Vous êtes sur la page 1sur 7

PENGEMBANGAN STARTUP DAN UMKM MELALUI CSR DENGAN PROGRAM

INKUBATOR BISNIS DALAM MEWUJUDKAN SDG’S 2030

Latar Belakang
Kondisi perekonomian dunia saat ini mengalami penurunan, hal ini di sebabkan
oleh harga komoditas yang rendah, lemahnya perdagangan global, dan arus modal
yang berkurang. Sehingga, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan global
menjadi 2,4 persen dari perkiraan bulan januari 2016 sebesar 2,9 persen (World Bank,
2016). Kondisi ini mendorong Indonesia agar tetap waspada karena kondisi
perekonomian global lebih rentan krisis (Brodjonegoro, 2016). Krisi ekonomi pernah
terjadi di Indonesia pada tahun 1997 dimana, kondisi tersebut sangat berdampak buruk
pada perekonomian Indonesia, krisis ekonomi global juga terjadi pada tahun 2008 yang
disebabkan oleh defisit anggaran keuangan Amerika yang tercermin sejak laporan
keuangan Amerika 2007 silam akibat inflasi, perang Irak, kebebasan regulasi market
yang liar, dan persaingan ekspor impor dengan negara lain. Kondisi tersebut memberi
dampak negatif sebagian besar negara di dunia seperti melemahnya aktivitas bisnis
secara umum (Hidayat, 2014). Salah satu dampak yang terasa pada kondisi krisis yang
terjadi pada tahun 1997 maupun tahun 2008 adalah banyak perusahaan Indonesia
yang telah Go public menjadi de-listing, de-listing merupakan tindakan otoritas bursa
yang menyebabkan efek penerbit tidak lagi diperdagangkan di bursa, tidak hanya itu
banyak industri pada saat itu mengalami kebangkrutan.
Pentingnya UMKM
Pada saat krisis ekonomi, UMKM mampu bertahan dalam kondisi tersebut kondisi ini
menjadikan momentum bagi pemerintah untuk menggerakkan UMKM di Indonesia.
UMKM menyumbang 55,6 persen terhadap PDB harga berlaku dengan nilai investasi
mencapai Rp 640,4 triliun atau 52,9 persen dari total investasi. Tak hanya itu, UMKM
juga menghasilkan devisa sebesar Rp 183,8 triliun atau 20,2% dari jumlah sektor
ekonomi Indonesia (Arto dan Hutomo, 2013). Industri kecil dan menengah atau yang
sering disebut IKM merupakan salah satu tumpuan utama pemerintah dalam
menciptakan lapangan kerja baru terutama setelah krisis ekonomi yang terjadi.
Semakin meningkatnya pertumbuhan tenaga kerja dapat dilihat dalam data berikut :

Sumber : BPS, Kementerian Koperasi dan UKM (2013, data diolah)


Ada tiga alasan mengapa keberadaan IKM sangat diperlukan pertama, kinerja IKM
cenderung lebih baik dalam menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, IKM
sering meningkatkan produktivitasnya melalui investasi dan aktif mengikuti perubahan
teknologi. Ketiga, IKM diyakini memiliki keunggulan dalam fleksibilitas dibandingkan
usaha besar. (Berry, Rodriquez & Sandeem,2001 dalam Lestari 2007). Oleh karena itu,
tertuang dalam tujuan paket kebijkan pemerintah bahwa pemerintah akan
meningkatkan daya saing industri nasional untuk menghadapi dinamika ekonomi global,
mengembangkan koperasi dan usaha kecil menengah dan lain sebagainya (Kominfo,
2015). Namun, sejauh ini masih ada saja kendala dalam membangun startup dan
meningkatkan daya saing UMKM untung menghadapi ekonomi global.

