Vous êtes sur la page 1sur 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit
autoimun sistemik (Symmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan
multisistem yang etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan
dengan destruksi sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan
peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan sendi
yang simetris (Dipiro, 2008).
Asuhan keperawatan pada pasien reumatoid artritis sangat menentukan
perkembangan pasien ke depannya untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu
dari segi konsep medis yang berkaitan dengan reumatoid artritis. Selanjutnya,
pembahasan asuhan keperawatan yang meliputi, pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas secara lengkap tentang konsep
medis dan asuhan keperawatan yang berkaitan dengan reumatoid artritis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep medis yang berhubungan dengan reumatoid artritis?
2. Apa saja asuhan keperawatan pada reumatoid artritis?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep medis yang berkaitan dengan reumatoid artritis
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien reumatoid artritis

1
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan
“itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi.
Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi (Gordon, 2002).
Menurut American College of Rheumatology (2012), rheumatoid arthritis
adalah penyakit kronis (jangka panjang) yang menyebabkan nyeri, kekakuan,
pembengkakan serta keterbatasan gerak dan fungsi banyak sendi.
Reumatoid artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenarasi jaringan penyambung (Corwin, 2009). Jaringan
penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran
sinovial, yang melapisi sendi.
Reumatoid artritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronis yang tidak
diketahui penyebabnya (Lukman & Ningsih, 2012). Karakteristik RA adalah
terjadinya kerusakan dan proliferasi pada membran sinovial, yang menyebabkan
kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas.
B. Insidensi
Reumatoid artritis terjadi kira-kira 2,5 kali lebih sering menyerang wanita
dari pada pria (Price, 1995). Menurut Noer S (1996) perbandingan antara wanita
dan pria sebesar 3 : 1, dan pada wanita subur perbandingan mencapai 5 : 1. Jadi,
perbandingan antara wanita dan pria kira-kira 1 : 2,5-3. Insiden meningkat dengan
bertambahnya usia, terutama pada wanita. Kecenderungan insoden yang terjadi
pada wanita dan wanita subur diperkirakan karena adanya gangguan dalam
keseimbangan hormonal (estrogen) tubuh, namun hingga kini belum dapat
dipastikan apakah faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
Penyakit ini biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50 tahun, puncaknya
adalah antara usia 40 hingga 60 tahun. Penyakit ini menyerang orang-orang di

2
seluruh dunia, dari berbagai suku bangsa. sekitar satu persen orang dewasa
menderita artritis reumatoid yang jelas, dan dilaporkan bahwa di Amerika Serikat
setiap tahun timbul kira-kira 750 kasus baru per satu juta penduduk (Price, 1995).
C. Etiologi
Penyebab pasti rheumatoid arthritis tidak diketahui, diperkirakan
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor
sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti
bakteri, mikoplasma dan virus. Menurut Smith dan Haynes (2002), ada beberapa
faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita rheumatoid arthritis
yaitu :
1. Faktor genetik
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya rheumatoid
arthritis sangat terkait dengan faktor genetik. Delapan puluh persen orang kulit
putih yang menderita rheumatoid arthritis mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-
DR4 pada MHC yang terdapat di permukaan sel T. Pasien yang mengekspresikan
antigen HLA-DR4 3,5 kali lebih rentan terhadap rheumatoid arthritis.
2. Usia dan jenis kelamin
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita daripada laki-laki
dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini diasumsikan karena pengaruh dari
hormon namun data ini masih dalam penelitian. Wanita memiliki hormon
estrogen sehingga dapat memicu sistem imun. Onset rheumatoid arthritis terjadi
pada orang yang berusia sekitar 50 tahun.
3. Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah terinfeksi secara
genetik. Virus merupakan agen yang potensial memicu rheumatoid arthritis
seperti parvovirus, rubella, EBV, borellia burgdorferi.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu rheumatoid arthritis seperti
merokok.
Ada beberapa teori penyebab rheumatoid arthritis antara lain infeksi
streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus, endokrin, autoimun,

