Vous êtes sur la page 1sur 19

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A
Usia : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Ds. kalibaru kecamatan tengah tani
Pendidikan terkahir : SMA

II. ANAMNESA

Keluhan Utama : Nyeri pada kepala samping sebelah kanan

Keluhan Tambahan : Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke IGD RSUD Gunung Jati pada tanggal 16
desember 2012 dengan keluhan kepala belakang sebelah kanan berbenjol.
Sebelumnya OS mengalami kecelakaan lalu lintas 4 hari yang lalu. Kecelakaan terjadi
motor dengan motor. berdasarkan pengakuan istri pasien, kepala OS bagian belakang
terbentur dinding, dan OS tidak menggunakan helm. Selain itu, dada OS juga
terbentur mendahului kepala pasien. Setelah kecelakaan terjadi, Os langsung tidak
sadarkan diri. Dari hidung dan telinga keluar darah, dan pada mata tampat seperti ada
perdarahan. Selain benjol pada dada pasien, juga terdapat lebam pada punggung,
leher belakang, mata dan siku. Setelah kecelakaan terjadi, Os langsung dibawa ke
Rumah Sakit Mitra Plumbon. di Rumah sakit Os mendapat perawatan dan selama
satu hari Os belum juga sadarkan diri. Saat setelah Os sadar, Os tampak kebingungan
dan gelisah, dan Os masih dapat melihat. Setelah beberapa hari di Rumah Sakit Mitra

Plumbon, Os di rujuk ke Rumah Sakit Gunung Jati untuk rencana tindakan operasi.
Dan pada tanggal 21 desember 2012 Os dilakukan tindakan operasi.

Riwayat Penyakit Dahulu : Os mengaku belum pernah mengalami benturan di kepala


sebelumnya, Di bagian belakang maupun bagian lainnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Apatis, gelisah. GCS: E4V3M6 = 13
Vital Sign : Tekanan Darah : 120/90
1
Nadi : 81 kali/menit
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 37 C
Kepala : Normocephal, tampak hematom a/r temporal dextra
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Eksoftalmus (+/-)
Racoon eyes (+/+)
THT : Kedua telinga lapang, tidak keluar cairan
Hidung simetris, rhinorrhea (-)
Tenggorokan tidak hiperemis
Leher : JVP tidak meningkat
Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran thyroid
Thoraks : Cor BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronki -/-
Abdomen : Datar, Bising Usus (+)
Ekstremitas : Ekstremitas atas : Akral hangat
Ekstremitas bawah : Akral hangat
Edema - -
- -
Status Lokalis
Inspeksi : Hematom Os temporal dextra
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi : Tidak dilakukan
Status Neurologis
Kesadaran : Apatis, Gelisah, GCS E4 V3 M6 = 13
Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (-), Brudzinsky I/II (-/-), Kernig (-)

Pemeriksaan N.Cranialis
N I (N. Olfactorius) : Tidak dilakukan

N II (N. Opticus) :RCL (+/+) RCTL (+/+)

N III, IV, VI (N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusen)


Gerakan bola mata : Mata kanan dan kiri dalam batas normal
Pupil : Isokor , bulat.
Kelopak mata : lebam pada mata kanan dan kiri

N V (N. Trigeminus)
tidak dilakukan

N VII ( N. Fasialis):
Tidak dilakukan

N VIII ( N. Vestibulo-Cochlearis)
Tidak dilakukan

2
N IX, X ( N. Glossopharingeus, N. Vagus )
Gerakan menelan baik,

Posisi uvula berada di tengah

N XI ( N. Accesorius)
Sulit dilakukan

N XII ( N. Hipoglossus )
Tidak ada deviasi lidah

Fungsi Motorik
 Kekuatan otot : - Ekstremitas superior dextra dan sinistra baik
- Ekstremitas inferior dextra dan sinistra baik

Fungsi Sensorik

Raba : Ekstremitas superior ( / )


Ekstremitas inferior ( / )
Nyeri : Ekstremitas superior ( / )
Ekstremitas inferior ( / )

