Vous êtes sur la page 1sur 18

BAKTERIOLOGI II

“Bakteri Penyebab Pada Sistem Saraf”

Kelompok 12 :
Dzikri Khoirul U. (P27903116008)
Febri Ayu N (P27903116010)
Siti Astari Fadilah (P27903116036)
Siti Suherna (P27903116037)

TLM 1-A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BANTEN
JURUSAN AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
2017
Bakteri Penyebab Infeksi pada Sistem Syaraf

1) MENINGITIS
Meningitis adalah komplikasi meningokoksemia yang paling umum
dan merupakan peradangan pada membrane meningeal yang mengelilingi
otak. Meningitis, paling umum terjadi pada anak-anak, terutama dalam 5
tahun pertama kehidupan.

Gambar 1. Penyakit Meningitis


a. Gejala
 Sakit kepala
 Fotofobia
 Demam
 Kekakuan leher
 Nafsu makan buruk atau umumnya lemah, lesu, tidak bahagia
(anak-anak yang lebih kecil).
 Penurunan kesadaran : pertimbangan ensefalitis.
b. Tanda
 Kekakuan leher
 Tanda kering ( ekstensi lutut yang fleksi menyebabkan nyeri dan
resistensi terhadap gerakan).
 Tanda Brudzinski (fleksi leher pasif menebabkan kedua panggul
dan lutut fleksi)
 Fontanel menonjol (bayi)
c. Komplikasi
 Kehilangan pendengaran
 Efusi subdural.
 Infark serebral
 Hidrosefalus

d. Pengobatan
 Penanganan agresif secepatnya dengan penisilin G kristaline IV
dosis tinggi 50.000 unit.kg tiap 4 jam, biasanya dianjurkan untuk
perawatan meningitis N. meningitidis.
 Kloramfenikol bisa digunakan menggantikan penisilin G.
beberapa sefalosporin generasi ketiga (seperti, sefotaxime) telah
diterima penggunaannya untuk meningitis dan merupakan
alternatif yang bisa diterima untuk penisilin G
 Pasien dewasa sebaiknya menerima rifampin 600 mg oral tiap 12
jam untuk empat dosis. Anak usia 1 bulan sampai 12 tahun
sebaiknya menerima 10 mg/kg rifampin oral tiap 12 jam untuk
empat dosis, dan bayi dibawah 1 bulan sebaiknya menerima 5
mg/kg oral tiap 12 jam selama 12 jam dalam empat dosis.

e. Agen penginfeksi
Meningitis dapat disebabkan oleh bekteri, virus (paling umum)
atau jamur
o Viral pathogen : enterovirus (coxsackievirus,virus polio dan
Enterovirus ), varicella zoster virus (VZV) dan hospes
simplex virus (HSV) (tipe 1dan 2)
o Bakteri pathogen : bervariasi menurut umur
Table 1. Bakteri Penyebab meningitis
UMUR PATOGEN
<1 bulan Streptococcus grup B
Escherichia coli
Listeria monocytogenes
1 bulan sampai 15 tahun Streptococcus pneumuniae
Neisseria meningitidis
Haemophilus influenza (tipe b)
Dewasa (>15 tahun) Streptococcus pneumuniae
Neisseria meningitidis
Dewasa yang lebih tua (>55 tahun ) Streptococcus pneumuniae
Neisseria meningitidis
Listeria monocytogenes

Neisseria meningitidis lazim disebut meningkokus. Bakteri


ini menyebabkan meningitis, terutama pada anak-anak.
Meningkokus adalah bakteri diplokokus Gram Negataif. Tumbuh
dengan baik pada media agar coklat atau thayer martin yang di
inkubasi pada suhu 37o c dalam lingkungan 5% c02.
Spesimen dapat diambil dari usap tenggorokan, darah atau
cairan serebrospinal yang harus segera di tanam dalam
pembenihan. Biakn murni dari darah atau cairn cerebrospinal
memberikan hasil reaksi biokimia spesifik, yaitu glukosa (+),
maltosa (+) dan sukrosa (-) pada medium Cysteine-Trypticse-Agar.
Tes oksidase positif.

