Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Permukaan bumi yang tidak rata membuat para pengguna SIG (Sistem
Informasi Geografis) ingin memodelkan berbagai macam model permukaan bumi.
Pembuat peta memikirkan secara serius untuk pemetaan permukaan bumi seperti
pembuatan kontur, hill shading dan visualisasi tiga dimensi (Chang, 2008).
Sebelum adanya komputer para pembuat peta menggunakan titik tinggi untuk
mengetahui ketinggian suatu tempat. Titik tinggi sebagai data tersebut
dihubungkan dengan metode triangulasi untuk mempermudah pembacaan peta.
Seiring perkembangannya model elevasi berubah menjadi bentuk elevasi
digital. Model elevasi digital sering disebut dengan DEM (Digital Elevation
Model) atau model elevasi medan. DEM merupakan susunan data elevasi yang
mempunyai spasi seragam (Chang, 2008). DEM merupakan singkatan yang sering
digunakan untuk digital topografi atau data batimetri di semua bentuk
(Heidemann, 2012). DEM mempunyai titik tinggi tiap pusat sel, titik tersebut
membuat satuan elevasi yang saling terhubung satu sama lain dan dianggap model
permukaan bumi paling nyata.
DEM sendiri berdasar bentuk datanya ada dua macam yaitu DEM raster
dan DEM vektor, DEM raster menggunakan grid atau piksel sebagai elevasi
sedangkan DEM vektor menggunakan TIN (Triangulated Irregular Network).
Menurut Chang (2008) DEM dan TIN tidak dapat digunakan bersamaan, tetapi
DEM dapat diubah menjadi TIN dan TIN dapat diubah menjadi DEM. Raster data
merupakan data yang berbentuk grid pixel (picture element), piksel merupakan
data yang mempunyai nilai tiap kotak (grid). DEM data raster berupa intensitas
kecerahan piksel sebagai nilai ketinggian, semakin cerah nilai DEM maka
semakin tinggi elevasi piksel tersebut. DEM dapat diperoleh dari berbagai
metode, metode paling akurat menggunakan metode pengukuran lapangan.
Keakuratan metode pengukuran lapangan mempunyai kelemahan mahalnya biaya,
waktu dan tidak efisien. Metode yang lebih sederhana menggunakan metode
penurunan dari peta kontur, metode ini akurat tetapi tergantung pada akurasi,
skala peta yang dibuat dan update peta. Kelebihan dari metode ini mampu
memodelkan dengan waktu yang
lebih singkat dan biaya lebih murah. Metode-metode ini sering menggunakan peta
Rupa Bumi Indonesia (RBI) berskala 1:25000.
Foto udara stereo menjadi salah satu perolehan data untuk model elevasi
berbentuk digital, data digital menghasilkan elevasi permukaan bumi lebih nyata.
Keunggulan foto udara dapat memodelkan elevasi dengan lebih detail dari pada
peta RBI. Pemodelan hampir menyamai survei lapangan tetapi model ini
menghasilkan data surface bumi. Akurasi model surface untuk menyamai hasil
ketelitian survei masih tergantung pada besarnya resolusi spasial foto udara.
Kelemahan dari pemodelan foto udara adalah mahalnya wahana dan resolusi
temporal foto udara.
Akhir-akhir ini juga berkembang citra dengan resolusi tinggi yang mampu
digunakan sebagai pengganti foto udara yaitu menggunakan citra stereo.
Keunggulannya beresolusi temporalnya tinggi dan dapat menggantikan peran dari
foto udara. Penggunaan citra satelit dapat menghemat biaya dari wahana yang
digunakan. Citra seperti model foto udara, model ini berupa model elevasi digital
yang berbentuk surface / permukaan bumi. Model surface dari permukaan bumi
sering disebut sebagai DSM (Digital Surface Model). DSM (Digital Surface
Model) sama sepert i Digital Elevation Model (DEM) atau Digital Terrain Model
(DTM) kecuali DSM menggambarkan permukaan bangunan, pohon, dan feature
lain yang ada di atas bumi (Heidemann, 2012).