Problematika Startup dan Daya Saing UMKM


Indonesia memiliki berbagai kelebihan baik secara sumber daya alam amupun
secara sumber daya manusia. Akan tetapi dalam pengembangnannya pemerintah
belum mampu untuk mengolah kedua segi itu secara maksimal. Selain itu
perekonomian Indonesia juga masih terbilang belum maju walaupun sudah mengalami
beberapa peningkatan. Berdasarkan laporan triwulan perekomian Indonesia pada Juni
2016 oleh World Bank, Indonesia diproyeksikan pertumbuhan sebesar 5,1% pada tahun
2016 dan 5,3% pada tahun 2017. Dengan proyeksi yang mengalami kenaikan ini,
seharusnya pemerintah memiliki strategi dan kepekaan untuk mengembangkan industri
kecil agar terus bergerak dan ikut tumbuh. Kenaikan pertumbuhan tersebut seharusnya
juga dirasakan oleh seluruh masyarakat tanpa kecuali. Proyeksi fenomena bonus
demografi menajadikan tantangan maupun peluang bagi perekonomian Indonesia,
dengan meningkatnya persentase usia produktif ini menjadikan peluang bagi
pemerintah untuk fokus menumbuhkan startup yang kompeten serta mendaya saingkan
UMKM untuk mampu bersaing di era globalisasi. Perekonomian yang belum maju dan
masih banyaknya pengangguran serta kemiskinan di Indonesia merupakan indikator
belum tercapainya Sustainable development goals.
Selain itu, para pelaku startup serta UMKM semestinya mampu menganalisa
sektor-sektor industri yang berpeluang untuk dikembangkanya namun, permasalahan
yang dihadapi pelaku masih kurang kemampuan analisis serta intuisi untuk
membangun maupun mengembangkan usaha dalam sektor industri yang dibangun.
UMKM masih memiliki banyak permasalahan. Kinerja nyata yang dihadapi oleh
sebagian besar usaha, terutama mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia yang
paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai tambah, dan
rendahnya kualitas produk (Arto., et all 2013). Selain itu menurut CEO Kudo Albert
Lucius dalam CNNIndonesia.com (2016) menyebut cukup banyak startup lokal yang ia
kenal mati akibat iklim regulasi yang tidak baik. Kalaupun tumbuh, menurutnya
pertumbuhannya terkesan bergerak lambat. Kondisi tersebut justru bertolak belakang
dengan program pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri kreatif. Beberapa
pihak menilai niat pemerintah untuk memajukan industri masih tak konsisten dengan
kenyataan. Ada banyak faktor pendukung yang menjadikan pemerintah dianggap tidak
serius, mulai dari regulasi, infrastruktur, dan ekosistem yang dinilai menghambat
pertumbuhan startup lokal. Selain itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi
dan pasar masih jauh dari memadai dan relatif memerlukan biaya yang besar untuk
dikelola secara mandiri oleh UMKM. Sementara ketersediaan lembaga yang
menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh
daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga
belum berkembang (Sugiastuti, 2012). Maka dari itu, perlu adanya kebersamaan antara
pemerintah dan perusahaan besar dalam menumbuhkan startup serta
mengembangkan dan menguatkan UMKM.

