Vous êtes sur la page 1sur 23

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Asma Bronchial"

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan bahwa angka kejadian
alergi dan asma terus meningkat tajam beberapa tahun terakhir. Tampaknya alergi merupakan kasus yang
mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan pelayanan kesehatan anak. Salah satu manifestasi
penyakit alergi yang tidak ringan adalah asma. Penyakit asma terbanyak terjadi pada anak dan berpotensi
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Alergi dapat menyerang semua organ dan fungsi
tubuh tanpa terkecuali. Sehingga penderita asma juga akan mengalami gangguan pada organ tubuh
lainnya.
Di samping itu banyak dilaporkan permasalahan kesehatan lain yang berkaitan dengan asma
tetapi kasusnya belum banyak terungkap. Kasus tersebut tampaknya sangat penting dan sangat
berpengaruh terhadap kehidupan anak, tetapi masih perlu penelitian lebih jauh. Dalam tatalaksanan asma
anak tidak optimal, baik dalam diagnosis, penanganan dan pencegahannya.
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1996, penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan sesak napas seperti bronchitis, emfisema, dan asma merupakan penyebab kematian
ketujuh di Indonesia. Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup anak
berupa hambatan aktivitas 30 persen, dibanding 5 persen pada anak non-asma. Banyak kasus asma pada
anak tidak terdiagnosis dini, karena yang menonjol adalah gejala batuknya, bisa dengan atau tanpa
wheezing (mengi).
Asma adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan yang bisa menyerang siapa saja,
namun penderita paling banyak adalah para anak-anak. Menurut KEMENKES (2008), 100 hingga 150 juta
orang di dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebanyak 18.000 kasus setiap
tahunnya. Setiap negara di dunia memilki kejadian kasus asma yang berbeda-beda.
Di Asia khususnya Asia Tenggara 1 dari 4 orang yang menderita asma mengaami masa yang tidak
produktif karena tidak bekerja akibat asma. bisa dibanyangkan berapa kerugian yang dialami. Menurut
Miol, penderita asma 3.3% penduduk Asia Tenggara adalah orang-orang yang menderita asma. Dimana
kasus asma banyak terjadi di Indonesia, Vietnam, Thailand, Filiphina dan singapura.
Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) di Indonesia prevalensi penderita asma diperkirakan
masih sangat tinggi. Bedasarakan depkes persentase penderita asma di indonesia sebesar 5,87% dari
keselurahan penduduk Indonesia. Dimana masih banyak penderita asma yang belum mendapatkan
perawatan dokter.Hal itu membuat angka kematian karena penyakit asma tergolong tinggi di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja yang mencakup dari konsep kegawat daruratan ?
2. Apa saja yang meliputi dari konsep medik Asma Bronchial ?
3. Bagaimana proses keperawatan pada klien Asma Bronchial ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk memahami konsep dari kegawatdaruratan.
2. Untuk mengetahui konsep medik Asma Bronchial.
3. Untuk memahami proses keperawatan pada klien Asma Bronchial,

D. MANFAAT PENULISAN
Diharapkan makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perawat/ mahasiswa
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami penyakitAsma Bronhial.
BAB II
KONSEP KEGAWATDARURATAN

A. TRIAGE
1. PENGERTIAN
Triage diambil dari bahasa perancis “trier” artinya “mengelompokkkan” atau memilih. Triage
dikembangkan dimedan pertempuran, dimana memilih korban untuk memberikan pertolongan
medis. Dahulunya Konsep ini dikembangkan keadaan bencana. Dilaksanakan di ruang gawat darurat dari
tahun 1950- 1960 karena 2 alasan yaitu tingginya kunjungan dan banyak nya penggunakan sarana dan
prasaraa untuk keadaan nonurgen.
Triage yaitu satu sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk menentukan tingkat kegawatan dan
prioritas pasien. Triage tidak mudah atau simple, triage yang sebenarnya sangat komplek, comprehensif
dan kontroversial, penilaian awal korban cedera atau kritis merupakan tugas yang menantang, dan tiap
menit bisa berati hidup atau mati.
2. TUJUAN TRIAGE
a) Menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera/ kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan
Mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Penilaian awal adalah sesuai.
b) Memprioritaskan pasien menurut keakutannya. Melakukan tindakan sesuai serta untuk mengatur
kecepatan dan efsiensi tindakan definitif atau transfer ke fasilitas sesuai.