Gambar 2. N.Meningtidis pada Media Thayer Martin


f. Karakteristik
Bakteri Neisseria meningitis (meningokokus) memiliki ciri
identik pada warna dan karakteristik morfologinya dengan Neisseria
gonorrhoeae. Ciri khas bakteri ini adalah berbentuk diplokokus gram
negative, berdiameter kira-kira 0,8 μm. Neisseria meningitis tidak
bergerak (nonmotil) dan tidak mampu membentuk spora. Masing-
masing dari kokusnya berbentuk seperti ginjal dengan bagian yang
rata atau cekung berdekatan. Bakteri meningokokus ini dapat
mengalami otolisis dengan cepat, hal ini khususnya dalam lingkungan
alkali. Bakteri N. meningtidis ini memiliki enzim oksidase.
mikroorganisme ini paling baik tumbuh pada perbenihan yang
mengandung zat-zat organik yang kompleks (misalnya : darah atau
protein binatang dan dalam atmosfer yang mengandung CO2 5 %).
Meningitidis adalah aerobik yang dapat menghasilkan kapsul
polisakarida dan enzim oksidase. Penyebaran bakteri ini umumnya
melalui pernapasan atau respirasi. Endotoksin yang dihasilkan N.
meningitidis dapat masuk ke dalam pembuluh darah dan
menyebabkan pendarahan akibat kerusakan pembuluh darah. Bila
ditanam pada perbenihan yang diperkaya (misalnya Mueller Hinton,
dimodifikasi oleh Thayer Martin), dalam 48 jam Gonokokus dan
Meningokokus akan membentuk koloni mukoid, cembung, mengkilat
dan mennonjol.
Struktur koloni bakteri ini terdiri dari minimal 8 golongan
sero menigokokus (A, B, C, D W-135, X, Y dan Z). Golongan telah
dikenal melalui kekhusuan imunologi dari masing-masing kapsul
polisakaridanya. Pada polisakarida golongan A adalah suatu polimer
dari suatu N-asetilmanosamin fosfat. Sedangkan polisakarida
golongan C adalah suatu polimer dari asam N asetil O
asetineuraminat.
Untuk antigen meningokokus ini dapat ditemukan dalam
darah dan cairan serebrospinal. Pada belahan dunia bagian barat
penyakit meningitis yang disebabkan oleh N. meningitidis ini
terutama disebabkan oleh meningokous golongan B, C, W-135 dan
Y, sedangkan di afrika penyakit ini disebabkan oleh golongan A.
Pada nucleoprotein meningokokus (zat P) memiliki beberapa efek
toksik untuk manusia namun hal ini tidak spesifik untuk organisme
ini.

g. Cara Penularan
Hospes dari meningokokus adalah pada manusia. Nasofaring
adalah pintu masuk mikroorganisme ini. Meningokokus melekat pada
sel-sel epitel dengan bantuan pili. Telah terbukti bahwa tidak
didapatkan adanya host antara, reservoar atau transmisi dari hewan ke
manusia pada infeksi oleh bakteri N. meningitidis. Nasofarings
merupakan reservoar alami bagi meningococcus. Transmisi dari
kuman tersebut terjadi lewat saluran pernafasan (airbone droplets),
serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi recruit training. Pada
suatu studi bahwa sebagian besar partikel dari droplet saluran nafas
mengandung meningococcus. Bakteri ini bisa didapatkan pada kultur
pada nasofaring dari manusia sehat, keadaan ini disebut carrier.
Dari nasofarings, organisme ini dapat mencapai aliran darah,
menyebabkan bakterimia (meningokoksemia) dengan demam tinggi
dan ruam hemoragik. Bakterimia oleh neiserria mudah timbul karena
tidak adanya antibody yang bersifat bakterisidal (IgG) atau dengan
hambatannya oleh suatu antibody IgA penghambat. Meningitis ini
adalah komplikasi meningokosemia yang paling sering.

h. Uji laboratorium diagnostik


1. Apusan
Apusan pewarna gram sedimen cairan spinal yang
disentrifugasi atau aspirat petekle sering menunjukkan neisseria
tipikal diantara leukosit PMN atau ektrasel.
2. Kultur
Medium kultur tanpa sodium polyanethol sulfone
membantu dalam kultur spesimen darah. Spesimen cairan
serebrospinal ditanam pada agar cokelat dan diinkubasi pada
suhu 37oc. Cairan spinal yang baru diambil dapat diinkubasi
secara langsug pada suhu 37oc jika medium kultur agar tidak
segera tersedia. Medium thayer martin yang dimodifikasi
dengan antibiotik (vankomisin, kolistin, amfoserisin) mendukung
pertumbuhan neisseria, mengambat banyak bakteri lainnya, dan
digunakan untuk kultur nasofaring. Koloni yang diduga nesseria
pada medium solid, terutama pada kuktur campuran, dapat
diindentifikasi dengan pewarnaan gram dan tes oksidase. Cairan
spinal dan darah umumnya menghasilkan kultur murni yang
dapat diidentifikasi lebi lanjut dengan reaksi oksidatif
karbohidrat dan aglutinasi dengan serum tipe khusus atau
polivalen.