3
metabolik dan faktor genetik serta faktor pemicu lainnya. Pada saat ini,
rheumatoid arthritis diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi.
Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita
(Alamanos dan Drosos, 2005; Rindfleisch dan Muller, 2005).
Berdasarkan buku patofisiologi Corwin (2012), agen pemicu reumatoid
artritis adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi atau mirip
sendi secara antigenik. Biasanya respons antibodi awal terhadap mikroorganisme
diperantarai oleh IgG. Walaupun respons ini berhasil menghancurkan
mikroorganisme, individu yang mengalami RA mulai membentuk antibodi lain,
biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi IgG awal. antibodi yang ditujukan ke
komponen tubuh sendiri ini disebut faktor reumatoid (Reumatoid Factor, RF). RF
menetap di kapsul sendi sehingga meyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan
jaringan. RA diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap penyakit
autoimun. Wanita lebih sering terkena dari pada pria. Ada bukti kuat
menunjukkan bahwa berbagai sitokin, terutama faktor nekrosis tumor alfa (tumor
necrosis factor alpha, TNF-alpha), menyebabkan siklus inflamasi dan kerusakan
sendi (Corwin, 2012).
D. Patofisiologi
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan
komponen self dan non-self. Kasus rheumatoid arthritis sistem imun tidak mampu
lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan sinovial serta jaringan
penyokong lain. Inflamasi berlebihan merupakan manifestasi utama yang tampak
pada kasus rheumatoid arthritis. Inflamasi terjadi karena adanya paparan antigen.
Antigen dapat berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen
endogen (Schuna, 2005). Paparan antigen akan memicu pembentukan antibodi
oleh sel B. Pada pasien rheumatoid arthritis ditemukan antibodi yang dikenal
dengan Rheumatoid Factor (RF). Rheumatoid Factor mengaktifkan komplemen
kemudian memicu kemotaksis, fagositosis dan pelepasan sitokin oleh sel
mononuklear sehingga dapat mempresentasikan antigen kepada sel T CD4+.

4
Sitokin yang dilepaskan merupakan sitokin proinflamasi dan kunci terjadinya
inflamasi pada rheumatoid arthritis seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6. Aktivasi sel T
CD4+ akan memicu sel-sel inflamasi datang ke area yang mengalami inflamasi.
Makrofag akan melepaskan prostaglandin dan sitotoksin yang akan memperparah
inflamasi. Protein vasoaktif seperti histamin dan kinin juga dilepaskan yang
menyebabkan edema, eritema, nyeri dan terasa panas. Selain itu, aktivasi
makrofag, limfosit dan fibroblas juga dapat menstimulasi angiogenesis
(pembentukan pembuluh darah baru) sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi
yang ditemukan pada sinovial penderita RA. Inflamasi kronis yang dialami pasien
rheumatoid arthritis menyebabkan membran sinovial mengalami proliferasi
berlebih yang dikenal dengan pannus. Pannus akan menginvasi kartilago dan
permukaan tulang yang menyebabkan erosi tulang dan akhirnya kerusakan sendi
(Schuna, 2005).
Proses awalnya, antigen (bakteri, mikroplasma atau virus) menginfeksi
sendi akibatnya terjadi kerusakan lapisan sendi yaitu pada membran sinovial dan
terjadi peradangan yang berlangsung terusmenerus. Peradangan ini akan
menyebar ke tulang rawan, kapsul fibroma sendi, ligamen dan tendon. Kemudian
terjadi penimbunan sel darah putih dan pembentukan pada jaringan parut
sehingga membran sinovium menjadi hipertrofi dan menebal. Terjadinya
hipertrofi dan penebalan ini menyebabkan aliran darah yang masuk ke dalam
sendi menjadi terhambat. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan terjadinya
nekrosis
(rusaknya jaringan sendi), nyeri hebat dan deformitas (Schuna, 2005).
E. Gambaran Klinis
Pasien yang mengalami rheumatoid arthritis akan menunjukan tanda dan gejala
seperti (Febriana, 2015) :
1. Nyeri persendian
2. Bengkak (rheumatoid nodule)
3. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4. Terbatasnya pergerakan
5. Sendi – sendi terasa panas

5
6. Anemia
7. Berat badan menurun
8. Kekuatan berkurang
Tanda penting yang pelu diperhatikan (Halim, 2007):
1. Bengkak pada sendi-sendi kecil dan simetris
2. Ekstraartikular:
a. Nodul subkutaneus
b. Efusi pleura
c. Perikarditis
d. Limfadenopati
e. Splenomegali
f. Neuropati
g. Sindrom sjogren
F. Pemeriksaan Diagnostik
Kerusakan sendi pada rheumatoid arthritis (RA) dimulai pada beberapa
minggu setelah onset gejala. Pengobatan yang dilakukan sejak dini dapat
menurunkan progresivitas penyakit. Bukti menunjuk pada suatu “jendela
oportunitas” untuk memulai pengobatan yang dapat mengubah perjalanan
penyakit. Bukti terakhir menunjukkan bahwa jendela ini mungkin berkisar antara
3-4 bulan (NHMRC, 2009). Oleh karena itu, penting sekali untuk mendiagnosis
penyakit dan memulai modifikasi terapi penyakit sesegera mungkin. Diagnosis
rheumatoid arthritis memerlukan sejumlah tes untuk meningkatkan kepastian
diagnosis, membedakannya dengan bentuk artritis yang lain, memprediksi
perkembangan penyakit pasien, serta melakukan monitoring untuk mengetahui
perkembangan penyakit yaitu:
1. Laju endap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan
adanya proses inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA.
Tes ini berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap
pengobatan (NHMRC, 2009).
2. Tes RhF (rheumatoid factor). Rheumatoid Faktor (RF) adalah
imunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG. Sebagaimana ditunjukkan