3. SISTEM TRIAGE
Sistem triage dapat diterapkan keadaan non disaster/ tidak ada bencana dan disaster/adanya
bencana.
a) Triage Nondisaster : Tujuannya untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi
setiap individu pasien, contohnya IGD sehari-hari.
b) Triage Disaster : Tujuannya untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam
jumlah banyak. Contohnya dalam keadaan bencana.
4. METODE TRIAGE
Metode yang digunakan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistem triage
Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation)
a) Triage sistem METTAG
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritas tindakan atas korban. Resusitasi ditempat. Triage
sistem penuntun Lapangan START.
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, status mental. Memastikan
kelompok korban (lazimnya juga dengan label) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang
tidak mungkin diselamatkan atau meninggal. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan resiko besar akan kematian segera atau apakah tidak
memerlukan transport segera.
Tabel. 1 penilaian triage dengan START
Kategori Pernafasan Nadi Status mental
Kritis dan darurat – > 30 / menit Tidak Ada Tidak sadarkan diri
merah
Luka-luka tidak < 30 /menit Ada Sadar/ normal
berbahaya –kuning
Meninggal- tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada respon
mungkin
diselamatkan
Sumber : Krisanti Paula dkk 2009
b) Start Method (Simple Triage And Rapid Treatment)
START, sebagai cara triage lapangan yang berprinsip pada sederhana dan kecepatan, dapat
dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga awam terlatih. Dalam memilah pasien, petugas melakukan
penilaian kesadaran, ventilasi, dan perfusi selama kurang dari 60 detik lalu memberikan tanda dengan
menggunakan berbagai alat berwarna, seperti bendera, kain, atau isolasi.
ü Hitam : pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memungkinkan untuk resusitasi. Tidak memerlukan
perhatian.
ü Merah : pasien cedera berat atau mengancam jiwa dan memerlukan transport segera. Misalnya :
· gagal nafas
· cedera torako-abdominal
· cedera kepala atau maksilo-fasial berat
· shok atau perdarahan berat
· luka bakar berat
ü Kuning : pasien cedera yang dipastikan tidak mengancam jiwa dalam waktu dekat. Dapat ditunda hingga
beberapa jam. Misalnya :
· cedera abdomen tanpa shok,
· cedera dada tanpa gangguan respirasi,
· fraktura mayor tanpa syok
· cedera kepala atau tulang belakang leher tanpa gangguan kesadaran
· luka bakar ringan
ü Hijau : cedera ringan yang tidak memerlukan stabilisasi segera. Misalnya :
· cedera jaringan lunak,
· fraktura dan dislokasi ekstremitas,
· cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas
· gawat darurat psikologis

Kadang kala pembagian triage pun menggunakan 5 macam warna


Kategori Warna Makna Konsekuensi Contoh
T1 (I) Merah Mengancam Penanganan dan Lesi yang melibatkan arteri,
jiwa transportasi sesegera pendarahan organ dalam,
mungkin trauma amputasi mayor
T2 (II) Kuning Cedera berat Observasi ketat, Trauma amputasi minor,
penanganan secepatnya, cedera jaringan lunak, fraktur
transport sedapat dan dislokasi
mungkin
T3 (III) Hijau Cedera minor Ditangani bila Laserasi minor, abrasi jaringan
atau tidak memungkinkan, transport lunak, cedera otot
cedera dan evakuasi bila
memungkinkan
T4 (IV) Biru Harapan hidup Observasi dan bila Cedera berat, pendarahan
kecil atau tidak memungkinkan berat, pemeriksaan neurologis
ada pemberian analgetik negatif
T5 (V) Hitam Meninggal Menjaga jenazah, Dead on arrival, perburukan
identifikasi bila dari T1-4, tidak ada napas
memungkinkan spontan

B. LINGKUP KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


1. PENGERTIAN GAWAT DAN DARURAT
1.1) Gawat : Suatu kondisi dimana korban harus segera ditolong, apabila
tidak segera di tolong maka akan mengalami kecacatan atau
kematian.
Ex : Gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi, perdarahan hebat.
1.2) Darurat : Suatu kondisi dimana korban harus segera di tolong tetapi
penundaan pertolongan tidak akan menyebabkan kematian/
kecacatan.
Ex : Luka, Ca mamae, BPH, Fraktur tertutup