B. Tujuan
Pada beberapa Negara, MTD mempunyai arti yang sama dengan MED,
merepresentasi terin permukaan bumi gundul dengan spasi grid seragam pada
nilai z. Pada kasus ini MTD sama dengan MED tetapi elevasi fitur topografi pada
permukaan tanah yang mempunyai koordinat x, y, z dan breaklines yang
mempunyai spasi koordinat tidak teratur yang secara karakteristik membentuk
terin permukaan bumi sebenarnya. Hasil MTD merupakan fitur terin yang lebih
jelas dan lokasinya tepat, sedangkan kontur yang dibentuk dari MTD mendekati
bentuk terin yang sebenarnya. Pembentukan MTD umumnya lebih mahal dan
waktu yang lebih lama untuk memperoleh spasi grid yang seragam sebab
breaklines tidak cocok dengan kenyataan lapangan bila diperoleh secara otomatis.
Menurut Maune (2007), secara umum dapat diartikan sebagai data elevasi
digital (DED) yang dapat digunakan untuk memberikan definisi MED.
Penggunaan istilah MED mempunyai beberapa perbedaan arti : MED secara
umum berarti data topografi digital. Istilah ini menggunakan kata model karena
komputer dapat menggunakan data tersebut untuk pemodelan dan analisis secara
otomatis pada topografi permukaan bumi secara 3Ddan mempermudah
interpretasi kenampakannya. Model permukaan digital yang berupa MED dan
menjelaskan elevasi terin (nilai Z pada permukaan bumi) tanpa adanya obyek
vegetasi dan bangunan buatan manusia. Dalam kondisi ini MED berarti sama
dengan model medan digital (MMD). Tinggi MED pada danau atau sungai
diwakili oleh permukaan air. Semua elevasi direferensikan terhadap bidang
horisontal dan datum vertikal. Penggunaan istilah pada USGS, MED merupakan
representasi ketinggian kartografis digital dari terin pada spasi interval regular
arah x dan y, menggunakan nilai z direferensikan pada datum vertikal. Jenis
standar MED USGS menganut National Elevation Dataset (NED) dengan sistem
koordinat UTM dengan spasi grid tertentu yang sama dengan DEMD yang
dikeluarkan oleh National GeospatialIntelligence Agency (NGA). Seperti istilah
yang digunakan pada umumnya, MED mempunyai nilai Z pada interval spasi
regular pada arah x (timur), y (utara); walaupun dimensi spasi grid, datum, sistem
koordinat, format data kadang-kadang mempunyai karakteristik yang berlainan.
Istilah ini sama dengan MED atau MMD, kecuali bahwa elevasi MPD
menggambarkan permukaan puncak pantulan bangunan, pohon dan fitur obyek
ketinggian di atas permukaan bumi. MPD biasanya dapat digunakan untuk
menyajikan pandangan yang tidak saling terhalang dan dapat disimulasikan
dengan 3D dan fly-throughs. Model Permukaan Digital yang sama dengan Digital
Surface Model, titik yang mempunyai koordinat X-Y-Z di atas permukaan tanah
yang termasuk semua fitur alam (vegetasi) maupun buatan (bangunan ).
Model adalah obyek atau konsep yang digunakan untuk mewakili sesuatu
yang lain. Hal ini realitas diperkecil dan diubah menjadi bentuk yang dapat
dipahami (Meyer, 1985). Sebuah model mungkin memiliki beberapa tujuan
tertentu seperti prediksi dan kontrol. Dalam hal ini, model hanya perlu memiliki
detail cukup signifikan untuk memenuhi tujuan tersebut. Model ini dapat
digunakan untuk representasi situasi yang asli (sistem atau fenomena) atau dapat
digunakan untuk mewakili beberapa situasi yang diusulkan atau diperkirakan.
Dengan demikian, kata model biasanya berarti representasi dan dalam
banyak situasi itu digunakan untuk menggambarkan sistem yang ada. Akibatnya,
ada perbedaan kuat pendapat tentang penggunaan yang tepat dari suatu model.
Sebagai contoh, dapat diterapkan untuk replikasi fotogrametri dari permukaan
terin yang telah difoto atau mungkin menyajikan perspektif dari terin. Secara
umum, ada 3 jenis model:
a. konseptual
b. fisik
c. matematis
Model konseptual adalah model yang diingat seseorang tentang suatu
situasi atau obyek berdasarkan pengetahuan atau pengalamannya. Seringkali jenis
ini merupakan secara konseptual membentuk tahap utama pemodelan dan akan
diikuti kemudian oleh model fisik atau matematis. Namun, jika situasi atau objek
yang terlalu sulit untuk mewakili dengan cara lain, maka model akan tetap
konseptual.
1.3. Proses modeling terin digital dan pengembangan modeling terin digital