6
namanya, RF terutama dipakai untuk mendiagnosa dan memantau Rheumatoid
Arthritis (RA). Semua penderita dengan RA menunjukkan antibodi terhadap IgG
yang disebut RF atau antiglobulin (Harti, 2012).Tes ini tidak konklusif dan
mungkin mengindikasikan penyakit peradangan kronis yang lain (positif palsu).
Pada beberapa kasus RA, tidak terdeteksi adanya RhF (negatif palsu). RhF ini
terdeteksi positif pada sekitar 60-70% pasien RA. Level RhF jika dikombinasikan
dengan level antibodi anti-CCP dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit
(NHMRC, 2009).
3. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk
mendiagnosis rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa tes tersebut memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RhF, akan tetapi
spesifisitasnya jauh lebih tinggi dan merupakan prediktor yang kuat terhadap
perkembangan penyakit yang erosif (NHMRC, 2009).
4. Tes hitung darah lengkap biasanya dilakukan untuk mendapatkan
informasi mengenai inflamasi dan anemia yang berguna sebagai indikator
prognosis pasien (NHMRC, 2009).
5. Analisis cairan sinovial. Peradangan yang mengarah pada rheumatoid
arthritis ditandai dengan cairan sinovial abnormal dalam hal kualitas dan
jumlahnya yang meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari sendi
(lutut), untuk kemudian diperiksa dan dianalisis tanda-tanda peradangannya
(Shiel, 2011).
6. X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi adanya
erosi dan memprediksi perkembangan penyakit dan untuk membedakan dengan
jenis artritis yang lain, seperti osteoartritis (Shiel, 2011).
7. MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini jika dibandingkan dengan
X-Ray (Shiel, 2011). USG dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi
adanya cairan abnormal di jaringan lunak sekitar sendi (Shiel, 2011).
8. Scan tulang. Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya inflamasi
pada tulang (Shiel, 2011).
9. Densitometri dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan tulang yang
mengindikasikan terjadinya osteoporosis (Shiel, 2011).

7
10. Tes Antinuklear Antibodi (ANA) (Shiel, 2011).
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri
dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari
klien, serta mencegah dan/atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan itu
meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat-obatan
(Lukman & Ningsih, 2012).
Berdasarkan buku saku patofisiologi Corwin (2009), penatalaksanaan pada
penderita artris reumatoid sebagai berikut:
1. Sendi yang mengalami inflamasi diistirahatkan selama eksaserbasi.
2. Periode istirahat setiap hari
3. Kompres panas dan dingin bergantian.
4. Aspirin, obat anti-inflamasi nonsteroid lainnya, atau steroid sistemik. Terapi
lainnya misalnya terapi emas dapat dicoba.
5. Obat anti-TNF digunakan untuk menghambat inflamasi yang diperantarai
sitokin.
6. Pembedahan untuk mengangkat membran sinovial atau untuk memperbaiki
deformitas.
7. Pengobatan herba dengan khasiat anti-inflamasi telah digunakan pada
beberapa generasi untuk mengurangi gejala artritis reumatoid. Pengobatan ini
meliputi cakar kucing (Uncaria tomentosa), cakar setan (Harpagophytum
procumbens), dan herba cina lei gong teng (Trypterigium wilfordii). Praktisa
harus menanyakan pasien apakah mereka menggunakan obat ini atau obat
bebas lainnya, dan harus memberi tahu pasien tentang kurangnya bukti ilmiah
mengenai mekanisme kerja dan keefektifan klinis herba ini.
H. Prognosis
Diagnosis dan pengobatan yang terlambat dapat membahayakan pasien.
Sekitar 40% pasien rheumatoid arthritis ini menjadi cacat setelah 10 tahun. Akan
tetapi, hasilnya sangatlah bervariasi. Beberapa pasien menunjukkan progresi yang
nampak seperti penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya, sedangkan pasien

8
lain mungkin menunjukkan progresi penyakit yang kronis (Temprano, 2011).
Prognosis yang buruk dapat dilihat dari hasil tes yang menunjukkan adanya
cedera tulang pada tes radiologi awal, adanya anemia persisten yang kronis dan
adanya antibodi anti-CCP (Temprano, 2011). Rheumatoid arthritis yang aktif
terus-menerus selama lebih dari satu tahun cenderung menyebabkan deformitas
sendi serta kecacatan. Morbiditas dan mortalitas karena masalah kardiovaskular
meningkat pada penderita rheumatoid arthritis. Secara keseluruhan, tingkat
mortalitas pasien rheumatoid arthritis adalah 2,5 kali dari populasi umum
(Temprano, 2011). Diagnosis dan pengobatan yang terlambat dapat
membahayakan pasien. Sekitar 40% pasien rheumatoid arthritis ini menjadi cacat
setelah 10 tahun. Akan tetapi, hasilnya sangatlah bervariasi. Beberapa pasien
menunjukkan progresi yang nampak seperti penyakit yang akan sembuh dengan
sendirinya, sedangkan pasien lain mungkin menunjukkan progresi penyakit yang
kronis (Temprano, 2011).
Prognosis yang buruk dapat dilihat dari hasil tes yang menunjukkan
adanya cedera tulang pada tes radiologi awal, adanya anemia persisten yang
kronis dan adanya antibodi anti-CCP (Temprano, 2011). Rheumatoid arthritis
yang aktif terus-menerus selama lebih dari satu tahun cenderung menyebabkan
deformitas sendi serta kecacatan. Morbiditas dan mortalitas karena masalah
kardiovaskular meningkat pada penderita rheumatoid arthritis. Secara
keseluruhan, tingkat mortalitas pasien rheumatoid arthritis adalah 2,5 kali dari
populasi umum (Temprano, 2011).