3. Serologi
Antibodi terhadap polisakarida meningkokus dapat
diukur dengan aglutnasi lateks atau uji hemaglutinasi atau melalu
aktivitas bakterisidalnya.

2) Botulisme
Paralisis flaksid disebabkan oleh produksi toksin botulinum.
Botulisme merupakan kondisi keracunan serius yang disebabkan oleh
racun yang dihasilkan bakteri Clostridium botulinum. Kondisi ini cukup
langka, tapi racun yang dihasilkan oleh bakteri ini dikenal sebagai salah
satu racun yang paling berbahaya dan mematikan.
Racun yang dihasilkan bakteri ini menyerang sistem saraf seperti
otak, tulang belakang, saraf lainnya, dan menyebabkan kelumpuhan otot.
Kelumpuhan yang terjadi bisa menyerang otot-otot yang mengendalikan
pernapasan, ini bisa mematikan dan harus segera mendapatkan
penanganan. Bakteri ini biasanya bisa masuk ke dalam tubuh melalui
makanan maupun melalui luka pada tubuh
Berdasarkan penyebabnya, berikut ini adalah ketiga jenis
botulisme:
 Botulisme keracunan makanan. Botulisme yang muncul akibat
konsumsi makanan kalengan rendah asam seperti buncis, jagung dan
bit yang menjadi tempat berkembangnya bakteri Clostridium
botulinum. Jika seseorang mengonsumsi makanan yang mengandung
racun penyebab botulisme, maka racun tersebut akan mengganggu
fungsi saraf sehingga mengakibatkan kelumpuhan.
 Botulisme luka. Botulisme yang muncul karena luka pada penderita
terinfeksi bakteri Clostridium botulinum. Bakteri yang berada di
dalam luka kemudian berkembang biak dan memproduksi racun
penyebab botulisme.
 Botulisme bayi. Botulisme ini terjadi ketika bayi menelan spora
bakteri Clostridium botulinum. Spora-spora bakteri Clostridium
botulinum (biasanya terdapat pada tanah atau madu) yang tertelan
oleh bayi ini akan berkembangbiak dan memproduksi racun pada
saluran pencernaan. Biasanya terjadi pada bayi di bawah usia satu
tahun.

a. Patofisiologi
 Spora C.botulinum menontaminasi tanah dan bahan makanan
serta dapata bertunas dan menghasilkan toksin dalam
lingkungan
 C.botulinum menghasilkan neurotoksin yang mencegah
pengikatan asetilkolin dengan membran terminal neuron
 Hal ini untuk mecegah propagasi potensial aksi dan sehingga
kontraksi otot tidak dapat terjadi.
b. Gejala
 Botulisme keracunan makanan: kesulitan menelan dan
berbicara, mulut kering, otot wajah lemah, gangguan
penglihatan, kelopak mata lemas (terkulai), kesulitan bernafas,
mual, muntah, kram perut dan lumpuh.
 Botulisme luka: kesulitan menelan dan berbicara, otot wajah
lemah, gangguan pengelihatan, kelopak mata lemas (terkulai),
kesulitan bernafas, lumpuh.
 Botulisme bayi: Sembelit, kesulitan mengontrol kepala, gerak
tubuh tidak bertonus (tidak ada tegangan otot, seperti boneka
kain), menangis lemah, mudah marah, sering mengeluarkan
air liur, kelopak mata lemas terkulai, kelelahan, kesulitan
untuk menyedot atau makan, lumpuh
c. Komplikasi
 Gangguan pernapasan.
 Kesulitan berbicara.
 Sulit menelan.
 Merasa lemah terus menerus.
 Nafas menjadi pende
d. Pengobatan
 Pemberian antitoksin. Pada penderita botulisme keracunan
makanan atau botulisme luka, biasanya dokter akan
menyuntikkan obat antitoksin untuk mengurangi risiko
komplikasi. Antitoksin dengan jenis imun globulin botulisme
biasanya diberikan untuk mengobati botulisme bayi.
 Pemberian antibiotik. Prosedur ini direkomendasikan hanya
untuk penderita botulisme luka, karena antibiotik justru
mempercepat pelepasan racun.
 Alat bantu pernapasan. Alat ini akan dipasang oleh dokter
jika penderita mengalami kesulitan bernapas.
 Rehabilitasi. Kelumpuhan pada penderita botulisme bisa
sembuh secara bertahap. Penderita membutuhkan terapi untuk
membantu proses pemulihan berbicara, menelan, dan fungsi
tubuh yang terkena dampak botulisme.
e. Agen penginfeksi
Clostridium botulinum tersebar secara luas di alam,
kadang-kadanga ada di feces hewan. Terdapat 6 tipe berdasarkan
toksin, yaitu A,B.C,D,E,F pada manusia didapatkan jtipe A,B
dan E. bakteri ini biasanya tidak menyebabkan infeksi pada luka
akan tetapi menyebabkan keracunan makanan oleh toksin yang
termakan bersama makanan. Kerja toksin adalah memblokir
pembentukan atau pelepasan acetyl colin pada hubungan saraf
otot sehingga terjadi kelumpuhan otot.
C.botulinum bersifat obligat anaerob, memiliki spora
subterminal, sangat proteolitik, tidak sakarolitik. Pada perbeihan
agar kuning telur (egg yolk agar), bakteri ini menunjukkan
koloni yan khas, yaitu terlihat lapisan putih mutiara (pearly
layer) menutupi koloni bakteri (pemecahan lipoid oleh lipase).