DIAGNOSA SEMENTARA
Moderate Head injury
Fraktur Basis Cranii fossa Anterior

IV. Pemeriksaan Penunjang

CT-SCAN : Tampak gambaran EDH

3
- Lab darah rutin

PEMERIKSAAN 12/9/2012 RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,2 11,0 – 18,8 g/dl
Lekosit 9,8 4,0 – 11,0 ribu/ul
4
Eritrosit 4,72 4,0 – 6,2 juta/ul
Hematokrit 39,6 35 – 55 vol%
Trombosit 287 150 – 400 ribu/ul
KIMIA DARAH
GDS 83 < 140 mg/dL
Ureum 43,7 10-50 mg%
Kreatinin 0,87 0,5-1,1 mg%
SGOT 44 <21
SGPT 88 <22
Kalium 4,10 3,6-5,5 Mmol/l
Natrium 155 135-155 Mmol/l
Chlorida 111 98-108 Mmol/l
Calsium 9,65 8,1-10,4 Mg/dl

V. RESUME
Seorang laki-laki 19 Tahun, datang dengan keluhan kepala bagian belakang benjol
dan lebam, dan OS mengalami penurunan kesadaran dan juga sesak. Os Post
kecelakaan lalu lintas dan membentur dinding pada kepala bagian belakang dan dada.
GCS: 14. Pusing(+), Muntah(-), Pingsan(+). Keluar darah dari hidung dan telinga.
Hasil CT-SCAN menunjukkan EDH (+).

VI. DIAGNOSA KERJA


Moderate head injury
Epidural Hematom (EDH) temporal dextra

VII. TERAPI
- Perawatan luka
- IVFD Nacl 0,9%
- Head up 30-40º
- O2 4-6 L/menit
- Observasi kesadaran (GCS), nadi, tekanan darah, respirasi suhu
- Manitol 3x125 mg
- inj. kalnex 3x500 mg iv
- inj. ceftriaxon 2x1 gr iv
- inj. Gentamisin 2x80 mg iv
- inj. ketorolak

Operasi: Craniotomy

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
5
EPIDURAL HEMATOM (EDH)

Anatomi

6
Bagian cranium yang membungkus otak (neurocranium / brain box) menutupi otak, labirin,
dan telinga tengah.and middle ear. Tabula eksterna dan tabula interna dihubungkan oleh tulang
kanselosa dan celah tulang rawan (diploë). Tulang-tulang yang membentuk atap cranium
(calvaria) pada remaja dan orang dewasa terhubung oleh sutura dan kartilago (synchondroses)
dengan kaku.

Sutura coronaria memanjang melintasi sepertiga frontal atap cranium.Sutura sagitalis


berada pada garis tengah, memanjang ke belakang dari sutura coronaria dan bercabang di
occipital untuk membentuk sutura lambdoidea.Daerah perhubungan os frontal, parietal,
temporal, dan sphenoidal disebut pterion, di bawah pterion terdapat percabangan arteri
meningeal media.Bagian dalam basis cranii membentuk lantai cavitas cranii, yang dibagi
menjadi fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior.

7
1. Fossa anterior dibentuk oleh os frontal di bagian depan dan samping, lantainya dibentuk oleh
os frontale pars orbitale, pars cribriformis os ethmoidal, dan bagian depan dari alae minor os
sphenoid. Fossa ini menampung traktus olfaktorius dan permukaan basal dari lobus frontalis, dan
hipofise. Fossa anterior dan media dipisahkan di lateral oleh tepi posterior alae minor os
sphenoidale, dan di medial oleh jugum sphenoidale. Pada fossa cranii anterior terdapat sinus
frontalis di bagian depan, alae minor os sphenoidale yang dengan bersama-sama pars orbitalis os
frontal membentuk atap orbita dengan struktur-struktur di midline, diantaranya terdapat crista
galli, pars cribriformis dan pars sphenoidal.

2. Fossa media lebih dalam dan lebih luas daripada fossa anterior, terutama ke arah lateral. Di
bagian anterior dibatasi oleh sisi posterior alae minor, processus clinoideus anterior, dan sulcus
chiasmatis.Di belakang dibatasi oleh batas atas os temporal dan dorsum sellae os sphenoid. Di
lateral dibatasi oleh pars squamosa os temporalis, os parietal dan alae major os sphenoid.
Merupakan tempat untuk permukaan basal dari lobus temporal, hipotalamus, dan fossa hipofiseal
di tengah.Di kedua sisi lateralnya terdapat tiga foramina (foramen spinosum, foramen ovale, dan
foramen rotundum). Pars anterior dinding lateral fossa media dibentuk oleh alae major os
sphenoidal. Sisa dinding lateral lainnya dibentuk oleh pars squamosa os temporal yang
merupakan tempat processus mastoideus dan mastoid air cells serta kanalis auditorius eksternus.
Pyramid petrous mengandung membrane tympani, tulang-tulang pendengaran (malleus, incus,
dan stapes), dan cochlea pada telinga dalam. Fossa media dan fossa posterior dibatasi satu sama
lain di lateral oleh bagian atas os petrosus, dan di medial oleh dorsum sellae.