9
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn. X
Umur/ tgl lahir : 43 tahun/21-08-1970
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Bugis Makassar
Agama : Islam
Status Perkawinan : kawin
Alamat : Jl. Rambutan Komp. Gowa
Sumber Informasi : Pasien dan Istrinya
Ruang rawat : Infection Centre Lt.1
No. Rekam Medik : 675498
Tanggal/jam Masuk : 05/12/2015, 11:36:04
Tanggal/jam Pengambilan data : 06/12/2015, 09:04
Diagnosa masuk : Artritis Reumatoid
Pindahan Dari : Puskesmas gowa
Perawat yang Bertanggung jawab: Perawat Infection Centre Lt.1

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: Nyeri pangkal jari-jari tangan dan ke 2 pergelangan
tangan.
Riwayat keluhan utama: Nyeri pada pangkal jari-jari tangan, dan ke 2
pergelangan tangan sudah berlangsung sejak 4 bulan yang lalu. Nyeri
pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari dengan rentan
nyeri kurang lebih 1 jam.

10
b. Keluhan saat ini: Selain nyeri, pasien mengatakan sendi-sendinya terasa
panas, sendi terasa kaku terutama pada pagi hari, dan bengkak.
c. Riwayat penyakit dahulu: Pasien sebelumnya tidak pernah dirawat di
Rumah sakit, awalnya pasien mengeluh nyeri pada jari-jari tangan sejak 4
bulan yang lalu. Keluhan memberat dirasakan pada tanggal 3 desember
2015, lalu pasien berobat kepuskesmas selanjutnya di rujuk ke RS wahidin
dengan diagnosa reumatoid artritis. Pasien datang diantar istri dengan
keluhan jari-jari tangan dan pergelangan tangan terasa kaku terutama di
pagi hari, sendi terasa panas dan nampak bengkak. Berat badan pasien
sebelum sakit 65 kg. Pasien tidak pernah dioperasi
3. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis, GCS : 15 (E4M6V5), Pasien mengerti tentang
penyakitnya yaitu reumatoid artritis.
4. Kebutuhan Dasar
a. Rasa nyaman nyeri
o Suhu : 370C
o Pasien tampak gelisah, Pasien mengatakan nyeri pada jari-jari tangan
dan pergelangan tangan, disertai rasa kaku yang semakin parah di
pago hari.
o Skala nyeri VAS: 6.
b. Nutrisi
o TB : 165 cm. BB : 48 kg. IMT: 17,6 (kurus)
o Kebiasaan makan : 3x/hari, kadang 2x/hari secara teratur, pasien
mengatakan nafsu makan menurun
o Tidak nampak adanya stomatitis
o Tidak nampak dan tidak teraba adanya pembesaran tyroid
o Pasien tidak menggunakan gigi palsu
o Lidah tampak bersih
o Peristaltic usus terdengar 6x/menit
o Pasien mengatakan makanan yang disukai nasi dan ayam
c. Cairan

11
o Kebiasaan minum : 3-5 gelas atau 600-1000 ml/hari (air putih). 2
gelas susu atau 400ml/hari.
o Kulit pasien nampak lembab
o Turgor kulit pasienelastis
o Pengisian kapiler:< 2 detik
o Konjungtiva berwarna pink
o Sclera tampak berwarna putih bersih
o Nampak pembengkakan pada sendi jari-jari tangan
o Tidak teraba adanya distensi vena jugularis
o Tidak nampak adanya asites
d. Aktivitas dan Latihan
o Aktivitas waktu luang : selama pasien dirawat di rumah sakit pasien
hanya berbaring lemah diatas
o Pasien tampak lemah
o Pasien mengalami kesulitan dalam menggerakkan tangan dan jari-
jarinya
o Kekuatan otot : 55
4
o Postur tubuh tampak tremor
4
o Pasien mengalami keterbatasan dalam bergerak
o Pasien tidak pernah di amputasi
o Tidak menggunakan alat bantu gips/ traksi/ kruk
o Pelaksanaan aktivitas sebagian dibantu oleh perawat atau istri pasien
o Klien mengatakan sendi jari-jari tangan dan pergelangan terasa kaku,
terutama pada pagi hari
o Pada jari-jari tangan terlihat bengkak
e. Eliminasi
o Kebiasaan BAB : 1x/hari
o Kebiasaan BAK : 3-4x/ hari
o Pasien tidak menggunakan laxsan maupun diuretic