2. SITUASI GAWAT DARURAT


Ada 4 tipe kondisi gawat darurat yaitu :
a) Gawat Darurat : Keadaan mengancam nyawa yang jika tidak segera ditolong dapat meninggal atau
cacat sehingga perlu ditangani dengan prioritas pertama. Sehingga dalam keadaan ini tidak ada waktu
tunggu. Yang termasuk keadaan adalah pasien keracunan akut dengan penurunan kesadaran, gangguan
jalan napas, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi atau pemaparan pada mata yang dapat
menyebabkan kebutaan ini.
b) Gawat tidak Darurat : Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Keadaan
ini termasuk prioritas ke dua dan setelah dilakukan resusitasi segera konsulkan ke dokter spesialis untuk
penanganan selanjutnya. Yang termasuk pasien gawat tidak darurat adalah: pasien kanker stadium lanjut
yang mengalami keracunan akut.
c) Darurat tidak Gawat : Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat.
Pasien biasanya sadar tidak ada ganguan pernapasan dan sirkulasi serta tidak memerlukan resusitasi dan
dapat langsung diberi terapi definitive. Pasien dapat dirawat di ruang rawat inap atau jika keadaannya
ringan dapat di pulangkan untuk selanjutnya kontrol ke poliklinik rawat jalan.
d) Tidak Gawat tidak Darurat : Keadaan yang tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan
darurat. Gejala dan tanda klinis ringan atau asimptomatis. Setelah mendapat terapi definitive penderita
dapat dipulangkan dan selanjutnya kontrol ke poliklinik rawat jalan.
Langkah membagi menjadi 4 keadaan sesuai dengan kondisi klien berdasar yang prioritas kondisi
yang paling mengancam nyawa. Kondisi yang mengancam nyawa di nilai berdasarkan jalan nafas (airway),
pernafasan (breathing), sirkulasi (circulation) dan kondisi neurologis (disabilty). mengetahui dan mampu
menilai dari pasien yang sesuai dengan keadaan kegawatannya, dapat memberikan pelayanan yang
optimal dan tepat, menghindari terjadinya kesalahan penanganan dalam memilih kondisi pasien. Angka
kematian mapun angka kecacatan dapat menurun.
3. RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
a) ICU (Intensive Care Unit)
ICU adalah ruangan perawatan intensif dengan peralatan-peralatan khusus untuk menanggulangi
pasien gawat karena penyakit, trauma atau kompikasi lain. Misalnya terdapat sebuah kasus dalam sistem
persyarafan dengan klien A cedera medula spinalis, cedera tulang belakang, klien mengeluh nyeri, serta
terbatasnya pergerakan klien dan punggung habis jatuh dari tangga. Dengan klien B epilepsi mengalami
fase kejang tonik dan klonik pada saat serangan epilepsi dirumahnya.
Dua kasus diatas memiliki sebuah perbedaan yang jelas dengan melihat kasus tersebut, yang
meski dilakukan oleh seorang perawat adalah melihat kondisi si klien B maka lebih diutamakan
dibandingkan dengan klien A karena pada klien B kondisi gawat daruratnya disebabkan oleh adanya
penyakit epilepsi. Sedangkan untuk klien A dalam kondisi gawat darurat juga akan tetapi ia masuk kedalam
unit atau bagian gawat darurat (UGD) bukan berarti tidak diperdulikan.

b) UGD (Unit Gawat Darurat)


UGD merupakan unit atau bagian yang memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat
yang menderita penyakit akut atau mengalami kecelakaan. Seperti pada kasus diatas pada klien A, ia
mengalami suatu kecelakaan yang mengakibatkan cedera tulang belakang dengan demikian yang meski
dibawa ke UGD adalah yang klien A yang mengalami kecelakaan tersebut.
4. PRINSIP GAWAT DARURAT
a) Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
b) Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
c) Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa (henti napas,
nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
d) Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh. Pertahankan korban
pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.
e) Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan yakinkan akan
ditolong.
f) Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada kondisi yang
membahayakan.
g) Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan anastesi umum
dalam waktu dekat.
h) Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan terdapat alat
transportasi yang memadai.
Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan masing-masing
rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap yang telah tersedia, maka perawat yang bertugas
di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang
berlaku. Peran ini sangat dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung.