3. Fossa posterior adalah fossa yang terbesar dan terdalam merupakan tempat untuk cerebellum,
pons, dan medulla. Di bagian anteromedial dibatasi oleh dorsum sellae yang melanjutkan diri
menjadi clivus. Bagian anterolateral dibatasi oleh sisi posterior pars petrosa ossis temporalis, di
lateral oleh os parietal, dan di posterior oleh os occipital. Lubang paling besar yang ada di basis
cranii terdapat pada os occipital yaitu foramen magnum, dilalui oleh medulla oblongata. Meatus
akustikus interna terdapat pada bagian posteromedial pars petrosa ossis temporalis. Foramen
jugular berada di kedua sisi lateral foramen magnum.Foramen jugular dilalui oleh vena jugularis
yang perluasan ke anterior dari sinus sagitalis superior dan melanjutkan diri menjadi sinus
transversus dan sinus sigmoideus.

8
Anatomi Meningen Otak

Secara konvensional, dura mater diuraikan sebagai dua lapisan, lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Lapisan endosteal tidak lebih dari suatu periosteum yang menutupi
permukaan dalam tulang – tulang kranium. Pada foramen magnum lapisan endosteal tidak
berlanjut dengan duramater medulla spinalis. Pada sutura, lapisan endosteal berlanjut dengan
ligamentum sutura. Lapisan endosteal paling kuat melekat pada tulang diatas dasar kranium.
Lapisan meningeal merupakan duramater yang sebenarnya. Lapisan meningeal merupakan
membrane fibrosa kuat, padat menutupi otak, dan melalui foramen magnum berlanjut dengan
duramater medulla spinalis. Lapisan meningeal ini memberikan sarung tubuler untuk saraf –
saraf kranial pada saat melintas melalui lubang – lubang kranium. Kedalam lapisan meningeal
membentuk empat septa, yang membagi rongga kranium menjadi ruang – ruang yang
berhubungan dengan bebas dan merupakan tempat bagian – bagian otak. Falx serebri merupakan
lipatan duramater yang berbentuk sabit, terletak dalam garis tengah antara dua hemispherium
serebri. Ujung anteriornya melekat ke Krista frontalis interna dan Krista galli. Bagian posterior
yang lebar bercampur di garis tengah dengan permukaan atas tentorium serebelli. Sinus sagitalis
superior berjalan dalam tepi bagian atas yang terfiksasi; sinus sagitalis inferior berjalan pada tepi
bagian bawah yang konkaf, dan sinus rektus berjalan disepanjang perlekatannya dengan
tentorium serebelli. (4)Tentorium serebelli merupakan lipatan duramater berbentuk sabit yang
membentuk atap diatas fossa kranialis posterior, menutupi permukaan atas serebellum dan
menokong lobus occipitalis hemisperium serebri. Berdekatan dengan apex pars petrosus os
temporale, lapisan bagian bawah tentorium membentuk kantong kearah depan dibawah sinus
petrosus superior, membentuk suatu resessus untuk n. trigeminus dan ganglion trigeminal.
Falx serebri dan falx serebelli masing – masing melekat ke permukaan atas dan bawah tentorium.
Sinus rektus berjalan di sepanjang perlekatan ke falx serebri; sinus petrosus superior, bersama
perlekatannya ke os petrosa; dan sinus transverses, disepanjang perlekatannya ke os occipitalis.
Falx serebelli merupakan suatu lipatan duramater berbentuk sabit, kecil melekat ke krista
occipitalis interna, berproyeksi kedepan diantara diantara dua hemispherium serebelli.
Diaphragma Sella merupakan suatu lipatan duramater sirkuler, membentuk atap untuk sella
tursika.