12
o Peristaltik usus 6x/menit, tidak kembung, tidak hiperperistaltik, tidak
ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada massa, tidak terpasang
kateter urin.
f. Oksigenasi
o HeartRate (HR) : 68x/menit / regular / arteri radialis
o Blood Preasure (BP): 110/70 mmhg
o Respiration Rate: (RR) : 24x/menit
o Bunyi jantung murni regular, tidak ada bunyi tambahan(murmur
ataupun gallop)
o Tidak terpasang WSD
o Riwayat penyakit: Pasien sudah merokok selama 29 tahun, 2
bungkus/hr. Pasien tidak memiliki riwayat Hipertensi, kolesterol, dan
diabetes.
o Pelaksanaan aktifitas di bantu secara parsial.
g. Tidur dan istirahat
o Kebiasan tidur: malam hari
o Lama tidur: siang: 2 jam, malam: 4 jam
o Pasien biasa susah tidur sejak mulai merasakan nyeri
h. Pencegahan terhadap bahaya
o Tidak ada refleksi ataupun kelumpuhan
o Tidak ada masalah penglihatan, penciuman
o Terdapat masalah perabaan, tangan dan jari-jari pasien kesulitan untuk
meraba karena bengkak disertai nyeri dan kaku
i. Neurosensoris
o Pasien tidak pusing, tidak ada gejala stroke, tidak kejang
o Status mental: terorientasi baik waktu, tempat ataupun orang
o Kesadaran: composmentis
o Memori: pasien masih mengingat saat ini dan yang lalu.
o Pasien tidak menggunakan kaca mata, tidak menggunakan alat bantu
dengar
o Ukuran/reaksi pupil: bermiosis OD: 2,5 mm OS: 2,5 mm

13
o Pasien kebas.kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan
j. Keamanan
o Pasien tidak memiliki alergi
o Tidak ada riwayat penyakit hubungan seksual
o Pasien tidak pernah transfuse darah
o Tidak ada riwayat kecelakaan, tidak fraktur, tidak ada masalah
punggung, tidak ada perubahan pada tahi lalat dan tidak ada
pembesaran nodus.
k. Seksualitas
o Pasien tidak aktif melakukan hubungan seksual, tidak menggunakan
kondom. Terdapat perubahan terakhir dalam frekuensi/minat.
o Tidak ada masalah seksual
o Tidak ada rabes penis. Terdapat gangguan prostat dalam pemeriksaan
USG
o Pasien sirkum, tidak vasektomi
l. Keseimbangan dan Peningkatan Hubungan Resiko Serta Interaksi Sosial
o Lama perkawinan: 2 tahun, hidup dengan istri dan anak
o Pasien tidak stress.
o Orang pendukung lain: keluarga dan tetangga
o Peran dalam struktur keluarga: kepala keluarga
o Tidak ada masalah dengan psikologis dan sosiologis
o Pasien tidak menggunakan alat bantu dengar, tidak ada laringetomi
o Komunikasi dengan keluarga dan orang lain lancer
o Siritual: dibantu dalam beribadah
o Kegiatan keagamaan: sholat dan berdzikir
5. Penyuluhan dan Pembelajaran
a. Bahasa dominan: klien tidak buta huruf, tidak ada keterbatasan kognitif
b. Informasi yang telah disampaikan
o Pengaturan jam besuk
o Tim/petugas yang merawat

14
o Hak dan kewajiban pasien
o Cuci tangan, cara pembuangan sampah serta cara pemakaian masker
c. Masalah yang telah dijelaskan
o Perawatan diri di rumah sakit
o Tidak ada riwayat pengobatan, obat tanpa resep, tidak menggunakan
obat-obatan bebas seperti obat jalanan/jamu
d. Faktor resiko keluarga:
Tidak ada factor resiko keluarga
6. Data Genogram

GI

66 64 64

68

GII
43 41 39 37 34
5
69
43 34

1
G III

G IV
Keterangan :
: laki-laki : Garis perkawinan
: Perempuan : Garis keturunan
: Pasien : Garis serumah

15
: Meninggal
Keterangan Generasi:
GI : Kakek dan nenek klien meninggal karena faktor yang tidak diketahui
pasti penyebab meninggalnya
G II : Paman dan tante pasien meninggal karena faktor usia pasien tidak
mengetahui pasti penyebab meninggalnya
Ayah dan ibu pasien masih hidup dan sehat
G III : Kelima saudara pasien masih hidup dan sehat wal afiat
Pasien dirawat di RS Wahidin Ruang IC lt 1 dengan diagnose reumatoid
artritis. Istri klien sehat wal afiat dan sekarang menjaga pasien di RS
GIV : Anak pasien sehat dan berada di rumah dijaga oleh keluarga pasien
Kesimpulan: Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama
Tidak ada riwayat genetik
Anak klien resiko terkena reumatoid artritis
7. Data Pemeriksaan Penunjang
a. Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
b. Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
c. Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus
khas.
d. LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali
normal sewaktu gejala-gejala meningkat
e. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
f. SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
g. JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
h. Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
sebagai penyebab AR.
i. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