f. Karakteristik
Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik, gram
positif, membentuk spora, dan relatif besar. Sel vegetatif C.
botulinum berbentuk batang dan berukuran cukup besar untuk
ukuran bakteri. Panjangnya antara 3 μm hingga 7 – 8 μm.
Lebarnya antarat 0,4 μm hingga 1,2 μm. Pada pengecatan g
Gram, C. botulinum yang mengandung spora bersifat Gram
positif, sedangkan C. botulinum yang tidak mengandung spora
bersifat gram negatif. Namun, C. botulinum termasuk bakteri
Gram positif. C. botulinum bersifat motil atau dapat bergerak
dengan flagel yang berbentuk peritirik.
Gambar 3. Bakteri C.botulinum
g. Cara Penularan
Clostridium botulinum tersebar luas di seluruh dunia.
Botulinus terdapat dalam bentuk bakteri dan spora di dalam tanah,
sedimen dilaut, permukaan buah dan sayur, di usus mamalia dan
ikan dan di insang dan vixcera dari kerang-kerangan, kepiting.
Karena spora botulinum, terdapat didalam tanah dan sedimen di
dasar laut. Spora ini dapat berakhir di usus dari binatang yang
memakan rumput dan ikan, kemudian memasuki rantai makanan
manusia.
Botulisme pada bayi disebabkan tertelannya bakteri itu, dan
bukan tertelannya racun. Terdapat tiga tipe keracunan menurut
cara terjangkitnya: Hampir seluruh kejadian (90%) terjadi karena
buruknya makanan kaleng yang diawetkan. Botulism akibat
makanan (Foodborne botulism) biasanya disebabkan oleh daging
yang tercemar (termasuk seafood) dan sayuran kaleng. Botulism
pada bayi (Infant botulism) merupakan bentuk botulism yang
paling umum. Disebabkan oleh menghirup spora bersamaan
dengan partikel debu yang mikroskopis. Botulism pada luka
(wound botulism) merupakan bentuk botulism yang paling jarang.
Dapat terjadi ketika bakteri meng-infeksi luka (seperti luka koyak
atau retaknya susunan tulang ) dan memproduksi racun in vivo.
Spora tumbuh secara lokal (didalam luka) dan racun bersirkulasi
melalui pembuluh darah untuk mencapai bagian lain dari tubuh.
Jalan masuk spora pada luka dapat saja kecil dan terlihat tidak
penting.
Pada makanan-makanan kalengan, bakteri ini sengaja
dimasukkan dengan tujuan agar dapat membantu dalam
mengawetkan makanan tersebut dengan keadaan yang dorman
(tidak diaktifkan). Tetapi, apabila makanan kaleng telah
kadarluasa, maka didalam kaleng bakteri ini akan aktif sehingga
sporanya akan berkembang dan bakteri ini akan menghasilkan
racun yang berupa neurotoksin (racun yang dapat langsung
menyerang saraf) yang akan menyerang jaringan syaraf, sehingga
dapat mengakibatkan kematian bagi yang mengkonsumsinya.

