Vous êtes sur la page 1sur 117

Askep kritis peritonitis

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) PERITONITIS


NUZULUL ZULKARNAIN HAQ
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau
strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya
apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna,
komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara
inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1.2 Rumusan masalah


1) Bagaimana anatomi dari organ peritoneum ?
2) Apa definisi peritonitis ?
3) Bagaimana etiologi pada peritonitis ?
4) Bagaimana klasifikasi dari peritonitis ?
5) Bagaimana patofisiologi dari peritonitis ?
6) Bagaimana manifestasi Klinis pada peritonitis ?
7) Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada peritonitis ?
8) Bagaimana penatalaksanaaan pada peritonitis ?
9) Bagaimana komplikasi pada peritonitis ?
10) Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
peritonitis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1) Mengetahui anatomi dari organ peritoneum.
2) Mengetahui definisi peritonitis.
3) Mengetahui etiologi peritonitis.
4) Mengetahui klasifikasi dari peritonitis.
5) Mengetahui patofisiologi dari peritonitis.
6) Mengetahui manifestasi Klinis pada peritonitis.
7) Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada peritonitis.
8) Mengetahui penatalaksanaaan pada peritonitis.
9) Mengetahui komplikasi pada peritonitis.
10) Mendiskusikan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
peritonitis.

1.4 Manfaat
1) Memahami anatomi dari organ peritoneum.
2) Memahami definisi peritonitis.
3) Memahami etiologi peritonitis.
4) Memahami klasifikasi dari peritonitis.
5) Memahami patofisiologi dari peritonitis.
6) Memahami manifestasi Klinis pada peritonitis.
7) Memahami pemeriksaan diagnostic pada peritonitis.
8) Memahami penatalaksanaaan pada peritonitis.
9) Memahami komplikasi pada peritonitis.
10) Menyimpulkan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
peritonitis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Peritoneum


Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di
antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron
didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral
usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding
rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada
dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut
ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup
dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam
rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong.
Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah
depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor,
dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus
halus.
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa).
2) Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3) Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Fungsi peritoneum:
1) Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
2) Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga
peritoneum tidak saling bergesekan.
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen.
4) Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi
terhadap infeksi.

2.2 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan
dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder
(berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier
(infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi pada
abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen
(local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis
sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum,
perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon
asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian
atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari
trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab
tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi
noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi
seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya
apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari 10%
terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis
sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas
perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang
pasif.

2.3 Etiologi
1. Infeksi bakteri
1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2. Appendisitis yang meradang dan perforasi
3. Tukak peptik (lambung/dudenum)
4. Tukak thypoid
5. Tukan disentri amuba/colitis
6. Tukak pada tumor
7. Salpingitis
8. Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
1. Secara langsung dari luar.
1. Operasi yang tidak steril
2. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa
sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis
granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
3. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
4. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
2. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis


(SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen,
tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga
kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut
atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika
terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar
protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini
terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites
pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E.
Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram
lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis
Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat
anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram
positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena
infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis
sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis
tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu
juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi
bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain
atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit
Crohn).

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum


peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Spesifik: misalnya Tuberculosis
b) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
1. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi


gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
1. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
2. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
4. Peritonitis tersier

Peritonitis tersier, misalnya:


1. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
2. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
3. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
1. Aseptik/steril peritonitis.
2. Granulomatous peritonitis.
3. Hiperlipidemik peritonitis.
4. Talkum peritonitis.

2.5 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-
organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan
lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding
abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada,
serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi
sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik;
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus
karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik
usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus
sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan
dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya
pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau
ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada
rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

2.6 Manifestasi Klinis


Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan
defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah
diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara
usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini
menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita
bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri
jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum
visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-
tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum
ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena
mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya
yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan
pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu
pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan
steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Test laboratorium
1. Leukositosis

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih


dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan
kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan
granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil
pembiakan didapat.
1. Hematokrit meningkat
2. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien
peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
3. X. Ray

Dari tes X Ray didapat:


Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan
foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior.
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal proyeksi anteroposterior.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film
ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan
pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan
gambaran radiologis antara lain:
1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah
obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).
2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek
berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan
di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan
air fluid level.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance.

2.8 Penatalaksanaan
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua
penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri
tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda
perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi,
leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat
ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi
usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri
mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan
saluran cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :


1. Mengeliminasi sumber infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus


mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l :
1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5. Pemberian antibiotic.

Terapi bedah pada peritonitis a.l :


1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan
luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement,
suctioning,kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan
untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.

Terapi post operasi a.l:


1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic
usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.

1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus
septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan
nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan
tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme
mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga
merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat
pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.
Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik
operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi
dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi
peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi,
atau mereseksi viskus yang perforasi.
c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal
sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila
peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa
drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat
menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan
dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan
untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama
bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika
keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien
digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu
tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan
kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan
pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun,
aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian
pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien
masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV),
memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan
pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada
menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak
dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur
posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip
dasar kesejajaran tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan
dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau
dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas
selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap
mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta
mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut
dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan
rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail
lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses
keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi
diuraikan.

2.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1. Komplikasi dini.
1. Septikemia dan syok septic.
2. Syok hipovolemik.
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multisystem.
4. Abses residual intraperitoneal.
5. Portal Pyemia (misal abses hepar).
2. Komplikasi lanjut.
1. Adhesi.
2. Obstruksi intestinal rekuren.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Suku /Bangsa
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Keluhan utama:

Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah
kanan dan menjalar ke pinggang.
1. Riwayat Penyakit Sekarang

Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal


diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.
1. Riwayat Penyakit Dahulu

Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post


operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan
seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
1. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan
oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
1. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan (B1)

Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta
menggunakan otot bantu pernafasan.

1. Sistem kardiovaskuler (B2)

Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular


karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien
syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
1. Sistem Persarafan (B3)

Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya
mengalami penurunan kesadaran.
1. Sistem Perkemihan (B4)

Terjadi penurunan produksi urin.


1. Sistem Pencernaan (B5)

Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses
ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi
peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan
peristaltic usus turun (<12x/menit).
1. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)

Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas.
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan
turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan.
G. Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang
sering dilakukan.
H. Personal Hygiene
Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.
1. Pengkajian Spiritual
2. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium
1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan
adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count. Namun
pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa
tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak
ditemukan atau malah leucopenia
2. PT, PTT dan INR
3. Test fungsi hati jika diindikasikan
4. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
5. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari
pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH

2) Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos
2. USG
3. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111–labeled autologous
leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).
4. Scintigraphy
5. MRI

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan


dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan
foto polos abdomen 3 posisi, yaitu:
1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film
ukuran 35 x 43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya
gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi
didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan
(Herring bone appearance).
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level
pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang
kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya
udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya
air fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada
ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid level, dan
herring bone appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
1. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga
kadang-kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar
atau intestinum crassum.
2. Air fluid level.
3. Herring bone appearance.

Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid
level ada yang pendek-pendek (usus halus) dan panjang-panjang (kolon) karena
diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila
berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos
abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan
foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus
peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi
adalah:
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line
menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk
bulan sabit (semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang
paling tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara
pelvis dengan dinding abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya
udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.

3) X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

3.2 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan
jaringan.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
dan muntah.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif.
5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder
distensi abdomen dan menghindari nyeri.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3.3 Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan
jaringan.

Tujuan: Nyeri klien berkurang


Kriteria hasil :
1. Laporan nyeri hilang/terkontrol
2. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi.
3. Metode lain untuk meningkatklan kenyamanan

Intervensi Keperawatan
Tindakan/Intervensi Rasional
\is
Mandiri:
1. Selidiki laporan nyeri, catat 1. Perubahan pada
lokasi, lama, intensitas lokasi/intensitas tidak umum
(skala 0-10) dan tetapi dapat menunjukkan
karakteristiknya (dangkal, terjadinya komplikasi. Nyeri
tajam, konstan) cenderung menjadi konstan,
lebih hebat, dan menyebar ke
atas, nyeri dapat lokal bila
terjadi abses.
2. Memudahkan drainase
1. Pertahankan posisi semi cairan/luka karena gravutasi dan
Fowler sesuai indikasi membantu meminimalkan nyeri
karena gerakan.
3. Meningkatkan relaksasi dan
mungkin meningkatkan
1. Berikan tindakan kemampuan koping pasien
kenyamanan, contoh pijatan denagn memfokuskan kembali
punggung, napas dalam, perhatian.
latihan relaksasi atau
1.
visualisasi. 4. Menurunkan mual/muntah yang
1.
dapat meningkatkan tekanan
1.
atau nyeri intrabdomen.
1.
1. Berikan perawatan mulut
1.
dengan sering. Hilangkan
1.
rangsangan lingkunagan
1.
yang tidak menyenangkan
1.
Kolaborasi: 1.
Berikan obat sesuai indikasi: Menurunkan laju metabolik dan iritasi 1.
1. Analgesik, narkotik usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang 1.
2. Antiemetik, contoh membantu menghilangkan nyeri dan 1.
hidroksin (Vistaril) meningkatkan penyembuhan. 1.
Catatan: Nyeri biasanya berat dan 1.
3. Antipiretik, contoh memerlukan pengontrol nyeri narkotik, 1.
asetaminofen (Tylenol) analgesik dihindari dari proses 1.
diagnosis karena dapat menutupi 1.
gejala. 1.
Menurunkan mual/munta, yang dapt 1.
meningkatkan nyeri abdomen 1.
Menurunkan ketidaknyamanan 1.
sehubungan dengan demam atau 1.
menggigil. 1.
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

Tujuan: Mengurangi infeksi yang terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien.


Kriteria hasil:
1. Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau
eritema, tidak demam.
2. Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko.

Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Catat faktor risiko individu 1. Mempengaruhi pilihan
contoh trauma abdomen, intervensi
apendisitis akut, dialisa
peritoneal.
2. Kaji tanda vital dengan
sering, catat tidak
membaiknya atau 1. Tanda adanya syok septik,
berlanjutnya hipotensi, endotoksin sirkulasi
penurunan tekanan nadi, menyebabkan vasodilatasi,
takikardia, demam, takipnea. kehilangan cairan dari sirkulasi,
3. Catat perubahan status dan rendahnya status curah
mental (contoh bingung, jantung.
pingsan). 2. Hipoksemia, hipotensi, dan
asidosis dapat menyebabkan
penyimpangan status mental.
1. Catat warna kulit, suhu, 3. Hangat, kemerahan, kulit kering
kelembaban. adalah tanda dini septikemia.
Selanjutnya manifestasi
termasuk dingin, kulit pucat
lembab dan sianosis sebagai
tanda syok.
4. Oliguria terjadi sebagai akibat
1. Awasi haluaran urine. penurunan perfusi ginjal, toksin
dalam sirkulasi mempengaruhi
antibiotik.
5. Mencegah meluas dan
membatasi penyebaran
1. Pertahankan teknik aseptik organisme infektif/kontaminasi
ketat pada perawatan drein silang.
abdomen, luka
insisi/terbuka, dan sisi
invasif. Bersihkan dengan
Betadine atau larutan lain
yang tepat kemudia bilas
dengan PZ. 1. Memberikan informasi tentang
2. Observasi drainase pada status infeksi.
luka. 2. Mencegah penyebaran,
membatasi pertumbuhan bakteri
pada traktus urinarius.
1. Pertahankan teknik steril
bila pasien dipasang kateter,
dan berikan perawatan 1. Menurunkan resiko terpajan
kateter/ atau kebersihan pada/menambah infeksi
perineal rutin. sekunder pada pasien yang
mengalami tekanan imun.
2. Awasi/batasi pengunjung
dan staf sesuai kebutuhan.
Berikan perlindungan isolasi
bila diindikasikan.
Kolaborasi:
1. Ambil contoh/awasi hasil 1. Mengidentifikasikan
pemeriksaan seri darah, mikroorganisme dan membantu
urine, kultur luka. dalam mengkaji keefektifan
prigram antimikrobial.
2. Dilakukan untuk membuang
1. Bantu dalam aspirasi cairan dan untuk
peritoneal, bila mengidentifikasi organisme
diindikasikan. infeksi sehingga tetapi antibiotik
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
dan muntah.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul


kembali dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1. Status nutrisi terpenuhi
2. Nafsu makan klien timbul kembali
3. Berat badan normal
4. Jumlah Hb dan albumin normal

Intervensi Keperawatan :
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Awasi haluan selang NG, dan 1. Jumlah besar dari aspirasi
catat adanya muntah atau gaster dan muntah atau diare
diare. diduga terjadi obstruksi usus,
memerlukan evaluasi lanjut.
2. Kehilangan atau peningkatan
dini menunjukkan perubahan
1. Timbang berat badan tiap hari. hidrasi tetapi kehilangan lanjut
diduga ada defisit nutrisi.
3. Meskipun bising usus sering
tak ada, inflamasi atau iritasi
usus dapat
1. Auskultasi bising usus, catat menyertai hiperaktivitas usus,
bunyi tak ada atau hiperaktif. penurunan absorpsi air dan
diare.
4. Adanya kalori (sumber energi)
akan mempercepat proses
penyembuhan.
1. Catat kebutuhan kalori yang 5. Indikasi adekuatnya protein
dibutuhkan. untuk sistem imun.
2. Monitor Hb dan albumin 6. Menunjukan kembalinya
fungsi usus ke normal

1. Kaji abdomen dengan sering


untuk kembali ke bunyi yang
lembut, penampilan bising
usus normal, dam kelancaran
flatus.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemasangan NGT 1. Agar nutrisi klien tetap
jika klien tidak dapat makan terpenuhi.
dan minum peroral.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam diet. 1. Tubuh yang sehat tidak mudah
untuk terkena infeksi
(peradangan).
1. Berikan informasi tentang zat- 2. Klien dapat berusaha untuk
zat makanan yang sangat memenuhi kebutuhan makan
penting bagi keseimbangan dengan makanan yang bergizi.
metabolisme tubuh
3. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan
kehilangan volume cairan
aktif.
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk memperbaiki keseimbangan cairan dan
meminimalisir proses peradangan untuk meningkatkan kenyamanan.
Kriteria hasil:
1. Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal,
2. Tanda vital stabil
3. Membran mukosa lembab
4. Turgor kulit baik
5. Pengisian kapiler meningkat
6. Berat badan dalam rentang normal.

Intervensi keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pantau tanda vital, catat 1. Membantu dalam evaluasi
adanya hipotensi (termasuk derajat defisit
perubahan postural), cairan/keefektifan penggantian
takikardia, takipnea, demam. terapi cairan dan respons
Ukur CVP bila ada. terhadap pengobatan.
2. Pertahankan intake dan output 2. Menunjukkan status hidrasi
yang adekuat lalu hubungkan keseluruhan.
dengan berat badan harian.
3. Rehidrasi/ resusitasi cairan
1. Untuk mencukupi kebutuhan
cairan dalam tubuh
1. Ukur berat jenis urine (homeostatis).
2. Menunjukkan status hidrasi
dan perubahan pada fungsi
1. Observasi kulit/membran ginjal.
mukosa untuk kekeringan, 3. Hipovolemia, perpindahan
turgor, catat edema cairan, dan kekurangan nutrisi
perifer/sacral. mempeburuk turgor kulit,
2. Hilangkan tanda bahaya/bau menambah edema jarinagan.
dari lingkungan. Batasi 4. Menurunkan rangsangan pada
pemasukan es batu. gaster dan respons muntah.

3. Ubah posisi dengan sering


berikan perawatan kulit 1. Jaringan edema dan adanya
dengan sering, dan gangguan sirkulasi cenderung
pertahankan tempat tidur merusak kulit
kering dan bebas lipatan.
Kolaborasi:
1. Awasi pemerikasaan 1. Memberikan informasi
laboratorium, contoh Hb/Ht, tentang hidrasi dan fungsi
elektrolit, protein, albumin, organ.
BUN, kreatinin.
2. Berikan plasma/darah, cairan,
elektrolit.
1. Mengisi/mempertahankan
volume sirkulasi dan
keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma, darah)
membantu menggerakkan air
1. Pertahankan puasa dengan ke dalam area intravaskular
aspirasi nasogastrik/intestinal dengan meningkatkan tekanan
osmotik.

2. Menurunkan hiperaktivitas
usus dan kehilangan dari diare.

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder


distensi abdomen dan menghindari nyeri.

Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O2 dan saturasi
O2normal.

Kriteria Hasil:
1. Pernapasan tetap dalam batas normal
2. Pernapasan tidak sulit
3. Istirahat dan tidur dengan tenang
4. Tidak menggunakan otot bantu napas

Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pantau hasil analisa gas darah 1. Indikator hipoksemia;
dan indikator hipoksemia: hipotensi, takikardi,
hipotensi, takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi
hiperventilasi, gelisah, depresi SSP, dan sianosis penting
SSP, dan sianosis. untuk mengetahui adanya syok
akibat inflamasi (peradangan).
2. Gangguan pada paru (suara
1.
1. Auskultasi paru untuk nafas tambahan) lebih mudah
1.
mengkaji ventilasi dan dideteksi dengan auskultasi.
1.
mendeteksi komplikasi 3. Posisi membantu
1.
pulmoner. memaksimalkan ekspansi paru
1.
2. Pertahankan pasien pada dan menurunkan upaya
1.
posisi semifowler. pernafasan, ventilasi maksimal
1.
membuka area atelektasis dan
1.
meningkatkan gerakan sekret
1.
kedalam jalan nafas besar
1.
untuk dikeluarkan.
1.
1.
4. Oksigen membantu untuk
1.
bernafas secara optimal.
1.
1. Berikan O2 sesuai program
1.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan: Mengurangi ansietas klien


Kriteria hasil:
1. Mengakui dan mendiskusikan masalah
2. Penampilan wajah tampak rileks
3. Mampu menerima kondisinya

Intervensi:
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat pemahaman
klien/orang terdekat tentang 1. Bila penyangkalan ekstem
diagnosa. atau ansietas mempengaruhi
kemajuan penyembuhan,
menghadapi itu klien perlu
dijelaskan dan membuka cara
1. Akui rasa takut/masalah klien penyelesaiannya.
dan dorong mengekspresikan 2. Takut/ansietas menurun klien
perasaan. mulai menerima secara positif
kenyataan dan memiliki
kemauan untuk ‘hidup lagi’.
1. Berikan kesempatan untuk
bertanya dan jawab dengan
jujur. Yakinkan bahwa klien
dan perawat mempunyai
pemahaman yang sama.
2. Terima penyangkalan klien
tetapi jangan dikuatkan.