16
j. Scan radionuklida : identifikasi peradangan synovium
k. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
l. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih
besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon
inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
m. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
8. Penyimpangan KDM

Stimulasi antigen
Sel T Aktif
Beban berlebihan Immobilisasi
Proliferasi sel T & Sel B

Antibodi/ sel-sel plasma Stress mekanik Cidera kartilago

Kompleks imun:
Elastisitas berkurang
antigen-antibodi  Peningkatan
permeabilitas
Penyempitan rongga
Pengendapan kapiler
kompleks imun  Vasodilatasi
Degenerasi kartilago
Edema
Reaksi inflamasi
artikuler
Pelepasan mediator kimia
fagositosis Kerusakan mobilitas fisik

Prostaglandin, bradikinin,
Enzim kolagenase Perawatan diri tidak
histamin
adekuat
Memecah kolagen
Merangsang nosiseptor
Kurang perawatan diri
 Edema
Diteruskan kesaraf aferen
 Proliferasi
Ketidakmampuan
membran sinusoid
Kepintu spinal cord melakukan AKS
 Pembentukan
pannus perubahan peran
 Penghancuran Diteruskan kepusat relai
kartilago (Thalamus )
Gangguan
vaskularisasi
Dipersepsikan
Nyeri
Kerusakan 17 dicortex cerebri
integritas kulit
9. Pengkajian Fisik
a. Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala : Normal
Terdapat lesi/luka : Tidak terdapat lesi
Palpasi
Terdapat nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri tekan
Keadaan rambut : Baik
Kebersihan rambut : Bersih
b. Mata
Inspeksi
Keadaan kelopak mata : Normal
Sclera : Putih jernih
Kongjung tiva : Pucat
Reflex cahaya pupil : Tidak normal
c. Telinga
Inspeksi
Bentuk/ukuran : Normal
Terdapat pengeluaran : Tidak terdapat pengeluaran
Kebersihan telinga : Bersih
Palpasi
Terdapat nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri tekan
Fungsi pendengaran : Baik
d. Hidung
Inspeksi
Bentuk dan ukuran : Normal
Terdapa tpengeluaran : Tidak terdapat pengeluaran
Kebersihan hidung : Bersih
palpasi
Terdapat nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri tekan
e. Mulut Dan Gigi

18
Inspeksi
Warna bibir : Pucat
Jumlah gigi yang utuh : 24
Jumlah gigi yang caries : Tidak di ketahui
Jumlah gigi yang tercabut : 8
Keadaan lidah : Bersih
Bau mulut : Tidak berbau
Keadaan gusi : Mudah berdarah
Terdapat sariawan : Tidak terdapat sariawan
f. Leher
Palpasi
Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak terdapat pembesaran kelenjar
Pembesaran kelenjar gondok : Tidak terdapat pembesaran kelenjar
g. Dada
Inspeksi
Bentuk : Normal
Palpasi
Kesemetrisan dada : Tidak simetris
h. Abdomen
Inspeksi
Pembesaran abdomen : Tidak terdapat pembesaran abdomen
Palpasi
Terdapat nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri tekan
Auskultasi
Bising usus : Normal
i. Ektremitas
Ektremitas Atas
Inspeksi
Terdapat edema : terdapat edema
Terdapat pembesaran abnormal : terdapat pembesaran
palpasi

19
Terdapat nyeri tekan : terdapat nyeri tekan
Capillary refile time : 2 detik, normal
EktremitasBawah
Inspeksi
Terdapat edema : Tidak terdapat edema
Terdapat pembesaran abnormal : Tidak terdapat pembesaran
Palpasi
Terdapat nyeri tekan/lesi : Tidak terdapat nyeri tekan
B. Klasifikasi Data
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Klien mengatakan nyeri pada 1. Ekspresi wajah meringis.
pergelangan kedua tangan dan 2. Skala nyeri 6 (0-10) nyeri
jari-jari tangan. sedang.
2. Klien mengatakan nyeri seperti 3. Ada oedema, kemerahan, dan
ditusuk-tusuk. kulit teraba panas pada area
3. Klien mengatakan nyeri timbul tangan.
terutama pada pagi hari saat 4. TTV:
bangun tidur. Nadi : 68x/menit / regular
TD : 110/70 mmhg
Respirasi: 24x/menit

C. Analisa Data
No Data focus Etiologi Masalah
1. DS: Stimulasi antigen Nyeri
- Klien mengatakan nyeri
pada pergelangan kedua Sel T Aktif
tangan dan jari-jari
tangan Proliferasi sel T & Sel B
- Klien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk. Antibodi/ sel-sel plasma