h. Uji laboratorium
Prosedur isolasi dan identifikasi Clostridium sp.
menggunakan uji kultur Clostridium dan pewarnaan Gram. Hasil
pengecatan Gram menunjukkan warna ungu dan berbentuk basil.
Hal ini dapat diidentifikasi bahwa bakteri tersebut adalah
Clostridium sp.
 Botulisme pada Luka
Spesimen dari eksudat luka, sampel jaringan, atau sampel
usap harus diperoleh untuk kultur anaerobik selain alat tes racun
serum. Sebuah spesimen tinja harus diperoleh untuk
mengecualikan kolonisasi makanan atau usus sebagai sumber
racun.
 Botulisme pada Bayi
Hal ini harus dicurigai pada bayi dengan sembelit, makan
yang buruk, mengisap berkurang dan menangis kesusahan
kemampuan, leher dan kelemahan otot perifer, atau ventilasi.
Feses budaya untuk C. botulinum dan pengujian untuk memeriksa
adanya racun dalam tinja harus dilakukan pada pasien tersebut.
 Botulisme pada Dewasa
Ini adalah penyakit langka dan harus dicurigai pada pasien
dengan beberapa kelainan pada saluran pencernaan yang
mengembangkan disfungsi saraf kranial otonom, dan kelemahan
otot. Feses budaya untuk C. botulinum dan pengujian untuk
memeriksa adanya racun harus dilakukan. Antibodi endogen
terhadap toksin botulinum telah dijelaskan.

3) Tetanus
Tetanus disebabkan oleh toksin (tetanospamin) yang menyebabkan
spasme otot dan kontraksi nyeri. Tetanus adalah kejang bersifat spasme
(kaku otot) yang dimulai pada rahang dan leher. Kondisi ini disebabkan
oleh racun berbahaya bakteri Clostridium tetani, yang masuk menyerang
saraf tubuh melalui luka kotor.

Gambar 4. Penyakit Tetanus

a. Gejala
Tanda-tanda dan gejala tetanus secara berurutan adalah sebagai
berikut:
 Spasme dan kaku pada otot rahang. Dikuti kekakuan pada otot
leher.
 Kesulitan menelan.
 Otot perut menjadi kaku Kejang tubuh yang menyakitkan sampai
tulang punggung melengkung (epistotonus), berlangsung selama
beberapa menit. Kejang ini biasanya dipicu oleh kejadian kecil,
seperti suara keras, sentuhan fisik atau cahaya.
 Kematian dapat terjadi karena kesulitan bernafas, lantaran otot-
otot pernafasan tidak berfungsi normal.
 Demam.
 Berkeringat.
 Tekanan darah tinggi.
 Denyut nadi atau jantung cepat.

b. Komplikasi
Setelah toksin tetanus terikat dengan ujung saraf, maka racun
tersebut tidak mungkin dihilangkan. Pemulihan sempurna dari infeksi
tetanus akan memakan waktu hingga beberapa bulan, karena
memerlukan pertumbuhan ujung saraf baru. Komplikasi dan dan
infeksi tetanus dapat menimbulkan: Cacat. Pengobatan tetanus
biasanya melibatkan penggunaan obat penenang yang kuat untuk
mengontrol kejang otot. perpanjangan penggunaan obat dapat
menyebabkan cacat permanen. Pada bayi, infeksi tetanus dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen, mulai dari defisit mental
minor hingga cerebral pasly. Kematian. Tetanus kejang otot yang
parah dapat mengganggu pernapasan, menyebabkan periode di mana
seseorang tidak bisa bernapas sama sekali. Kegagalan pernapasan
adalah penyebab kematian umum bagi pengidap tetanus. Kekurangan
oksigen juga dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian.
Pneumonia juga merupakan salah satu penyebab kematian.