1. Catat komentar perilaku yang


menunjukkan menerima
dan/atau mengurangi strategi
3. Dapat membantu
efektif menerima situasi
memperbaiki beberapa
2. Libatkan klien/orang terdekat
perasaan kontrol/kemandirian
dalam perencanaan perawatan.
pada klien yang merasa tak
Berikan waktu untuk
berdaya dalam menerima
menyiapkan pengobatan.
diagnosa dan pengobatan

4. Klien sulit berfikir dengan


baik bila berada dalam
1. Berikan kenyamanan fisik
kondisi yang tidak nyaman
klien
2. Pasien dan orang terdekat
mendengar dan mengasimilasi
informasi baru yang meliputi
perubahan ada gambaran diri
dan pola hidup.
3. Dukungan memampukan klien
mulai membuka/menerima
kenyataan infeksi peritonium
dan pengobatannya. Klien
mungkin perlu waktu untuk
mengidentifikasi perasaan
maupun mengekspresikannya.

4. Membuat kepercayaan dan


menurunkan kesalahan
persepsi/interpretasi terhadap
informasi.
DOWNLOAD : WOC ASKEP PERITONITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PERITONITIS

 Vinsensius Bate

SEMESTER II PROGRAM STUDI S1 JALUR B KEPERAWATAN


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2014

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang melapisi
rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran
cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi
usus atau rupturnya suatu organ. (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh
infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau
pada organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah radang
selaput perut atau inflamasi peritoneum baik bersifat primer atau sekunder, akut
atau kronis yang disebabkan oleh kontaminasi isi usus, bakteri atau kimia.

2. Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga mulut, esofagus,
lambung, usus halus hingga anus. Sistem pencernaan meliputi :
1. Rongga mulut
Rongga mulut merupakan awal saluran pencernaan, proses pencernaan dimulai
dengan aktivitas mengunyah dimana makanan dipecah ke dalam partikel kecil dan
dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Di dalam mulut terdapat saliva yang
mengandung mukus yang fungsinya membantu melumasi makanan saat dikunyah.
Kemudian saat makanan ditelan epiglotis bergerak menutup lubang trakea untuk
mencegah terjadinya aspirasi makanan ke paru-paru sehingga mengakibatkan
bolus makanan berjalan ke dalam esofagus.
2. Esofagus
Esofagus memiliki panjang + 25 cm dan terletak di mediastinum rongga thorakal,
anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Otot
halus di dinding esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah
lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran. Selama proses
peristaltik esofagus, sfingter esofagus bawah rileks dan memungkinkan bolus
makanan masuk ke lambung kemudian sfingter esofagus menutup dengan rapat
untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus.
3. Lambung
Lambung terletak di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh,
tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantong yang dapat
berdistensi dengan kapasitas + 1.500 ml. Lambung terdiri dari 4 bagian yaitu
kardia (jalan masuk), fundus, korpus, dan pilorus. Lambung mensekresi cairan
yang sangat asam, cairan ini mempunyai pH serendah 1 dan memperoleh
keasamannya dari asam hidrochlorida yang disekresikan oleh kelenjar lambung.
Fungsi sekresi asam untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih
dapat diabsorbsi dan untuk membantu destruksi bakteri pencernaan. Lambung
dapat menghasilkan sekresi kira-kira 2,4 liter/hari.

4. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pilorus dan berakhir pada sekum, memiliki panjang 2/3 dari panjang total saluran
pencernaan. Bagian permukaan usus halus untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus
dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Duodenum
Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm berbentuk
sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas. Saluran empedu dan
saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut
ampula hepatopankreatika 10 cm dari pilorus.
b. Yeyunum
Yeyunum menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum
Ileum menempati 3/5 akhir dari usus halus.
Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan yang sama dengan lambung yaitu
a. Dinding lapisan luar adalah membran serosa, yaitu peritoneum yang membalut
usus dengan erat.
b. Dinding lapisan berotot terdiri atas 2 lapisan serabut yaitu lapisan luar terdiri
atas serabut longitudinal, dan di bawahnya yaitu lapisan tebal terdiri dari atas
serabut sirkuler. Diantara kedua lapisan serabut berotot terdapat pembuluh darah,
pembuluh limfe dan plexus saraf.
c. Dinding sub mukosa, terdapat antara otot sirkuler dan lapisan yang terdalam
yang merupakan perbatasannya. Dinding sub mukosa ini terdiri dari jaringan
areolar dan berisi banyak pembuluh darah, saluran limfe, kelenjar dan plexus saraf
yang disebut plexus meissner. Di dalam duodenum terdapat kelenjar bruner yang
mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang bekerja untuk melindungi lapisan
duodenum dari pengaruh isi lambung yang asam.

Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel termasuk banyak


leukosit juga terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang disebut kelenjar soliter.
Di dalam ileum terdapat kelompok-kelompok nodula, membentuk tumpukan
kelenjar peyer dan dapat berisi 20-30 kelenjar soliter yang panjangnya 1 cm
sampai beberapa cm. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan
merupakan tempat peradangan pada demam usus atau tifoid.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorbsi khime dari lambung isi
duodenum yaitu alkali.
Empedu
Empedu diperlukan untuk pencernaan lemak yang diemulsikan untuk
membantu kerja lipase. Sifatnya alkali dan membantu membuat makanan yang
keluar dari lambung yang asam menjadi netral.
Garam Empedu mengurangi tegangan permukaan isi usus dan membantu
membentuk emulsi dari lemak yang dimakan.
Pankreas
Getah pankreas berisi tiga jenis enzim pencernaan yang memecah atas 3
jenis makanan. Amilase, mencerna hidrat karbon, mengubah zat tepung menjadi
disakharida. Lipase, ialah enzim yang memecah lemak menjadi gliserin dan asam
lemak. Tripsin, merupakan enzim pembeku susu mengubah protein menjadi
pepton.
5. Usus Besar
Usus besar atau kolon memiliki panjang kira-kira 1,5 meter. Refleks gastrokolik
terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam
usus besar. Refleks ini menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar.
Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati ileum terminalis dan
dengan perlahan melewati bagian proksimal kolon melalui katup ileosekal. Katup
ini secara normal tertutup, membantu mencegah isi colon mengalir kembali ke
usus halus. Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar. Bakteri
membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa dan garam empedu. Dua jenis
sekresi kolon ditambah pada materi sisa mukus dan larutan elektrolit. Larutan
elektrolit adalah larutan bikarbonat yang bekerja untuk menetralisasi. Prosedur
akhir yang terbentuk melalui kerja bakteri kolonik. Mukus ini melindungi mukosa
colon dari isi interluminal dan juga memberikan perlekatan untuk massa fekal.
Aktifitas peristaltik yang lemah menggerakkan isi kolonik dengan perlahan
sepanjang saluran. Gelombang peristaltik kuat intermiten mendorong isi untuk
jarak tertentu. Hal ini terjadi secara umum setelah makanan lain dimakan, bila
hormon perangsang usus dilepaskan. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai
dan mengembangkan anus, biasanya dalam 12 jam. sebanyak seperempat dari
materi sisa dari makanan mungkin tetap berada di rektum selama 3 hari setelah
makanan dicerna.
6. Rektum : Defekasi, Faeces dan Flatus
Rektum terletak 10 cm di bawah dari usus besar dimulai pada kolon sigmoideus
dan berakhir pada saluran anal. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang dijaga
oleh otot internal dan eksternal. Rektum serupa dengan kolon tetapi dindingnya
yang berotot lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-lipatan
membujur yang disebut kolumna morgagni. Semua ini menyambung ke dalam
saluran anus. Di dalam saluran anus ini serabut otot sirkuler menebal membentuk
otot sfingter anus internal. Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya
epitelium bergaris menggantikan sel-sel silinder. Sfingter eksterna menjaga
saluran anus dan orifisium supaya tertutup. Rektum biasanya kosong sampai
menjelang defekasi.

3. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari peritonitis antara lain :
a. Infeksi bakteri :
Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari
organ reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. coli,
klebsiella, proteus, dan pseudomonas.
b. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk)
atauinflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.
c. Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan
perforasi usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul
(kecelakaan ) atau pembedahan gastrointestinal..
d. Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.

4. Patofisiologi
Disebabkan oleh kebocoren dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
bisanya sebagai akibat dari inflamasi,infeksi,iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadi proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu
yang singkat terjadi eksudasi cairan. cairan dalam peritoneal menjadi keruh
dengan peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon
segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikut oleh oleh ileus pralitik,
disertai akumudasi udara dan cairan dalam usus.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin
dengan adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin
merupakan mekanisme terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini
akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh
yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk
menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang
sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha
mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen yang
dikenal sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber.
Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau
intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien
yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena
virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan
pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya
disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur.

Bagan Patofisiologi
Bakteri
Streptokokus dan stapilokok eksternal
Masuk saluran cerna
Peradangan sluran cerna
Keluarnya enzim pancreas, asam lambung, empedu
Benda asing, dialysis, tumor
Cedera perforasi saluran cerna
Masuk ke ginjal
Peradangan ginjal
Port de entre benda asing, bakteri
Adanya inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor
Kebocoran isis dari organ abdomen kedalam rongga abdomen tumor
Terjadi poliferasi bakteri, edema jaringan dan eksudasi cairan tumor
Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein,
sel darah putih, debris seluler dan darah
Hipermotilitas, ileus paralitik, akumulasi cairan dan udara dalam usus
Absorpsi menurun
PERITONITIS
Fase penyembuhan
Perlekatan fibrosa
Refluks makan keatas
Mual, muntah, anoreksia
Obstruksi usus
Merangsang aktivitas parasimpatik
Diare
Kekurangan volume cairan
Merangsang pusat nyeri
Nyeri
Perangsang pirogen di hipotalamus
Hipertermi
PERITONITIS
Intake inadekuat
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

5. Klasifikasi
Berdasarkan pathogenesis peritonitis dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
a. Peritonitis bacterial primer
Akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum
dan tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat
monomikrobial, biasanya E.coli, Streotokokus atau Pneumococus, peritonitis ini
dibagi menjadi dua yaitu:
· Spesifik : Seperti Tuberculosa.
· Non-spesifik : Pneumonia non tuberculosis dan tonsillitis.
Factor yang beresiko pada peritonitis ini adalah malnutrisi, keganasan intra
abdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah dengan
sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis
hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bacterial akut sekunder(supurative)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akaut atau perforasi traktus
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umunya organism tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multiple organism dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
bacteroides dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi. Luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat
peritonitis. Kuman dapat berasal:
· Luka trauma atau penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
· Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di akibatkan oleh bahan kimia.
Perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi
organ-organ intra abdominal, misalnya appendicitis.
c. Peritonitis Tersier
Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau
tanpa fistula. Yang disebabkan oleh jamur, peritonitis yang sumber kumannya
tidak dapat ditemukan. Seperti disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya
empedu, getah lambung, getah pancreas, dan urine.
d. Peritonitis bentuk lain

6. Manifestasi Klinis
Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.
b. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan
cairan kedalam peritoneum.
c. Mual dan muntah.
d. Abdomen yang kaku.
e. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot
terhadap trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.
f. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih
dan takikardia.
g. Rasa sakit pada daerah abdomen
h. Dehidrasi
i. Lemas
j. Nyeri tekan pada daerah abdomen
k. Bising usus berkurang atau menghilang
l. Nafas dangkal
m. Tekanan darah menurun
n. Nadi kecil dan cepat
o. Berkeringat dingin
p. Pekak hati menghilang

7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pemeriksaan diagnostic
pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih
dari 20.000 /mm3. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan
hemokonsentrasi.
b. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.
c. Amylase serum biasanya meningkat.
d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.
e. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret
atau cairan asites.
f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila
perforasi visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.
g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,
amilase, empedu, dan kreatinin.
8. Komplikasi
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok hipovelmia.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system.
d. Abses residual intraperitoneal
e. Eviserasi luka.
f. Obstruksi usus
g. Oliguri

9. Penatalaksanaan
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
f. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
g. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendks ), reseksi ,
memperbaiki (perforasi ), dan drainase ( abses ).
h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal

10. Pencegahan
Pencegahan peritonitis adalah dengan menjaga kebersihan diri yang baik

11. Prognosis
Menurut Sylvia Price dan Lorraine (2005) penyakit ini baik pada peritonitis
loal dan ringan sedangkan prognosisinya buruk (mematikan) pada peritonitis
generalisata yang disebabkan oleh organisme virulens.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pola persepsi dan pemiliharaan kesehatan
a. Riwayat operasi.
b. Riwayat sakit berat.
c. Perilaku mencari bantuan
2. Pola nutrisi metabolik
a. Kebiasaan makan rendah serat
b. Makanan pedas
c. Pola makan tidak teratur
d. Mual
e. Muntah
f. ;’’Anoreksia
g. Distensi
3. Pola eliminasi
a. Konstipasi
b. Diare
4. Pola aktivitas dan latihan
a. Kurang aktivitas
b. Kebiasaan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
5. Pola tidur istirahat
a. Kebiasan tidur (berapa lama)
b. Kebiasaan sebelum tidur
c. Gangguan tidur
6. Pola persepsi kognitif
a. Cara pasien mengatasi nyeri.
b. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya
7. Pola persepsi diri dan konsep diri
a. Gangguan harga diri
8. Pola peran hubungan sesama
b. Interaksi dengan lingkungan sekitar.
c. Gangguan penampilan peran
9. Pola reproduksi seksual
a. Perubahan pola seksual.
b. Jumlah anak.
c. Libido meningkat atau menurun.
10. Pola koping-toleransi terhadap stres
a. Perepsi penerimaan kesehatan.
b. Gangguan penyesuian diri
11. Pola nilai kepercayaan
a. Berdoa.
b. Sarana ibadah (Kitab Suci)
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pengkajian pada
penderita dengan peritonitis adalah sebagai berikut :
· Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan.
Tanda : Kesulitan ambulasi.
· Sirkulasi
Gejala : Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).
Edema jaringan.
· Eliminasi
Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus, diare (kadang-kadang).
Tanda : Cegukan ; distensi abdomen, abdomen diam.
Penurunan haluaran urin, warna gelap.
Penurunan/tak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar
(obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus), hilang
suara pekak diatas hati (udara bebas dalam abdomen).
· Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah, haus.
Tanda : Muntah proyektil.
Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
· Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke bahu, terus
menerus oleh gerakan.
Tanda : Distensi, kaku, nyeri tekan.
Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri
sendiri.
· Pernapasan
Gejala : Pernapasan dangkal, takipnea.
· Keamanan
Gejala : Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis), infeksi pasca melahirkan, abses
peritoneal.

B. Diagnosa Keperawatan
Pre- Operasi
1. Nyeri yang berhubungan dengan penumpukan cairan di dalam cavum
peritoneal / abdomen.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan
ekstraseluler, intravaskuler dan area interstisial kedalam usus dan/atau area
peritoneal
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan mualk, muntah, gangguan fungsi usus, puasa.
4. Ansietas berhubungan dengan kritis situasi, ancaman kematian, status
hipermetabolik.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
Post-Operasi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek luka pembedahan.

C. Perencaan Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan penumpukan cairan di dalam
cavum peritoneal / abdomen.
Tujuan : nyeri pasien terkontrol setelah diberi tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan :
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang / terkontrol.
b. Ekspresi wajah pasien tempak rileks.
Rencana Keperawatan :
1) Kaji ulang keluhan nyeri pasien meliputi intensitas, karakteristik, lokasi.
R/ Perubahan lokasi, intensitas nyeri menggambarkan ke arah komplikasi. Nyeri
cenderung menjadi menetap, lebih hebat dan menyebar ke seluruh abdomen
sehingga mempercepat proses peradangan. Nyeri dapat terlokalisasi bila terjadi
abses.
2) Observasi tanda-tanda vital
R/ Nyeri hebat ditandai dengan peningkatan TD dan nadi.
3) Ajarkan tehnik relaksasi yang sesuai dan anjurkan pasien untuk melakukannya
bila nyeri timbul.
R/ Relaksasi mempermudah istrahat dan memperbaiki respon terhadap nyeri.
4) Pertahanka posisi semi fowler sesuai kebutuhan.
R/ Memudahkan cairan dalam kavum abdomen ke bawah mengikuti gaya
gravitasi, mengurangi gannguan dafragma / ketegangan abdomen dan mengurangi
nyeri.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy analgetika.
R / Therapi analgetik menurunkan ambang rasa nyeri, sehingga menutupi rasa
sakit selama poses penegakan diagnosa.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan


ekstraseluler, intravaskuler dan area interstisial kedalam usus dan/atau area
peritoneal.
Tujuan : Terjadinya keseimbangan cairan.
Hasil yang diharapkan :
a. Haluaran urin adekuat dengan berat jenis urin stabil.
b. Tanda vital stabil.
c. Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler meningkat,
dan berat badan dalam rentang normal.
Rencana Keperawatan :
1) Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardia, takipnea, demam.
R/ Membantu dalam evaluasi derajat deficit cairan/keefektifan penggantian terapi
cairan dan respon terhadap pengobatan.
2) Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan berat
badan harian.
R/ Menunjukan status hidrasi keseluruhan.
3) Observasi kulit/membran mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema
perifer/sakral.
R/ Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor
kulit, menambah edema jaringan.
4) Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering dan
pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan.
R/ Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit.
5) Kolaborasi : Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit,
protein, albumin, BUN, kreatinin.
R/ Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ.
6) Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretik sesuai indikasi.
R/ Mengisi/mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
7) Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/intestinal.
R/ Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari usus.