KONSEP MEDIK ASMA BRONCHIAL

A. PENGERTIAN
Istilah asma dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan napas
pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatukan gambaran klinis napas pendek tanpa
memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan
respon abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
napas yang meluas. (Supriadi, 2013)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan. (Konny, 2013).
Asma Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana trakea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Ndyycha, 2014).
Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas yaitu Asma Bronchial adalah gangguan atau
kerusakan pada saluran bronkus yang merupakan inflamasi kronis saluran nafas dengan ciri
bronkospasme periodik yang reversible (dapat kembali), adanya wheezing, sesak nafas dan batuk dengan
atau tanpa adanya sekret.
B. KLASIFIKASI
Asma diklasifikasikan kedalam 6 tipe (Nettinna, 1996) yaitu:
1) Asma ekstrinsik yang disebabkan oleh alergen inhalasi (misalnya debu, embun berdebu, jamur, serbuk,
buhi dan rontokan bulu binatang dan diobati dengan imunologlobin E (IGE),
2) Asma intrinsik yang disebabkan oleh infeksi (sering virus) dan rangsangan lingkungan (seperti polusi
udara),
3) Asma campuran dimana reaktivitas tipe I (segera) tanpa kombinasi dengan faktor intrinsik ,
4) Asma akibat aspirin dan zat yang sejenis,
5) Asma akibat latihan dimana gejala pernafasan terjadi dalam 5 sampai 20 menit setelah latihan.
6) Asma okupasi yang disebabkan oleh asap industri, debu dan gas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1) Asma alergik atau ekstrinsik
Asma alergik merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang, debu, ketombe,
tepung sari, makanan dll. Allergen terbanyak adalah airborne dan musiman. Klien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis
alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai
sejak anak-anak
2) Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic
Asma nonalergik tidak berhubungan secara langsung dengan alergi spesifik. Factor – factor seperti
common cold, infeksi saluran napas atas aktivitas, emosi atau stress, dan polusi lingkungan akan
mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis β-adrenergi dan bahan sulfat
(penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab. Serangan dari asma idiopatik atau nonalergi
menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan
empisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya
dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
3) Asma campuran (mixed asma)
Asma campuran merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis
asma alergi dan nonalergi.

C. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi asma diketahui belum pasti , suatu hal yang menonjol pada semua
penderita asma adalah fenomena hipereaktivitas bronkus . bronkus penderita asma sangat peka tehadap
rangsangan imonologi maupun nonimumologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah
terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma
perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan
asma.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2) Alergen : Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
3) Perubahan cuaca : Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau.
4) Stress : Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Lingkungan kerja : Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
6) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat : Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
D. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di
udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar
dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody
ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E. MANIFESTASI KLINIS
1) Tiga gejala umum asma terdiri atas :
a) Dispnea (sesak nafas), terjadi karena pelepasan histamine dan leukotrien yang menyebabkan kontraksi
otot polos sehingga saluran nafas menjadi sempit.
b) Batuk, adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan hasil dari inflamasi atau benda asing yang masuk ke
saluran nafas.
c) Mengi (bengek), suara nafas tambahan yang terjadi akibat penyempitan bronkus.
2) Gambaran klinis pasien yang menderita asma
a) Gambaran objektif :
· Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
· Dapat disertai dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan.
· Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan.
· Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.
· Fase ekspirasi memanjang dengan disertai wheezing (di afek dan hilus)
b) Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan anoreksia.
c) Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurang pengetahuan pasien
terhadap situasi penyakitnya.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan radiologi : Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan
yang didapat adalah sebagai berikut:
· Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
· Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
· Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
· Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
· Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.
2) Pemeriksaan tes kulit : Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3) Elektrokardiografi (EKG) : Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
· Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
· Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)
· Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negatif.
4) Scanning Paru : Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh
pada paru-paru.
5) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan spirometri tdak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2) Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3) Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
Penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita
mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1) Pengobatan Nonfarmakologi
a) Penyuluhan, penyuluhan ini ditunjukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma
sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan
berkonsultasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada
pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, temasuk intake cairan
yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan
postural drainase, perkusi dan fibrasi dada.
2) Pengobatan farmakologi
a) Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan
sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
b) Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 kali sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan
teofilin obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c) Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 kali semprot tiap hari. Pemberian steroid
dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus
diawasi dengan ketat.
d) Kromalin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromalin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk
anak-anak. Dosis iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4 kali sehari.
H. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1) Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak
memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2) Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3) Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4) Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.
5) Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena
kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
ASMA BRONCHIAL