c. Pengobatan
Sementara langkah pengobatan tetanus bertujuan untuk
memberikan terapi suportif; memusnahkan spora, dan menghentikan
perkembangan bakteri. Caranya bisa dengan membersihkan luka yang
kotor, menghentikan produksi neurotoksin, menetralkan neurotoksin
yang belum menyerang saraf tubuh, mencegah komplikasi, serta
menangani komplikasi bila sudah terjadi.
Dokter juga akan menganjurkan vaksinasi tetanus jika pasien:
 Belum pernah divaksinasi.
 Belum menerima vaksinasi yang lengkap.
 Tidak yakin apakah sudah divaksinasi atau belum.
Penyembuhan tetanus umumnya membutuhkan waktu selama
beberapa minggu hingga beberapa bulan.

d. Agen penginfeksi
Clostridium tetani bisa bertahan hidup di luar tubuh dalam
bentuk spora untuk waktu yang sangat lama. Mislanya, dalam debu,
tanah, serta kotoran hewan maupun manusia. Spora Clostridium
tetani umumnya masuk ke tubuh melalui luka yang kotor, contohnya
luka akibat cedera, digigit hewan, paku berkarat, atau luka bakar.
Clostridium tetani merupakan penyebab penyakit tetanus pada
manusia C.tetani banyak terdapat di alam, tanah,feces kuda dan hewan.
Ada banyak tipe yang dapat dibedakan dengan antiflagel. Semua tipe
mebentuk toksin yang sama. Toksin tetanus adalah protein, termolabil,
dan dapat dicerna ileh enzim proteolitik lambung. Bakteri ini tidak
bersifat invasif. Bakteri tetap ada pada luka, apabila keadaan
memungkinkan, yaitu keadaan anaerob yang biasanya terjadi karena
adanya jaringan nekrotik, garam kalsium, bakteri piogenik lainnya,
maka spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dan enksitoksin
yang dibentuk akan menjalar menuju SSP, melalui jaringan perineural,
pembuluh darah atau pembuluh limfe. Bkteri bersifat Gram Positif,
spora terminal, bersifat obligat anaerob, sedikit proteolitik, tidak
sakarolitik.

e. Karakteristik
Clostridium tetani adalah bakteri yang terdapat di tanah yang
tercemar tinja manusia dan binatang berbentuk batang lurus, langsing,
berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Clostridium
tetani termasuk bakteri gram positif anaerobic berflagel peritrik
berspora yang terletak disentral,subterminal maupun terminal.
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak
memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga
tidak menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol
positif. Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap panas dan juga
biasanya terhadap antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada
autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit. Juga
resisten terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya. Bentuk koloni
bakteri ini adalah koloni yang kecil meluas dalam jalinan filamen
halus.

Gambar 4. Bakteri C.tetani


f. Uji laboratorium
Diagnosis tetanus ditegakan berdasarkan gejala-gejala klinik
yang khas. Secara bakteriologi biasanya tidak diharuskan oleh karena
sukar sekali mengisolasi Clostridium tetani dari luka penderita , yang
kerap kali sangat kecil dan sulit dikenal kembali oleh penderita
sekalipun.
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien
sewaktu istirahat, berupa :
1) Gejala klinik : Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus
(sardonic smile).
2) Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah
dilupakan.
3) Kultur : C. tetani (+).
4) Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan
laboratorium yaitu :
1) Bahan pemeriksaan : potongan jaringan, PUS, hapus luka, kotoran
kuda atau hewan lain,bedak (talk).
2) Media : yang di perlukan Thyoglikolat agar, Agar darah, gula-
gula, Tarozi anaerob.
3) Direct preparat : pewarnaan gram, spora, Klien, Saffer fulton.
Daftar pustaka

Arditayasa, I Wayan. Clostridium Tetani. Diambil dari :


https://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/i-wayan-arditayasa-
078114135.pdf (22 Agustus 2017)

Jawetz,dkk. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. Jakarta : EGC

Locke,Thomas,dkk. 2013. Microbiology and Infectious Diseases on the


move. Jakarta : PT.Indeks

Natalia,lily dan Priadi,A.2012. BOTULISMUS : PATOGENESIS,


DIAGNOSIS DAN PENCEGAHAN. Bogor :
WARTAZOA.Vol.22,No.3:127-140

Staf Pengajar Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI-RSCM.2012.


PENUNTUN PRATIKUM MIKROBIOLOGI KEDOKTERAN. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI

Subekti , Erlisa N.2011. INFEKSI PADA SISTEM SARAF


PUSAT_Handbook pharmacotherapy_dipiro (indo). Diambil dari :
http://erlian-ff07.web.unair.ac.id/ (22 Agustus 2017)

Vous aimerez peut-être aussi