3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan mualk, muntah, gangguan fungsi usus, puasa.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi pasien adekuat setelah diberi tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan :
a. Keseimbangan nutrisi terpenuhi.
b. Tidak mengalami penurunan berat badan.
c. Pasien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.
Rencana tindakan :
1) Kaji bising usus dan adanya flatus.
R/ Menilai fungsi usus normal / tidak.
2) monitor muntah, pengeluaran cairan melalui NGT (bila digunakan).
R/ Muntah atau pengeluaran cairan NGT yang banyak menandakan obstruksi usus
yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
3) Jelaskan pada pasien pentingnya nutrisi bagi tubuh.
R/ Nutrisi penting bagi metabolisme tubuh dan membantu dalam proses
penyembuhan.
4) Berikan nutrisi per parenteral sesuai instruksi.
R/ Membantu pemberian nutrisi sehungga kebutuhan nutrisi pasien tetap terpenuhi.
5) Timbang BB tiap hari.
R/ Mengetahui perubahan status nutrisi pasien.
6) Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian diet pasien.
R/ Diet yang tepat dan bertahap mengurangi resiko gangguan lambung dan
mencegah komplikasi.

4. Ansietas berhubungan dengan kritis situasi, ancaman kematian, status


hipermetabolik.
Tujuan : Ansietas menurun sampai tingkat dapat ditoleransi dan klien tampak
rileks.
Rencana Tindakan :
1) Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non-verbal pasien.
R/ Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit.
2) Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan.
R/ Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.
3) Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
R/ Membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.

5. Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) tentang perawatan dirumah yang


berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah setelah diberi tindakan keperawatan.
Hasil Yang Diharapkan :
a. Pasien mengatakan mengerti tentang perawatan di rumah dan tidak
lanjutnya.
b. Pasien ikut berpartisipasi dalam proses perawatan.
Rencana tindakan :
1) Kaji kembali hal – hal yang mendasar tentang proses penyakit dan harapan
kesembuhan.
R/ Memberikan pengetahuan dasar sehingga pasien dapat membuat pilihan
terhadap informasi yang diberikan
2) Ajarkan perawatan luka secara bersih dan kering.
R/ Mengurangi resiko terkontaminasi, memberi kesempatan dalam mengevakuasi
dalam proses penyembuhan.
3) Jelaskan kebutuhan latihan dan istirahat yang seimbang, hindari latihan fisik
yang berat.
R/ Latihan dan istirahat yang seimbang mecegah keletihan dan mengindari hal –
hal yang meningkatkan tekanan intra abdomen dan ketegagan otot.
4) Diskusikan hal – hal yang membutuhkan evaluasi medik seperti : gejala infeksi
luka, demam, muntah, nyeri abdomen dan eliminasi.
R/ Diketahuinya gejala secepat mungkin dan pengobatan pada komplikasi yang
berkembang dapat mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius.
5) Diskusikan dengan pasien cara pengobatan , jadwalnya dan kemungkinan efek
samping obat.
R/ Pengobatan yang tepat mempecepat penyembuhan.antibiotik dapat diteruskan
setelah keluar dari RS, tergantung berapa lama sudah diberi sebelumnya.
Post-Operasi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek luka
pembedahan
Tujuan : integritas kulit pasien kembali adekuat setelah diberi tindakan keperawatan.
Hasil Yang Di harapkan :
a. Luka tampak mongering dan menunjukan tanda – tanda kesembuhan.
b. Tidak ada tanda –tanda infeksi.
Rencana tidakan :
1) Kaji keadaan luka dan tanda – tanda peradangan.
R/ Adanya tnda peradangan menunjukan keadaan luka belum sembuh.
2) Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan daerah sekitar
luka. R/ Kebersihan membantu mencegah terjadinya
infeksi.
3) Rawat luka secara aspetik dan antiseptik.
R/ Perawatan luka dengan tepat mencegah penyebaran infeksi dan mempercepat
proses penyembuhan luka .
4) Beri makanan berkualitas secara bertahap.
R/ Makanan yang berkualitas mempercepat penyembuhan
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti biotik.
R/ Therapi antibiotik membantu pemnyembuhan dan mencgah infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.


Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta : EGC
Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Penerbit PT.
Gramedia.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERITONITIS

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Peritonitis merupakan proses peradangan pada membrane mukosa pada ruang


abdomen dan organ viscera peritoneum yang dapat disebabkan oleh perforasi
apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal, repture saluran cerna,
obstruksi dan strangulasi saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi
atau luka tembus abdomen. Perotinitis merupakan kondisi kegawatan sehingga
keterlambatan penangan pasien dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas.
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan
strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis (“Nuzulul Zulkarnain Haq,” N.D.)
Peritonitis merupakan peradangan dari peritoneum yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau
pada organ-organ reproduktif internal wanita (Alessiani et al., 2015)
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi
rongga abdomen. Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi
berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ
abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal),
ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka
tembus abdomen.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

I.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana anatomi dari organ peritoneum ?


2) Apa definisi peritonitis ?
3) Bagaimana etiologi pada peritonitis ?
4) Bagaimana klasifikasi dari peritonitis ?
5) Bagaimana patofisiologi dari peritonitis ?
6) Bagaimana manifestasi Klinis pada peritonitis ?
7) Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada peritonitis ?
8) Bagaimana penatalaksanaaan pada peritonitis ?
9) Bagaimana komplikasi pada peritonitis ?
10) Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan peritonitis ?

I.3 Tujuan

1) Tujuan Umum
a) Mengetahui anatomi dari organ peritoneum.
b) Mengetahui definisi peritonitis.
c) Mengetahui etiologi peritonitis.
d) Mengetahui klasifikasi dari peritonitis.
e) Mengetahui patofisiologi dari peritonitis.
f) Mengetahui manifestasi Klinis pada peritonitis.
g) Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada peritonitis.
h) Mengetahui penatalaksanaaan pada peritonitis.
i) Mengetahui komplikasi pada peritonitis.
j) Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan peritonitis.

I.4 Manfaat

a) Memahami anatomi dari organ peritoneum.


b) Memahami definisi peritonitis.
c) Memahami etiologi peritonitis.
d) Memahami klasifikasi dari peritonitis.
e) Memahami patofisiologi dari peritonitis.
f) Memahami manifestasi Klinis pada peritonitis.
g) Memahami pemeriksaan diagnostic pada peritonitis.
h) Memahami penatalaksanaaan pada peritonitis.
i) Memahami komplikasi pada peritonitis.
j) Menyimpulkan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
peritonitis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Peritoneum

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.


Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu
coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding
enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm,
dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian
menjadi peritonium.
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan
dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim serta zat
cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus. (“kesehatan kita_ peritonitis,”
n.d.)
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi
dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ
yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini
disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong
tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke
dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau
kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat
disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati,
kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk
mesenterium usus halus.
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Peritoneum parietale yang melapisi dinding abdomen.
2. Oeritoneum visceral yang menutupi viscera (organ dalam minsalnya gaster, liver
dan intestinum).
3. Cavitas peritonealis, ruang antara peritoneum parietal dan visceralyang
berfungsi menghasilkan cairan pelumas bagi permukaan peritoneum sehingga
organ dalam abdomendapat bergerak bebas tanpa adanya gesekan. Organ-organ
yang berada dalam kapasitas peritonealis (intraperitoneum) adalah gaster, hepar,
vesica fellea, lien, ileum, jejunum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum dan
appendix) sedangkan yang berada di retroperitoneum adalah pancreas, duodenum,
kolon ascenden dan descenden, ginjal dan ureter.
Fungsi peritoneum:
1. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
2. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga
peritoneum tidak saling bergesekan.
3. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen.
4. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi
terhadap infeksi.
Pada laki-laki cavitas peritonealis tertutup sempurna, sedangkan pada wanita
terdapat hubungan dengan lingkungan di luar tubuh melalui kedua tuba uterine,
uterus dan vagina sehingga imflamasi pada organ-organ tersebut dapat
menimbulkan peritonitis. Persarafan lapisan peritoneum di persarafkan oleh
system sarap otonom dan tepi. Peritoneum periserale dipersarafi oleh system saraf
otonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan sehingga sayatan dan
jahitan tidak dirasakan oleh pasien. Akan tetapi tarikan, regangan organ atau
kontraksi otot yang meningkat akibat iskemia akan menimbulkan nyeri yang hebat
minsalkan pada kolik atau radang seperti apendiksitis. Sedangkan peritoneum
parietale di persyarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya
ransangan yang berupa rabaan, ataupun proses radang.

II.2 Etiologi

1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, mengalami perforasi, atau
benda tajam. Preforasi lambung, usus, kandung empedu atau appendix akan
menyebabkan bakteri dan zat kimia yang terdapat pada organ tersebut akan
terkontaminasi dan merusak peritoneum. Bakteri penyebab peritoneum antara lain
:
o Bakteroides
o Escherichia Coli
o Streptococcus
o Pnemokkokus
o Proteus
o Kelompok enterobacter-klebsiella dan mycobacterium tuberkulosa
Zat kimiawi yang dapat merusak peritoneum adalah getah lambung (HCl) dan
pancreas, empedu, darah, urin dan benda asing (bedak yang bersal dari
handscoon)
2. Penyakit radang panggul pada wanita, infeksi pada rahim dan saluran tuba
falopi seperti salpingtis, perforasi tuba falopii atau rupture kista ovarium yang
mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk kuman penyebab
gonore dan infeksi chlamidia).
3. Kelainan hati atau gagal jantung dengan asites.
4. Post operasi. Prosedur pembedahan yang disebabkan cidera pada kandung
empedu, ureter, kandung kemih atau usus (lepasnya anastomosis usus) dapat
menyebabkan perpindahan bakteri ke rongga peritoneum.
5. Dialisis peritoneal. Penyebab tersering adalah infeksi pada pipa saluran
hemodialisa yang menjadi port de entry mikroorganisme.
6. Iritasi tanpa infeksi. Minsalya peradangan pada pancreas (pancreatitis akut) atau
bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan
peritonitis.

II.3 Klasifikasi

1. Perinonitis primer (spontan).


Disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme melalui hematogen. Penyebab
paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hepar kronis selain penyebab lainnya seperti E.colli, sterptococus,
pneumokokus. Pasien yang berisiko menderita peritonitis primer bila adanya
malnutrisi, keganasan intra abdomen, imunosupresi, plenektomi, sindrom nefrotik,
gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, sirosis hepatis dengan asites.
2. Peritonitis sekunder.
Penyebab yang paling sering perforasi atau nekrosis viscera oleh bakteri seperti
peforasi appendicitis, perforsi gaster dan penyakit ulkus duodenum, perforasi
kolon akibat diverticulitis, perforasi setelah endoskopi, kateterisasi dan biospsy,
volvulus, kanker serta strangulasi usus sehingga isi organ tersebbut akan keluar ke
cavitas peritoneum.
3. Peritonitis tertier.
Disebabkan oleh kekambuhan penyakit setelah selesai pengobatannya dan
umumnya disebabkan oleh jamur. Biasanya pasien ini mengalami daya tahan
tubuh.
II.4 Patofisiologi

Adanya mikroorganisme penyebab atau penyebab lainnya dala kavitas peritoneum


atau penyebab lainnya dalam kapasitas peritoneum menyebabkan reaksi
peradangan. Peritoneum akan mengeluarkan eksudat pibrinosa bila ada invasi
mikroorganisme. Peritonitis menyebakan penurunan aktivitas fibrinolitik intra
abdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktifator plasminogen) dan
membentuk sekuestrasi fibrin dengan pembentukan jejaring meningkat. Produksi
eksudat fibrin merupakan mekanisme terpentig dalam system pertahanan tubuh,
yang bertujuan untukmengikat bakteri dalam jumlah besar diantara matriks fibrin
sehingga penyebaran sistemik dapat diperlambat. Abses yang berisi nanah
terbentuk antara perlekatan fibrinosa sehingga infeksi terlokalisasi. Dan
pembentukan abses peritonitis pada prinsip nya merupakan pertahanan tubuh yang
bertujuan untuk mempertahankan cavitas abdomen tetap steril. Namun hal
tersebut berdampak negative bila matriks fibrin telah matur maka bakteri tidak
dapat dibersihakan dengan mekanisme fagositosis host. Dan pada kondisi dimana
jumlah kuman menjadi banyak maka tubuh sudah tidak mampu mengileminasi
kuman sehingga sehingga dapat terjadi pepsis pada penderita dan mengancam
kehidupan. Akibat dari ifiltrasi dan proliferasi mikroorganisme menyebabkan
adema jaringan dan terjadi eksudatsi cairan ke rongga peritoneum. Peristaltic usus
menurun dan bahkan dapat hilang sehingga memicu terjadinya terjadinya ileus
paralitik. Usus menjadi otonia dan merenggang sehingga kekurangan cairan yang
masuk keruang cavitas abdomen (intersisiel) maka menjadi hipovolemia dan dapat
menimbulkan syok.
Upaya konpensasi tubuh adalah dengan meretensi cairan dan elektrolit oleh ginjal
sehingga output urine akan menurun (olingurial) yang mengakibatkan sisa
metabolism akan meningkat dalam plasma darah. Hipovolemia akan bertambah
berat dengan adanya peningkatan suhu (demam), intake yang tidak adekuat serta
muntah. Perlekatan usus dapat terjadi karena usus yang merenggang dan
menyebabkan obstuksi usus. Ileus yang disertai dengan terjepitnya pembuluh
darah mengakibatkan kurang suplai oksigen kejaringan usus sehingga terjadilah
iskemia jaringan usus yang berisiko menimbulkan nekrosis dan memicu
terjadinya perforasi usus ( Transgulasi obstruksi).
II.5 Manifestasi Klinis

1. Ransangan peritoneum yang menimbulkan nyeri tekan dengan defans muscular


akibat adanya darah dalam cavitas peritoneum.
2. Psoas sign positif
3. Pekak hati biasa menghilang
4. Peristaltic usus sampai menghilang
5. Hipertermia, hipotermia (sepsis berat)
6. Takikardia
7. Muntah
8. Keluhan nyeri pada setiap gerakan seperti jalan, nafas, batuk, mengejan
9. Muntah dengan nyeri tumpul di perutnya
10. Terdapat abses
11. Dehidrasi
12. Syok
13. Letargik
14. Kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.

II.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Complete Blood Count (CBC). Daoat terjadi leukositosis karena adanya infeksi
intra abdomen (leokosit > 20.000 sel/µL) terjadi leucopenia pada pasien yang
mengalami penurunan daya tahan tubuh dan menderita infeksi jamur , serta
cytomegalovirus ; seldarah merah meningkat (Hemokosentrasi)
b. Tes fungsi hati jika ada gangguan liver
c. Serum amylase dan lipase meningkat jika adanya dugaan pancreatitis
d. Serum protein/albumin
e. Slektrolit serum
f. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih minsalnya
batu ginjal
g. Analisa gas darah (AGD)
2. Raditerapi abdomen
3. USG pelvis
4. Parasintesis abdomen dan CT-Scan dan MRI

II.7 Penatalaksanaan Medis

1. Penggantian cairan dan elektrolit secara intravena dengan cairan NaCl.


2. Pemberian antibioka yang sesuai
3. Pemberian analgesik bertujuan untuk menurunkan nyeri.
4. Dekompresi saluran cerna dengan penghiapan nasogastrik dan intestinal
bertujuan untuk menurunkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus
5. Pemeberian oksigen dengan nasal kanul atau masker dengan tujuan
meningkatkan oksigenasi akibat ekspansi paru yang yang terbatas karena adanya
asites.
6. Irigasi peritoneum pada peritonitis difus dengan menggunakan larutan
kristaloid.
7. Drainase
8. Pembedahan. Ada beberapa menjadi pertimbangan dilakukan pemebedahan
darurat yaitu :
a. Terdapat defant muskuler dan nyeri tekan yang meluas.
b. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan pneumoperitoneum, dan distensi usus.
c. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan pendarahan
saluran cerna yang tidak serasi
d. Pemeriksaan laboratorium.
Tujuan : mengileminasi sumber infeksi
Persiapan preoperasi :
a. Mempuasakan saluran cerna pasien.
b. Memasang NGT untuk dekompresi lambung
c. Memasang kateter
d. Memberikan terapi cairan melalui intravena.

II.8 Komplikasi

1. Komplikasi dini
Septicemia, syok septic, syok hipovolemik, sepsis intra abdomen rekuren, abses
residual intraperitoneal dan abses hepar.
2. Kamplikasi lanjut
Adhesi, obsintetinal intestinal rekuren.
Komplikasi pasca operatif yang paling sering terjadi adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

III.1 FORMAT PENGKAJIAN

Tanggal masuk :
………………………………………………………………………......
Ruang/ kelas :
…………………………………………………………………………..
No. Kamar :
…………………………………………………………………………..
Diagnose masuk :
………………………………………………………………………….

III.1.a IDENTITAS

1. Nama :
…………………………………………………………
2. Umur :
…………………………………………………………
3. Jenis kelamin :
…………………………………………………………
4. Agama :
…………………………………………………………
5. Suku/bangsa :
…………………………………………………………
6. Pendidikan :
…………………………………………………………
7. Pekerjaan :
…………………………………………………………
8. Alamat :
…………………………………………………………
9. Penanggung jawab :
…………………………………………………………

III.1.b RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN

1. Keluhan utama :
nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.
2. Riwayat penyakit Sekarang :
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal
diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.
3. Riwayat penyakit terdahulu :
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post
operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan
seperti ruptur limpa dan ruptur hati.

4. Riwayat Alergi :
……………………………………………………………………………………....
..
5. Riwayat kesehatan keluarga :
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan
oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
6. Susunan Keluarga (genogram)
…………………………………………………………………………….......