Strategi Meningkatkan Startup dan Daya Saing UMKM


Berbagai strategi dan program telah diupayakan dalam pemberdayaan UMKM.
Namun kendati demikian, semua strategi dan program tersebut tidak mungkin dilakukan
sendiri oleh Kementerian Koperasi dan UMKM secara khusus dan pemerintah pada
umumnya. Mulai dari pusat sampai Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk meningkatkan
startup dan mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) yang diarahkan untuk
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan
lapangan kerja, dan peningkatan daya saing. Maka perlu adanya strategi yang mampu
meningkatkan startup serta mampu meningkatkan daya saing UMKM, hal ini perlu
adanya peran dan dukungan masyarakat, perguruan tinggi, termasuk para pelaku
bisnis, dan stakeholders lainnya juga sangatlah penting.
Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah perlu didukung oleh
sumber daya yang lain termasuk oleh para pelaku bisnis itu sendiri. Hal ini, dapat
dilaksanakan jika pemerintah menstrategikanya dengan melakukan kerja sama dengan
industri besar di Indonesia melalui CSR. Trinidads & Tobacco Bureau of Standards
mengartikan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan komitmen
usaha untuk terus bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk
peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan
dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan
masyarakat secara luas. Sedangkan The World Business Council for Susainable
Development (WBCSD) mendefinisikan bahwa CSR adalah komitmen bisnis untuk
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan
karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, mayarakat secara keseluruhan
dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan (Janarko, 2014). Kerja sama
pemerintah beserta perusahaan besar melalui CSR dapat dilakukan dengan bentuk
Inkubator bisnis. Berdasarkan peraturan presiden republik Indonesia nomor 27 tahun
2013 tentang pengembangan inkubator bisnis, inkubator bisnis adalah suatu lembaga
intermediasi yang melakukan proses inkubasi terhadap Peserta Inkubasi atau
Tenant. Tujuan didirikan inkubator bisnis ini adalah untuk pembinaan dan
pengembangan wirausahawan baru dan wirausahawan kecil yang belum mempunyai
sebuah pengalaman dalam berwirausaha (Janarko, 2014). Jumlah inkubator bisnis
dan pertumbuhannya di Indonesia masih cukup jauh tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara lain. Uni-Eropa memiliki 1.100 inkubator bisnis dengan rataan jumlah
tenant 25 per inkubator. China memiliki 450 Inkubator binis, dengan rataan jumlah
tenant 36 per inkubator bisnis (Bank Indonesia 2006 dalam Hasbullah, 2014). Oleh
karena itu perlu adanya kerja sama antar pemerintah dan perusahaan besar melalui
CSR dengan membangun Inkubator bisnis.
Adanya Inkubator bisnis diharapkan akan mampu meningkatkan pertumbuhan
startup baru yang inovatif serta meningkatkan daya saing UMKM di kancah global.
Untuk memperluas pembangunan ekonomi dan industri perlu adanya strategi agar para
startup dan UMKM mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas yaitu
dengan menciptakan usaha bisnisnya berbasis Sociopreneur. Sociopreneur atau Social
Entrepreneur adalah merupakan salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan
untuk pemberdayaan modal sosial pedesaan yang mampu memecahkan masalah-
masalah sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip kewirausahaan (entrepreneurial)
untuk mengorganisir, menciptakan, dan mengelola sebuah usaha agar tercapai tujuan
sosial. Selain itu, pemerintah harus terus menggembangkan energi terbarukan dengan
melibatkan pelaku bisnis UMKM untuk membantu proses pengembangan serta
menyediakan energi terbarukan agar persentase UMKM berbasis energi terbarukan
semakin meningkat sehingga akan meningkatkan nilai tambah bagi usaha tersebut.
Model dari mengembangkan startup dan meningkatkan daya saing UMKM dari
kerja sama antar pemerintah dan perusahaan besar dapat dilihat pada bagan berikut :
Alur Konsep Inkubator Bisnis

Pemerintah Divisi Corporate Social


Perusahaan Besar
Responsibility (CSR)
Perguruan Tinggi

LSM dan lembaga Pembekalan kemampuan


lainya. teknologi Startup baru dan daya
saing UMKM
Bantuan Modal Usaha
meningkat
Inkubator Bisnis Peningkatan Kapasitas
berbasis Sociopreneur
Community Development Efek sosial : Terciptanya
Lapangan Pekerjaan dan
Pembekalan Manajemen pengangguran menurun
Promosi Produk dan lainya