20
- Klien mengatakan nyeri
timbul terutama pada Kompleks imun: antigen-
pagi hari saat bangun antibodi
tidur.
- Klien mengatakan nyeri Reaksi inflamasi
bertambah saat
bergerak. Pelepasan mediator kimia
- Klien mengatakan nyeri (Prostaglandin, bradikinin,
hilang timbul Histamin)
- Klien mengatakan sendi
pergelangan kedua Merangsang nosiseptor
tangan dan jari-jarinya
terasa kaku Diteruskan kesaraf aferen
- Klien mengatakan nyeri
timbul karena kakinya Kepintu spinal cord
bengkak.
DO: Diteruskan kepusat relai
- Ekspresi wajah (Thalamus )
meringis.
- Skala nyeri 6 (0-10) Dipersepsikan dicortex
nyeri sedang. cerebri
- Ada oedema,
kemerahan, dan kulit
teraba panas pada area Nyeri
tangan.
DO:
2. - Klien mengatakan Kerusakan

terasa kaku pada sendi Degenerasi kartilago mobilitas

pergelangan kedua artikuler fisik


tangannya
- Klien mengatakan

21
sangat sulit meraba Pelepasan mediator kimia
- Klien mengatakan bila (Prostaglandin, bradikinin,
bergerak tangannya Histamin )
bertambah nyeri
DS: Peningkatan permeabilitas
- Klien tampak berhati- kapiler - Vasodilatasi
hati bergerak.
- Status fungsional (katz Edema, nyeri bila bergerak
indeks AKS) B:
kemandirian dalam Kerusakan mobilitas fisik
semua hal kecuali
mobilisasi.
- ROM terbatas pada
pergelangan tangan
kanan dan tangan kiri
karena nyeri.
- Skala kekuatan otot
5555 5555
4444 4444
- Tangan klien gemetar
saat memegang sesuatu
DS:
- Klien mengatakan pagi
ini belum mandi (tgl
3. 06/12/015). Defisit
- Klien mengatakan perawatan
kesulitan saat mandi. diri
DO:
- Rambut tampak acak-
acakan.
- Penampilan tidak rapih.

22
- Tercium bau badan
klien.
- Kuku panjang dan
kotor.
- Frekuensi mandi 2
kali/hari namun kurang
bersih.
Kerusakan mobilitas fisik

Perawatan diri tidak adekuat

Defisit perawatan diri

23
E. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperatawatan Tgl di temukan Tgl teratasi
1. Nyeri b/d distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi,
destruksi sendi.
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d
ketidaknyamanan intoleransi aktivitas.
3. Defisit perawatan diri b/d kerusakan
muskuloskeletal

24
F. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Kritreia evaluasi Rencana tindakan Rasional
1 Nyeri b/d distensi Setelah dilakukan 1. Berikan massase yang 1. Meningkatkan relakasasi,
jaringan oleh tindakan keperawatan lembut . mengurangi nyeri.
akumulasi cairan/ 1x24 jam diharapkan klien 2. Dorong untuk sering 2. Mencegah terjadinya kelelahan
proses inflamasi, dapat, menghilangkan mengubah posisi, bantu umum dan kekakuan sendi,
destruksi sendi. nyeri klien. untuk bergerak di tempat mengurangi gerakan/ rasa sakit.
tidur, sokong sendi yang 3. Rasa dingin dapat mengilangkan
sakit di atas dan di nyeri dan bengkak selama
bawah, hindari gerakan periode akut.
yang menyentak. 4. Meningkatkan relaksasi,
3. Berikan kompres dingin mengurangi tegangan
jika dibutuhkan. otot/spasme, memudahkan untuk
4. Beri obat sebelum ikut serta dalam terapi.
aktivitas/latihan yang
direncanakan sesuai
petunjuk.
2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Bantu dengan rentang 1. Mempertahankan/meningkatkan
mobilitas fisik b/d tindakan keperawatan gerak aktif/pasif, fungsi sendi, kekuatan otot, dan

25
ketidaknyamanan selama 1x24 jam sedemikian juga latihan stamina umum.
intoleransi diharapkan: masalah resistif dan isometris jika 2. Memaksimalkan fungsi sendi,
aktivitas. intoleransi aktivitas dapat memungkinkan. dan mempertahankan mobilitas.
teratasi 2. Dorong pasien 3. Meningkatkan stabilitas
mempertahankan postur (mengurangi resiko cedera) dan
tegak dan duduk tinggi, mempertahankan posisi sendi
berdiri, dan berjalan. yang diperlukan dan kesejajaran
3. Posisikan dengan bantal, tubuh, mengurangi kantraktor.
kantung pasir, gulungan 4. Mungkin dibutuhkan untuk
trokanter, bebat, brace. menekan sistem inflamasi akut
4. Kolaborasi: berikan obat-
obatan sesuai indikasi
(steroid)
3 Defisit perawatan diri b/d Setelah dilakukan 1. Kaji hambatan terhadap 1. Menyiapkan untuk meningkatkan
kerusakan muskuloskeletal perawatan 1x24 jam, partisipasi dalam kemandirian yang akan
defisit perawatan diri perawatan diri. meningkatkan harga diri.
dapat terkontrol yaitu: Identifikasi/ rencana 2. Mendukung kemandirian
Klien dapat melaksanakan untuk ,modifikasi fisik/emosional.
aktivitas perawatan diri lingkungan. 3. Berguna untuk menentukan alat