III.1.c POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Pola nutrisi / Metabolik


a. Makan
· Jenis :………………………………………………...
· Porsi :………………………………………………...
· Frekuensi :………………………………………………...
· Diet khusus :
………………………………………………...
· Makanan yang disukai :………………………………………………...
· Pantangan :………………………………………………...
· Nafsu makan :………………………………………………...
( ) Normal ( ) Meningkat (♫) Menurun
( ) Mual (♫) Muntah ( ) Stomatitis
Keterangan :
· Anoreksia, neusea/muntah, haus
· Muntah proyektil, membrane mukosa kering, turgor kulit lemah, lidah yang
membengkak.
b. Minum
· Frekuensi :………………………………………………...
· Jumlah :………………………………………………...
· Jenis :………………………………………………...

2. Pola Eliminasi
a. BAB
· Frekuensi :………………………………………………...
· Konsisten :………………………………………………...
· Warna :………………………………………………...
· Masalah yang dirasakan :
Ketidak mampuan untuk defekasi atau flatus, diare
· Keterangan lainnya :
Distensi abdomen, bising usus menurun, kadang-kadang bising usus meningkat
dan keras, kekakuan abdomen, distensi, peningkatan peristaltic usus.
b. BAK
· Frekuensi :………………………………………………...
· Masalah yang dirasakan :
Cegukan, menurunnya output urine, urine bewarna gelap, dan urun berwarna
pekat.
III.1.d PEMERIKSAAN FISIK

Pernafasan (Respiratory)
Batas normal Hasil pemeriksaan
Bentuk dada simetris, sputum sedikit dan jernih,
ola napas regular, vikal fremitus lapangan paru
tidak meningkat dan tidak menurun, suara Pernapasan dangkal dan takipnea
perkunsi sonor, auskultasi suara nafas vesikuler,
suara tambahan tidak ada.

III.1.e PEMERIKSAAN PENUNJANG

Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien


dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya
luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya
pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell
count. Namun pada pasien
denganimmunocompromised dan pasien dengan
beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV)
keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau
malah leucopenia
Laboratorium
PT, PTT dan INR
Test fungsi hati jika diindikasikan
Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada
saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone
disease)
Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial
dapat ditunjukan dari pH dan glukosa yang rendah
serta peningkatan protein dan nilai LDH
Foto polos
USG
CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111–

Radiology labeled autologous leucocyte scan, technetium Tc


99m-iminoacetic acid derivative scan).
Scintigraphy
MRI

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior,


lateral), didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada
X-Ray peritonitis.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada
kasus perforasi.

III.1.f TERAPI

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus
septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan
nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan
tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi :
♫ Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme
mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga
merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat
pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
♫ Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.
Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik
operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi
dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi
peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi,
atau mereseksi viskus yang perforasi.
♫ Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika (misal
sefalosporin) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila
peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
♫ Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa
drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat
menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan
dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan
untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

III.2 Diagnosa keparawatan

♫ Kurang volume cairan berhubungan dengan pemindahan cairan kerongga


peritoneum, muntah, perforasi intestin
♫ Resiko tinggi terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan imflamasi pada
rongga peritoneum
♫ Nyeri akut berhubungan dengan iritasi peritoneum perifer, akumulasi cairan
dalam abdomen/peritoneal, trauma jaringan
♫ Resiko tinggi terjadi gangguanpemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak adekuat (Mual,muntah,disfungsi usus)
abnormalitas metabolic.
♫ Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan kurang mendapat informasi tentang penyakitnya.
III.3 RENCANA KEPERAWATAN

No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1. Kurang volume cairanTujuan : Monitor TTV (Suhu, Nadi, Pernapasan da
berhubungan denganMenunjukan Monitor masukkan dan mengeluaran caira
perpindahan cairan kekeseimbangan cairan. Observasi tugor kulit, membrane m
rongga peritoneum,KH : edema perifer ataucardibal
muntah, perforasi Peneluaran urine Ubah posisi dengan sering, berikan pera
intestin adekuat kulit dengan sering dan pertahankan tempa
Berat jenis urine normal kering dan bebas dari lipatan
Tanda vital stabil Monitor hasil pemeriksaan berat jenis urin
Membran mukosa Monitor hasil pemeriksaan Hb/ Ht, elek
lembab protein, albumin, BUN dan kreatinin
Pengisian kapiler <3 Berikan plasma darah, cairan elektrolit
detik sesuai indikasi.
2. Resiko tinggi terjadinyaTujuan : Kaji dan catat TTV setiap 2 jam
perluasan infeksiTidak terjadinya perluasan Observasi dan catat adanya perubahan
berhubungan denganinfeksi mental (pingsan, bingung)
inflamasi pada ronggaKH : Monitor dan catat warna kulit, suhu
peritoneum Meningkatnya kelembaban kulit
penyembuhan pada Monitor dan catat adanya penu
waktunya pengeuaran urine
Bebas drainase purulen Pertahankan teknik aseptic ketat
atau eritem perawatan drein abdomen, luka insisi/te
Tidak demam dan sisi invasive
Observasi drainase pada luka
Pertahankan teknik steril pada kateter
berikan perawatan kateter/kebersihan pe
rutin.
Batasi pengunjung dan lakukan isolas
diindikasikan.
Monitor hasil pemeriksaaan darah,
kultur specimen peritoneal
Bantu dalam aspirasi perineal dan
specimen untuk pemeriksaan bila di indikas
Berikan terapi antimikrobal sesuai pr
medic
Lakukan lavase peritoneal sesuai in
medic
Siapkan klien untuk intervensi bedah b
indikasikan.
3. Nyeri akut berhubunganTujuan : Kaji keluhan nyeri, catat lokasi,
dengan iritasi kimiaNyeri teratasi/terkontrol intesintaas (skala 0-10) dan karakteristiknya
peritoneum perifer,KH : Pertahankan posisi tidur semi fowler
akumulasi cairan di Menujukan penggunaanindikasi
abdomen, traumaketerampilan relaksasi. Berikan tindakan kenyamanan
jaringan Metode meningkatkan Berikan perawatan mulut dengan sering
kenyamanan Ciptakan lingkungan dengan menyena
Skala nyeri 0-2 bagi klien, sehingga dapat beristirahat d
Ekspresi wajah klientenang.
rileks Berikan terapi analgetik, narkotik
indikasi
Berikan terapi antiemetic sesuai d
program medic
Berikan terapi anti piretik sesuai pr
medic
4. Resiko tinggi terjadiTujuan : Monitor pengeluaran selang nasogatrik,
gangguan pemenuhanPemenuhan kebutuhanadanya muntah/diare
nutrisi kurang darinutrisi adekuat Auskultasi bising usus, catat a
kebutuhan berhubunganKH : hiperaktifitas usus
dengan intake tidak Mual, muntah Ukur lingkar abdomen setiap hari
adekuat (mual, muntah,menghilang Lakukan pengukuran BB tiap hari secara
dan disfungsi usus), Makan habis 1 porsi dan catat hasil penimbangan
abnormalitas metabolik BB normal Kaji abdomen dengan sering, adanya di
peristaltic usus, kelancaran flatus
Monitor BUN, protein, Albumin, gl
keseimbangan nitrogen sesuai indikasi.
5. Kurang pengetahuanTujuan : Kaji pengetahuan tentang penyakitnya
tentang kondisiKlien mendapatkanharapan untuk sembuh
pengobatan , perawatanpemahaman tentang Jelaskan program pengobatan, jadwa
penyakitnya penyakitnya kemungkinan efek samping
berhubungannya kurangKH : Anjurkan melakukan aktifitas secara be
mendapat informasiKlien mendapatkansesuai toleransi, dan sediakan waktu
tentang penyakitnya pemahaman tentangistrahat adekuat.
penyakitnya Jelaskan agar klien mnghindari menga
Kondisi penyakitnya.berat, dan mencegah konstipasi
Pengobatan penyakitnya Lakukan perawatan luka secara aseptic
Perawatan penyakitnya. Kaji dan catat adanya tanda-tanda inf
nyeri berulang/ distensi abdomen, m
demam, mengigil, atau adanya draeinase pu
bengkak/eritema pada insisi bedah.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Peritonitis merupakan proses peradangan pada membrane mukosa pada ruang


abdomen dan organ viscera peritoneum yang dapat disebabkan oleh perforasi
apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal, repture saluran cerna,
obstruksi dan strangulasi saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi
atau luka tembus abdomen. Perotinitis merupakan kondisi kegawatan sehingga
keterlambatan penangan pasien dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas.
(Suratun,Lusiana 2010)
Normalnya peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri. Adanya kontaminasi
oleh bakteri virulen yang terus menerus, imunitas resistensi terhadap bakteri yang
menurun, serta adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan factor
yang mempermudah terjadinya perotinitis.

DAFTAR PUSTAKA

Alessiani, M., Gianola, M., Rossi, S., Perfetti, V., Serra, P., Zelaschi, D., … Cobianchi,
L. (2015). Peritonitis secondary to spontaneous perforation of a primary
gastrointestinal stromal tumour of the small intestine: A case report and a
literature review. International Journal of Surgery Case Reports, 6, 58–62.
http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2014.12.012
kesehatan kita_ peritonitis. (n.d.). Retrieved from http://askep-

askepjessy.blogspot.com/2011/02/peritonitis.html

NUZULUL ZULKARNAIN HAQ. (n.d.). Retrieved from

https://donnyprastyo.wordpress.com/2014/03/13/askep-peritonitis/

Diposting 15th August 2015 oleh Yusi N

Asuhan Keperawatan pada pasien peritonitis

Posted on 8 Juni 2012 by cinehel Standar

1 Vote
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial.
Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu
coelom. Dari kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron.
Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan
ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi
peritoneum. Peritonium merupakan rongga tempat melekatnya organ-organ dalam
khususnya organ-organ pencernaan. Berdasarkan sifat (vaskularisasi) dan fungsi
dari peritonium, maka dengan adanya kelainan pada organ-organ yang terdapat
pada rongga peritonium, akan mempengaruhi dinding atau rongga peritonium itu
sendiri, seperti pada apendisitis perforasi, perdarahan intraabdomen, obstruksi dan
strangulasi jalan cerna. Pada keadaan atau penyakit tersebut, sering menampakkan
adanya gejala akut yang sering disebut gawat abdomen, keadaan ini memerlukan
penaggulangan segera yang sering berupa tindakan pembedahan.
Peritonitis merupakan peradangan peritonium, selaput tipis yang melapisi dinding
abdomen dan meliputi organ-organ dalam, peradangan sering disebabkan oleh
bakteri atau infeksi jamur membran ini. Peritonium primer disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari darah atau kelenjar getah bening ke peritonium, pada
kasus primer ini, 90% kasus infeksi disebabkan oleh mikroba, 40% oleh bakteri
gram negative, E.Coli 7%, Klebsiela, pneumonia, spesies pseudomonas, proteus
dan gram negatif lain sebanyak 20%, sementara bakteri gram positif yakni 15%,
jenis steptococus, dan golongan stapylococus 3%. Jenis yang lebih umum dari
peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan oleh infeksi
gastrointestinal (apendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum, dan duodenum,
perforasi kolon) atau saluran bilier, kedua kasus peritonitis sangat serius dan dapat
mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.
Pada keadaan normal, peritonium resisten terhadap infeksi bakteri, tetapi adanya
keadaan seperti kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi
yang menurun dan adanya benda asing atau enzim pecerna aktif, merupakan
faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan
tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan
menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas.
Ketepatan diagnosis dan penaggulangan tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2.2 Rumusan Masalah
Apakah pengertian peritonitis?
Apa penyebab atau etiologi dari peritonitis?
Bagaimanakah tanda dan gejala dari peritonitis?
Bagaimana perjalanan penyakit atau patofisiologi dari peritonitis?
Pemeriksaan diagnostik pada peritonitis?
Bagaimana penatalaksanaan pada peritonitis?
2.3 Tujuan
2.3.1 Tujuan Umum
Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, cermat dan benar
pada kasus peritonitis.
2.3.2 Tujuan Khusus
Dapat melakukan pengkajian, analisis dan sintesis masalah keperawatan.
Menentukan rencana tindakan atau intervensi keperawatan secara tepat.
Melakukan tindakan keperawatan dengan baik dan benar.
Mampu mengevalusai tindakan keperawatan yang telah diberikan secara lengkap,
akurat dan relevan.
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Kosep Dasar Peritonitis


2.1.1 Pengertian
Peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan
vaskularisasi dan aliran limpa.
Peritonitis adalah suatu respons inflamasi atau supurasi dari peritoneum yang
disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.
2.1.2 Etiologi
a. Infeksi bakteri
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya :
1. Appendisitis yang meradang dan perforasi
2. Tukak peptik (lambung / dudenum)
3. Tukak thypoid
4. Tukan disentri amuba / colitis
5. Tukak pada tumor
6. Salpingitis
7. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium
wechii.
b. Secara langsung dari luar.
1. Operasi yang tidak steril
2. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon
terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan
peritonitis lokal.
3. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa.
4. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
5. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
2.1.3 Klasifikasi
Ditinjau dari penyebab, peritonitis dibagi menjadi:
a. Penyebab primer (peritonitis spontan)
90% kasus infeksi disebabkan oleh mikroba, 40% oleh bakteri gram negative,
E.Coli 7%, Klebsiela, pneumonia, spesies pseudomonas, proteus dan gram
negative lain sebanyak 20%, sementara bakteri gram positif yakni 15%, jenis
steptococus, dan golongan stapylococus 3%.
b. Penyebab sekunder
Seperti perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum, dan duodenum, perforasi
kolon akibat kanker, hernia inkaserata.
2.1.4 Gejala Dan Tanda
a. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita
peritonitis umum.
b. Demam
c. Distensi abdomen
d. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis.
e. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang
jauh dari lokasi peritonitisnya.
f. Nausea
g. Vomiting
h. Penurunan peristaltik.

2.1.5 WOC (Web Of Caution)

Inflamasi, iskemia, infeksi, trauma/perforasi tumor



Kebocoran isi rongga abdomen ke peritoneum

Proliferasi kuman (bakteri)

Menyebar dipermukaan peritoneum

Reaksi inflamasi

Peritonitis (generalisata)

Penurunan fungsi pencernaan

(peristaltic dan bising usus menurun)

Ileus Paralitik

Usus atonia

Distensi abdomen

Tekanan intralumen ↑

Merangsang respons myenterik dan otonomik
Iskemia jaringan/usus
Nosiseptor

Mediator inflamatori


Nekrosis

Nyeri


Gangguan passage usus

Respons mual/muntah

Penyebaran kuman ke peritoneum dan sirkulasi



Septikemia

Demand n supply O2 Inbalance (debt O2↑)

2.1.6 Test Diagnostik


a. Test laboratorium
1. Leukositosis
2. Hematokrit meningkat
3. Asidosis metabolik
b. X. Ray
1. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus
merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar
dilatasi, udara bebas (air fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus
perforasi.
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan koloid dan kristaloid
b. Pemberian obat symptomatik
c. Dekompresi dan pengisapan membantu dalam menurunkan distensi abdomen.
d. Terapi oksigen sesuai indikasi
e. Tindakan pembedahan
2.1.8 Prognosis
a. Mortalitas tetap tinggi antara 10 % – 40 %.
b. Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung
lebih dari 48 jam.
c. Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial atau sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
a. Komplikasi dini
1. Septikemia dan syok septik
2. Syok hipovolemik
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapt dikontrol dengan kegagalan multi
sistem
4. Abses residual intraperitonial
5. Portal Pyemia
b. Komplikasi lanjut
Adhesi
Obstruksi intestinal rekuren
2.2 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Peritonitis.
2.2.1 Pengkajian
a. Identitas Klien: meliputi nama, pendidikan, pekerjaan dan usia biasanya lebih
sering terjadi pada usia dewasa.
b. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: Klien dengan Peritonitis biasanya mengeluhkan perut
kembung, disertai mual dan muntah serta demam.
b. Riwayat penyakit sekarang:
Sebagian besar atau penyebab terbanyak peritonitis adalah infeksi sekunder dari
apendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum, typhus abdominalis, klien
biasanya nampak lemah dengan disertai demam dan mual, muntah.
c. Riwayat penyakit dahulu:
Klien dengan peritonitis sering terdapat riwayat penyakit saluran cerna atau organ
dalam pencernaan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat korelasi kasus pada anggota keluarga terhadap kejadian peritonitis.
c. Pemeriksaan fisik
B1 (Breath)
Klien dengan peritonitis bisanya menampakkan gejala dispneu, nafas dangkal dan
cepat, Ronchi (-), whezing (-), perkusi sonor, taktil fremitus tidak ada gerakan
tertinggal.
B2 (Blood)
Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan tekanan darah (pre
syok), perfusi dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi pekak
pada lapang paru kiri ICS 3-5, iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.
B3 (Brain)
Klien nampak lemah, biasanya mengalami penurunan kesadaran, convulsion (-),
pupil isokor, lateralisasi (-).
B4(Bladder)
Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan dan minum,
oliguri,distensi/retensi (-).
B5 (Bowel)
Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, abdomen nampak distended,
bising usus dan peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB, klien nampak
mual dan muntah.
B6 (Bone)
Klien dengan peritonitis biasanya nampak letih dan lesu, klien nampak bedrest,
mengalami penurunan masa dan kekuatan otot.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X-Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus
merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar
dilatasi, udara bebas (air fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus
perforasi.
e. Masalah Keperawatan Yang Mungkin
Ketidakefektifan pola nafas
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Hipertermia
Syok hipovolemik atau septik.
Gangguan perfusi jaringan (anemis)
Kerusakan integritas kulit
Defisit perawatan diri
Intoleransi aktifitas.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin
Ketidakefektifan pola nafas b.d Demand and supply O2 Inbalance
Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan
fungsi pencernaan sekunder terhadap pembedahan.
Syok hipovolemik b.d intake in adekuat.
Hipertermia b.d bakterimia atau proses inflamasi sistemik.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Tujuan/Kriteria hasil
Rencana Tindakan
Rasional
1
Gangguan pola nafas b.d Demand and supply O2 Inbalance

Tujuan:
Pola nafas efektif atau adekuat dalam 1×24 jam
Kriteria hasil:
– Dispneu (-), irama reguler
– RR:12-20x/menit
– SaO2 :>95%.
– BGA dalam batas normal
– TTV dalam batas normal.
– Cianosis (-).

