Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pengertian Akhlak
Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik
(kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab
yakni khuluqun yang diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin
menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat
memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang
tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa
merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari. Akhlak
yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang tinggi dan mulia. Akhlak yang buruk
akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan ummat manusia.
Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan sesuatu yang merugikan
orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang melakukan perbuatan yang tercela, yang
akan membinasakan diri dan masyarakat seluruhnya. Nabi S.A.W.bersabda yang
bermaksud: "Orang Mukmin yang paling sempurna imannya, ialah yang paling baik
akhlaknya."(H.R.Ahmad)
Macam-Macam Akhlak
a. Akhlak kepada Allah
Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-
Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan
ketundukkan terhadap perintah Allah.
Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan
kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada
Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
b. Akhlak kepada diri sendiri
Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika
ditimpa musibah.
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak
bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan
perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan
alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan
menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c. Akhlak kepada keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara
anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu
bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat
baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain :
menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara
bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta
menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.
d. Akhlak kepada sesama manusia
1) Akhlak terpuji ( Mahmudah )
Husnuzan
Tawaduk
Tasamu
Ta’awun
2) Akhlak tercela ( Mazmumah )
Hasad
Dendam
Gibah dan Fitnah
Namimah
Pengertian Moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang
merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus
umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap
perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-
batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik,
buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga
sebagai:
1. prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.
3. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.
Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah
ditentukan oleh etika sama ada baik atau buruk dinamakan moral. Moral terbagi menjadi
dua yaitu :
a. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik
b. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.
Moral juga diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, 1956 : 957). Dalam moral didiatur segala
perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak
baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara
perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Dengan demikian moral merupakan kendali
dalam bertingkah laku. Moral dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Kata hati atau
hati nurani memberikan ukuran yang subyektif, adapun norma memberikan ukuran yang
obyektif.
Pengertian Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos” yang
berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika menurut filasafat
dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Akhlak Sosial
I. Toleransi Inter dan Antar Umat Beragama Dalam Islam
Kemajemukan Masyarakat Intra Umat Islam di Indonesia
Bansa Indonesia merupakan bangsa dengan pemeluk Islam yang terbesar di
muka bumi. Hal yang cukup menarik dari umat Islam Indonesia ialah bahwa
mereka tidak saja dikatakan seluruhnya terdiri dari kaum Sunni (Ahl al-Sunnah wa
al-Jama’ah), bahkan dalam bidang Fiqh pun dapat dikatakan bahwa mereka
hampir seluruhnya penganut mazhab Syafi’i. Ini mengesankan adanya kesatuan
umat Islam Indonesia.
Namun kesan tentang kesatuan itu hanya sepintas lalu. Dalam kenyataanya,
sudah kita ketahui bersama bahwa ada kemajemukan yang begitu kompleks dan
tidak sederhana dalam Islam di Indoensia. Tentu saja begitu karena suatu
kemajemukan adalah “keputusan ilahi” dan Sunnatullah, maka “hukum” tersebut
tidak akan memperkecil masyarakat tertentu seperti masyarkat Islam Indonesia.
Buka bermaksud mengungkit pengalaman-pengalaman traumatis beberapa
dasawarsa sebelum dan sesuudah kemerdekaan, umat Islam Indoensia mempunyai
pengalaman tidak saja kemajemukan internal, bahkan perpecahan dan pertentangan
yang seringkali mengalami eskalasi sampai ke tingkat yang berbahaya.
Kontroversi didalam umat tidak hanya terbatas kepada persoalan reformasi
atau kontrareformasi, bid’ah atau bukan bid’ah. Tetapi perpecahan atau skisme
klasik Islam juga masih terus menunjukan dampaknya dalam pemahaman Islam
umat zaman mutakhir ini atau barangkali memang tidak mungkin menghindari dari
warisan sejarah itu. Sebagai contoh, sampai sekarang umat Islam Indonesia masih
mengenal adanya mereka yang lebih mementingkan orientasi keruhanian yang
esoteris (bathini) dalam tasawuf, lebih-lebih melalui tarekat-tarekat, disamping
orientasi kepranataan masyarakat yang lebih eksoteris (dhahiri) dalam sistem
ajaran hukum syariat atau fiqh.