A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
· Identitas Pasien
· Identitas Penanggung jawab
2. RIWAYAT KESEHATAN
a) Alasan Masuk Rumah Sakit : Klien datang dengan keluhan, sesak, batuk berdahak sejak 5 hari lalu
b) Keluhan Utama : Klien mengatakan sesak nafas, batuk
c) Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengeluh sesak nafas, terutama saat suhu dingin untuk mengurangi
keluhan sesak nafas klien tidur setengah duduk, sesak nafas berulang pada waktu malam dan pagi.
d) Riwayat Penyakit Masa Lalu : Klien mengatakan sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama yaitu
asma
e) Riwayat Kesehatan Keluarga : Klien mengatakan dalam anggota keluarganya ada yang menderita
penykit yang sama seperti yang diderita klien yaitu penyakit asma.
f) Keadaan Kesehatan Lingkungan : Klien mengatakan keluarga sangat memperhatikan kebersihan
lingkunganya
g) Riwayat Psikologis : Klien mengatakan takut dengan kondisinya sekarang, klien bertanya mengenai
kondisi kesehatanya.
3. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
a) Pola Nutrisi
· Sebelum sakit : Klien mengatakan saat sehat makan 3Xsehari dengan komposisi nasi, lauk pauk , minum
kurang lebih 6-7 gelas/hari.
· Saat Sakit : Klien mengatakan saat sakit makan 3X sehari dengan porsi sedikit Karena batuk
mempengarui nafsu makan menurun.minum air putih kurang lebih 5-7gelas/hari.
b) Pola eliminasi
· BAB sebelum sakit : Klien mengatakn Saat sehat BAB 1X sehari dengan konsistensi lembek, warna
kuning bau khas feces
· BAB saat sakit : klien mengatakan saat sakit BAB 1X sehari dengan konsistensi lembek warna kuning
,bau khas feces
· BAK sebelum Sakit : Klien mengatakan saat sehat BAK sebanyak 3-4X perhari dengan warna kuning
kecokltan dan bau khas amoniak
· BAK saat sakit : Klien mengatakan saat sakit BAk tetap tidak terjadi perubahan tetap sebanyak 3-4X
perhari dan bau khas amoniak
c) Pola Kebersihan diri
· Sebelum sakit : Klien mengtakan saat sehat mandi 2x sehari menggunakan sabun, gosok gigi, kramas 3X
seminggu ganti pakaian bila sudah kotor.
· Saat sakit : Klien mengatakan saat sakit hanya dibasuh dengan air hangat serta gosok gigi 2X sehari.
d) Pola Aktivitas
· Sebelum sakit : Klien mengatakan saat sehat aktivitas dirumahnya biasa dikerjakan dengan ibunya,
· Saat sakit : Klien mengatakan saat sakit tidak bisa membantu aktifitas ibunya seperti biasa
e) Pola istirahat tidur
· Sebelum sakit : Klien mengatakan saat sehat tidur kurang lebih selama 7-8 jam perhari
· Saat sakit : Klien mengatakan saat sakit tidurnya terganggu karena sesak nafas, dan batuk pada malam
hari dan pagi hari, klien hanya tidur kurang lebih 4jam perhari.
4. PEMERIKSAAN FISIK
a) Keadaan Umum : Klien lemah
b) Tanda – tanda vital :
T = 110/70 mmHg S= 37 0C
N= 78x/mnt RR = 28x/mnt
c) Kesadaran : composmetis
d) Pemeriksaan cepalo caudal
· Kepala dan rambut
I : Pertumbuhan rambut merata,tidak terdapat uban
P : Tidak ada benjolan pada kepala,

· Hidung
I : Bentuk hidung Simetris, terdapat ekspirasi memanjang,nafas cepat, terdapat
pernafasan cuping hidung
P : Tidak terdapat nyeri tekan
A : Terdapat suara tambahan Whezing Dan ronchi

· Telinga
I : Tidak ada serumen dan lesi
Fungsi : Pendengaran baik
· Mata
I : Sclera Putih, konjungtiva merah,
Fungi : penglihatan baik
· Mulut dan gigi
I : mulut pucat, tidak ada stomatitis
· Gigi
I : Tidak ada caries Gigi
· Leher dan tenggorokan
Leher = I : tidak ada stroma
P : tidak ada nyeri tekan
Tenggorokan = I : tidak ada pembesaran tonsil