1. Pertahankan patensi jalan nafas.


2. Identifikasi tingkat kebutuhan oksigenasi.
3. Kolaborasi pemberian O2 masker.
4. Monitoring tanda-tanda vital dan saturasi perifer.

5. Kolaborasi pemeriksaan BGA serial.

1. Menjamin ventilasi tetap adekuat


2. Menentukan pemberian bantuan oksigenasi
3. Memenuhi kebutuhan oksigenasi.
4. Memantau perubahan tanda2 kardinal dan oksigenasi.
5. Memantau status oksigenasi.
2
Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan
fungsi pencernaan sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat dicegah atau diatasi dalam 2×24
jam
Kriteria hasil:
– BBR:90-100%
– Alb:3,5-5,5 g/dl
– Hb :11-17 g/dl
– Peristatik usus (+)
– Bising usus (+).
– Vomitting (-)

1. Identifikasi tingkat perubahan nutrisi, dan kebutuhan kalori.

2. Kolaborasi pemberian nutrisi enteral (sonde) sesuai dengan tingkat toleransi


pencernaan.
3. Kolaborasi pemberian nutrisi panenteral.

4. Kolaborasi pemeriksaan kimia klinik (albumin).


5. Pengukuran BB setiap hari.

6. Observasi fungsi pencernaan.


7. Monitor tanda-tanda vital.
1. Menentukan tingkat toleransi dan kebutuhan nutrisi.
2. Melatih toleransi fungsi pencernaan dan memenuhi kebutuhan nutrisi.

3. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang tida tercover via enteral.


4. Memantau biochemical/status nutrisi.
5. Memantau perubahan tingkat pemenuhan nutrisi.
6. Memantau perubahan fungsi pencernaan.
7. Memantau perubahan tanda-tanda kardinal.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.M
DENGAN PERITONITIS GENERALISATA e.c. ILEUS OBSTRUKSI e.c
HERNIA UMBILIKALIS INKARSERATA + SHOCK SEPSIS dengan
PEMASANGAN VENTILATOR
DI RUANG OBSERVASI INTENSIF (ROI) IRD
RSUD. Dr. SOETOMO SURABAYA

Tanggal pengkajian :10 Maret 2010, Pukul: 23.00WIB


Tanggal MRS :10 Maret 2010, Pukul: 13.00 WIB
Tanggal masuk ROI :10 Maret 2010, Pukul: 22.00WIB
NO.REG :11031470
Diagnosa MRS : Hernia Umbilikalis Inkarserata + Ileus Obstruksi + Shock Sepsis
Operasi/tindakan :Post Op Explorasi Laparotomy + Herniotomy
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama :Ny.M
Umur :44 Tahun
Alamat :Jln. Dupak Magersari Sby
Suku/bangsa :Jawa/Indonesia
Agama :Islam
Pendidikan :SLTA
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: tidak terkaji, pasien terpasang ETT (Endo Tracheal Tube)
dengan bantuan ventilator.
b. Riwayat penyakit sekarang:
Anamnesa (pre operatif) :klien datang ke RS.Adi Husada dengan keluhan nyeri
perut dan ada benjolan di pusar yang muncul sejak 6 hari yang lalu disertai nyeri,
klien muntah-muntah, BAB dan flatus terakhir 3 hari yang lalu. Klien MRS di RS.
Adi Husada tanggal 9 Maret 2010 kemudian keluarga meminta dirujuk
ke RSUD.Dr.Soetomo Surabaya.
c. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah keluar benjolan di pusar, dan tidak
memiliki riwayat gastritis atau mag.
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien dan keluarganya mengatakan bahwa, tidak ada anggota keluarganya yang
menderita seperti penyakit klien saat ini, riwayat hipertensi (-), DM (-).
3.1.3 Pemeriksaan fisik
B1 (Breath)
Pernafasan dengan ETT No.7,0 dibantu dengan ventilator raphael Mode PCV,
dengan seeting PC:14, PEEP:8, F:18X/menit, Trigger:2, I:E:1:2
FiO2:100%.Saturasi perifer 95%, tanda-tanda vital:RR;22X/menit,
irreguler/dangkal, Ronchi +/+, Wheezing:-/-, gerakan dada simetris, sputum encer,
warna pink proty, tidak berbau, reflek batuk (+).
Masalah: – Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
– Gangguan pertukaran gas
– Ketidakefektifan pola nafas
B2 (Blood)
Klien post op hari ke-0, suara jantung S1/S2 Tunggal, Murmur (-), gallop (-),
akral dingin kering, CRT>2”, sianosis (-), anemis (+), Hb:7,5g/dl, TD:93/77
mmHg, N:109X/menit, lemah irreguler, S:33°C (axila), CVP:10
cmH2O/7,6mmHg.
Balance cairan:
Intake
Out put
WB : 400 cc
RL : 1500cc
Pz : 200cc
2100cc
Urine :1420cc
Drain : 250cc
Dekompresi(NGT): 200cc
1870cc
Terpasang double lumen subclavia dextra.
Masalah : – Hipotermia
– Gangguan perfusi jaringan (anemis)
– Resiko Infeksi
B3 (Brain)
Klien nampak lemah, GCS :2X3, convulsion (-), pupil isokor Ө 4/4mm, reflek
cahaya(-), lateralisasi (-).
Masalah :Penurunan kesadaran
B4(Bladder)
Klien menggunakan Foley Catheter No.16, Hari ke-1, balon fiksasi 15cc, produksi
urin ±300cc/jam(22.00-23.00wib),kuning jernih, urogenital bersih dan kering,
distensi/retensi (-).
Masalah :Resiko infeksi.
B5 (Bowel)
Klien puasa, terpasang NGT No.14, terdapat luka post op eksplorasi laparotomy +
herniotomy, drain satu selang, produksi NGT (+) fecal, produksi drain ±400cc
(mulai dipasang/op), bising usus (-), peristaltik(-), luka post op nampak bersih dn
tidak nampak rembesan, distended (+), BB :45 kg.
Masalah: – Resiko Tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
– Resiko Infeksi sekunder
B6 (Bone)
Klien bed rest (supinasi), oedem ektremitas sup (-), Inf(+), deformity(-), terdapat
luka post op di abdomen, Dekubitus(-)
Masalah: – Kerusakan integritas kulit
– Defisit perawatan diri
3.1.4 Data pemeriksaan penunjang
a. Terapi: tanggal 10 maret 2010
– Ceftriaxone 21grm
– Ranitidin 3×50 mg
– Ondancentron 3×4 mg
– Vascon (0,1mg/cc)1,8cc/jam via S.P
– Tramadol 3x100mg (drip dlm Pz 100cc)
– Alinamin F 3×1 amp
– Vit C 3×1 amp
– Mo 1mg/jam/SP
– Lasix 1 mg/jam/SP
b. Laboratorium : tanggal 10 Maret 2010 jm.14.13WIB
BGA:
– PH :7,44
– PCO2 :34mmHg
– PO2 :190mmHg
– HCO3 :23,1mmol/L
– TCO2 :24,1
– BEecf :-1,1
– SaO2 :100%
Darah lengkap :
– Hb :7,5g/dl (11-18g/dl)
– WBC :7,3X103 (5-10×103 )
– Ly :21
– Hct :25,6 (35-60)
– MCV :25,6 (80-99)
– MCHC :29,3g/dl (33-37)
– Plt :704 (150-350 x103)
– Pct :515H%
Faal Hemostasis:
– PT :16,6 C:12,1
– APTT :24,8 C:25,6

Kimia klinik/RFL/LFT:
– Creat :4,1mg/dl (0,6-1,1)
– BUN :74 (5-23)
– AST :45 IU/L (5-34)
– ALT :15 IU/L (11-60)
– Tprot :6,0g/dl (3,6-8,3)
– Alb :2,5 g/dl (3,8-5,4)
– T.Bil :0,7 mg/dl
– Dbil :0,2
– In Bil :0,5
– Cl :83,4mmol/L
– Na :130,8
– K :3,03
– Ca :7,8 mg/dl
– Ureum :158,4
– Glob :3,5

c. Radiologi:
USG:(pra operatif)
Tedapat:
– Sludge Gall Bladder
– Myoma Uteri Sub serosa (uk.8,7×6,4cm)+intramural (uk.2,6×2,3cm)+adnesa
kanan nampak kista (uk.4,19×2,64cm)
– Distensi sedang usus dengan penebalan dinding
mukosanya, susp.causainflamation process serta minimal ascites.
– Hernia umbilikalis
Foto Thorak: Kardio megali dan oedem paru, CTR 63%
3.1.5 Analisis Data
TGL
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
11-03-2010

S:-
O:
– Dispneu
– Ronci basah +/+
– RR:22x/menit
– Sekret +, encer, warna pink proty
– Terpasang ETT no.7
– Refleks batuk menurun.
– GCS:2X3

Operasi besar (eksplorasi laparotomy)


¯
Definitive airway (ETT)
¯
Benda asing
¯
Respons inflamasi
¯
(Kesadaran menurun)
¯
Refleks batuk menurun
¯
Akumulasi sekret
¯
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
11-03-2010

S:-
O:
– Dispneu
– RR:22x/menit
– Terpasang ventilator:Mode PCV, PC:14, PEEP:8,FiO2 :100%
– SpO2 :95%.
– BGA :PH :7,44, pCO2 :34, pO2 :190, HCO3 :23,BEecf :-1,1

Oedem paru
¯
Akumulasi cairan interstisiil alveoli
¯
Gangguan difusi O2 dan CO2
¯
Gangguan pertukaran Gas

Gangguan pertukaran Gas

11-03-2010

S:-
O:
– Dispneu
– RR:22x/menit, irreguler,dangkal.
– Terpasang ventilator:Mode PCV, PC:14, PEEP:8,FiO2 :100%, I :E=1 :2

Oedem paru
¯
Akumulasi cairan interstisiil alveoli
¯
Gangguan difusi O2 dan CO2
¯
Gangguan pertukaran Gas
¯
Demand and supply O2 Inbalance
¯
Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakefektifan pola nafas
11-03-2010

S:-
O:
– BB:45 Kg
– Alb:2,5 g/dl
– Hb :7,5g/dl
– Pasien puasa.
– NGT(dekompresi):200cc.
– Bising usus (-)
– Peristaltik usus (-)

Ekspl.Laparotomy
¯
Perubahan fungsi pencernaan(digestif, absorbsi)
¯
Pemenuhan metabolisme sel/jaringan¯
¯
Pembongkaran depo lemak dan atau protein
¯
Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3.1.6 Masalah Keperawatan


1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Ketidakefektifan pola nafas
4. Hipotermia
5. Gangguan perfusi jaringan (anemis)
6. Resiko infeksi sekunder.
7. Resiko Tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
8. Kerusakan integritas kulit
9. Defisit perawatan diri
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret sekunder terhadap
penurunan reflek batuk dan pemasangan ETT.
2. Gangguan pertukaran Gas b.d akumulasi cairan interstisiil alveoli.
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d Demand and supply O2 Inbalance
4. Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan
fungsi pencernaan sekunder terhadap pembedahan.
3.3 Intervensi

No
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Tujuan/Kriteria hasil
Rencana Tindakan
Rasional
1
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret sekunder terhadap
penurunan reflek batuk dan pemasangan ETT.

Tujuan:
Bersihan jalan nafas efektif dalam 15 menit
Kriteria hasil:
– Sekret berkurang
– Ronchi -/-
– Refleks batuk adekuat
– RR dalam batas 12-20x/menit.
– TTV dalam batas normal.

1. Identifikasi derajat ketidakefektifan jalan nafas, karakteristik sekret, suara


nafas.
2. Kolaborasi nebulisasi (sesuai indikasi).

3. Berikan fisioterapi nafas (fibrasi) dan suctioning.

4. Berikan mobilisasi setiap 2 jam.

5. Kolaborasi mempertahankan pemberian ventilasi mekanik.

1. Menentukan arah tindakan pembebasan airway


2. Mengencerkan dan mengeliminir sekret.
3. Memberi efek fibrasi terhadap sekret dan mengeluarkan sekret
4. Meningkatkan toleransi otot pernafasan dan mencegah atelektasis paru.
5. Memberikan control atau support ventilasi dan oksigenasi

2
Gangguan pertukaran Gas b.d akumulasi cairan interstisiil di alveoli.

Tujuan:
Pertukaran gas efektif atau adekuat dalam 30 menit
Kriteria hasil:
– Dispneu (-), irama reguler
– RR:12-20x/menit
– SpO2 :>95%.
– BGA dalam batas normal
– TTV dalam batas normal.
– Cianosis (-).

1. Pertahankan patensi jalan nafas.


2. Identifikasi tingkat kebutuhan oksigenasi.
3. Kolaborasi mempertahankan ventilasi mekanik.
4. Monitoring tanda-tanda vital dan saturasi perifer.

5. Kolaborasi pemeriksaan BGA serial.

1. Menjamin ventilasi tetap adekuat


2. Menentukan pemberian bantuan oksigenasi
3. Mengontrol atau support ventilasi terhadap klien.
4. Memantau perubahan tanda2 kardinal dan oksigenasi.
5. Memantau status oksigenasi.
3
Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan
fungsi pencernaan sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat dicegah atau diatasi dalam 2×24
jam
Kriteria hasil:
– BBR:90-100%
– Alb:3,5-5,5 g/dl
– Hb :11-17 g/dl
– Peristatik usus (+)
– Bising usus (+).
– Klien dapat BAB.
– Retensi NGT (-)
– Vomitting (-)

1. Identifikasi tingkat perubahan nutrisi, dan kebutuhan kalori.

2. Kolaborasi pemberian nutrisi enteral (sonde) sesuai dengan tingkat toleransi


pencernaan.
3. Kolaborasi pemberian nutrisi panenteral dan tranfusi albumin.
4. Kolaborasi pemeriksaan kimia klinik (albumin post tranfusi).
5. Ukur Berat Badan bila memungkinkan.
6. Observasi fungsi pencernaan.

7. Monitor tanda-tanda vital.


1. Menentukan tingkat toleransi dan kebutuhan nutrisi.
2. Melatih toleransi fungsi pencernaan dan memenuhi kebutuhan nutrisi.

3. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang tida tercover via enteral.


4. Memantau biochemical/status nutrisi.

5. Memantau perubahan tingkat pemenuhan nutrisi.


6. Memantau perubahan fungsi pencernaan.
7. Memantau perubahan tanda-tanda kardinal.

3.4 Implementasi Dan Evaluasi


No
Diagnosa Kep.
Tanggal/Jam
Implementasi
Tanggal/Jam
Evaluasi
TTD
1
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret sekunder terhadap
penurunan reflek batuk dan pemasangan ETT.

11-03-2010/
Pkl :01.00-01.30
1. Melakukan observasi suara nafas, irama, kedalaman, produksi sputum dan
saturasi oksigen.
2. Memberi posisi slight head up/semifowler.
3. Melakukan fisioterapi nafas dan suctioning
4. Kolaborasi mempertahankan setting ventilator (PCV, PC:14, PEEP:8,
F:18X/menit, Trigger:2, I:E=1:2, FiO2:100%)
11-03-2010/
Pkl :02.00-02.15
S:-
O:
– Dispneu
– Ronci basah +/+
– RR:18x/menit
– Sekret +, encer, warna pink proty
– SpO2 :95%.
– Refleks batuk menurun.
– GCS:2×3
A:Masalah belum teratasi
P:Intervensi no:1,2,3,5 dipertahankan.

2
Gangguan pertukaran Gas b.d akumulasi cairan interstisiil di alveoli.

11-03-2010/
Pkl :02.15 – 02.40
1. Mempertahankan patensi jalan nafas.
2. Mempertahankan posisi semifowler.
3. Kolaborasi mempertahankan ventilasi mekanik (PCV, PC:14, PEEP:8,
F:18X/menit, Trigger:2, I:E=1:2, FiO2:100%).
4. Monitoring tanda-tanda vital dan saturasi perifer.
5. Mengambil darah untuk pemeriksaan BGA dan elektrolit.

11-03-2010/
Pkl :02.40-02.50
S:-
O:
– Dispneu
– RR:19x/menit
– N:100X/menit
– TD:113/77mmHg
– Terpasang ventilator:Mode PCV, PC:14, PEEP:8,FiO2 :100%
– SpO2 :95%.
– BGA :PH :7,41,pCO2 :58, pO2 :77, ,BEecf:12,2
A:Masalah belum teratasi
P:Intervensi No:1,2,3,4 dilanjutkan.

3
Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan
fungsi pencernaan sekunder terhadap pembedahan
11-03-2010/
Pkl :03.00-03.20
1. Identifikasi tingkat perubahan nutrisi.
2. Kolaborasi pemberian nutrisi panenteral D5%.
3. Kolaborasi memberikan injeksi Ranitidin 50 mg (bolus) dan Alinamin F 1 amp
(bolus).
4. Mempertahankan NGT (dekompresi).
Observasi fungsi pencernaan.
6. Monitor tanda-tanda vital.
11-03-2010/
Pkl :03.30-03.20
S:-
O:
– Klien puasa
– Bising usus (-)
– Peristaltik usus (-)
– BB:45 Kg
– Alb:2,5 g/dl
– Hb :7,5g/dl
– NGT(dekompresi):200cc.
A:Masalah belum teratasi
P:Intervensi No.2,3,4,5,6& dilanjutkan.