9
Persarafan Duramater Persarafan ini terutama berasal dari cabang n.trigeminus, tiga saraf
servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus. resptor – reseptor nyeri
dalam dura mater diatas tentorium mengirimkan impuls melalui n.trigeminus, dan suatu nyeri
kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka. Impuls nyeri yang timbul dari bawah tentorium dalam
fossa kranialis posterior berjalan melalui tiga saraf servikalis bagian atas, dan nyeri kepala
dirujuk kebelakang kepala dan leher.

Pendarahan Duramater Banyak arteri mensuplai duramater, yaitu; arteri karotis interna,
arteri maxillaries, arteri paringeal asenden, arteri occipitalis dan arteri vertebralis. Dari segi
klinis, yang paling penting adalah arteri meningea media, yang umumnya mengalami kerusakan
pada cedera kepala. Arteri meningea media berasal dari arteri maxillaries dalam fossa temporalis,
memasuki rongga kranialis melalui foramen spinosum dan kemudian terletak antara lapisan
meningeal dan endosteal duramater. Arteri ini kemudian terletak antara lapisan meningeal dan
endosteal duramater. Arteri ini kemudian berjalan ke depan dan ke lateral dalam suatu sulkus
pada permukaan atas squamosa bagian os temporale. Cabang anterior (frontal) secara mendalam
berada dalam sulkus atau saluran angulus antero – inferior os parietale, perjalanannya secara
kasar berhubungan dengan garis gyrus presentralis otak di bawahnya. Cabang posterior
melengkung kearah belakang dan mensuplai bagian posterior duramater. Vena –vena meningea
terletak dalam lapisan endosteal duramater. Vena meningea media mengikuti cabang – cabang
arteri meningea media dan mengalir kedalam pleksus venosus pterygoideus atau sinus
sphenoparietalis. Vena terletak di lateral arteri.

Sinus Venosus Duramater,Sinus – sinus venosus dalam rongga kranialis terletak diantara
lapisan duramater. Fungsi utamanya adalah menerima darah dari otak melalui vena – vena
serebralis dan cairan serebrospinal dari ruang – ruang subarachnoidea melalui villi arachnoidalis.
Darah dalam sinus – sinus duramatr akhirnya mengalir kedalam vena – vena jugularis interna
dileher. Vena emissaria menghubungkan sinus venosus duramater dengan vena – vena diploika
kranium dan vena – vena kulit kepala. Sinus Sagitalis Superior menduduki batas atas falx serebri
yang terfiksasi, mulai di anterior pada foramen caecum, berjalan ke posterior dalam sulkus di
bawah lengkungan kranium, dan pada protuberantia occipitalis interna berbelok dan berlanjut
dengan sinus transverses. Dalam perjalanannya sinus sagitallis superior menerima vena
serebralis superior. Pada protuberantia occipitalis interna, sinus sagitallis berdilatasi membentuk
10
sinus konfluens. Dari sini biasanya berlanjut dengan sinus transverses kanan, berhubungan
dengan sinus transverses yang berlawanan dan menerima sinus occipitalis. Sinus sagitalis
inferior menduduki tepi bawah yang bebas dari falx serebri, berjalan kebelakang dan bersatu
dengan vena serebri magna pada tepi bebas tentorium cerebelli membentuk sinus rektus. Sinus
rekrus menempati garis persambungan falx serebri dengan tentorium serebelli, terbentuk dari
persatuan sinus sagitalis inferior dengan vena serebri magna, berakhir membelok kekiri
membentuk sinus transfersus. Sinus transverses merupakan struktur berpasangan dan mereka
mulai pada protuberantia occipitalis interna. Sinus kanan biasanya berlanjut dengan sinus
sagitalis superior, dan bagian kiri berlanjut dengan sinus rektus. Setiap sinus menempati tepi
yang melekat pada tentorium serebelli, membentuk sulkus pada os occipitalis dan angulus
posterior os parietale. Mereka menerima sinus petrosus superior, vena – vena serebralis inferior,
vena – vena serebellaris dan vena – vena diploika. Mereka berakhir dengan membelok ke bawah
sebagai sinus sigmoideus. Sinus sigmoideus merupakan lanjutan langsung dari sinus tranversus
yang akan melanjutkan diri ke bulbus superior vena jugularis interna. Sinus occipitalis
merupakan suatu sinus kecil yang menempati tepi falx serebelli yang melekat, ia berhubungan
dengan vena – vena vertebralis dan bermuara kedalam sinus konfluens. Sinus kavernosus terletak
dalam fossa kranialis media pada setiap sisi corpus os sphenoidalis. Arteri karotis interna,
dikelilingi oleh pleksus saraf simpatis, berjalan kedepan melalui sinus. Nervus abdusen juga
melintasi sinus dan dipisahkan dari darah oleh suatu pembungkus endothelial. Sinus petrosus
superior dan inferior merupakan sinus –sinus kecil pada batas – batas superior dan inferior pars
petrosus os temporale pada setiap sisi kranium. Setiap sinus kavernosus kedalam sinus
transverses dan setiap sinus inferior mendrainase sinus cavernosus kedalam vena jugularis
interna.