26
pada tingkat yang 2. Pertahankan mobilitas, bantu untuk memenuhi
konsisten dengan kontrol terhadap nyeri kebutuhan individual. Misalnya,
kemampuan individual. dan program latihan. memasang kancing,
3. Kolaborasi: konsul menggunakan alat bantu
dengan ahli terapi memakai sepatu,
okupasi. menggantungkan pegangan
4. Kolaborasi: atur evaluasi untuk mandi pancuran.
kesehatan di 4. Mengidentifikasi masalah-
rumah sebelum masalah yang mungkin dihadapi
pemulangan dengan karena tingkat kemampuan
evaluasi setelahnya. aktual.

27
G. Implementasi
No. Hari, Implementasi Nama Jelas
Dx Tanggal;
Waktu
Selasa, 15
april 2014
 Mengkaji Skala nyeri
1 09.02 Hasil : skala nyeri 6.
 Memberikan masase lembut pada
klien tangan, dan kaki klien.
1 09.09 Hasil : Pasien nyaman setelah di
masase.
2 09.14  Kolaborasi: memberikan obat sesuai
indikasi (steroid)
Hasil : Pasien memakan obat yang
telah disiapkan.
 Mengajarkan pasien
mempertahankan postur tegak dan
2 09.22

28
duduk tinggi, berdiri, dan berjalan.
Hasil : Pasien mengerti dan mau
melakukan apa yang dianjurkan
 Memberikan terapi okupasi kepada
pasien untuk membantu pasien aktif
3 09.53 dalam kegiatan latihan tertentu
Hasil: pasien melakukan terapi
dengan senang hati.
 Membantu pasien melakukan gerak
aktif/pasif untuk melatih kemampuan
alat gerak
2 10.32 Hasil : Pasien masih Dibantu dalam
Melakukan Aktivitas khususnya yang
berhubungan dengan alat gerak atas.
 Mengajarkan pasien melakukan
kontrol terhadap nyeri.
Hasil : Pasien menerima anjuran dan
mengatakan akan mengikuti
3 11.12

29
 Mengajarkan pasien untuk rutin mengubah
posisi pada waktu tidur untuk menghindari
kekakuan sendi
Hasil : Pasien menerima anjuran dan
1 12.00 mengaplikasikannya
 Memberikan obat alternatif yang
diresepkan dokter
-Klorokin: 1 x 250 mg/hari
-Salazopirin: 3 x 500 mg/hari
13.00

H. Evaluasi
No. Hari,Tanggal;
Evaluasi Paraf
Dx Jam

30
1 Senin 7 S : Pasien mengatakan sudah mampu
Desember mengontrol nyeri.
2015, O : skala nyeri : 5
Jam 14.10 A : Masalah nyeri sedikit teratasi
P : Modifikasi Intervensi
 Kaji selalu skala nyeri.
 Penatalaksanaan pemberian obat
analgesik.

31
2 Senin,7 S : pasien mengatakan masih kesulitan
desember menggerakkan ke dua tangannya
2015. terutama di pagi hari.
Jam 14.16 O : Pasien tampak membatasi gerakan
tangannya karena,
A : Masalah kerusakan mobilitas fisik
belum teratasi
P : Modifikasi Intervensi
 meningkatkan aktivitas yang
dapat membantu pasien untuk
mengontrol dan meningkatkan
pergerakan tangan.
 Intervensi tetap dipertahankan.

32
No. Hari,Tanggal;
Evaluasi Paraf
Dx Jam
3 Senin 7 S : Pasien mengatakan kesulitan untuk
Desember melakukan perawatan sendiri, dan
2015, masih harus dibantu.
Jam 14.17 O : Pasien aktif membersihkan dirinya
(mandi).
A : Masalah perawatan sedikit teratasi
P : Modifikasi Intervensi
 Intervensi dilanjutkan

33
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan
“itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi.
Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi (Gordon, 2002).

Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengundang
kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

34
DAFTAR PUSTAKA

Lukman & Ningsih, Nurma. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Corwin, J Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Mubin, A.Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Febriana. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Rheumatoid Artritis
Ankle Billateral di RSUD Saras Husada Purworejo. Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Jawa Tengah
Harti, Agnes Sri & Yuliana, Dyah, “Pemeriksaan Rheumatoid Factor pada
Penderita Rheumatoid Artritis.

35

Vous aimerez peut-être aussi