3
Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan
fungsi pencernaan sekunder terhadap pembedahan
12-03-2010/
Pkl :08.00-14.00
2. Kolaborasi pemberian nutrisi panenteral D5%.
3. Kolaborasi memberikan injeksi Ranitidin 50 mg (bolus) dan Alinamin F 1 amp
(bolus).
4. Mempertahankan NGT (dekompresi).
5. Observasi fungsi pencernaan.
6. Monitor tanda-tanda vital.
7. Kolaborasi dalam pemberian Albumin 20% 100 cc.
8. Kolaborasi dalam pemberian transfusi PRC 2 kalf (per kalf 350 cc).
12-03-2010/
Pkl :11.00
S:-
O:
– Klien puasa
– Bising usus (-)
– Peristaltik usus (-)
– BB:45 Kg
– Alb:3,0 g/dl
– Hb :10,0 g/dl
– NGT(dekompresi):200cc.
A:Masalah teratasi
P:Intervensi dipertahankan

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran
mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung udara tersebut
disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi
utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan
bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel
goblet dan kelenjar mukosa. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk
seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Permukaan posterior
agak pipih dan letaknya tepat didepan esofagus. Akibatnya, jika suatu pipa
endotrakeal (ET) bulat yang kaku dengan balon yang digembungkan dimasukkan
selama ventilasi mekanik, dapat timbul erosi di posterior dan membentuk fistula
trakeoesofagel. Responas inflamasi terhadap erosi saluran nafas, akan
menyebabkan produksi sekret yang banyak, hal ini akan menyebabkan sumbatan
jalan nafas (parsial atau total), terutama pada pasien dengan penurunan kesadaran
dan refleks batuk.
Fungsi utama respirasi adalah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara
pernafasan. Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa,
metabolisme hormon dan pembuangan partikel. Untuk dapat menilai fungsi
respirasi adekuat atau ada gangguan, hal yang perlu diperhatikan adalah bersihan
jalan nafas (airway) merupakan hal terpenting yang perlu diperhatikan sebelum
akhirnya menilai fungsi pernafasan dan sirkulasi, karena dengan adanya sumbatan
jalan nafas, suplai atau ventilasi gas akan terganggu, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi ketersediaan O2 paru dan mengakibatkan ketidak seimbangan
penggunaan O2 (perspirasi) dan suplai O2, yang berikutnya menyebabkan
perubahan keseimbangan asam basa cairan tubuh. Pemasangan ETT merupakan
langkah pembebasan jalan nafas secara definitif (definitive airway), dengan
bantuan atau kontrol fungsi pernafasan dengan ventilasi mekanik, disisi lain yang
perlu diperhatikan adalah ketepatan pemasangan ETT, adanya milking atau
kingking dari ETT, serta efek pemasangan ETT terhadap airway. Klien dengan
penurunan kesadaran yang disertai penurunan refleks batuk seperti pada pasien
operasi besar saluran pecernaan (eksplorasi laparotomy), akan mudah mengalami
gangguan saluran jalan nafas (akumulasi sekret). Berbekal pengetahuan yang
memadai, perawat akan mampu berfikir secara komprehensif (memadukan
pengetahuan teknikal dan intelektual) dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien. Klien dengan peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy
merupakan tantangan bagi perawat untuk dapat mengaktualisasi kemampuannya
dalam memberikan asuhan mkeperawatan, karena klien dengan post operasi besar,
membutuhkan perawatan total, yang melibatkan semua sistem tubuh. Berbekal
terminologi keperawatan yang terdiri dari lima proses keperawatan, perawat dapat
memberikan asuhan keperawatan secara paripurna, dengan memperhatikan unsur
specific, measurable, achievable, reasonable dan timing, artinya tindakan
keperawatan yang diberikan adalah spesifik terhadap masalah yang dihadapi
klien, tindakan yang dilakukan dapat diukur dan dapat dievaluasi, tindakannnya
beralasan dan terdapat target waktu dalam mengevaluasi. Mengevaluasi untuk
melihat sejauh mana tingkat keberhasilan tindakan yang telah diberikan, apakah
perlu dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan.
Pada kasus kelolaan, didapatkan bahwa klien mengalami ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret sekunder terhadap
penurunan kesadaran (refleks batuk), yang dipersulit dengan adanya odem paru,
setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 hari klien menampakkan adanya
kemajuan pada refleks batuk, meskipun demikian klien tetap dibantu fisioterapi
nafas berupa fibrasi dan suctioning, namun yang perlu diperhatikan adalah adanya
oedem paru, akan sangat kontradiksi artinya semakin sering disuction (disedot),
cairan paru atau sekret akan semakin banyak, oleh karena itu suctioning diberikan
sesuai indikasi dan oedem parunya dikoreksi.
4.2 Gangguan Pertukaran Gas
Proses fisiologi pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam
jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi. Secara fisiologi sistem
respirasi dibagi menjadi bagian konduksi dari ruang hidung sampai bronkioli
terminalis dan bagian respirasi terdiri dari bronkioli respiratorius sampai alveoli.
Paru kanan terdiri dari tiga lobus (atas, tengah dan bawah) dan paru kiri dua lobus
(atas dan bawah). Oksigen pada proses pernafasan dipindahkan dari udara luar ke
dalam jaringan melalui tiga stadium, stadium pertama adalah ventilasi yaitu
masukya campuran gas-gas kedalam dan keluar paru. Stadium kedua adalah
transportasi yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antara alveoli
dan kapiler paru dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan, distribusi darah
dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam
alveolus-alveolus, reaksi kimia dan fisis dari O2 dan CO2 dengan darah. Stadium
ketiga adalah Respirasi sel atau respirasi interna yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk
mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel
dan dikeluarkan oleh paru (Price & Wilson, 2006:743).
Pada kasus kelolaan, didapatkan bahwa klien mengalami gangguan pertukaran
gas, hal ini dapat dilihat dari hasil analisa gas darah, dan saturasi perifer. Klien
menggunakan ventilasi mekanik dengan mode kontrol, yang artinya klien tidak
dapat bernafas secara sendiri (belum adekuat). Dengan menjaga patensi jalan
nafas dan setelah odem parunya terkoreksi dengan baik, diharapkan fungsi difusi
atau pertukaran gas dapat kembali secara adekuat. Dengan adanya kolaborasi yang
intens antara perawat dengan tim medis, untuk mempertahankan patensi jalan
nafas dan bantuan ventilasi mekanik, klien akan menunjukkan perubahan klinis
yang baik.

BAB 5
PENUTUP

5.1 |Kesimpulan
Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Masalah ketidak efektifan bersihan jalan nafas sudah teratasi sebagian dan
rencana tindakan dilanjutkan.
2. Gangguan pertukaran gas sudah membaik setelah oedem parunya menunjukkan
perbaikan.
3. Ketidakefektifan pola nafas sudah menunjukkan perbaikan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat dicegah, dan intervensi
dipertahankan.
5.2 Saran
1. Laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan peritonitis generalisata post op
eksplorasi laparotomy.
2. Instansi rumah sakit mampu menggunakan laporan asuhan keperawatan
perawat pelatihan ICU sebagaimana mestinya, dan guna menunjang pelayanan
keperawatan yang optimal.
3. Perawat pelatihan ICU selanjutnya diharapkan dapat memberikan asuhan
keperawatan pada klien peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy
dengan pertimbagan ALOS (Average Lenght Of Stay) yang lebih pendek dan
meminimalkan INOS (Infeksi Nosokomial).

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Peritonitis

Selasa, Desember 14, 2010 Pencernaan No comments

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada
bagian rongga perut.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum – lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri
tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum
inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding
perut bagian dalam.

B. Etiologi
Bila di tinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer
(peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ
viseral) atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal
yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi
peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen.
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis
(SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi
intrabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit
hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal
sehingga terjadi translokasi bakter menuju dinding perut atau pembuluh limfe
mensenterium, kadang – kadang terjadi juga penyebaran hematogen bila telah
terjadi bakterimia. Pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri
gram negative (40%), escheria choli (7%), klebsiella pnemunae, sepsis
psedomonas, proteus dan gram negatif lainnya (20%). Sementara gram positif,
yakni streptococcus (3%), mikroorganisme anaerob (kurang dari 5%) dan infeksi
campuran beberapa mikroorganisme (10%).
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi
appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat
devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis
sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis
(infeksi transmural) organ – organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga
peritoneal.

Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :


1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi
clamedia.
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami
infeksi.
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
6. Dialisa peritonial (pengobatan gagal ginjal)
7. Iritasi tanpa infeksi.

Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah


mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan
berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul
abses atau flegmen, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih
sering pada pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pasien dengan
imunokompromis.
Selain tiga bentuk diatas, terdapat pula bentuk peritonitis steril atau kimiawi.
Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan- bahan kimia, misalnya cairan
empedu, barium dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari
organ dalam (mis. Penyakit crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga
abdomen.

C. Patofisiologi
Reaksi awal peritonium terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Bila bahan – bahan infeksi tersebar luas pada permukaan
peritonium atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonium umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul illeus paralitik, kemudian usus menjadi atoni
dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin
dengan adanya pembentukan jaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan
mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini terikat bakteri
dalam jumlah yang sangat banyak diantara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh
yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman – kuman itu sendiri untuk
menciptakan keadaan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah bakteri
yang banyak tubuh tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha
menghentikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen –
kompartemen yang dikenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar
itu bisa berasal dari berbagai sumber, yang paling sering ialah kontaminasi bakteri
transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan
abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di rongga abdomen, peritonitis
juga terjadi karena virulensi kuman yang tinggi sehingga mengganggu proses
fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika
infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada
peritonitis akibat koinfeksi bacteriodes fragilis dan bakteri gram negatif (E. Coli).
Isolasi peritonium pada pasien dengan peritonitis menunjukkan jumlah candida
albican yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor apache ii
diperoleh mortalitas tinggi akibat kandidosis tersebut.

D. Manifestasi klinis
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen
dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritonium viseral)
yang makin lama makin jelas lokasinya (peritonitis parietal). Tanda – tanda
peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang
sepsis dapat terjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maksimum di tempat
tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara
tak sadar untuk menghindari palpitasi karena iritasi peritoneum antisipasi
penderita secara tak sadar untuk menghindari palpitasi karena iritasi peritoneum.
Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan
(perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus.

E. Komplikasi
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang
menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.
2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.
4. Sepsis

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
- GDA : alkaliosis respiratori dan asidosis mungkin ada.
- SDP meningkat kadang – kadang lebih besar dari 20.000 SDM mungkin
meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi.
- Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan darah.

2. Protein / albumin serum : mungkin menurun karena penumpukkan cairan (di


intra abdomen)
3. Amilase serum : biasanya meningkat
4. Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada
5. X – ray

a. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral) didapatkan :


- Distensi usus dan ileum
- Usus halus dan usus besar dilatasi
- Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
b. Foto dada : dapat menyatakan peninggian diafragma
c. Parasentesis : contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus / eksudat,
emilase, empedu dan kretinum.
d. CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
6. Pembedahan

G. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan secara umum adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan
memuaskan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogratrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembungaan focus septic (appendik)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar
dan tindakan – tindakan menghilangkan nyeri.

Prinsip umum dalam menangani infeksi intrabdominal ada 4, antara lain :


1. Kontrol infeksi yang terjadi
2. Pembersihan bakteri dan racun
3. Memperbaiki fungsi organ
4. Mengontrol proses inflamasi
Eksplorasi laparotomi segera dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis.

ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS


A. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien peritonitis mengalami nyeri kesakitan dibagian kanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien peritonitis datang dengan gejala nyeri abdomen, demam tinggi, hipotermia,
takikardi, dehidrasi hingga hipotensi bahkan syok.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit perforasi appendicsitis, ulkus peptikum dan duodenum
d. Riwayat kesehatan keluarga

3. Pengkajian pola fungsional


a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi

b. Sirkulasi
Gejala : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)
Tanda : edema jaringan

c. Eliminasi
Gejala : ketidakmampuan defekasi dan flaktus, diare (kadang – kadang).
Tanda : cegukan, distensi, abdomen diam.
Penurunan haluaran urine, warna gelap
Penurunan atau tidak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul, bising
usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan.
Hiperresonan / timpani (ileus) hilang suara pekak di atas hati.

d. Makanan
Gejala ; anoreksia, mual / muntah, haus
Tanda : muntah proyektil
Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.

e. Nyeri / keamanan
Gejala : nyeri abdomen tiba – tiba berat, umum, lokal, menyebar ke bahu, terus –
menerus oleh gerakan.
f. Pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal , takipnea

g. Keamanan
Gejala : riwayat inflamasi organ pelvic (salpingitis), infeksi pasca melahirkan.

h. Penyuluhan dan Pembelajaran


Gejala : riwayat adanya penetrasi abdomen, contoh luka tembak / tusuk atau
trauma tumpul pada abdomen, perforasi kandung kemih / ruptur, penyakit saluran
GI.

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen
2. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari
ekstraseluler, intraseluler ke area peritonium.
5. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan peristaltik
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peradangan

C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam nyeri hilang / terkontrol
Kriteria hasil : pasien menyatakan nyeri terkontrol / hilang
Intervensi :
a. Kaji derajat nyeri
Rasional : untuk membandingkan derajat nyeri pada kondisi sebelumnya.
b. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional : untuk mengontrol keluhan nyeri
c. Berikan tindakan kenyamanan
Rasional : untuk memberikan keuntungan emosional, mengurangi nyeri
d. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : untuk menghilangkan nyeri

2. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan


Tujuan : setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam, diharapkan hipertermia pasien
dapat teratasi.
Kriteria hasil : suhu dalam batas normal (370 C)
Tidak mengalam komplikasi
Intervensi :
a. Pantau suhu tubuh pasien
Rasional : peningkatan suhu diatas 38,90C menunjukkan penyakit infeksius akut.
b. Berikan kompres hangat
Rasional : dapat membantu mengurangi demam
c. Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional : suhu ruangan / jumlah selimut diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam

3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus


Tujuan : setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi
perubahan pola eliminasi klien.
Kriteria hasil : pola BAB normal (1 – 2 x / hari)
Mengeluarkan feses tanpa mengejan
Intervesi :
a. Kaji adanya distensi danik usus
Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltik usus menandakan bahwa fungsi
defekasi hilang.
b. Anjurkan pasien untuk melakukan pergerakan sesuai kemampuan
Rasional : menstimulasi perstaltik yang memfasilitasi terbentuknya flatus.
c. Jelaskan kepada pasien untuk menghindari makanan yang membentuk gas
Rasonal : menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.
d. Kolaborasi berikan pelunak feses.
Rasional : untuk merangsang peristaltik dngan perlahan / evakuasi feses.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari
ekstraseluler, intraseluler ke area peritonium.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan volume cairan
adekuat.
Kriteria :
- TTV stabil
- Turgor kulit baik
- Mukosa lembab
- Menunjukkanperubahan keseimbangan cairan.
Intervensi :
a. Kaji TTV
Rasional : indikator keadekuatan volume sirkulasi
b. Pantau masukan dan haluran
Rasional : untuk menentukan balance cairan.
c. Kolaborasi pengawasan hasil laboratorium, elektrolit dan GDA
Rasonal : menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.
d. Kolaborasi berikan cairan parental
Rasional : mempertahankan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan
cairan.

5. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


penurunan peristaltik usus.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien adekuat.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan peningkatan berat badan
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Intervensi :
a. Timbang berat badan tiap 2 hari sekali
Rasional : untuk menunjukkan keefektifan terapi.
b. Auskultasi bising
Rasional : peningkatan bising usus menandakan kembalinya fungsi usus.
c. Berikan kebersihan oral
Rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan
d. Kolaborasi rujuk dengan ahli gizi
Rasonal : untuk menentukan program diet yang tepat

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peradangan


Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam ,diharapkan tidak terjadi
infeksi sekunder.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda / gejala infeksi
- Tidak terjadi demam
Intervensi :
a. Kaji TTV
Rasional : peningkatan suhu menandakan adanya infeksi
b. Observasi adanya peningkatan nyeri abdomen, kekakuan nyeri tekan,
penurunan/ tidak ada bising usus
Rasional :di duga peritonitis
c. Kolaborasi awasi hasil kultur
Rasional : mengindentifikasi mikroorganisme dan membantu dalam mengkaji
keefektifan program antimikrobal
d. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : diduga untuk mengurangi / menekan penyebaran mikroba

Sumber : http://fatmazdnrs.blogspot.com

Amparita, 14 Dese

MAKALAH PERITONITIS

PERITONITIS
Makalah
Diajukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah “KMB I”
Disusun Oleh
Nizal Fajri Juhari

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA KARAWANG


2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya kami telah dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka
melengkapi tugas mata kuliah KMB I.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu baik berupa ide-ide maupun yang terlibat langsung dalam pembuatan
makalah ini. Kami juga berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi semua
untuk dijadikan penunjang dalam mata kuliah KMB I.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan atau
kekurangan kami mohon maaf. Kritik dan saran masih sangat terbuka supaya
makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih baik lagi untuk berikutnya.

DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………………….... i
i
DAFTAR
ISI ……………………………………………………………… iii
BAB I :
PENDAHULUAN …………………………………………………….... 1
A. Latar
Belakang ……………………………………………………………… 1
B. Rumusan
Masalah ……………………………………………………… 1
C. Tujuan ………………………………………………………………………
1
BAB II :
PEMBAHASAN ……………………………………………………… 2
A. Definisi
Peritonitis ……………………………………………………… 2
B. Etiologi ………………………………………………………………………
3
C. Patofisiologi ………………………………………………………………
4
D. Manisfestasi
klinis …………………………………………………….... 6
E. Evaluasi
Diagnostik ……………………………………………………… 6
F. Penatalaksanaan ………………………………………………………………
6
G. Komplikasi ………………………………………………………………
7
H. Tanda dan
gejala ……………………………………………………………… 8
I. Obstruksi
usus ……………………………………………………………… 8
J. Asuhan
Keperawatan ……………………………………………………… 9
BAB III :
PENUTUP ……………………………………………………………… 17
A. Kesimpulan ………………………………………………………………
17
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………
18

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri : organisme
dari penyakit saluran gastrointestinal atau ,pda wanita , dari organ reproduktif
internal. Peronitis dapat juga akibat dari sumber eksternal seperti cedera atau
trauma (mis. Luka tembak atau luka tusuk) atau oleh inflamasi yang luas yang
bersal dari ogan di luar area pritonium, seperti ginjal. Bakteri paling umum yang
terlibat adalah E. coli, klebsiella, proteus, dan pseudomonas. Inflamasi dan ileus
paralitik adalah efek langsung dan infeksi. Penyebab umum lain dari peritonitis
apendiksitis, ulkus perforasi usus.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Peritonitis?
2. Apa Etiologi Peritonitis?
3. Bagaimana Patofisiologi Peritonitis?
4. Apa Manisfestasi Klinis Peritonitis?
5. Apa Saja Evaluasi Diagnostik Peritonitis?
6. Seperti Apa Penatalaksanaan Peritonitis?
7. Apa Saja Komplikasi Peritonitis?
8. Apa Tanda Dan Gejala Peritonitis?
9. Seperti Apa Obstruksi Usus Peritonitis?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasa Klien Peritonitis?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Peritonitis
2. Untuk Mengetahui Etiologi Peritonitis
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi Peritonitis
4. Untuk Mengetahui Manisfestasi Klinis Peritonitis
5. Untuk Mengetahui Evaluasi Diagnostik Peritonitis
6. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Peritonitis
7. Untuk Mengetahui Komplikasi Peritonitis
8. Untuk Mengetahui Tanda Dan Gejala Peritonitis
9. Untuk Mengetahui Obstruksi Usus Peritonitis
10. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Pasa Klien Peritonitis

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Peritonitis
Peradangan peritoneum (membran serosa yang melapsi rongga abdomen dan
menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya yang dapat teradi
didalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ abdomen (mis. Apendiksitis, salpingitis), perforasi
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup didalam kolon (pada kasus rupture
apendiks) yang mencangkup eschericia coli atau bacteroides, sedangkan
stafilokokus dan streptokokus sering kali masuk dari luar.
Reaksi awal dari peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Terbentuk kantong kantong nanah (abses) di antara perlekatan
fibrinosa,yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasnya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi
dapat menetap sebagai fita-fita fibrosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya
obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
bila infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.
Dengan timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltic berkurang sampai
timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi,
gangguan sirkulasi, oliguna, dan mungkin syok.
Gejala dan tanda yang terjadi bervariasi bergantung pada luas peritonitis ,
beratnya peritonitis, dan jenis organisme penyebab. Gejala yang terjadi biasanya
adalah :
1. Demam
2. Leukositosis
3. nyeri abdomen (biasanya terus-menerus)
4. muntah dan abdomen yang tegang
5. kaku
6. nyeri tekan lepas
7. dan tanpa bunyi

B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan etiologi/penyebab timbulnya peritonitis,
yaitu sebagai berikut :
1. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP), akibat penyakit hati kronik. Penyebab
lainnya yakni : peritonitis sekunder, seperti: perforasi apendisitis, perforasi ulkus
peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan
kanker, dan strangulasi kolon ascendens.
2. Penyebab iatrogenic, umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas
termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari
trauma endoskopi.
Selain hal tersebut, penyebab peritonitis antara lain yaitu :
a. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung
empedu, atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi.
Jika pemaparan tidak berlangsung terus menuerus, tidak akan terjadi peritonitis,
dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
b. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual.
c. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa
jenis kuman atau ruptur (pecahnya) kista ovarium.
d. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bias berkumpul di perut (asites)
dan mengalami infeksi.
e. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
f. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama
pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat
terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
g. Dialisa peritoneal ( pengobatan gagal ginjal ) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di
dalam perut.
h. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pancreas (pankreatitis akut) ayau
bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis
tanpa infeksi.
i. Adanya iritasi bahan kimia, misalnya asam lambung dan perforasi ulkus
gastrikum atau kandung empedu dari kantong yang pecah atau hepar yang
mengalami laserasi.

C. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen kedalam
rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi , infeksi, iskemia, trauma,
atau perforasi tumor. Terjadi proliferasi bacterial. Terjadi edema jaringan, dan
dalam waktu singkat terjadi aksudasi cairan. Cairan dalam
rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah
putih, debris seluler, dan darah. Respos segera dari saluran usus adalah
hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan
dalam usus.
Terdapat kemikiran proses patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus,
tanpa memandangpenyebab obtruksi yang disebabkan oleh mekanisme atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah pada obtruksi paralitik, peristaltic di
hambat sejak awal, sedangkan pada obstruksi mekanis, awalnya peristaltic
diperkuat, kemudian timbul intermiten, dan akhirnya menghilang.
Dinding usus yang terletak disebelah proksimal dari segmen yang tersembut
secara progresif akan teregang oleh penimbunan cairan dan gas (70% dari udara
yang tertelan) dalam lumen. Distensi berat pada dinding usus akan akan
mengurangi pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin
dengan adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin
merupakan mekanisme terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini
akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh
yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk
menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang
sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha
mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen yang
dikenal sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber.
Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau
intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien
yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena
virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan
pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya
disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur.

Pathway
D. Manisfestasi klinis
Gejala tergantung pada lokasi danluas inflamasi. Manisfestasi klinis awal dari
peritonitis adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini. Pada
awalnya nyeri menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan,
terlokalisasi, lebih lebih terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya diperberat oleh
gerakan. Area yang sakit dari abdomen menjadi sangat nyerii apabila di tekan, dan
otot menjadi kaku. Nyeri tekan lepas dan ileus paralitik dapat terjadi. Biasanya
terjadi mual dan muntah secara penurunan peristaltic. Suhu dan frekuensi nadi
meningkat, dan hamper selalu terdapat peningkatan jumlah leukosit.

E. Evaluasi Diagnostik
Leukosit akan meningkat . hemoglobin dan hematocrit mungkin rendah bila
terjadi kehilangan darah. Elektrolit serum dapat menunjukan perubahan kadar
kalium, natrium, dan klorida.
Sinar-x dapat menunjukkan udara dan kadar cairan serta lengkung usus yang
terdistensi. Pemindaian CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kultur serta sensitivitas cairan teraspirasi
dapat menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.
F. Penatalaksanaan
a. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah focus utama dari penatalaksaan
medis. Beberapa liter larutan isotonic diberikan. Hipovolemia terjdi karena
sejumlah cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus kedalam rongga
peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vascular.
Terapi yang diberikan untuk mengatasi nyeri :
1. Antiemetic dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
2. Intubasi usus dan penghisapan membantu dalam menghilangkan distensi
abdomen dan dalam meningkatkan fungsi usus.
3. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi
secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jaln nafas dan bantuan ventilasi di
perlukan.
4. Terapi antibiotic masif biasanya dimulai diawal pengobatan peritonitis.
b. Pencatatan yang akurat tentang semua asupan dan haluaran serta tekanan vena
sentral membantu dalam menghitung penggantian cairan, cairan intravena harus di
berikan dan dipantau dengan ketat.
c. Tanda-tanda dimana peritonitis mulai pulih mencakup penurunan dalam suhu
dan frekuensi nadi, pelunakan abdomen, kembalinya bising usus, keluarnya
flatus, dan defekasi. Asupan cairan dan makanan akan secara bertahap
ditingkatkan dan cairan parenteral dikurangi.
d. Drain sering dipasang selama prosedur pembedahan, dan pada pascaoperatif ini
penting dimana perawat mengobservasi dan mencatat karakter drainase.
e. Pada pascaoperatif, penting bagi perawat untuk menyiapkan pasien dan
keluarga untuk pulang, mereka harus diajarkan cara merawat insisi dan drain bila
pasien akan dipulangkan dengan drain masih ditempatnya.
f. Pembedahan pada Peritonitis bisa dilakukan dengan laparatomi. Laparatomi
adalah salah satu jenis operasi yang di lakukan pada daerah abdomen. Operasi
laparatomy di lakukan apabila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area
abdomen, misalnya trauma abdomen. Perawatan post laparatomi adalah bentuk
pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani
operasi pembedahan perut.
Tujuan perawatan post laparatomi;
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.
Ada 4 cara pembedahan laparatomy yaitu;
a) Midline incision (2,5 cm), panjang (12,5 cm).±
b) Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (
c) Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy. 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendictomy.±
d) Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah
Latihan-latihan fisik seperti latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-
otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari
tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.

G. Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari peritonitis adalah sebagai berikut :
1. Eviserasi Luka.
2. Pembentukan abses.
3. Ketidakseimbangan elektrolit
4. Dehidrasi
5. Asidosis metabolic
6. Alkalosis respiratorik
7. Syok

H. Tanda dan gejala


1. Tanda
Pemeriksaan radiografi abdomen sangat penting dalam menegakkan diagnosis
usus. Obstruksi mechanism usus halus di tandai oleh adanya :
a. Udara dalam usus halus tetapi tidak terdapat dalam kolon
b. Sedangkan obstruksi kolon di tandai adanya gas diseluruh kolon tetapi sedikit
atau tidak ada gas dalam usus halus.
2. Gejala
Gejala krdinal obstruksi usus halus yaitu :
a. Peregangan abdomen
b. Nyeri
c. Muntah
d. Dan konstipasi absolut
Nyeri biasaya menyerupai kejang dan dipertengahan abdomen (terutama
pada daerah paraumbilikalis) dan memberat bila letak obstruksi makin tinggi
abdomen dapat terasa nyeri.
Frekuensi muntah bervariasi bergantung pada letak obstruksi , bila muntah
akan lebih sering terjadi dibandingkan dengan obstruksi yang terjadi pada ileum
atau usus besar.
Konstipasi absolut sering terjadi dini pada obstruksi usus besar, tetapi
flatus dan feses mungkin dapat dikeluarkan pada permulaan obstruksi usus halus.

I. Obstruksi usus
Obstruksi usus dapat didefinisiskan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut
maupun kronis, pasial maupun total.
1. Obstruksi usus kronis biasanya mengenai olon akibat adanya karsinoma atau
pertumbuhan yumor, dan perkembangannya lambat, sebagian besar mengenai
usus halus
2. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup
Terdapat 2 jenis obstruksi usus yaitu :
1. Non-mekanis (mis. Ileus paralitik atau ileus adinamik), peristaltic usus dihambat
akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom
motilitas usus
2. Mekanis, terjadi obstruksi didalam lumen usus atau obstruksi mural yang
disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanis selanjutnya digolongkan sebagai :
1. Obstruksi mekanis simpleks (hanya terdapat satu tempat obstruksi)
2. Obstruksi lengkung-tertutup (sedikitnya terdapat 2 tempat obstruksi)

J. Asuhan Keperawatan

Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemiliharaan kesehatan
1). Riwayat operasi.
2). Riwayat sakit berat.
3). Perilaku mencari bantuan
b. Pola nutrisi metabolic
1). Kebiasaan makan rendah serat
2). Makanan pedas
3). Pola makan tidak teratur
4). Mual
5). Muntah
6). Anoreksia
7). Distensi
c. Pola eliminasi
1). Konstipasi
2). Diare
d. Pola aktivitas dan latihan
1). Kurang aktivitas
2). Kebiasaan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
e. Pola tidur istirahat
1). Kebiasaan tidur (berapa lama)
2). Kebiasaan sebelum tidur
3). Gangguan tidur
f. Pola persepsi kognitif
1). Cara pasien mengatasi nyeri.
2). Kurang pengetahuan tentang penyakitnya
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
1). Gangguan harga diri
h. Pola peran hubungan sesame
1). Interaksi dengan lingkungan sekitar.
2). Gangguan penampilan peran
i. Pola reproduksi seksual
1). Perubahan pola seksual.
2). Jumlah anak.
3). Libido meningkat atau menurun.
j. Pola koping-toleransi terhadap stress
1). Perepsi penerimaan kesehatan.
2). Gangguan penyesuian diri
k. Pola nilai kepercayaan
1). Berdoa.
2). Sarana ibadah (Kitab Suci)
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pengkajian pada
penderita dengan peritonitis adalah sebagai berikut :
l. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan.
Tanda : Kesulitan ambulasi.
1. Sirkulasi
Gejala : Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).
Tanda : Edema jaringan.
2. Eliminasi
Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus, diare (kadang-kadang).
Tanda : Cegukan ; distensi abdomen, abdomen diam.
Penurunan haluaran urin, warna gelap.
Penurunan/tak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar
(obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus), hilang
suara pekak diatas hati (udara bebas dalam abdomen).

3. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah, haus.
Tanda : Muntah proyektil.
Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
4. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke bahu, terus
menerus oleh gerakan.
Tanda : Distensi, kaku, nyeri tekan.
Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri
sendiri.
5. Pernapasan
Gejala : Pernapasan dangkal, takipnea.
6. Keamanan
Gejala : Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis), infeksi pasca melahirkan,
abses peritoneal.

Diagnosa Keperawatan
Pre-Operasi
1. Nyeri yang berhubungan dengan penumpukan cairan di dalam cavum
peritoneal / abdomen.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan
ekstraseluler, intravaskuler dan area interstisial kedalam usus dan/atau area
peritoneal
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan mual, muntah, gangguan fungsi usus, puasa.
4. Ansietas berhubungan dengan kritis situasi, ancaman kematian, status
hipermetabolik.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
Post-Operasi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek luka pembedahan.

Perencaan Keperawatan
Pre-Operasi
1. Nyeri yang berhubungan dengan penumpukan cairan di dalam cavum
peritoneal/abdomen.
Tujuan : nyeri pasien terkontrol setelah diberi tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan :
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang / terkontrol.
b. Ekspresi wajah pasien tempak rileks.
Rencana Keperawatan :
1). Kaji ulang keluhan nyeri pasien meliputi intensitas, karakteristik, lokasi.
R/ Perubahan lokasi, intensitas nyeri menggambarkan ke arah komplikasi. Nyeri
cenderung menjadi menetap, lebih hebat dan menyebar ke seluruh abdomen
sehingga mempercepat proses peradangan. Nyeri dapat terlokalisasi bila terjadi
abses.
2). Observasi tanda-tanda vital
R/ Nyeri hebat ditandai dengan peningkatan TD dan nadi.
3). Ajarkan tehnik relaksasi yang sesuai dan anjurkan pasien untuk melakukannya
bila nyeri timbul.
R/ Relaksasi mempermudah istrahat dan memperbaiki respon terhadap nyeri.
4). Pertahankan posisi semi fowler sesuai kebutuhan.
R/ Memudahkan cairan dalam kavum abdomen ke bawah mengikuti gaya
gravitasi, mengurangi gannguan dafragma / ketegangan abdomen dan mengurangi
nyeri.
5). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy analgetika.
R/ Therapi analgetik menurunkan ambang rasa nyeri, sehingga menutupi rasa
sakit selama poses penegakan diagnosa.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan
ekstraseluler, intravaskuler dan area interstisial kedalam usus dan/atau area
peritoneal.
Tujuan : Terjadinya keseimbangan cairan.
Hasil yang diharapkan :
a. Haluaran urin adekuat dengan berat jenis urin stabil.
b. Tanda vital stabil.
c. Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler meningkat,
dan berat badan dalam rentang normal.
Rencana Keperawatan :
1). Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardia, takipnea, demam.
R/ Membantu dalam evaluasi derajat deficit cairan/keefektifan penggantian terapi
cairan dan respon terhadap pengobatan.
2). Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan berat
badan harian.
R/ Menunjukan status hidrasi keseluruhan.
3). Observasi kulit/membran mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema
perifer/sakral.
R/ Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor
kulit, menambah edema jaringan.
4). Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering dan
pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan.
R/ Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit.
5). Kolaborasi : Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit,
protein, albumin, BUN, kreatinin.
R/ Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ.
6). Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretik sesuai indikasi.
R/ Mengisi/mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
7). Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/intestinal.
R/ Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari usus.

3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan mualk, muntah, gangguan fungsi usus, puasa.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi pasien adekuat setelah diberi tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan :
a. Keseimbangan nutrisi terpenuhi.
b. Tidak mengalami penurunan berat badan.
c. Pasien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.
Rencana tindakan :
1). Kaji bising usus dan adanya flatus.
R/ Menilai fungsi usus normal / tidak.
2). Monitor muntah, pengeluaran cairan melalui NGT (bila digunakan).
R/ Muntah atau pengeluaran cairan NGT yang banyak menandakan obstruksi usus
yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
3). Jelaskan pada pasien pentingnya nutrisi bagi tubuh.
R/ Nutrisi penting bagi metabolisme tubuh dan membantu dalam proses
penyembuhan.
4). Berikan nutrisi per parenteral sesuai instruksi.
R/ Membantu pemberian nutrisi sehungga kebutuhan nutrisi pasien tetap
terpenuhi.
5). Timbang BB tiap hari.
R/ Mengetahui perubahan status nutrisi pasien.
6). Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian diet pasien.
R/ Diet yang tepat dan bertahap mengurangi resiko gangguan lambung dan
mencegah komplikasi.

4. Ansietas berhubungan dengan kritis situasi, ancaman kematian, status


hipermetabolik.
Tujuan : Ansietas menurun sampai tingkat dapat ditoleransi dan klien tampak
rileks.
Rencana Tindakan :
1). Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non-verbal pasien.
R/ Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit.
2). Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan.
R/ Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.
3). Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
R/ Membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.

5. Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) tentang perawatan dirumah yang


berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah setelah diberi tindakan keperawatan.
Hasil Yang Diharapkan :
a. Pasien mengatakan mengerti tentang perawatan di rumah dan tidak lanjutnya.
b. Pasien ikut berpartisipasi dalam proses perawatan.
Rencana tindakan :
1). Kaji kembali hal – hal yang mendasar tentang proses penyakit dan harapan
kesembuhan.
R/ Memberikan pengetahuan dasar sehingga pasien dapat membuat pilihan
terhadap informasi yang diberikan
2). Ajarkan perawatan luka secara bersih dan kering.
R/ Mengurangi resiko terkontaminasi, memberi kesempatan dalam mengevakuasi
dalam proses penyembuhan.
3). Jelaskan kebutuhan latihan dan istirahat yang seimbang, hindari latihan fisik
yang berat.
R/ Latihan dan istirahat yang seimbang mecegah keletihan dan mengindari hal –
hal yang meningkatkan tekanan intra abdomen dan ketegagan otot.
4). Diskusikan hal – hal yang membutuhkan evaluasi medik seperti : gejala infeksi
luka, demam, muntah, nyeri abdomen dan eliminasi.
R/ Diketahuinya gejala secepat mungkin dan pengobatan pada komplikasi yang
berkembang dapat mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius.
5). Diskusikan dengan pasien cara pengobatan , jadwalnya dan kemungkinan efek
samping obat.
R/ Pengobatan yang tepat mempecepat penyembuhan.antibiotik dapat diteruskan
setelah keluar dari RS, tergantung berapa lama sudah diberi sebelumnya.