Arachnoidea Mater. Arachnoidea mater merupakan membran tidak permeable, halus,


menutupi otak dan terletak diantara pia mater di interna dan duramater di eksterna. Arachnoidea
mater dipisahkan dari duramater oleh suatu ruang potensial, ruang subdural, terisi dengan suatu
lapisan tipis cairan, dipisahkan dari piamater oleh ruang subarachnoidea, yang terisi dengan
cairan serebrospinal. Permukaan luar dan dalam arachnoidea ditutupi oleh sel –sel mesothelial
yang gepeng. Pada daerah – daerah tertentu, arachnoidea terbenam kedalam sinus venosus untuk
membentuk villi arachnoidalis. Villi arachnoidalis bertindak sebagai tempat cairan serebrospinal

11
berdifusi kedalam aliran darah. Arachnoidea dihubungkan ke piamater oleh untaian jaringan
fibrosa halus yang menyilang ruang subarachnoidea yang berisi cairan. Cairan serebrospinal
dihasilkan oleh pleksus choroideus dalam ventrikulus lateralis, ketiga dan keempat otak. Cairan
ini keluar dari ventrikulus memasuki subarachnoid, kemudian bersirkulasi baik kearah atas diatas
permukaan hemispherium serebri dan kebawah disekeliling medulla spinalis.

Piamater otak Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang ditutupi oleh sel – sel
mesothelial gepeng. Secara erat menyokong otak, menutupi gyri dan turun kedalam sulki yang
terdalam. Piamater meluas keluar pada saraf – saraf cranial dan berfusi dengan epineurium.
Arteri serebralis yang memasuki substansi otak membawa sarung pia mater bersamanya.
Piamater membentuk tela choroidea dari atap ventrikulus otak ketiga dan keempat, dan berfusi
dengan ependyma untuk membentuk pleksus choroideus dalam ventrikulus lateralis, ketiga, dan
keempat otak.

Definisi Epidural Hematom (EDH)

Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak diantara meningen
(membran duramter) dan tulang tengkorak yang terjadi akibat trauma. Duramater merupakan
suatu jaringan fibrosa atau membran yang melapisi otak dan medulla spinalis. Epidural
dimaksudkan untuk organ yang berada disisi luar duramater dan hematoma dimaksudkan sebagai
masa dari darah.

Etiologi

Epidural hematom terjadi akibat suatu trauma kepala, biasanya disertai dengan fraktur pada
tulang tengkorak dan adanya laserasi arteri. Epidural hematom juga bisa disebabkan akibat
pemakaian obat – obatan antikoagulan, hemophilia, penyakit liver, penggunaan aspirin, sistemik
lupus erimatosus, fungsi lumbal. Spinal epidural hematom disebabkan akibat adanya kompresi
pada medulla spinalis. Gejala klinisnya tergantung dimana letak terjadinya penekanan.

Patofisiologi

12
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf,
pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur
saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan
(edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam
tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa
merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan
cenderung mendorong otak ke bawah, otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang
menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut dengan herniasi. Sejenis herniasi
serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen
magnum) kedalam medulla spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak
mengendalikan fungsi fital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya
ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang
mengkonsumsi antikoagulan, sangat peka terhadap terjadinya perdarahan di sekeliling otak.

