/Liver-abscess/Differential-Diagnosis.

18

Vous aimerez peut-être aussi