Sebenarnya terjadinya perselisihan antara masyarakat harus dipandang
sebagai hal yang wajar. Tidak ada masyarakat yang terbebas sama sekali dari
silang-selisih. Yang tidak wajar ialah jika perselisihan itu meningkat sehingga
menimbulkan situasi saling mengucilkan dan pemutusan hubungan atau eks-
komunikasi dalam bentuk pengkafiran (takfir) oleh yang satu terhadap yang lain.
Dalam tingkat ini inti persoalan biasanya menjadi semakin sulit dikenali dan
elemen emosi yang subyektif gampang sekali mendominasi keadaan. Ketika itulah
kita amat memerlukan intropeksi, kajian diri dan kelompok secara jujur, usaha
mengerti persoalan sebenarnya.
Kemajemukan Masyarakat Antar Umat Beragama
Suatu hal yang perlu kita ketahui adalah Al Quran mengajarkan sebuah
paham kemajemukan keagamaan (religious plurality). Ajaran itu tidak perlu
dimaknai sebagai secara langsung pengakuan akan kebenaran semua agama dalam
bentuknya yang nyata sehari-hari. Akan tetapi ajaran kemajemukan keagamaan itu
menandaskan pengertian dasar-dasar semua agama diberikann kebebasan untuk
hidup, dengan resiko yang akan ditanggung oleh para pengikut agama itu masing-
masing, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Sikap ini dapat diartikan
sebagai suatu harapan kepada semua agama yang ada, yaitu karena semua agama
itupada awal mulanya menganut prinsip yang sama, yaitu keharusan manusia
untuk berserah diri kepada Yang Maha Esa, maka agama-agama itu baik karena
dinamika internalnya sendiri atau karena persinggungannya dengan hal lain akan
secara berangsur-angsur menemukan kebenaran asalnya sendiri, sehingga
semuanya akan bertumpu dalam suatu “titik pertemuan”, “common platfrom” atau
dalam istilah Al Quran, “kalimah sawa”
Titik temu dari agama-agama semuanya tidak lain ialah Al Islam dalam generiknya
yaitu sikap berserah diri dan pasrah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, tanpa
sedikit pun mengasosiasikan atribut Ketuhanan kepada apa dan siapa pun juga
selain daripada-Nya sendiri adalah satu-satunya sikap keagamaan yang benar dan
sikap selain itu dengan sendirinya tertolak. Itulahh sebabnya kita temukan
penegasan dalam Al Quran Surah Ali Imran: 85:
“Dan barang siapa menganut agama selain Al Islam(berserah diri kepada
Tuhan) maka tidak akan diterima daripadanya dan di akhirat dia akan termasuk
mereka yang menyesal”.
Dan dari sudut pandang penglihatan, makna dasar istilah Al Islam di atas
itulah kita dapat memahami lebih baik Firman Allah dalam Surah Al Baqarah: 62
“Sesungguhnya mereka kaum yang beriman (kaum Muslim), kaum Yahudi,
kaum Nasrani, kaum Shabiin, siapa saja yang beriman kepada Allah dari Hari
Kemudian serta berbuat kebaikan maka tiada rasa takut menimpa mereka dan
mereka pun tidak perlu khawatir.”
Jadi dengan kata-kata lain, firman Allah itu diturunkan untuk
menegaskan bahwa siapa pun dapat memperoleh “keselamatan” asalkan dia
beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian dan berbuat baik tanpa memandang
apakah dia itu keturunan Nabi Ibrahim seperti kaum Yahudi (dan kaum Quraisy di
Mekkah) atau bukan. Jadi keselamatan tidaklah didapat oleh manusia karena faktor
keturunan tetapi oleh siapa saja berdasarkan iman kepada Allah, Hari Kemudian,
dan perbuatan atau prestasi yang saleh. Suatu prinsip yang banyak sekali
mendapat tekanan dalam Kitab Suci.
Prinsip-prinsip Islam dalam mewujudkan kesejahteraan sosial adalah:
1) Prinsip Persatuan dan Persaudaraan
2) Prinsip Persamaan
3) Prinsip Kebebasan
4) Prinsip Keamanan
5) Prinsip Hidup
6) Prinsip Perdamaian
7) Prinsip Musyawarah
8) Prinsip Keadilan
9) Prinsip Kepimpinan
“Barang siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka akan Allah
mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim).
ُطلَب
َ ضة ال ِعل ِم
َ ُمس ِلم ُك ِِّل َعلَى فَ ِري