Perdarahan epidural timbul akibat cedera terhadap arteri atau vena meningeal. Arteri yang
paling sering mengalami kerusakan adalah cabang anterior arteri meningea media. Suatu pukulan
yang menimbulkan fraktur kranium pada daerah anterior inferior os parietal, dapat merusak
arteri. Cidera arteri dan venosa terutama mudah terjadi jika pembuluh memasuki saluran tulang
pada daerah ini. Perdarahan yang terjadi melepaskan lapisan meningeal duramater dari
permukaan dalam kranium. Tekanan intrakranial meningkat, dan bekuan darah yang membesar
menimbulkan tekanan pada daerah motorik gyrus presentralis dibawahnya. Darah juga melintas
ke lateral melalui garis fraktur, membentuk suatu pembengkakan di bawah m. temporalis.

Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah bisa pecah juga, akibat daya kompresinya.
Perdarahan epidural akan cepat menimbulkan gejala – gejala, sesuai dengan sifat dari tengkorak
yang merupakan kotak tertutup, maka perdarahan epidural tanpa fraktur, menyebabkan tekanan
intrakranial yang akan cepat meningkat. Jika ada fraktur, maka darah bisa keluar dan membentuk
hematom subperiostal (sefalhematom), juga tergantung pada arteri atau vena yang pecah maka
penimbunan darah ekstravasal bisa terjadi secara cepat atau perlahan – lahan. Pada perdarahan
epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur linear ataupun stelata, manifestasi
neurologik akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis.

13
Manifestasi Klinis

Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa – apa. Tapi kemudian
pasien tersebut dapat berlanjut menjadi pingsan dan bangun bangun dalam kondisi kebingungan.
Beberapa penderita epidural hematom mengeluh :

- Sakit kepala
- keluar darah dari hidung

- Keluar darah dari telinga

- Lebam dan kemerahan pada mata

- Muntah – muntah

- Kejang – kejang

- Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa posterior akan menyebabkan
keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang drastis. Penderita akan merasa kebingungan
dan berbicara kacau, lalu beberapa saat kemudian menjadi apneu, koma, kemudian
meninggal.

- Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya peningkatan tekanan intara
kranial, dimana gejalanya dapat berupa :

 Hipertensi

 Bradikardi

 bradipneu

- kontusio, laserasi atau tulang yang retak dapat diobservasi di area trauma

- dilatasi pupil, lebam, pupil yang terfixasi, bilateral atau ipsilateral kearah lesi, adanya gejala –
gejala peningkatan tekanan intrakranial, atau herniasi.

- Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang menetap, yaitu:

14
 Coma

 Fixasi dan dilatasi pupil

 Deserebrasi

- Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus dicurigai adanya epidural
hematom

Diagnosa

Adanya gejala neurologis merupakan langkah pertama untuk mengetahui tingkat keparahan
dari trauma kapitis. Kemampuan pasien dalam berbicara, membuka mata dan respon otot harus
dievaluasi disertai dengan ada tidaknya disorientasi (apabila pasien sadar) tempat, waktu dan
kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya sering ditanyakan. Apabila pasiennya
dalam keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek cahaya pupil sangat penting dilakukan.

Pada epidural hematom dan jenis lainnya dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra
kranial yang akan segera mempengaruhi nervus kranialis ketiga yang mengandung beberapa
serabut saraf yang mengendalikan konstriksi pupil. Tekanan yang menghambat nervus ini
menyebabkan dilatasi dari pupil yang permanen pada satu atau kedua mata. Hal tersebut
merupakan indikasi yang kuat untuk mengetahui apakah pasien telah mengalami hematoma
intrakranial atau tidak.

Untuk membedakan antara epidural, subdural dan intracranial hematom dapat dilakukan
dengan CT – Scan atau MRI. Dari hasil tersebut, maka seorang dokter ahli bedah dapat
menentukan apakah pembengkakannya terjadi pada satu sisi otak yang akan mengakibatkan
terjadinya pergeseran garis tengah atau mid line shif dari otak. Apabila pergeserannya lebih dari 5
mm, maka tindakan kraniotomi darurat mesti dilakukan.

15
Pada pasien dengan epidural spinal hematom, onset gejalanya dapat timbul dengan segera,
yaitu berupa nyeri punggung atau leher sesuai dengan lokasi perdarahan yang terjadi. Batuk atau
gerakan -gerakan lainnya yang dapat meningkatkan tekanan pada batang tubuh atau vertebra
dapat memperberat rasa nyeri. Pada anak, perdarahan lebih sering terjadi pada daerah servikal
(leher) dari pada daerah toraks.