Dada dan Thorax


Pemeriksaan paru = I : bentuk dada simetris pernafasan 28x permenit
P : tidak ada nyeri tekan
P : terdengar suara hipersonor
A : suara nafas wheezing dan Ronchi
ANALISA DATA
Kelompok data Masalah Etiologi
DS : klien mengatakan Ketidak efektifan jalan Factor – factor pencetus
sesak nafas nafas B/D peningkatan Perubahan pada broncus
DO: - keadaan umum produksi mukus Sel must mediator histamine (
lemah histamine,prostaglandin,bradikinin)
- Terdengar ronchi dan Mengeluarkan eosinofil , basofil, sel globet.
wheezing Merangsang broncus untuk berbafas
- Klien tidur setengah secara maksimal
duduk ASMA BONCIAL
- Pernafasan cuping Peningkatan produksi mucus
hidung Obstruksi jalan nafaS
T = 110/70 mmHg Ketidak efektifan jalan nafas
N = 78x/Menit
S= 37 0C
RR= 28X/mn
Factor – factor pencetus
DS : Klien mengatakan Gangguan pola tidur B/D Perubahan pada broncus
tidurnya terganggu karena batuk terus menerus Sel must mediator histamine
sesak nafas (histamine,prostaglandin,bradikinin)
O: DO : - klien tampak lemah Mengeluarkan eosinofil , basofil, sel globet.
- Batuk berdahak Merangsang broncus untuk berbafas
- Sesak nafas pada malam secara maksimal
hari ASMA BONCIAL
T = 110/70 mmHg peningkatan produksi mucus
N = 78x/Menit batuk
S= 37 0C batuk menetap
RR= 28X/mnt gangguan pola tidur
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan jalan nafas b/d peningkatan produksi mucus ditandai dengan klien batuk, terdengar
ronci,wheezing, pernafasan cuping hidung
2. Gangguan pola tidur b/d batuk terus menerus ditandai dengan klien tampak lemah
C. INTERVENSI
No Dx. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan · beri penjelasan pada klien · meningkatkan pemahaman
jalan nafas b/d tindakan keperawatan dan keluarga tentang klien dan keluarga tentang
peningkatan …x24 jam jalan nafas penyakit dan tindakan yang penyakit dan kooperatif
produksi mucus kembali normal akan dilakukan terhadap tindakan yang akan
ditandai dengan Kriteria Hasil : dilakukan
klien batuk, · Bunyi nafas Vesikuler
terdengar · Wheezing ronci · pantau tanda-tanda vital · perubahan tanda-tanda vital
ronci,wheezing, berkurang sampai menunjukkan perkembangan
pernafasan dengan hilang kondisi klien
cuping hidung · Tak terdapat
· ronki wheezing menunjukkan
pernafasan cuping · auskultasi bunyi nafas, catat
secretdijalan nafas
hidung adanya bunyi nafas
· TTV normal tambahan
· dengan batuk efektif bisa
T : 110/70-
mengelurakan secret
139/89 mmHg · ajarkan klien untuk batuk
S : 36-3750c efektif
· air hangat dapat
N : 60 – 80 x/mnt
· anjurkan klien minum air mengencerkan sputum
RR : 16 -24 x /mnt
hangat
· bronkodilator dapat
· kolaborasi dengan dokter merilekskan otot dan
2
dalam pemberian menurunkan spasme jalan
bronkodilator dan O2 nafas, memenuhi kebutuhan
Gangguan pola
O2
tidur b/d batuk
terus menerus
· beri penjelasan pada klien · mengurangi rasa cemas
ditandai dengan
dan keluarga tentang klien dan keluarga
klien tampak Setelah dilakukan
tindakan yang
lemah tindakan keperawatan
dilakukanvdapat kooperatif
2x24jam pola tidur
kembali teratur
· anjurkan minum air hangat · mengencerkan secret dan
Kriteria Hasil : menurunkan spasme
· klien dapat batu efektif sehingga melegakan nafas
· frekuensi batuk
· ciptakan lingkungan bersih
berkurang sehingga · mengurangi factor pencetus
dan nyaman
dapat istirahat batuk
· Ttv normal
· siapkan pot penampung
· memudahkan klien untuk
T : 110/70-
sputum
membuang secret dan
139/89 mmHg
mengurangi aktifitas
S ; 36-3750c
· kolaborasi dengan dokter
N : 60 – 80 X/menit
· merilekskan otot pernafasan
dalm pemberian
RR: 16 -24 x /menit
bronkodilator