Pemantauan

Sumber bagan: Analisis Penulis


Langkah pertama dalam melaksanakan strategi ini adalah dengan apresiasi
pemerintah pada industry atau perusahaan besar yang memiliki program CSR yang
mampu menumbukan wirausaha baru di Indonesia.
Kemudian meningkatkan program inkubator bisnis dari program CSR perushaaan besar
di Indonesia. Program ini bisa dilakukan kerjasama dengan pemerintah, perguruan
tinggi serta instansi lainya sehingga akan memaksimalkan jalanya program inkubator
bisnis.
Dalam melaksanakan program inkubator ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
tahap pra inkubasi , tahap inkubasi, dan tahap pasca inkubasi. Pada tahap pra inkubasi
kegiatan yang dilakukan adalah membentuk tim, menentukan ide bisnis yang mampu
memberi dampak social (sociopreneur) , menyiapkan bahan baku, kesepakatan dengan
pihak tenant, perancangan operasional strategi seperti financial, produk, pemasaran,
pengorganisasian dan lainya, penjadwalan progam inkubasi. Pada tahap inkubasi
kegiatan yang dilakukan adalah Implementasi strategi dan pemberdasayaan serta
meningkatkan kapasitas, transfer teknologi, pelatihan, mentoring, memberikan fasilitas,
uji produk pasar dan lain sebagainya. Pada tahap terakhir adalah monitoring, kontroling
untuk memastikan startup maupun pelaku usaha kecil mengengah mampu bertahan di
pasar dan mampu mengembangkan bisnisnya dan kemudian evaluasi untuk
menentukan kebijakan lainya.
Dengan menerapkan strategi ini maka pelaku usaha UMKM maupun starup akan
mendapatkan aliran pendanaan untuk pengembangan usahanya. Kedua, program ini
membantu pelaku usaha mendapatkan akses pasar yang semakin luas berdasarkan
arahan-arahan dari perusahaan besar dan instansi lainya. Ketiga, pelaku usaha baru
akan mengembangkan skill berbisnisnya dan mengembangkan penerapan manajemen
yang baik melalui pembinaan dari inkubator. Keempat, Pemberdayaan Usaha Skala
Mikro. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak
dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama
yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang
tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha, sehingga menjadi unit usaha yang
lebih mandiri, berkelanjutan, dan siap untuk tumbuh serta bersaing.

Kesimpulan
Inkubator bisnis merupakan salah satu sarana dalam mengembangkan startup
dan daya saing UMKM. Pembangunan fisik inkubator ini dapat dilakukan melalui
kerjasama antara pemerintah, dan perusahaan besar melalui CSR. Kegiatan inkubator
bisnis ini ada beberapa tahapan yang akan dilakukan yaitu tahap pra inkubasi, tahap
inkubasi, dan pasca inkubasi. Pada tahap inkubasi pemerintah yang bekerja sama
dengan CSR melakukan pelatihan, pendampingan dan memberi fasilitas agar mampu
bersaing di pasar. Semakin banyak perusahaan Indonesia yang menerapkan Inkubator
bisnis dalam program CSR nya maka semakin banyak wirausaha baru yang lahir
secara kompeten. Hal ini akan meningkatkan perekonomian Indonesia. Selain itu,
pendekatan sociopreneur bertujuan agar bisnis yang dibangun dalam inkubasi tersebut
dapat memberikan nilai dan manfaat bagi lingkungan sosial serta dapat memberikan
lapangan pekerjaan secara luas. Hal ini akan menurunkan tingkat pengangguran di
Indonesia. Output dari inkubator bisnis ini adalah menciptakan startup wirausaha
mandiri dalam membangun bisnisnya serta memiliki daya saing yang kompeten.
Dengan semakin suksesnya para pelaku bisnis seperti UMKM dan startup maka akan
meningkatkkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sehingga Sustainble development
goals point no poverty , decent work and economic growth.

Daftar Pustaka
Lestari, E.P., 2013. Penguatan ekonomi industri kecil dan menengah melalui
platform klaster industri. Jurnal Organisasi dan Manajemen, 6(2), pp.146-157.
Arto, A. and Hutomo, B.S., 2013. “Enam pilar insektisida” kebijakan
pengembangan dan penguatan umkm berbasis kerjasama kemitraan dengan pola csr
sebagai strategi peningkatan peran pemerintah dan perusahaan untuk menjaga
eksistensi umkm dalam mea 2015. Economics Development Analysis Journal, 2(2).
Mulyani, E., 2012. Model Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 8(1).
Soegiastuti, J., 2016. Penerapan Strategi Corporate Social Responsibility (CSR)
Untuk Memperkuat Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM). Media Ekonomi dan
Manajemen, 25(1).
Hasbullah, R., Surahman, M., Yani, A., Almada, D.P. and Faizaty, E.N., 2014.
Model pendampingan UMKM pangan melalui Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi. Jurnal
Ilmu Pertanian Indonesia, 19(1), pp.43-49.
http://www.worldbank.org/in/news/press-release/2016/06/07/world-bank-cuts-2016-
global-growth-forecast
http://www.kemenkeu.go.id/Wide/optimisme-perekonomian-indonesia-2016

Vous aimerez peut-être aussi