Pada saat membuat diagnosa pada spinal epidural hematom, seorang dokter harus
memutuskan apakah gejala kompresi spinal tersebut disebabkan oleh hematom atau tumor. CT-
Scan atau MRI sangat baik untuk membedakan antara kompresi pada medulla spinalis yang
disebabkan oleh tumor atau suatu hematom.

Diagnosa Banding

- Subdural hematom
- Intraserebral Hematom

Penatalaksanaan

Primary Survey

A. Airway Pembersihan jalan nafas, pengawasan vertebra servikal hingga diyakini tidak ada
cedera.
B. Breathing Penilaian ventilasi dan gerakan dada, gas darah arteri

C. Circulation Penilaian kemungkinan kehilangan darah, pengawasan secara rutin tekanan darah
pulsasi nadi, pemasangan IV line

D. Dysfunction Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) secara rutin

Secondary survey

E Exposure Identifikasi seluruh cedera, dari ujung kepala hingga ujung kaki, dari depan dan
belakang.

16
Setelah menyelesaikan resusitasi cardiovaskuler awal, dilakukan pemeriksaan fisis
menyeluruh pada pasien. Alat monitor tambahan dapat dipasang dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Nasogastric tube dapat dipasang kecuali pada pasien dengan kecurigaan cedera
nasal dan basis cranii, sehingga lebih aman jika digunakan orogastric tube. Evaluasi untuk cedera
cranium dan otak adalah langkah berikut yang paling penting. Cedera kulit kepala atau trauma
kapitis yang sudah jelas memerlukan pemeriksaan dan tindakan dari bagian bedah saraf. Tingkat
kesadaran dinilai berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS), fungsi pupil, dan kelemahan
ekstremitas.

Perawatan di bagian Emergensi

- Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk mempertahankan tekanan
sistolik diatas 90 mmHg.
- Pakai intubasi jika GCS < 8, dengan menggunakan premedikasi lidokain. Intubasi digunakan
sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi bila diperlukan.

- Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau gunakan posisi
trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan untuk menambah drainase vena.

- Berikan manitol 0,5 – 1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai 90 mmHg dengan
gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya peningkatan tekanan intra kranial.

- Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila sudah ada herniasi
atau adanya tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial (ICP).

- Berikan phenitoin untuk kejang – kejang pada awal post trauma, karena phenitoin tidak akan
bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan onset lama atau keadaan kejang yang
berkembang dari kelainan kejang sebelumnya.

Terapi obat – obatan

17
- Berikut adalah obat – obatan yang digunakan untuk terapi pada epidural hematom:

 Diuretik Osmotik

Misalnya Manitol : Dosis 0,5 – 1 gr/ kg BB iv. Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv,
anuria, kongesti paru, dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang
progresiv. Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan
mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan kebutuhan oksigen.

 Antiepilepsi

kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala. Mula-mula berikan diazepam 10 mg iv
perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat
diberikan fenitoin 15 mg/kgBB diberikan iv perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50
mg/menit.

 Analgetik
 Antibiotik

Komplikasi

 Kelainan neurologik (deficit neurologis), berupa sindrom gegar otak dapat terjadi dalam
beberapa jam sampai bebrapa bulan.
 Kondisi yang kacau, baik fisik maupun mental

 Kematian

PROGNOSA

Prognosa biasanya baik, kematian tidak akan terjadi untuk pasien –pasien yang belum
koma sebelum operasi. Kematian terjadi sekitar 9% pada pasien epidural hematom dengan
kesadaran yang menurun. 20% terjadi kematian terhadap pasien – pasien yang mengalami koma
yang dalam sebelum dilakukan pembedahan.

18
Daftar Pustaka

1. Snell R.S. Neurologi Klinik. Editor, Sjamsir, edisi ke dua, cetakan pertama, penerbit buku
kedokteran EGC, Jakarta 1996. hal 521-532.
2. Mardjono M., Sidarta P., dalam Neurologi Klinis Dasar, cetakan kedelapan, Penerbit Dian
Rakyat, Jakarta, 2000. hal 255-256.

3. Sjamsuhidayat.R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi revisi. Jakarta : penerbit
buku kedokteran EGC, 1997

19

Vous aimerez peut-être aussi