Post-Operasi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek luka
pembedahan
Tujuan : integritas kulit pasien kembali adekuat setelah diberi tindakan
keperawatan.
Hasil Yang Di harapkan :
a. Luka tampak mongering dan menunjukan tanda – tanda kesembuhan.
b. Tidak ada tanda –tanda infeksi.
Rencana tidakan :
1). Kaji keadaan luka dan tanda – tanda peradangan.
R/ Adanya tnda peradangan menunjukan keadaan luka belum sembuh.
2) . Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan daerah sekitar luka.
R/ Kebersihan membantu mencegah terjadinya infeksi.
3). Rawat luka secara aspetik dan antiseptik.
R/ Perawatan luka dengan tepat mencegah penyebaran infeksi dan mempercepat
proses penyembuhan luka .
4). Beri makanan berkualitas secara bertahap.
R/ Makanan yang berkualitas mempercepat penyembuhan
5). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti biotik.
R/ Therapi antibiotik membantu pemnyembuhan dan mencgah infeksi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang melapisi
rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran
cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi
usus atau rupturnya suatu organ. (Corwin, 2000).
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen kedalam rongga
abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi , infeksi, iskemia, trauma, atau
perforasi tumor. Terjadi proliferasi bacterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam
waktu singkat terjadi aksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi
keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler, dan
darah. Respos segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus
paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
DAFTAR PUSTAKA

Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ;


Jakarta
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah, EGC ; Jakarta
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta : EGC

ASKEP PERITONITIS
ASKEP PERITONITIS
________________________________________

PENGKAJIAN
1. Nyeri abdomen dan kekakuan di atas area inflamasi
• Nyeri lepas
• Dapat menyebar ke bahu
2. Distensi abdomen
3. Anoreksia
4. Mual, muntah
5. Bising usus menurun sampai hilang
6. Tidak dapat mengeluarkan feses atau flatus
7. Menggigil, demam
8. Takikardia
9. Hipotensi
10. Lekositosis
11. Ansitas
12. Pernapasan torakal, cepat dan dangkal
13. Emesis fekal.
Pemeriksaan Diagnostik ...
Pemeriksaan Diagnostik :
1. Jumlah darah lengkap :
• Lekosit meningkat sampai 20.000/mm3
2. Pemeriksaan radiologis abdomen.
3. Aspirasi peritoneal.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan aliran darah


ke peritonium, muntah, dan atau perforasi gastrointestinal

2. Ketidakefektifan pola napas sekunder terhadap nyeri abdomen dan distensi

3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan


muntah dan kurang masukan
4. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan ditensi

5. Ansitas yang berhubungan dengan krisis situasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx. 1 :
“Perubahan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan aliran darah ke
peritonium, muntah dan atau perforasi gastrointestinal”

Intervensi :
1. Pertahankan puasa, kaji status hidrasi
2. Pantau tanda vital dan CVP setiap jam, observasi tanda syok.
3. Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin.
4. Timbang berat badan setiap hari dengan waktu, pakaian dan timbangan yang
sama.
5. Ukur masukan dan haluaran setiap 8 jam, ukur haluaran urine setiap jam, bila
kurang dari 30 sampai 50 ml/jam beritahu dokter.
6. Bantu dalam aspirasi/lavase peritoneal.
7. Pantau elektrolit, gas darah, Hb dan Ht.
8. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau bantu dan ajarkan.

Kriteria evaluasi :
Pasien akan menunjukkan :
1. Hidrasi yang adekuat dengan turgor kulit normal dan membran mukosa
lembab.
2. Tanda vital stabil.
3. Masukan dan haluaran seimbang.

Dx. 2 :
“Ketidakefektifan pola napas sekunder terhadap nyeri abdomen dan distensi”.

Intervensi :
1. Kaji status pernapasan, pantau terhadap adanya pernapasan dangkal dan
cepat.
2. Pertahankan tirah baring dalam lingkungan yang tenang dengan kepala
ditinggikan 350 – 450 .
3. Pantau terapi oksigen
4. Bantu dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas
dalam setiap 1 sampai 2 jam.
5. Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam.

Kriteria Evaluasi :
Pasien akan :
1. Menunjukkan pernapasan dan bunyi napas normal.
2. Mendemonstrasikan kemampuan untuk melakukan latihan pernapasan.

Dx. 3 :
“Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
muntah dan kurang masukan”.

Intervensi :
1. Pantau selang nasogastrik atau selang usus naso-oral; sambungkan ke alat
penghisap rendah intermitten.
2. Pantau karakter, jumlah, warna dan bau drainase.
3. Pantau terhadap keluarnya flatus
4. Auskultasi abdomen terhadap bising usus setiap 8 jam.
5. Pantau NPT sesuai indikasi.
6. Bila bising usus kembali dan selang nasogastrik-usus diangkat, berikan diet
cairan jernih sesuai toleransi.

Kriteria Evaluasi :
Pasien akan :
1. Mengungkapkan tidak ada mual/muntah.
2. Mentoleransi diet dengan adekuat.

Dx. 4 :
Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan distensi.

Intervensi :
1. Kaji tipe, lokasi dan beratnya nyeri.
2. Berikan analgesik setelah diagnosis dibuat
3. Kaji keefektifan tindakan penghilang nyeri.
4. Pertahankan posisi nyaman untuk meminimalkan stres pada abdomen dan
ubah posisi dengan sering.
5. Berikan periode istirahat yang terencana
6. Diskusikan dan ajarkan pilihan teknik penatalaksanaan nyeri.

Kriteria Evaluasi :
Pasien akan :
1. Mengungkapkan tidak ada nyeri atau nyeri berkurang.
2. Menunjukkan kemampuan melaksanakan teknik penatalaksanaan nyeri.

Dx. 5 :
“Ansitas yang berhubungan dengan krisis situasi”.
Intervensi :
1. Kaji tingkat ansitas.
2. Kaji keterampilan koping saat ini
3. Jelaskan semua tindakan dan prosedur
4. Beri penguatan atas penjelasan dokter tentang penyakit dan tindakan.
5. Bantu dan ajarkan teknik relaksasi
6. Diskusikan dan ajarkan pilihan teknik penatalaksanaan nyeri.

Kriteria Evaluasi :
Pasien akan :
1. Mengekspresikan perasaan dan pemahaman cara koping positif.
2. Menunjukkan lebih relaks dan nyaman.

--- ooo000ooo ---


Posted by Ahmad Sofa Mub

PENGERTIAN

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa rongga


abdomen dan meliputi visera, ( Smeltzer,S.C,2001). Peritonitis adalah peradangan
peritoneum, suatu membrane yang melapisi rongga abdomen dan ini dapat
terjadi akibat masuknya bakteri dari saluran cerna atau organ-organ abdomen ke
dalam ruang peritoneum melalui perforasi usus atau rupturnyan suatu organ,
( Corwin, E.J,2000).
Peritonitis adalah suatu proses inflamasi local atau menyeluruh pada peritoneum
yang bersifat akut atau kronik, (Horison,2000). Peritonitis adlah peradangan pada
lpisan dinding perut (peritoneum), (Inayah, Iin,2004).
KLASIFIKASI
Peritonotis Primer
Gambaran :
1. Biasa terjadi pad masa anak-anak dengan sindrom nefrotik atau serosis
hati
2. Tidak ada sumber infeksi pad intra abdomen
3. Lebih bayak diderita perempuan daripada laki-laki
4. Kuman masuk melalui aliran darh atau alat genital
5. Rasa sakit dan lemas
6. Dehidrasi dan nyeri tekan
7. Otot abdomen tegang
8. Kembung
9. Bunyi peristaltic sulit ditemukan

Peritonitis Sekunder
Gambaran :
1. Kuman yang masuk banyak biasa dari GIT dan imun klien
2. Kuman campuran, aerob dan anaerob
3. Adanya sumber infeksi intraperitoneal; apendisitis, difertikulitis,
salpingitis kolesistisis, pankreastitis.
4. Dapat dari trauma yang menyebabkan rupture pada GIT atau perforasi
setelah endoskopi, biopsy
5. Dapat terjadi keganasan GIT
6. Tertelannya benda asing dan tajam
7. Sangat nyeri
8. Tidak berani bergerak saat tidur
9. Napas pendek
10. Awalnya tensi turun sedikit dan nadi lebih cepat, kemudian masuk dalam
renjatan dengan nadi kecil dan cepat
11. Hipovolemia
12. Abdomen tegang

Peritoniotias yang disebabkan pemasangan alat (Inayah, Iin, 2004).


ETIOLOGI
Beberapa penyebab penyakit peritonitis adalah sebagai berikut :
1. Bakteri : E.coli, klebsiella, proteus dan pseudomonas.
2. Organisme berasl dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita
dari organ reproduktif internal.
3. Sumber eksternal seperti : cedera atau trauma, inflamasi yang luas dari
organ di luar area peritoneum.
4. Penyakit-penyakit yang lain seperti appendicitis, ulkus peptikum,
divertikulitis dan perforasi usus.
5. Proses pembedahan : bedah abdominal dan dialysis peritoneal.
(Smeltzer,S.C,2001).

ANATOMI PATOLOGI
Peritoneum adalah lapisan mesotel yang meliputi rongga perut (peritoneum
iritabel) dan alat tubuh dalam rongga perut (peritoneum viserale) berasal dari
lapisan mesoderm embrional. Fungsi peritoneum ialah sebagi suatu membrane
permeable untuk dialysis yang terus menerus mebuat dan megabsorsi cairan jernih
serta memisahkan zat-zat satu dengan lainnya. Dengan masuknya bakteri ke
peritoneum akan menyebakan peradangan, peritoneum dapat terjadi perlengketan
dan penumpukan caiaran (ascites).
Pada peritonitis baik akut / kronik merata atau setempat,basah atau kering oleh
kuman atau cara infeksinya dibedakan atas :
1. melalui perforasi tukak / alat tubuh yang meradang hal ini disebabkan
kuman peritonitis. Pada peritonitis oleh radang kandung empedu sangat
keras mula-mula local pada kuadran atas, kemudian merata, eksudat
coklat, abses meluas ke bawah diafragma menjadi abses subfrenik,
peritonitis local oleh parasit. Pankreasitis akut hemoragika menyebabkan
enzim pancreas merembes keluar masuk peritoneum. Enzim proteolitik
dan lipolitik menimbulkan radang dan penghancuran jaringan, sehingga
akibat daya enzim lipase terjadi pembebasan asam lemak terikat di
kalsium dan tampat sebagai bercak putih dan lemak dan terapung diatas
cairan semu yang terapung di peritoneum. Setelah itu terjadi permeasi
kuman dari dinding usus dan terjadi radang.
2. secara langsung (melalui tuba falopi, operasi steril, kemasukan talcum
fenetum, kecelakaan).
3. secara hematogen (merupakan komplikasi area sekitar), (Himawan,
Sutisna, 1996).

PATOFISIOLOGI
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen (missal, appendicitis, salpingitis )
rupture saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus rupture
apendik, sedangkan stapilokok dan streptokok sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap infasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrosa. Abses terbentuk antara perlekatan fibrosa yang menempel menjadi satu
dengan permukaan sekitarnya membatasi infeksi . bila infeksi menghilang maka
perlekatan juga ikut menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita fibrosa yang
kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permuaan peritoneum dapat
mengakibatkan peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktifitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus menjadi atoni
dan meregang. Caiaran dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatakan
dehidrasi, shock, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlengketan dapat terbentuk
antara lengkung-lengkung usus yang merengang dan terjadi obstruksi usus,
( Price,S.A,1995).
PATHWAY
Download Pathway Peritonitis Click here

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari pasien peritonitis adalah :
 Nyeri terlalu lama diatas daerah yang meradang
 Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena
perpindahan cairan kedalam peritoneum.
 Mual muntah.
 Abdomen yang kaku.
 Uleus paralitikus.
 Demam, takikardia, peningkatan sel darah putih.
 Suhu tubuh dan nadi meningkat, (Corwin, 2001).

Gejala lain yang muncul adalah tergantung luasnya peritonitis, beratnya


peritonitis, dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Gejala-gejala yang
umum adalah sakit perut biasanya terus-menerus, muntah, abdomen tegang , kaku,
nyeri dan tanpa bunyi. Demam dan leukositosis, (Price, SA,1995). Manifestasi
klinis tergantung pada letak dan luas inflamasi. Tipe nyeri menyebar yang menjadi
konstan, setempat lebih hebat, dekat dengan proses inflamasi, nyeri akan lebih
buruk jika bergerak, suhu tubuh dan nadi meningkat, (Baugman,DC, 2000).
FOKUS PENGKAJIAN
1. Data subyektif yang dikumpulkan dari pasien dengan gangguan
peradangan akut pada usus meliputi anoreksia, mual, timbul dan
meningkatnya ketidaknyamanan pada perut. Jika diperkirakan keracunan
makanan, pasien ditanya mengenai kemungkinan sumber makanan yang
terkontaminasi.
2. Nyeri abdomen biasanya menyeluruh kecuali jika terdapat apendisitis akut.
Dengan apendisitis, sering terdapat tahanan otot diatas titik Mc.Burney’s
jika dilakukan sedikit penekanan dan kembali ke seperti semula.
3. Data obyektf yang dikumpulkan meliputi :
o muntah : frekuensi, jumlah dan adanya darah
o kotoran : frekuensi, karakter, jumlah cairan, adanya bau busuk.
o kembung : penumpukan gas
o tanda-tanda ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (haus, selaput
mukasa kering, hemokonsentrasi, oliguria, kelemahan otot)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan adanya peradangan peritoneum
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dengan gangguan absorpsi nutrient
3. Kekurangan volume cairan berhubungandengan kehilangan banyak
melalui rute normal (diare dan muntah).

INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan adanya peradangan peritoneum
Kriteria Hasil :
 Keluhan nyeri berkurang
 Pasien dapat beristirahat tidur.
 Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan

Intervensi dan Rasionalisasi :


Intervensi :kaji laporan kram abdomen/ nyeri catat lokasi, lama,intensitas
(skala 0-10)
Rasionalisasi :perubahan karakteristik nyeri menunjukan penyebaran penyakit,
komplikasi
Intervensi :catat petunjuk nonverbal, gelisah, menolak bergerak, berhati-hati
dengan abdomen, menarik diri dan depresi
Rasionalisasi : petunjuk nonverbal secara psikologis dan fisiologis dapat
digunakan sebagai petunjuk verbal untuk mngidentifikasi beratnya masalah
Intervensi :kaji ulang factor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri
Rasionalisasi :dapat mnunjukan dengan tepat pencetus (kejadian stress, tidak
toleran terhadap makanan) dan mengidentifikiasi kompliksi
Intervensi : berikan tindakan yang nyaman (missal, pijatan punggung,
ubah posisi) dan aktifitas senggang
Rasionalisasi :meningktakna relaksasi, memfokuskan kembali,
meningkatkan koping
Intervensi : berikan obat sesuai indikasi
Rasionalisasi :nyeri bervaariasi dari ringan sampai berat dan perlu penangan
untuk memudahkan istirahat dan penyembuhan
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dengan gangguan absorpsi nutrient
Kriteria Hasil :
 Berat badan stabil
 Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat.
 Berpartisipasi dalam masukan diet.

Intervensi dan Rasionalisasi :


Intervensi :timbang BBsetiap hari
Rasionalisasi :memberikan informsi tentang kebuutuhan diit/ keefektifan
terapi
Intervensi :dorong tirah baring/ pembatasan aktifitas selama fase akut
Rasionalisasi :menurunkan kebutuhan metabolic dan untuk mencegah
penurunan kalori dan simpanan energi
Intervensi :berikan kebersihan oral
Rasionalisasi :mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan
Intervensi :mulai/ tambahkan diit sesuai indikasi missal cairan jernih,
tinggi protein dan kalori, rendah serat
Rasionalisasi : protein perlu untuk menyembuhkan integritas jaringan,
rendah serat menurunkan peristaltic
Intervensi :berikan obat sesuai indikasi (donnatal, natrium barbital dengan
belladonna probanthine)
Rasionalisasi :antikalinergik diberikan 15-30 menit sebelum makan untuk
menghilanngkan kram dan diare, motilitas gaster dan absorpsi meningkat
3. Kekurangan volume cairan berhubungandengan kehilangan banyak
melalui rute normal
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan keseimbangan cairan
 Turgor kulit baik
 Hidrasi adekuat dibuktikan oleh menbran mukosa lembab

Intervensi dan Rasionalisasi :


Intervensi :awasi masukan dan haluaran, karakter,jumlah feses,
perkiraan kehilangan yang tak terlihat (berkeringat, ukur BJurin, oliguria)
Rasionalisasi :informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal,
control penyakit usus merupan pedoman penganti cairan
Intervensi :kaji TTV
Rasionalisasi :hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat
meninjukan respon kehilangan cairan.
Intervensi Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa,
penurunan turgor kulit, pengisisan kapiler kulit lambat
Rasionalisasi : menujukan kehilangan caiaran berlebihan/ cdehidrasi
Intervensi :pertahankan pembatasan peroral, tirah baring, hindari kerja
Rasionalisasi :kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk
menurunkan kehilangan cairan usus
Intervensi :berikan cairan parenteral, tranfusi darah sesuai indikasi
Rasionalisasi :mempertahankan istirahat usus akan memeerlukan
penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan
(Doenges,2000).
Labels: Asuhan Keperawatan Dalam, Asuhan Keperawatan Peritonitis, Mantri
Kesehatan Online

{ 0 comments... read them below or add one }

Posting Komentar

Vous aimerez peut-être aussi