D. IMPLEMENTASI
NO IMPLEMENTASI Rasional
1.· memberi penjelasan pada klien dan keluarga · klien dan keluarga mendengarkan
tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan penjelasan dari petugas dan bertanya
penyebab sesak nafas

· memantau tanda-tanda vital · T = 110/70 mmHg


N = 78x/Menit
S = 37 0C
RR = 28X/menit

· mengauskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi · klien saat bernafas terdengar ronchi
nafas tambahan dan whesing

· mengajarkan klien untuk batuk efektif · klien menarik nafas dan batuk
supaya scretnya keluar

· menganjurkan klien minum air hangat · klien minum air hangat sedikit –
sedikit untuk mengencerkan secret
2. · klien bersedia menerima pemberian
· berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat Aminofilin, dexametason melalui
bronkodilator dan O2 bolus dan o2 3ltr

· klien dan keluarga mendengarkan


penjelasan dari petugasndapat
· memberi penjelasan pada klien dan keluarga
kooperatif
tentang tindakan yang dilakukan

· keluarga klien selalu membersihkan


tempat tidur klien
· menciptakan lingkungan bersih dan nyaman

· keluarga menyiapkan bengkok untuk


tempat sputum

· menyiapakan pot penampung sputum

E. EVALUASI
No Evaluasi
1 S : klien mengatakan masih sesak nafas
O: - keadaan umum lemah
- Terdengar ronchi dan wheezing
- Klien tidur setengah duduk
- Pernafasan cuping hidung
T = 110/70 mmHg
N = 78x/Menit
S= 37 0C
RR= 28X/mnt
A : tujuan belum tercapai
P : intervensi 2,3,4,5,6,7 dilanjutkan
2. S : Klien mengatakan tidurnya masih terganggu karena sesak nafas
O: - klien tampak lemah
- Batuk berdahak
- Sesak nafas pada malam hari
T = 110/70 mmHg N = 78x/Menit
S= 37 0C RR= 28X/mnt
A: tujuan belum tercapai
P: intervensi 2,3 dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Triage yaitu satu sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk menentukan tingkat kegawatan
dan prioritas pasien.
Asma Bronchial adalah gangguan atau kerusakan pada saluran bronkus yang merupakan
inflamasi kronis saluran nafas dengan ciri bronkospasme periodik yang reversible (dapat kembali),
adanya wheezing, sesak nafas dan batuk dengan atau tanpa adanya sekret.
Penderita asma sangat peka tehadap rangsangan imonologi maupun nonimumologi. Oleh
karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia,
alergen, infeksi, dan sebagainya.
B. SARAN
Peran perawat dalam penanganan asma dan mencegah terjadinya asma adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien harus
dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian
asma.

DAFTAR PUSTAKA

Marlina, Megga. 2014. “MAKALAH ASKEP ASMA BRONCHIAL”. (Website)


http://meggamarlina.blogspot.com/2014/01/makalah-askep-asma-bronchial.html. Diakses Tanggal 22
April 2015
Dulie, Efri. 2012. “DUNIA KEPERAWATAN”. (Website) http://efristikesekaharap.blogspot.com/2012/08/asuhan-
keperawatan-pada-pasien-dengan_5563.html. Diakses Tanggal 22 April 2014
Ndyycha. 2014. “ASKEP ASMA BRONCHIAL”. (Website) http://ndyycha.blogspot.com/2014/02/askep-asma-
bronchial.html. Diakses Tangggal 22 April 2015
Supri, Supriadi. 2013. “NERS KECE BLOG_ASKEP ASMA BRONCHIAL”. (Website)
http://nerskece.blogspot.com/2013/06/askep-asma-bronchial_27.html. Diakses Tangal 22 April 2015
Rako, Konny Liane. 2013. “ASUHAN KEPERAWATAN”. (Website)
http://lianerako.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-asma-bronkhial.html. Diakses Tanggal 22
April 2015

Vous aimerez peut-être aussi